Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN DIFTERI

D
i
s
u
s
u
n

Oleh:

Nama : Bagus Sutiyoso


NIM : 221440101004

Makalah ini dibuat sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak yang dibimbing oleh:
Ns. SeptiViantri Kurdaningsih, M.Kep.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IIIKEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
‘AISYIYAH PALEMBANG
2022/2023
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIFTERI
BAB 1

KONSEP DASAR

1. KONSEP PENYAKIT
1.1. Definisi

Difteri adalah uatu penyakit infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering
diserang terutama saluran pernafasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”. Kuman juga melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan
gejala umum local. Penyebab penyakit ini adalah kuman Corynebacterium diptheriae
yang bersifat gram positif dan polimorf, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.
Bakteri dapat ditemukan dalam sediaan langsung yang diambil dari hapusan tenggorok
atau hidung, basil difteria akan mati pada suhu 60 derajat celcius selama 10 menit tapi
tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu, dan lendir yang telah
mengering.

Dapat diartikan juga sebagai suatu penyakit infeksi akut yang menyerang
saluran pencernaan bagian atas dengan masa inkubasi antara 2 sampai 7 hari. Basilnya
dapat hidup dan berkembang biak pada saluran pernafasan atas, maka dapat
menimbulkan terjadinya radang dengan terbentuknya pseudomembran local. Bila tidak
mendapat pengobatan maka akan menyebar ke seluruh saluran pernafasan atas yang
akhirnya menyebabkan tersumbatnya jalan nafas atau obstruksi.

Basil difteri akan mengeluarkan toksin danakan menyebar ke jantung


sehingga menyebabkan paralise, menyebar ke syaraf sehingga mengakibatkan paralise,
dan menyebar keginjal sehingga menyebabkan nepritis.
1.2. Anatomi dan Fisiologi

 Anatomi Sistem pernapasan

Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, broncus dan paru.
(Nelson, 2010)

1) Saluran pernafasan bagian atas :

 Rongga hidung

Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara


yang dihirup ke dalam paru – paru

 Faring

Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring..
Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan
digestif.

 Laring

Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi
utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi
jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

2) Saluran pernafasan bagian bawah :

 Trakhea

Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya
kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina.

 Bronkus

Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar,
merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih
panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih
tajam.

 Alveoli

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II
sel–sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah
makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

 Paru

Paru-paru merupakan organ elastic berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga torak
atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediasinum central yang mengandung
jantung pembulu-pembulu darah besar.

Letak paru-paru dirongga dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

Pleura dibagi menjadi dua:

a) Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru;
b) Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.

Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

 Fisiologi Sistem Pernafasan

Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli
melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi
kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah menuju
jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses
metabolisme. istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai (kadar
karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan akan dipompakan ke
seluruh sel dalam tubuh.

Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan melepaskan
ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan bakar
metabolisme. Juga karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah yang
rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi kanan jantung untuk
kemudian dipompakan ke paru-paru. Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah
bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang
mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.
1.3. Etiologi

Etiologi atau penyebab dari Difteri karena Corynebacterium diptheriae


merupakan kuman batang gram positif, tidak bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul,
tidak membentuk spora, mati dalam pemanasan 60 derajat celcius, tahan dalam
keadaan beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan
palisade bentuk L atau V atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf cina.
Kuman tumbuh secara aerob bisa dalam keadaan media yang mengandung K-tellurit
atau media Loeffler. Pada membrane mukosa manusia, Corynebacterium diptheriae
dapat hidup bersama– sama dengan kuman diphtheroid saprofid yang mempunyai
morfologi serupa sehingga membedakannya kadang – kadang diperlukan pemeriksaan khusus
dengan cara fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltose, dan sukrosa.

Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphtheriae yaitu tipe gravis, intermedius
dan mitis, namun dipandang dari sudut antigenisitas sebenarnya basil ini
merupakanspesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologic. Hal
ini mungkin bisa meneramgkan mengapa pada seseorang pasien bisa terdapat kolonisasi
lebih dari satu jenis C.diphtheriae. Ciri khas dari C.diphtheriae adalah kemampuannya
memproduksi eksotoksin seperti in vivo maupun in vitro. Eksotoksin ini merupakan
suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya,
mempunyaidua fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (karboksi –
terminal). Kemampuan suatu strain untuk membentuk atau memproduksi toksin
dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa diproduksi oleh C.diphtheriae
yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene.

Penularan difteri dari penderita terjadi secara langsung melalui air ludah,
maupun secara tidak langsung melalui sapu tangan dan berbagai benda lain yang
tercemar ludah penderita. Penularan melalui air susu dan debudapat juga terjadidan
manusia merupakan satu – satunya sumber infeksidifteri bagi manusia lainnya.
1.4. Tanda dan Gejala

a). Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi, lesu pucat, nyerikepala dan anoreksia.
b). Gejala ringan : pilek, secret yang keluar terkadang bercampur darah, radang
selaput lender.
c). Gejala berat : radang akut tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau,
pembengkakankelenjar getah bening, suara serak, sesak nafas dan sianosis.

Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit difteri :

1) Diphtheria Hidung : permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa
atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan
bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum
nasi.

2) Diphtheria Tonsil-Faring : Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri


menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-
kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum
molle atau ke distal kelaring dan trakea.

3) Diphtheria Laring : Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata,
tetapilebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.

4) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga : Diphtheria kulit berupa tukak di


kulit, tepijelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung
menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi padakonjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membran padakonjungtiva palpebra. Pada telinga
berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
1.5. Patofisiologi

Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan


menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa
genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan
toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan
interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu
enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga
sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan
RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang
menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat
diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya
terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-
abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran
tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan
difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas
sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak
lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
1.6. Pathway
Corynobacterium
diphteriae

Kontak dg orang/benda Suplai oksigen


terkontaminasi Menutup saluran
menurun
napas
Masuk ke dalam sal. Metabolisme
Pernafasan atas Obstruksi
menurun
Peningkatan aliran darah Reaksi inflamasi pernapasan
ketempat infeksi Menghasilkan toksik Pembentukan
Peradangan mukosa Fungsi pernapasan
ATP ( adenosiana
Permeabilitas membrane hidung terganggu
Menghasilkan enzim trifospat )
meningkat penghambat NAD( menurun
Metabolisme bakteri Peningkatan
Nicotinamide Adenine
Kebocoran pembuluh Dinocleotode) Pernafasan
darah Peningkatan
produksi secret Sintesa protein terputus Gangguan
Cairan masuk ke Nekrosis jaringan Pola Nafas Tidak Mobilisasi
interstisial Akumulasi sekret Efektif
Terbentuknya eksudat di Masuk dan ikut
Tumor / pembengkakan Resiko
Ketidakefektifan saluran nafas dalam aliran Penyebaran
Penyempitan saluran nafas Bersihan Jalan Nafas sistemik melalui
Infeksi pada sal. Infeksi
atas pembuluh darah
pernafsan atas
Nyeri saat menelan Nafsu makan Melalui aliran
menurun Proses infeksi darah

Nyeri akut Intake makanan Peningkatan Masuk ke Jaringan


menurun aktivitas selular syaraf perifer
Fungsi pita suara
tidak optimal Peningkatan Gangguan fungsi
Pemenuhan nutrisi kurang metabolisme syaraf perifer
Suara serak dari kebutuhan tubuh
Peningkatan Hipertermi Kelemahan
produksi panas anggota gerak
Resiko kekurangan peralisis
Gangguan komunikasi Intake cairan Pengeluaran
verbal menurun Volume Cairan keringat berlebih
Resiko Cidera
7
1.7. Manifestasi Klinik
Pada saluran nafas atas dengan disertai gejala sakit tenggorok, disfagia,
limfadenitis, demam yang tidak tinggi, malaise dan sakit kepala. Membran adheren
yang terbentuk pada nasofaring dapat berakibat fatal karena bisa menyebabkan
obstruksi saluran nafas. Efek sistermik berat meliputi miokarditis, neuritis, dan
kerusakan ginjal akibat exotoksin. C.diphtheriae (sering pada strain yang
nontoksigenik) dapat menyebabkan difteri kutaneus pada orang dengan standar
hegienis yang buruk (contoh pengguna obat dan alkohol) untuk cenderung terjadi
kolonisasi (dikulit lebih sering terjadidibandingkan faring).

Gejala difteri itu sendiri dibedakan berdasarkan lokasi infeksi, bila di


pernafasan maka disebut difteri pernafasan/ respiratory yang meliputi area tonsilar,
faringeal, dan nasal. Difteri pernafasan merupakan penyakit pada saluran nafas yang
sangat serius, sebelum dikembangkannya pengobatan medis yang efektif, sekitar
setengahdarikasus dengan gejala difteri pernafasan meninggal. Pada anak-anak yang
menderita difteri ini, lokasi utama terdapat pada tenggorokan bagian atas dan bawah.

Difteri lain (non pernafasan) selain difteri pernafasan adalah difteri hidung, kulit,
vulvovaginal dan anal auditori eksternal. Pada difteri hidung gejala awal
biasanya mirip seperti flu biasa, yang kemudian berkembang membentuk membran
dijaringan antara lubang hidung dengan disertailendir yang dapat bercampur darah.
Toksin yang dihasilkan oleh difteri hidung ini tidak dengan mudahdapat diserap ke
dalam tubuh tapi dapat dengan mudah menyebarkan infeksikepada orang lain.

1.8. Komplikasi

1) Pada saluran pernafasan terjadi obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya,
bronkopneumonia, atelectasis.

2) Kardiovaskular miokarditis, yang dapat terjadi akibat toksin yang membentuk kuman
difteria.

3) Kelainan padaginjal (nefritis)


4) Kelainan saraf (kira – kira 10 % pasien difteria mengalami komplikasi yang
mengenaisusunan sarafterutama system motoric), berupa :
a) Paralisis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau), tersedak, atau
sukar menelan, dan dapat terjadi pada minggu ke I sampai II.
b) Paralisis / paresis otot – otot mata sehingga dapat menyebabkan strabismus, gangguan
akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis yang timbul pada minggu ke III.
c) Paralisis umum yang dapat terjadi setelah minggu ke IV, kelainan dapat mengenai
otot – otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot
pernafasan.

1.9. Pemeriksaan Diagnostik


1) Laboratorium (apakah adakuman corynebacterium diphtheriae).
2) Pemeriksaan darah (apakah ada penurunan Hb, leukosit, eritrosit, dan albumin).
3) Pemeriksaan bakteriologis
4) Shick test (apakah seseorang tersebut rentan terhadap difteri)

1.10. PenatalaksanaanMedis

1) Tindakan umum :

a. Mencegah terjadinya komplikasi

b. Mempertahankan / memperbaikikeadaan umum

c. Mengatasi gejala / akibat yang timbul

2) Pengobatan :

a. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS) harus diberikan setelah dibuat


diagnosis difteria. Dengan pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian
pada penderita kurang dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke enam
menyebabkan angkakematian inibisa meningkat sampai 30%.
No Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Pemberian
.
1. Difteria hidung 20.000 IM
2. Difteria tonsil 40.000 IM atau
IV
3. Difteria faring 40.000 IM atau
IV
4. Difteria laring 40.000 IM atau
IV
5. Kombinasi lokasidi atas 80.000 IV
6. Difteria + penyulit, bullneck 80.000 – IV
120.000
7. Terlambat berobat (>72 80.000 – IV
jam),lokasi dimana saja. 120.000

b. Antibiotic : diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk


membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Penisilin prokain 50.000
– 100.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari, bila terdapat riwayat hipersensivitas
penisilin diberikan eritromisin 40 mg/kgBB/hari.

c. Kortikosteroid : dianjurkan pemberian kortikosteroid padakasus difteria yang


disertaigejala :

 Obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck)

 Bila terdapat penyulit miokarditis, pemberian kortikosteroid untuk


mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.

Prednisone 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu kemudian diturunkan dosisnya


bertahap.
d. Pengobatan penyulit : ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik.
Penyulityang disebabkan oleh toksin umumnya reversible. Bila tampak kegelisahan,
iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.
e. Pengobatan kontak : pada anak yang kontak dengan pasien sebaiknyadiisolasi
sampai tindakan berlaku atau terlaksana yaitu biakan hidung dan tenggorok serta
gejala klinis diikuti setiap hari sampai masa tunas terlampaui. Pemeriksaan
serologi dan observasi harian, anak yang telah mendapat imunisasidasar diberikan
boostertoksoiddifteria.
f. Pengobatan karier : mereka yang tidak merasakan atau menunjukkan keluhan,
mempunyai uji Shick (-) tapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Dapat
diberikan penisilin 100 mg/kgBB/ hari oral/suntikan atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari.
Selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakantonsilektomi atau
adenoidektomi.

g. Imunisasi :

 imunisasi pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap
difteria sampai 6 bulan dan suntikan antitoksin yang dapat bertahan selama
2 sampai 3 minggu. Sedangkan imunisasi aktif diperoleh setelah menderita
aktif atau nyata atau inapparent infection serta imunisasi toksoiddifteria.
 Uji kepekaan Shick (menentukan kerentanan atau suseptibilitas
seseorang terhadap difteria, dilakukan dengan menyuntikkan toksin difteria
yang dilemahkan secaraIC).
 Uji kepekaan Moloney (menentukan sensitivitas terhadap produk bakteri
dari basil difteria, dilakukan dengan cara memberikan 0,1 ml larutan toksoid
secara intradermal)
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian

Hari/Tanggal : Senin, 16 Oktober 2023


No. Rekam medik : 1004

I. IDENTITAS ANAK IDENTITAS ORANG TUA


Nama : An.A Nama ayah : Tn.M
Tanggal lahir :26 September 2016 Nama ibu : Ny.S
Jenis kelamin : Laki-Laki Pekerjaan ayah/ibu : Wiraswasta
Tanggal MRS : 16 Oktober 2023 Pendidikan ayah/ibu : SMP
Alamat : Jl. Kenangan Agama : Islam
Diagnosa medis : Difteri Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
Sumber informasi : Klien / Orang Tua Alamat : Jl. Kenangan

II. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan utama : mengatakan anaknya mengalami panas selama 5 hari dan nyer telan
± 4 hari serta muntah-muntah. Kemudian diperiksakan ke dokter, muntahnya mulai
berkurang tetapi panasnya tetap, kemudian dibawa ke RS
2. Riwayat kesehatan sekarang : Ibu mengatakan mengalami demam, muntah dan nyeri
telan, tetapi sekarang sudah berkurang.
3. Riwayat kesehatan dahulu : Ibu mengatakan anaknya tidak pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga : adanya keluarga yang menderita difteri
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi Di berikan
BCG 2 bulan
Hepatitis B 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan
DPT 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Polio 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Campak 9 bulan
6. Pola Kebiasaan Setiap Hari

Di Di rumah
rumah sakit
Pola Nutrisi: Pola Nutrisi:
Anak tidak suka makan kecuali bila Makan 3x/hari sedikit-sedikit, keluhan
dipaksa oleh ibu. Anak makan 2-3 kali nyeri telan, komposisi makanan (nasi
sehari dengan lunak/bubur,
porsi sedikit dengan komposisi nasi, sayur, lauk)
lauk, sayur
Pola Eliminasi: Pola Eliminasi:
Selama 5 hari belum BAB dan BAK Anak sudah BAB 1x/hari dengan
3-4 kali sehari. konsistensi lembek, tidak ada darah
maupun lendir dan
BAK 4-5 kali berwarna kuning jernih.
Pola Istirahat: Pola Istirahat:
Tidur siang ± 2 Tidur pagi ± 2
jam jam Tidur siang
Tidur malam ± 6-7 jam ± 1 jam
Tidur malam ± 6-7 jam
Personal Higiene: Personal higiene
Mandi 2x sehari dan selalu mengganti mandi 2x sehari dan selalu mengganti
bajunya bila selesai mandi atau terlihat bajunya setiap selesai mandi atau bila
kotor terlihat kotor
Rekreasi: Rekreasi:
Ibu dan keluarga tidak pernah Ibu dan keluarga tidak pernah
mengajak anak rekreasi mengajak anak rekreasi

7. Riwayat psikososial
Psikologi : Ibu mengatakan sangat mengharapkan kesembuhan dan kesehatan
putrinyasangat sangat diharapkan baik oleh ibu maupun keluarganya
Sosial: Anak tinggal bersama orang tua dan diasuh dibantu oleh keluarga.

8. Riwayat budaya :
 Bila sakit, ibu dan keluarga berobat ke bidan terdekat atau kepuskesmas
 Keluarga masih menganut adat jawa seperti selapanan, pitonan dll Riwayat
spiritualIbu dan bapak beragama Islam, taat beribadah dan ibu tidak percaya
dengan adanyatahayul.
III. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : cukup

 Kesadaran : composmentis

 Tekanan darah : 100/70 mmHg

 Nadi : 94x/menit

 Pernafasan : 26 x/menit

 Suhu : 36oC

 BB : 17 kg

b. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
- Kepala : Kulit kepala bersih, warna rambut hitam, tidak tampak adanya benjolan.
Wajah : Tidak pucat, tidak ikterus, tidak cyanosis
- Mata : Simetris, sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis
- Hidung : Simetris, tidak terdapat secret, tidak ada kelainan bentuk hidung dan
hidungbersih
- Telinga : Simetris, tidak ada serumen, dan terlihat bersih
- Mulut : Bibir tidak cyanosis, tidak nampak sariawan dan bibir lembab,tidak ada
caries,pada tonsil tampak membrane berwarna putih keabu-abuan
- Leher : Tidak terlihat pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis, dan tidak
terlihatpembesaran kelenjar limfe
- Dada : Putting susu simetris, tidak terlihat retraksi dada saat bernafas
- Abdomen: Kebersihan cukup, tidak tampak benjolan, tidak tampak adanya
pembesaranlimpa dan hepar
- Genetalia: bersih, tidak ada odema
- Anus: bersih
- Ekstremitas
atas : simetris, penggerak aktif, tidak terdapat polidaktil maupun sindaktil dan
tidaktampak oedema
bawah : simetris, gerakan aktif dan tidak tampak oedem
 Palpasi
- Kepala : tidak teraba benjolan abnormal
- Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan kelenjar limfe
- Dada : tidak teraba massa atau benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan Abdomen :
tidak teraba benjolan yang abnormal
- Ekstremitas : atas dan bawah, tidak odema, perabaan hangat, turgor kulit baik
 Auskultasi
- Dada : tidak terdengar bunyi ronchi mauoun wheezing
- Abdomen : bising usus positif
 Perkusi
- Abdomen : tidak kembung

2.2. DiagnosaKeperawatan

NamaPasien : An.A DiagnosaMedis : Difteri

JenisKelamin :Laki–Laki NoMR : 1004

No.Bed/Kamar : 12 Hari,Tanggal : Senin,16 Oktober 2023

No Data Penunjang Etiologi Masalah Keperawatan

1 Ds: Nausea

Ibu mengatakan anakanya


mengalami demam,
muntah, nyeri telan

Do:

Keadaan umum : Cukup : cukup


Kesadaran: composmentis
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 94 x/mnt
Pernafasan : 26 x/mnt
Suhu : 36OC
BB : 17 kg
Pemeriksaan tenggorokan :
adanya pseudomembrane
berwarna putih keabu-
abuan
Hasil pemeriksaan swab
tenggorokan : (+) terdapat
biakan bakteri
Corynebacterium
diphteriae

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas:

1. Nausea berhubungan dengan Proses Inflamasi


2.3. Perencanaan / Intervensi

NamaPasien :An.A DiagnosaMedis : Difteri

JenisKelamin :Laki-Laki NoMR : 1004

No.Bed/Kamar : 12 Hari,Tanggal : Senin, 16 Oktober 2023

Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nausea Setelah dilakukan tindakan ManajemenMual Observasi
Keperawatan selama 3x 24 Observasi
Jam diharapkan dapat 1. Mengetahui faktor yang
teratasi dengan Kriteria 1. Identifikasi pengalaman mual memungkinkan terjadinya
Hasil :
mual.
1. Nafsu makan 2. Identifikasi dampak mual terhadap
meningkat (5) 2. Mengidentifikasi pengaruh
kualitas hidup (mis: nafsu makan,
2. Keluhan mual mual terhadap kualitas
menurun (5) aktivitas, kinerja, tanggungjawab
hidup pasien.
3. Perasaan ingin muntah peran, dan tidur)
menurun (5) 3. Identifikasi faktor penyebab mual
3. Mengetahui faktor yang
4. Monitor mual (mis. Frekuensi, memungkinkan terjadinya
durasi dan tingkat keparahan mual.
5. Monitor asupan nutrisi dan kalori 4. Mengetahui tingkat mual
Terapeutik yang dialami pasien.
5. Menjaga nutrisi tetap
1. Kendalikan faktor penyebab mual
terpenuhi dan mencegah
terjadinya mual dan
2. Kurangi atau hilangkan keadaan
muntah yang berlanjut.
penyebab mual
Terapeutik
3. Berikan makanan dalam jumlah
1. Meminimalkan dampak
kecil dan menarik
yang mengakibatkan mual.
2. Mempertahankan
Edukasi
saturasi oksigen pada
1. Anjurkan istirahat dan tidur yang pasien agar tetap stabil
cukup
3. Menjaga nutrisi tetap
2. Anjurkan makanan tinggi
terpenuhi dan mencegah
karbohidrat dan rendah lemak
terjadinya mual dan
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
muntah yang berlanjut.
untuk mengatasi mual
Edukasi
Kolaborasi

1. Dapat membuat klien jadi


1. Kolaborasi pemberian antiemetik,
lebih baik dan melupakan
jika perlu
mual.
2. Menjaga nutrisi tetap
terpenuhi dan mencegah
terjadinya mual dan
muntah yang berlanjut.
Dapat membuat klien jadi
lebihbaik dan rileks.

Kolaborasi

1. Analgetik dapat
memblokreseptor mual
dan mengurangi rasa
mual.
2.4. Implementasi dan Evaluasi

CP HARI PERTAMA

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

1. Nausea Tanggal:16 Oktober 2023 Tanggal :16 Oktober 2023 Bagus S


Jam:09.00wib Jam: 09,30 wib
1. Identifikasi pengalaman mual
S: Ibu mengatakan anaknya sudah tidak demam,

2. Identifikasi dampak mual tidak muntah, nyeri telanberkurang


terhadap kualitas hidup (mis: O: anak tampak sedikit membaik
nafsu makan, aktivitas, kinerja, A: An.”A” umur 7 tahun dengan difteri tonsil kurang
tanggungjawab peran, dan gizi
tidur)
P: Intervensi dihentikan
3. Identifikasi faktor penyebab
mual

4. Monitor mual (mis. Frekuensi,


durasi dan tingkat keparahan
5. Monitor asupan nutrisi dan
kalori
Terapeutik

4. Kendalikan faktor penyebab


mual

5. Kurangi atau hilangkan


keadaanpenyebab mual

6. Berikan makanan dalam


jumlahkecil dan menarik

Edukasi

4. Anjurkan istirahat dan tidur


yangcukup
5. Anjurkan makanan
tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologisuntuk
mengatasi mual
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. In: RI DK, editor.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi; 2017

Najmah. Epidemiologi : Untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Depok: Rajagrafindo


Persada; 2015

WHO. Diphtheria Reported cases by country 2017 [26 Januri 2018]. Available from:
http://apps.who.int/gho/data/view.main.1540_41?lang=en.

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.


Jakarta: Erlangga; 2011

Anda mungkin juga menyukai