Anda di halaman 1dari 27

2022

TUBERCULOSIS
PARU
EVI SYAMSUDDIN

PUSKESMAS WARA KOTA


PALOPO
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih merupakan problem
kesehatan yang masih sulit terpecahkan. Penyebab dari penyakit ini adalah
mycobacterium tuberkulosis yang terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan.
Pada beberapa keadaan, tuberkulosis dapat menyebabkan iritasi pada bronchus
sehingga pembuluh darah pecah yang akan menimbulkan batuk darah. Selain
itu, pada area paru dapat terjadi infiltrasi radang yang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Bila penyakit ini tidak tertangani dengan
baik, maka dapat menimbulkan kematian (Pare, Amiruddin & Leida, 2012).
Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi dan menular. Penyakit ini
dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan pada usia
muda atau usia produktif yaitu 15-50 tahun, terutama mereka yang bertubuh
lemah, kurang gizi, atau yang tinggal satu rumah dan berdesakdesakkan
bersama penderita TB Paru (Naga, 2012). Lingkungan yang lembab, gelap dan
tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit
penyakit TB Paru. Kecepatan penyebaran dan infeksi penyakit TB paru sangat
tinggi, maka tidak berlebihan jika penyakit TB paru merupakan penyakit yang
mematikan (Anggraeni, 2012).
World Health Organization/WHO (2016) mengemukakan bahwa
terdapat 10,4 juta kasus TB paru didunia dan 56% kasus TB paru berada di
India, Indonesia, Cina, Filipina, dan Pakistan. Sedangkan angka kematian
penderita TB paru di seluruh dunia yaitu 39 per 100.000 penduduk atau 250
orang per hari. Berdasarkan Global Tuberculosis Control, WHO (2016)
mengungkapkan bahwa TB paru di Indonesia terdapat 534.439 kasus. Kasus
BTA (basil tahan asam) positif sebesar 240.183 orang dengan prevalensi
semua kasus 578.410 orang.
Di Sulawesi Selatan (2019), diketahui jumlah penderita suspect TB
paru sebanyak 55.462 kasus dan dinyatakan BTA positif sebanyak 5.040
kasus. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 5.298 kasus yang diobati dan

1
dinyatakan telah sembuh sebanyak 3.276 kasus. Dimana Kabupaten Wajo
menyumbang kasus tuberkulosis BTA positif sebanyak 189 kasus (Dinkes
Sul-Sel, 2020). Sementara itu, berdasarkan Buku Suspek Program P2 TB Paru
Puskesmas Wara Kota Palopo tahun 2021 menunjukkan jumlah penderita
tuberkulosis di wilayah tersebut yaitu suspeck sebanyak 46 kasus dan positif
sebanyak 21 kasus.
Seiring dengan perjalanan penyakit TB paru, akan berdampak terhadap
munculnya gangguan konsep diri individu. Menifestasi klinis yang dialami
penderita TB paru akan menimbulkan perasaan malu, rendah diri, serta
masyarakat akan mengucilkan pasien (Price & Wilson, 2014). Kondisi yang
terjadi pada penderita TB paru dapat menarik perhatian orang lain saat
penderita beraktifitas baik di lingkungan sekitar maupun ditempat-tempat
umum. Keadaan seperti ini akan membuat citra tubuh atau gambaran diri
pasien menjadi menurun, lemah dan tidak berdaya, sehingga pasien akan
membatasi diri dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain
(Wahyu, Nurchayati & Herlina, 2017).
Melihat permasalah yang terjadi pada penderita TB paru sehingga
diperlukan peran dari keluarga. Menurut Doherty & Champbell (1998 dalam
Stuart & Sundeen, 2013) bahwa keluarga mempunyai pengaruh utama dalam
kesehatan fisik dan mental setiap anggota keluarganya. Keluarga merupakan
sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan
yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan
keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan
tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami
permasalahan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu memahami penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien TB
Paru.
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami konsep medis penyakit TB Paru.
b. Mampu memhami konsep asuhan keperawatan penyakit TB Paru

2
BAB II
TINJAUAN TENTANG TUBERKOLOSIS PARU

A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru


1. Pengertian
Dari beberapa penelusuran literatur, tuberculosis paru dapat ditemukan
beberapa pengertian sebagai berikut:
a. Tuberculosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang hampir seluruh tubuh
manusia, tetapi yang paling banyak ialah organ paru (Slamet, 201).
b. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gelaja yang sangat bervariasi
(Mansjoer, 2001).
c. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru
dan dapat pula ditularkan kebagian tubuh lainnya termasuk meninges,
ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer dkk, 2012).
2. Anatomi fisiologi sistem pernafasan
Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen
oleh darah dan pembuangan karbondioksida. Paru dihubungkan dengan
lingkungan luarnya melalui serangkaian saluran, berturut-turut pharings,
larings, trachea dan bronchi. Saluran-saluran itu relatif kaku dan tetap
terbuka, dan keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem
pernapasan (Smeltzer, dkk 2012).

3
a. Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian
eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago, sedangkan bagian internal hidung adalah rongga berlorong
yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri yang disebut
septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan
dari paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran
dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam
paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori karena
reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung (Smeltzer, dkk 2012)
b. Faring
Faring adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung
dan rongga mulut ke laring. Faring merupakan tempat persimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat epiglotis yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan. Faring dibagi menjadi:
1) Nasofaring terletak di dasar tengkorak, belakang dan atas palatum
molle.
2) Orofaring terdapat di belakang rongga mulut dan permukaan
belakang lidah
3) Laringofaring terletak dibelakang laring
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan
terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring terdiri atas:
1) Epiglotis adalah daun katub kartilago yang menutupi ostium ke
arah laring selama menelan.
2) Glotis adalah ostium antara pita suara dalam laring.
3) Kartilago tiroid adalah kartilago terbesar pada trakea, sebagian
dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple).

4
4) Kartilago krikoid adalah satu-satunya cincin kartilago yang
komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid).
5) Kartilago aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
6) Pita suara adalah adalah ligament yang dikontrol oleh gerakan otot
yang menghasilkan bunyi suara. Pita suara melakat pada lumen
laring.
d. Trakea
Trakea merupakan lanjutan dari larynx yang dibentuk oleh 16-20
cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda, panjang 9-11 cm. terdapat sel-sel bersilia yang berfungsi
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan
udara pernapasan. Terdapat dua percabang bronkus yaitu kiri dan
kanan yang dinamakan karina. Potongan melintang trachea khas
berbentuk huruf D (Smeltzer, dkk 2012).
e. Bronchus
Bronchus merupakan lanjutan dari percabangan trakea pada
ketinggian vertebra ke-IV dan V, struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis yang sama. Bronchus membentuk cabang yang
disebut dengan bronchiolus. Bronchus dan bronchiolus dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang sebut
silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring (Smeltzer, dkk 2012).
Bronkus terdiri dari dua yaitu bronchus kiri dan kanan. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin dan mempunyai tiga cabang. Sementara, bronchus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari bronkus kanan, terdiri dari 9-12 cincin
dan mempunyai dua cabang (Smeltzeer, dkk 2012).
f. Alveolus
Sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung hawa
(alveoli), yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan

5
luas permukaannya  90 m2, pada lapisan inilah terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru ini  700.000.000 buah (paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi atas dua yaitu :
1) Paru kanan terdiri atas 3 lobus yaitu : lobus pulmo dextra superior,
lobus media, lobus inferior, tiap lobus tersusun atas segmen.
2) Paru-paru kiri terdiri atas dua lobus yaitu pulmosinister lobus
superior dan lobus inferior
Paru-paru terletak pada rongga dada, dasarnya menghadap ke
tengah cavum mediastinum. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang bernama pleura yaitu
pleura visceral (selaput dada pembungkus) dan pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura
ini terdapat rongga yang disebut kavum pleura, yang dalam keadaan
normal ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat kembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat), yang berguna
meminyaki permukaan pleura, menghindarkan gesekan antar paru-paru
dan dinding dada sewaktu bernafas bergerak (Smeltzeer, dkk 2012).
3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosa, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-
0,6/m. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan (basil tahan asam). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita
TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang
kontak erat (Avicenna, 2019).
4. Cara penularan
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk
Droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

6
bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan.
Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut .
5. Patofisiologi
a. Tuberculosis primer
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana
saja jaringan paru. Kompleks primer ini selanjutnya dibagi, yaitu:
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus atau kompleks sarang Ghon.
3) Komplikasi dan menyebar secara :
1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus.
3) Secara limfogen atau hematogen ke organ tubuh lainnya
b. Tuberculosis post primer
Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

7
tuberculosis dewasa (tuberculosis post-primer). Tuberculosis post-
primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
(bagian apikal posterior lobus superior/inferior). Invasinya adalah
kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang
dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-
macam jaringan ikat (Admin, 2009).
6. Manifestasi klinis
Keluhan yang dirasakan penderita TB dapat bermacam-macam atau
malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak, yaitu:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam
pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TB paru yang
masuk (Mansjoer, dkk 2011).
b. Batuk
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

8
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam, dan lain-lain. Gajala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda sebagai
berikut (Ovedoff, 2012), yaitu:
a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah)
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum
c. Secret di saluran nafas dan ronkhi
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan
langsung dengan bronchus
7. Test diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnosis yang dapat dilakukan pada
penderita Tuberculosis paru, yaitu:
a. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB Paru, namun
diperkirakan di Indonesia terdapat 50% penderita dengan BTA (+) tapi
kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.
b. Ziehl-Neelsen
Merupakan pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah yang menunjukkan positif untuk basil tahan asam.
c. Laboratorium darah rutin
Pada saat Tuberculosis mulai aktif, pemeriksaan ini dapat
menunjukkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi, jumlah limfosit
yang berada di bawah normal, dan laju endapan darah yang mulai
neningkat.

9
d. Test tuberkulin
Reaksi uji tuberkulin dilakukan secara intradermal yang akan
menghasilkan hipersensitiviti tipe IV atau delayed-type
hypersensitivity (DTH). Masuknya protein TB saat injeksi akan
menyebabkan sel T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat
suntikan. Limfosit akan merangsang terbentuknya indurasi dan
vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin, dan penarikan sel inflamasi
ke tempat suntikan.
e. Foto thoraks
Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB paru yaitu:
1) Bayangan lesi terdapat di lapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah
2) Bayangan berawan (patchy) dan bercetak (nodular)
3) Adanya kavitas tunggal atau ganda
4) Adanya kalsifikasi
5) Bayangan milier
6) Penebalan pleura (pleuritis)
7) Massa cairan di bagian bawah paru(efusi pleura)
f. Histologi atau kultur jaringan
Merupakan pembersihan gaster, urine dan cairan cerebrospinal serta
biopsi kulit yang dapat menunjukkan hasil positif untuk
mycobacterium tuberculosis.
8. Penatalaksanaan
Obat Tuberculosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa
jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan supaya kuman
(termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu penggunaan),
kuman Tuberculosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat
(resisten). Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap

10
semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
Tuberculosis BTA postif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
intensif.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapat obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
kekambuhan.
Program Nasional Penanggulangan Tuberculosis di Indonesia
menggunakan paduan OAT menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari Isonaisid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang
terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 kali selama 4
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan:
1) Penderita baru TB paru BTA positif
2) Penderita TB paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat
3) Penderita TB ekstra paru berat
Tebal: Paduan OAT Ketgori 1
Dosis perhari/kali Jumlah
Lama hari/kali
Tahap Pengobatan Tablet H Tablet R Tablet Z Tablet E
Pengobatan menelan
300 mg 450 mg 500 mg 250 mg
obat
Intensif (dosis
2 bln 1 1 3 3 60
harian)
Lanjutan (dosis 3
4 bln 2 1 - - 54
kali/ minggu)
Keterangan: untuk penderita dengan BB 33-50 kg
b. Kategori 2: 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)
dan suntikan Streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E)

11
setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan
bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita kambuh (relaps)
2) Penderita gagal (failure)
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Tabel: Paduan OAT Kategori 2
Etambutol
Table Jumlah
Lama Tablet Tablet Table Strepto-
Tahap tR Tablet hari/kali
Peng- H 300 Z 500 tE misin
Pengobatan 450 E 250 menelan
obatan mg mg 500 inj. (gr)
mg mg obat
mg
Intensif (dosis 2 bln 1 1 3 3 - 0.75 60
harian) 1 bln 1 1 3 3 - - 30
Lanjutan
(dosis 3 4 bln 2 1 - 1 2 - 66
kali/minggu)
Keterangan: untuk penderita dengan BB 33-50 kg
c. Kategori 3: 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selam 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita batuk BTA negatif dan rontgen positif ringan (pasien
yang masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari)
2) Penderita ekstra paru ringan yaitu Tuberculosis kelenjar limfe,
Tuberculosis kulit, Tuberculosis tulang, sendi dan kelenjar adrena.
Tabel: Paduan OAT Kategori 3
Jumlah
Lama
Tablet H Tablet R Tablet Z hari/kali
Tahap Pengobatan Pengobata
300 mg 450 mg 500 mg mrenelan
n
obat
Intensif (dosis harian) 2 bln 1 1 3 60
Lanjutan (dosis 3
4 bln 2 1 - 54
kali/minggu)
Keterangan: untuk penderita dengan BB 33-50 kg
Menurut standard pelayanan medik RSUP Dr. Sardjito dikutip,
penanganan pasien Tuberculosis dibedakan menjadi:
a. Umum
1) Diit TKTP, istirahat cukup
2) Obat Anti Tuberculosis (OAT)

12
a) Isoniazide (H) 400 mg/hari (harus diberikan suplemen
piridoksin 25-50 mg/hari)
b) Rifampisin (R) 400 mg/hari (jika berat badan <50kg), 600
mg/hari (BB>50 kg)
c) Pirazinamid (Z) 3 kali 500 mg selama 2 bulan pertama.
d) Etambutol (E) 25 mg/kg BB/hari untuk 2 bulan pertama,
dilanjutkan dengan 15 mg/kg untuk masa terapi selanjutnya.
e) Steptomisin injeksi 1 gram, intramuskuler, setiap hari atau 2
kali seminggu.
f) Kombinasi OAT yang lazim diberikan adalah 2 HRZ/4-6 HRE
(2 bulan HRZ dilanjutkan dilanjutkan HRE setiap hari selama 4
bulan) atau 2 HRZE/4-6 H2R2E2 (kombinasi HRZE setiap hari
selama 2 bulan dilanjutkan dengan HRE 2 kali seminggu
selama 4-6 bulan.
3) Obat batuk sebaiknya tidak diberikan, kecuali jika sangat
mengganggu dapat diberikan codein sulfat 4-6 kali 10-15 mg.
b. Khusus
1) Kortikosteroid (diberikan jika sangat parah dan tampak toksis,
memperbaiki perasaan, nafsu makan dan menurunkan demam)
2) Terapi kolaps untuk pneumothoraks
3) Pembedahan jika ada kecurigaan perubahan kearah keganasan,
sternosis bronkus, focus yang menjadi sumber kekambuhan,
menutup empiema kronik.
c. Perawatan intensif
1) Jika ada perdarahan masif, bahaya aspirasi dan resiko penyebaran
kebagian lain paru, terapi anti shock.
2) Pemberian obat penenang (fenobarbital 60-120 mg, subkutan).
3) Codein sulfat 4-6 kali 10-15 mg untuk menekan batuk
4) Dapat ditambahkan pemberian vasopresin 10 ui dalam 10 ml NaCl
0,9% (normal salin) intravena pelan-pelan.

13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang ditemukan pada penderita tuberculosis berupa
batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum.
c. Riwayat kesehatan
1) Gejala yang dapat muncul pada TB paru berupa malaise, gejala flu,
demam derajat rendah nyeri dada dan batuk darah.
2) Penderita yang tidak mendapatkan imunisasi BCG atau mengidap
penyakit kronis seperti AIDS, kanker pada masa lalu sangat rentan
mengidap TB paru diakibatkan oleh daya tahan tubuh lemah.
d. Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin BCG sejak lahir sangat efektif untuk mencegah
timbulnya infeksi penyakit tuberculosis paru.
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Nursalam, dkk (2015), pemeriksaan fisik ini meliputi
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula nonproduktif menjadi produktif serta nyeri
dada pada waktu menarik nafas. Batasan takipnea
pada anak nol bulan sampai dua bulan adalah 50
kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 2
bulan sampai 5 bulan adalah 40 kali/menit atau lebih.
2) Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada
sisi yang sakit dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (takikardia).

14
3) Auskultasi : Suara redup pada sisi yang sakit.
4) Perkusi : Pada anak yang tuberculosis paru akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar
suara nafas berkurang, ronchi halus pada sisi yang
sakit dan ronchi basah pada masa resolusi.
Menurut Doenges (2018), dasar data pengkajian klien dengan
Tuberculosis paru, sebagai berikut:
1) Aktivitas/istirahat : Kelemahan, kelelahan, insomnia, latergi,
penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2) Sirkulasi : Demam ringan pada waktu malam hari,
takikardia, takipnea/dispnea saat bekerja, sakit
kepala, tekanan darah menurun dan nadi cepat.
3) Makanan/cairan : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
penurunan berat badan, tak dapat mencerna,
kulit kering dengan turgor buruk, hilang lemak
subcutan, penampilan kakeksia (malnutrisi).
4) Neurosensori : Sakit kepala daerah frontal (influenza),
perubahan mental (bingung, samnolen).
5) Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang,
berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi dan gelisah.
6) Pernafasan : Batuk produktif atau tak produktif. Takipnea,
dispnea progresif, pernapasan dangkal,
penggunaan otot asesoris, pelebaran nasal,
sputum purulen, pekak diatas area yang
konsolidasi, taktil dan vocal bertahap
meningkat dengan konsolidasai, gesekan friksi
pleura, bunyi napas menurun, sianosis.
7) Keamanan : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar.

15
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang baik adalah menggambarkan tanggapan individu
terhadap proses, kondisi dan situasi penyakit, berorientasi terhadap kebutuhan
dasar manusia, berisi petunjuk/ saran bagi asuhan keperawatan profesional dan
mandiri, dan menggunakan sistem klasifikasi medis. Adapun diagnosa
keperawatan yang dijumpai dalam teori pada pasien Tuberculosis menurut
NANDA adalah:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
secret darah dalam bronchus
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis
c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk atau produksi sputum, dispnea, anoreksia.
e. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
f. Resiko penyebaran infeksi atau aktivasi ulang berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, daya tahan tubuh menurun.
3. Rencana keperawatan
Perencanaan adalah tahap proses keperawatan atau lebih dikenal dengan
rencana asuhan keperawatan terhadap masalah yang ditemukan atau
berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan. Dalam perencanaan,
terdiri dari tujuan, intervensi dan rasional. Adapun rencana keperawatan pada
pasien pneumonia menurutNIC/NOC, antara lain:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
secret darah dalam bronchus
Tujuan : Jalan napas jadi efektif, dengan kriteria :
1) Mempertahankan jalan napas klien
2) Mengeluarkan secret tanpa bantuan
3) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/
mempertahankan bersihan jalan napas

16
4) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat
kemampuan/situasi
Intervensi/rasional:
Intervensi Rasional
1) Kaji fungsi pernapasan, contoh 1) Penurunan bunyi napas dapat menun-
bunyi napas, kecepatan, irama jukkan atelektasis, ronchi, mengi me-
dan kedalaman dan penggunaan nunjukkan akumulasi secret/ketidak-
otot aksesori. mampuan untuk membersihkan jalan
napas yang dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesoris pernapasan
dan peningkatan kerja pernapasan.
2) Catat kemampuan untuk 2) Pengeluaran sulit bila secret sangat
mengeluarkan mukosa/batuk tebal (misalnya : efek infeksi dan /
efektif. Catat karakter, jumlah atau tidak adekuat hidrasi). Sputum
sputum dan adanya hemoptisis. ber-darah kental atau darah cerah
diaki-batkan oleh kerusakan atau
kapitasi paru atau luka bronchial dan
dapat memerlukan evaluasi/intervensi
lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi atau 3) Posisi memaksimalkan ekspansi paru
fowler tinggi, bantu klien untuk dan menurunkan upaya pernapasan.
batuk dan latihan napas dalam. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan
secret kedalam jalan napas besar
untuk dikeluarkan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan 4) Mencegah obstruksi atau aspirasi.
trachea; pengisapan sesuai Pengisapan dapat diperlukan bila
keperluan. pasien tak mampu mengeluarkan
secret.
5) Pertahankan masukan cairan 5) Pemasukan tinggi cairan membantu
sedi-kitnya 2500 ml / hari untuk mengencerkan secret
kecuali kontraindikasi. membuatnya mudah dikeluarkan.
6) Kolaborasi : 6) Tujuan:
 Lembabkan udara/oksigen  Mencegah pengeringan membran
inspirasi mukosa: membantu pengenceran
secret.
 Beri obat-obatan sesuai indi-  Agen mukolitik menurunkan ke-
kasi seperti Agen mukolitik, kentalan dan perlengketan secret
contoh: Asetil sistein paru untuk memudahkan pem-
bersihan.
 Broncodilator, contoh:  Bronchodilator meningkatkan uku-
okstrifillin (coledyl), teofillin ran lumen percabangan tracheo-
(theodur) bronchial sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara.
 Kortikosteoid (prednison)  Berguna pada adanya keterlibatan
luas dengan hipoksemia dan bila
respon inflamasi mengancam hidup

17
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas, dengan kriteria:
1) Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea.
2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
3) Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi/rasional:
Intervensi Rasional
1) Kaji dispnea, takipnea, tak 1) TB paru menyebabkan efek luas pada
norma/menurunnya bunyi nafas paru dari bagian kecil bronkopneu-
peningkatan upaya pernapasan, monia sampai inflamasi difus, effusi
terbatasnya ekspansi dinding pleural, dan fibrosis luas. Efek per-
dada dan kelemahan. nafasan dari ringan sampai dispnea
berat dampak distress pernapasan.
2) Evaluasi perubahan pada ting- 2) Akumulasi secret/pengaruh jalan
kat kesadaran. Catat sianosis/ nafas dapat mengganggu oksigenasi
perubahan pada warna kulit, organ vital dan jaringan.
termasuk membran mukosa dan
kuku.

3) Tunjukkan/dorong bernapas 3) Membuat tahanan udara luar, untuk


bibir selama ekshalasi, khusus- mencegah kolaps/penyempitan jalan
nya untuk pasien dengan fibro- napas, sehingga membantu menyebar-
sis atau kerusakan parenkim. kan udara melalui paru dan menghi-
langkan/menurunkan napas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi 4) Menurunkan konsumsi oksigen/
aktivitas dan aktivitas perawa- kebutuhan selama periode penurunan
tan diri sesuai keperluan. pernafasan dapat menurunkan berat
gejala.
5) Awasi seri GDA/nadi oksimetri 5) Penurunan kandungan oksigen (PaO 2)
dan/atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi / perubahan program terapi.
6) Berikan oksigen tambahan yang 6) Alat dalam Memperbaiki hipoksemia
sesuai. yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi/menurunnya per-
mukaan alveolar paru.

c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler


terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Tujuan : Nyeri berkurang atau tidak ada, dengan kriteria :
1) Menyatakan nyeri hilang/terkontrol.

18
2) Ekspresi wajah ceria
3) Menunjukkan sikap rileks
4) Dapat istirahat/tidur
5) Peningkatan aktivitas dengan tepat
Intervensi/rasional:
Intervensi Rasional
1) Tentukan karakteristik nyeri, 1) Nyeri dada biasanya ada dalam bebe-
mis; tajam, konstan, ditusuk, rapa derajat jika disertai pneumonia,
selidiki perubahan karakter/ juga dapat timbul komplikasi seperti
lokasi/intensitas nyeri. perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital. 2) Perubahan frekuensi jantung atau TD
menunjukkan bahwa pasien mengala-
mi nyeri, khususnya untuk perubahan
tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis; 3) Tindakan non-analgesik diberikan
pijatan punggung, perubahan dengan sentuhan lembut dapat
posisi, musik tenang/perbinca- menghilangkan ketidaknyamanan dan
ngan, relaksasi/latihan napas. memperbesar efek terapi analgetik.
4) Tawarkan pembersihan mulut 4) Pernapasan mulut dan terapi oksigen
dengan sering. dapat mengirtasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidak-
nyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien 5) Alat untuk mengontrol ketidaknya-
dalam teknik menekan dada manan dada sementara meningkatkan
selama episode batuk. keefektifan batuk.
6) Kolaborasi pemberian analgesik 6) Obat ini dapat digunakan untuk mene-
dn antitusif sesuai indikasi. kan batuk non-produktif/parosismal
atau menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan/istirahat.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan,


sering batuk atau produksi sputum, dispnea, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
1) Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda
malnutrisi.
2) Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan atau mempertahankan berat yang tepat.

19
Intervensi/rasional:
Intervensi Rasional
1) Catat status nutrisi pasien pada 1) Berguna dalam mendefinisikan
penerimaan, catat turgor kulit, derajat/luasnya masalah dan pilihan
berat badan dan derajat keku- intervensi yang tepat.
rangan berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan/keti-
dakmampuan menelan adanya
tonus usus, riwayat mual/
muntah atau diare.
2) Pastikan pola diet biasa pasien, 2) Membantu dalam mengidentifikasi
yang disukai/yang tidak disukai kebutuhan/kekuatan usus. Pertimba-
ngan keinginan individu dapat mem-
perbaiki masukan diet.
3) Awasi masukan/pengeluaran 3) Berguna dalam mengukur keefektifan
dan berat badan secara periodik nutrisi dan dukungan cairan.
4) Selidiki anoreksia, mual, dan 4) Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
muntah. Dan catat kemung- mengidentifikasi area pemecahan ma-
kinan hubungan dengan obat, salah untuk meningkatkan pemasukan
awasi frekuensi, volume, kon- atau penggunaan nutrien.
sistensi faeces.

5) Dorong dan berikan periode 5) Membantu menghemat energi khusus-


istirahat sering. nya bila kebutuhan metabolik me-
ningkat saat demam.
6) Dorong makan sedikit dan 6) Memaksimalkan masukan nutrisi
sering dengan makanan tinggi tanpa kelemahan yang tak perlu/ke-
protein dan karbohidrat. butuhan energi dari makan makanan
banyak dan menurunkan iritasi gaster.
7) Dorong orang terdekat untuk 7) Membuat lingkungan sosial lebih
membawa makanan dari rumah normal selama makan dan membantu
dan untuk membagi dengan memenuhi kebutuhan personal dan
pasien kecuali kontraindikasi. kultural.
8) Rujuk ke ahli diet untuk 8) Memberikan bantuan dalam perenca-
menentukan komposisi diet. naan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolic dan diet.
9) Konsul dengan terapi pernafasan 9) Dapat membantu menurunkan insiden
untuk jadwal 1-2 jam sebelum/ mual dan muntah sehubungan dengan
setelah makan. obat atau efek pengobatan pernapasan
pada perut yang penuh.
10) Awasi pemeriksaan laborato- 10) Nilai rendah menunjukkan malnutrisi
rium, contoh BUN, protein, dan menunjukkan kebutuhan inter-
serum dan albumin. vensi/perubahan program terapi.
11) Berikan antipiretik tepat. 11) Demam meningkatkan kebutuhan
metabolik dan juga konsumsi kalori.

20
e. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan
keterbatasan kognitif.
Tujuan : 1) Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan
kebutuhan pengobatan
2) Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk
memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko
pengaktifan ulang TB paru.
3) Mengidentifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi/intervensi.
4) Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan
kesehatan adekuat.
Intervensi./rasional:
Intervensi Rasional
1) Kaji kemampuan pasien untuk 1) Belajar tergantung pada emosi dan
belajar, contoh tingkat takut, kesiapan fisik dan tingkatkan pada
masalah, kelemahan, tingkat tahapan individu.
partisipasi, lingkungan terbaik
dimana pasien dapat belajar,
seberapa banyak isi, media
terbaik, siapa yang terlibat.
2) Identifikasi gejala yang harus 2) Dapat menunjukkan kemajuan atau
dilaporkan ke perawat, contoh pengaktifan ulang penyakit atau efek
hemoptisis, nyeri dada, demam, obat yang memerlukan evaluasi
kesulitan bernapas, kehilangan lanjut.
pendengaran, pertigo.
3) Tekankan pentingnya memper- 3) Memenuhi kebutuhan metabolik,
tahankan protein tinggi dan diet membantu meminimalkan kelemahan
karbohidrat dan pemasukan dan meningkatkan penyembuhan.
cairan adekuat. Cairan dapat mengencerkan / menge-
luarkan secret.

4) Berikan isntruksi dan informasi 4) Informasi tertulis menurunkan ham-


tertulis khusus pada pasien batan pasien untuk mengingat sejum-
untuk rujukan, contoh jadwal lah besar informasi. Pemulangan
obat. menguatkan belajar.
5) Jelaskan dosis obat, frekuensi 5) Meningkatkan kerjasama dalam
pemberian, kerja yang diharap- program pengobatan dan mencegah
kan, dan alasan pengobatan penghentian obat sesuai perbaikan
lama. Kaji potensial interaksi kondisi pasien.
dengan obat/substansi lain.

21
6) Kaji potensial efek samping 6) Mencegah/menurunkan ketidaknya-
pengobatan (contoh; mulut ke- manan sehubungan dengan terapi dan
ring, konstipasi, gangguan meningkatkan kerjasama dalam
penglihatan, sakit kepala, hiper- program.
tensi ortostatik) dan pemecahan
masalah.
7) Tekankan kebutuhan untuk 7) Kombinasi INH dan alcohol telah
tidak minum alcohol sementara menunjukkan peningkatan insiden
minum INH. hepatitis.
8) Rujuk untuk pemeriksaan mata 8) Efek samping utama menurunkan
setelah memulai dan kemudian penglihatan : tanda awal menurunnya
tiap bulan selama minum kemampuan untuk melihat warna
Ethambutol. hijau.
9) Dorong pasien/orang terdekat 9) Memberikan kesempatan untuk mem-
untuk menyatakan takut/ perbaiki kesalahan konsepsi/pening-
masalah. Jawab pertanyaan katan ansietas. Ketidakadekuatan
secara nyata. Catat lamanya keuangan/penyangkalan lama dapat
penggunaan penyangkalan. mempengaruhi koping dengan/mena-
jemen tugas untuk meningkatkan/
mempertahankan kesehatan.
10) Evaluasi kerja pada pengecoran 13) Terpajan pada debu silicon berle-
logam/tambang gunung, sem- bihan meningkatkan resiko silicosis,
buran pasir. yang dapat secara negatif mempe-
ngaruhi pernapasan/bronchitis.
11) Dorong untuk tidak merokok. 14) Meskipun merokok tidak merangsang
berulangnya TB, tetapi meningkatkan
difusi pernapasan/bronchitis.
12) Kaji bagaimana TB ditularkan 15) Pengetahuan dapat menurunkan resi-
(mis; khususnya inhalasi orga- ko penularan/reaktivasi ulang. Kom-
nisme udara tetapi dapat juga plikasi sehubungan dengan reaktivasi
menyebar melalui faeces atau termasuk kapitasi, pembentukan
urine bila infeksi ada pada abses, empisema destruktif, pneumo-
sistem ini) dan bahaya thorax spontan, laringitis tuberculosis
reaktivasi. dan penyebaran miliari.

f. Resiko penyebaran infeksi atau aktivasi ulang berhubungan dengan


pertahanan primer tak adekuat, daya tahan tubuh menurun.
Tujuan : 1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
resiko penyebaran infeksi.
2) Menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi/rasional:
Intervensi Rasional
1) Kaji patologi penyakit (aktif/ 1) Membantu pasien menyadari/meneri-
tak aktif: diseminasi infeksi ma perlunya mematuhi program

22
melalui bronchus untuk mem- pengobatan untuk mencegah pengak-
batasi jaringan atau melalui tifan berulang/komplikasi. Pemaha-
aliran darah/sistem limfatik) man bagaimana penyakit disebarkan
dan potensial penyebaran dan kesadaran kemungkinan transmisi
infeksi melalui doplet udara membantu pasien/orang terdekat
selama batuk, bersin, meludah, untuk mengambil langkag untuk men-
bicara, tertawa, menyanyi. cegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang 2) Orang-orang yang terpajan ini perlu
beresiko, contoh; anggota program terapi obat untuk mencegah
rumah, sahabat karib/teman. penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/ 3) Perilaku yang diperlukan untuk
bersin dan mengeluarkan pada mencegah penyebaran infeksi.
tisu dan menghindari meludah.
Kaji pembuangan tisu sekali
pakai dan teknik mencuci
tangan yang tepat. Dorong
untuk mengulangi demonstrasi.
4) Kaji tindakan kontrol infeksi 4) Dapat membantu menurunkan teri-
sementara, contoh; masker atau solasi pasien dan membuang stigma
isolasi pernapasan. sosial sehubungan dengan penyakit
menular.
5) Awasi suhu sesuai indikasi. 5) Reaksi demam indikator adanya
infeksi lanjut.
6) Identifikasi faktor resiko indi- 6) Pengetahuan tentang faktor ini mem-
vidu terhadap pengaktifan beru- bantu pasien untuk mengubah pola
lang TB, contoh tahanan bawah hidup dan menghindari/menurunkan
(alkolisme, malnutrisi/bedah insiden eksaserbasi.
bypass intestinal) Gunakan obat
penekan imun/kortikosteroid,
adanya diabetes mellitus.
7) Tekankan pentingnya tidak 7) Periode singkat berakhir 2 – 3 hari
menghentikan terapi obat. setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas
sedang, resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8) Kaji pentingnya mengikuti dan 8) Alat dalam pengawasan efek dan
kultur ulang secara periodic keefektifan obat dan respon pasien
terhadap sputum untuk lamanya terhadap terapi.
terapi.
9) Dorong memilih/mencerna 9) Adanya anoreksia dan/atau malnutrisi
makanan seimbang. Berikan sebelumnya merendahkan tahanan
makan sering kecil makanan terhadap proses infeksi dan meng-
kecil pada jumlah makanan ganggu penyembuhan. Makan kecil
besar yang tepat. dapat meningkatkan pemasukan
semua.
10) Berikan agen anti infeksi sesuai 10) Kombinasi agen anti infeksi
indikasi, contoh : digunakan, contoh :
 Obat utama : Isoniasid  Dua obat primer atau satu primer
(INH), Ethambutol tambah satu dan obat sekunder.
(myambutol), Rifampisin INH biasanya obat pilihan untuk

23
(RMP / Riphadin). pasien infeksi dan pada resiko ter-
jadi TB. Kemoterapi INH dan Ri-
fampicyn jangan pernah (selama 9
bulan) dengan Ethambutol (selam 2
bulan pertama) pengobatan cukup
untuk TB paru. Ethambutol diberi-
kan bila sistem saraf pusat atau tak
terkomplikasi, penyakit disiminata
terjadi bila dicurigai resisten INH.
Terapi luas sampai 24 bulan
(diindikasikan untuk kasus reakti-
vasi, reaktivasi TB ekstrapulmonal,
atau adanya masalah medik lain,
contoh diabetes mellitus atau sili-
cosis, propilaksis dengan INH
selama 12 bulan harus dipertim-
bangkan pada pasien dengan HIV
positif dengan PPD positif.
 Pirazinamida (PZA/  Ini obat sekunder diperlukan bila
Aldinami de), Para-amino infeksi resisten terhadap atau
salisik (PAS), Sikloserin tidak toleran pada obat primer.
(Seromicyn), Strepto-mcyn
(Streicyn).
16) Awasi pemeriksaan laborato- 11) Pasien yang mengalami tiga usapan
rium, contoh hasil usap sputum. negatif (memerlukan 3-5 bulan), perlu
mentaati program obat, dan asimp-
tomatik akan diklasifikasikan tak
menyebar.

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien
itu sendiri atau mungkin dilakukan secara bekerja sama dengan anggota
tim kesehatan lain. Tindakan yang dilaksanakan pada tahap ini, dapat
dilakukan secara mandiri (independent), kolaborasi (kerja sama) dan
rujukan. Pada penderita TB paru, tindakan keperawatan dilaksanakan
disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya,
yaitu:
a. Memperbaiki patensi jalan nafas
b. Peningkatan istirahat dan penghematan energi
c. Peningkatan masukan cairan

24
d. Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
e. Pemantauan dan penatalaksanaan potensial komplikasi
5. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai sejauh mana keberhasilamn tujuan
yang telah ditetapkan. Penilaian ini merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana kegiatan yang telah ditentukan. Adapun hasil yang
diharapkan pada tahap evaluasi dengan penyakit TB paru, yaitu:
a. Menunjukkan perbaikan patensi jalan nafas seperti yang ditunjukkan
dengan gas darah adekuat, bunyi nafas normal dan batuk dengan
efektif.
b. Istirahat dan menghemat energi dengan tetap berada di tempat tidur
ketika menunjukkan gejala.
c. Mempertahankan masukan cairan yang adekuat seperti yang
dibuktikan dengan meminum sejumlah cairan yang dianjurkan dan
mempunyai turgor kulit yang baik.
d. Mematuhi protokol pengobatan dan strategi pencegahan.
e. Bebas dari komplikasi

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D.S. (2011). Stop Tuberkulosis. Bogor: Bogor Publishing House.


Depkes RI. (2012). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, Edisi 2.
Jakarta: Gudarnas-TB.
Dinkes Sul-Sel. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan (on-line)
Available at http://profil.dinkes.com; diakses tanggal 15 Agustus 2018.
Dongaes, M.E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Erika, K.A. (2017). Modul Pembelajaran Penanggulangan Penyakit Tuberculosis
Paru Oleh Perawat. Makassar: PSIK UNHAS.
Mansjoer, A. dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.
Naga, S.S. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Diva Press.
Pare, A.L, Amiruddin, R. & Leida, I. (2012). Hubungan antara Pekerjaan, PMO,
Pelayanan Kesehatan dan Diskriminasi dengan Perilaku Berobat Pasien
TB Paru. Jurnal Kesehatan, 3(247); 31-45.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2014). Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8


Volume 2. Jakarta: EGC.

World Health Organisation. (2017). Global Tuberculosis Report (on-line)


Available at http://apps.who.int/; diakses tanggal 25 Maret 2022.

26

Anda mungkin juga menyukai