Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TUBERCOLOSIS PARU

PADA ANAK
DI RUANG INTAN SARTIKA RSUD DR. SLAMET GARUT

DISUSUN OLEH :
HOSI NASHIHAH BADRI
NIM: KHG D20022

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X


STIKes KARSA HUSADA GARUT
2021
A. Latar Belakang

Penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberculosis paru dimulai

dari tuberculosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

berbentuk (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.

Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang

mengandung basil berkulosis paru. Pada saat penderita batuk, butir-butir air

ludah bertebangan di udara dan terhisap oleh orang sehat, sehingga masuk

kedalam paru-parunya, yang kemudian menyebabkan penyakit tuberculosis paru

(Sholeh S.Naga,2014).

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya. TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14

tahun. Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi

menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang

sempurna (imatur). Kecenderungan sekitar 16 persen penyakit TB menyerang

anak-anak. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan

lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif,

status gizi anak, dan status imunisasi (Ahcmadi, 2009).

Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda

dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini

sangat pesat.

Sekurang- kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di

Indonesia proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi

dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat
pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi

proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8-15 %.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 1 juta anak di seluruh dunia menderita

TBC, antara usia <15 tahun, dan lebih dari 136 ribu meninggal setiap tahun

( Kemenkes RI, 2013 ).

Data TB anak di Indonesia menunjkkan proporsi kasus TB anak di antara

semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4 %, kemudian menjadi 8,5 % pada

tahun 2011 dan 8,2 % pada tahun 2012. Apabila di lihat dari data provinsi,

menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9 %. Hal ini menunjukkan

kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus

TB anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun,

dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari

kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah

5,4 % dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3 % dan

tahun 2012 menjadi 6 % ( Kemenkes, 2013 ).

1. Anatomi dan fisiologi system pernapasan

a. Anatomi system pernafasan

Sistem pernapasan terdiri dari saluran nafas bagian atas : rongga hidung,

faring, dan laring, saluran nafas bagian bawah : trachea, bronkus, bronkuolus,

alveolus, dan paru-paru. (Evelyn C. Pearce, 2011)

1) System pernafasan atas

a) Rongga hidung

Rongga hidung bagian ekternal berbentuk pyramid disertai dengan

satu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang,
kartilago hialin dan jaringan fibrioareolar. Bagian internal hidung adalah

rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri

oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung

dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,

bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang

mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan

dilapisi epithelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel

cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares basah

dan berlendir. (Evelyn C. Pearce, 2011)

b) Faring

Faring (tekak) adalah pipa berotot berukuran 12,5 cm yang

berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungan dengan esophagus

pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung

(nasofaring),

dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring (faring laryngeal).


(Evelyn

C. Pearce, 2011).

c) Laring

Laring (tenggorok) terletak didepan bagian terendah faring yang

memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai

ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakhe bawahnya.

Laring ditopang oleh Sembilan kartilago; tiga berpasang dan tiga tidak

berpasang. (Evelyn C. Pearce, 2011)

2) System pernafasan bawah


a) Trachea

Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm samapai 12 cm

diameter 2,5 cm serta terletak diatas permukaan anterior esophagus. Tuba

ini berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis

kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea dilapisi

selaput lendir yang terdiri dari epithelium bersilia dan sel cangkir. Silia

ini bergerak menuju atas ke arah laring. (Evelyn C. Pearce, 2011)

b) Bronkus

Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-

kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea

dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan

kebawah dan kesamping ke arah tampak paru-paru. (Evelyn C. Pearce,

2011).

c) Bronkiolus

Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang

terdapat dalam rongga tenggorokan dan akan memanjang sampai ke paru-

paru. Jumlah cabang bronkiolus yang menuju paru-paru kanan dan kiri

tidak sama. Bronkiolus yang menuju paru-paru kanan mempunyai 3

cabang, sedangkan bronkiolus yang menuju paru-paru sebelah kiri hanya

2 cabang. Ciri khas bronkiolus adalah tidak adanya tulang rawan dan

kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal dari cabang bronkiolus hanya

memiliki sebaran sel globet dan epitel. (Evelyn C. Pearce, 2011)

d) Alveolus

Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga.


Terdapat pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari saluran

pernapasan. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya,

semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan

semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar,

datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab untuk pertukaran

udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam

pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang

melapisi alveolus dan memcegah kolapsnya alveolus. (Evelyn C. Pearce,

2011)

e) Paru-paru

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi

rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan

oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang

terletak didalam mediastrum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk

kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi

dari klavikula didalam dasar

leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landai rongga toraks, diatas

diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-

iga, permukaan dalam yang memuat tumpuk paru-paru, sisi belakang

menyentuh tulang belakang, dan sisi depan menutupi sebagian sisi depan

jantung. (Evelyn C. Pearce, 2011)

b. Fisiologi system pernafasan

1) System pernafasan bawah

a) Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung

(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya

terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat

(kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing

yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut

pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk

bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler

darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan

udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering

ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen

saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2),

belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung

juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan

tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun

atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan

penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke

faring. (Syaifuddin, 2011).

b) Faring

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak)

tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui

faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

Faring juga berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus


respiratorius dan digestif. (Syaifuddin, 2011)

c) Laring

Laring adalah saluran pernapasan yang membawa udara

menuju ke trakea Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran

pernapasan dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada stimulasi

mekanik, sehingga mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran

napas. Laring mengandung pita suara (vocal cord). (Syaifuddin, 2011)

2) System pernafasan bawah

a) Trakea

Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri dari epithelium bersilia

dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju atas ke arah laring. maka

dengan gerakan ini debu-debu dan butir-butirhalus lainnya yang turu

masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. (Evelyn C. Pearce,

2011)

b) Bronkus

Bronkus adalah kaliber jalan udara pada sistem pernapasan yang

membawa udara ke paru-paru. Tidak terdapat pertukaran udara yang

terjadi pada bagian paru-paru ini. (Syaifuddin, 2011)

c) Bronkiolus

Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi

lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian

dalam jalan napas. (Evelyn C. Pearce, 2011)

d) Alveolus
kedua sisi dari alveolus merupakan tempat pertukaran udara

dengan darah. Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya

pertukaran gas. Darah yang kaya karbondioksida dipompa dari seluruh

tubuh ke dalam pembuluh darah alveolaris, dimana, melalui difusi, ia

melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen. (Syaifuddin, 2011)

e) Paru-paru

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon

dioksida. Pada pernapasan melaluai paru-paru atau pernapasan eksterna,

oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas;

oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat

berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang

memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan

dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawah kejantung. Dari

sini dipompa ke dalam arteri ke semua bagian tubuh.

Di dalam paru-paru, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa

bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. (EvelynC. Pearce,

2011).

2. Tuberculosis ( TB)

Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

Tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui udara ( Asih,

2004). TB sering menyerang paru-paru, namun juga dapat menyerang bagian tubuh
yang lain seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah bening, dan bagian tubuh

lainnya ( PPTI, 2012).

3. Etiologi

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang

berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar

komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu

tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak

oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru

10 yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi

daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008). Bakteri

Tuberkulosis ini di sebut dengan bakteri tahan asam ( BTA ) karena tahan terhadap

pencucian warna dengan asam dan alkohol serta tahan dalam keadaan dingin dan

kering. Bersifat dorman dan aerob. M. Tuberculosis bisa mati pada pemanasan

100° c selama 5-10 menit, pada pemanasan 60° c selama 30 menit, dan dengan

alkohol 70-95 % selama 15-30 detik. Bakteri ini juga tahan selama 1-2 jam di udara

terutama di tempa yang lembab dan gelap (bisa berbulan- bulan), tetapi tidak tahan

terhadap sinar atau aliran udara ( Widoyono, 2008).

Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari

tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru

merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium

tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang

kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke),

keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian

besar akan mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan

terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil

mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.

Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan

jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh

terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).

4. Klasifikasi

Ardiansyah (2012) mengklasifikasikan tuberkulosis dala dua bentuk :

a. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis yang pertama kali mengenai penderita

dan belum mempunyai reaksi spesifik sebelumnya terhadap bakteri

TB. TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistemik.

b. Tuberkulosis Sekunder

Sebagian kecil dari bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman

dalam jaringan parut. 90 % diantaranya tidak mengalami kekambuhan.

Reaktifitas penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh

menurun( terutama pada anak- anak ) , pecandu alkohol, silikosis, dan

pada penderita diabetes militus serta AIDS.

5. Manifestasi Klinis

Penyakit tuberkulosis ini pada umumnya menimbulkan tanda dan gejala


yang sangat berbeda- beda pada masing- masing penderita, ada yang tidak

bergejala namun ada juga yang bergejala sangat akut. Tuberculosis sering dijuluki

“the great imitator” yang artinya suatu penyakit yang mempunyai banyak

kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah

dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga

diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012). Gejala klinik

Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan

gejala sistemik :

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk

terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)

kemudian setelah timbul peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan

sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk

darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

2) Batuk darah Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau

darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya

pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya

pembuluh darah yang pecah. Gejala klinis Haemoptoe : Kita harus memastikan

bahwa perdarahan tersebut dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri

sebagai berikut :

a) Batuk darah

(1) Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan.


(2) Darah berbuih bercampur udara.

(3) Darah segar berwarna merah muda.

(4) Darah bersifat alkalis.

(5) Anemia kadang-kadang terjadi.

(6) Benzidin test negative.

b) Muntah darah

(1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual.

(2) Darah bercampur sisa makanan.

(3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.

(4) Darah bersifat asam.

(5) Anemia sering terjadi.

(6) Benzidin test positif.

c) Epistaksis

(1) Darah menetes dari hidung.

(2) Batuk pelan kadang keluar.

(3) Darah berwarna merah segar.

(4) Darah bersifat alkalis.

(5) Anemia jarang terjadi.

3) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila 14

terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai

seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan.

Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-

kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis

yang masuk. Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada

sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan

semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan

semakin pendek.

2) Gejala sistemik lain Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa :

tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini

biasanya berangsurangsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi

penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga

timbul menyerupai gejala pneumonia (naga, S , 2012).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis

Paru Kondisi social ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan faktor toksis

pada manusia merupakan faktor penting dari penyebab penyakit tuberculosis yaitu

15 sebagai berikut (Naga, 2014) :

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan penyakit

Tuberkulosis yaitu kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian,

lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk.
Semua faktor tersebut dapat memudahkan penularan penyakit tuberculosis.

b. Faktor social ekonomi

Pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi penularan penyakit

tuberculosis karena dengan pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat

hidup dengan layak seperti tidak mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

memenuhi syarat-syarat kesehatan.

c. Status gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain (malnutrisi), akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai

penyakit termasuk tertular penyakit tuberculosis paru. Keadaan ini merupakan

faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa

maupun anak-anak.

d. Umur

Penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau usia produktif,

dewasa, maupun lansia karena pada usia produuktif orang yang melakukan

kegiatan aktif tanpa menjaga kesehatan berisiko lebih mudah terserang

tuberkulosis. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi akan menyebabkan

usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut atau lebih dari 55

tahun, system 16 imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap

berbagai penyakit termasuk penularan penyakit tuberculosis.

e. Jenis kelamin

Menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak di derita oleh laki-laki dari

pada perempuan, hal ini dikarenakan pada laki-laki lebih banyak merokok dan

minum alcohol yang dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga wajar
jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit

tuberculosis paru.

6. Pencegahan penyakit

Tuberkulosis Paru Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah

terjangkitnya penyakit tuberculosis paru. Pencegahan-pencegahan berikut dapat

dilakukan oleh penderitaa, masyarakat, maupun petuhas kesehatan (Naga, 2014) :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut

saat batuk, dan membuang dahak tidak sembarangan tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan

ketahanan terhadap bayi yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit tuberculosis, yang meliputi gejala, bahaya dan akibat

yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus melaukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap

orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada

penderita tuberculosis ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit hanya

dilakukan oleh penderita dengan katagori berat dan memerlukan 17 pengembangan

program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melakukan desinfeksi, seperti


cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatiah khusus terhadapmuntahan atau
ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit tuberculosis (piring, tempat tidur,
pakaian) dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan –tindakan pencegahan
selayaknya untuk menghindarkan droplet infectiondari penderita ke orang lain.
Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung dengan
sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau
dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan
bicaranya.Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.
(Ikn’s 2006)
f. Melakukan imunisasi pada orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan

penderita, seperti keluarga perawat, dokter, petugas kesehatan dan orang lain yang

terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang terindikasi. Perlu dilakukan

Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil

negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan delama 3 bulan dan perlu

penyelidikan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Pada penderita dengan TBC aktif diperlukan

pengobatan yang tepat, yaitu obat-obatan kombinasi yang telah ditetapkan oleh

dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu

diwaspadai adanya resisten terhadap obat-obat, maka dilakukan pemeriksaan

penyelidikan oleh dokter.

7. Patofisiologi

Tempat masuknya kuman M.TB adalah saluran pernafasan. Kebanyakan

infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung

kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi TB. Infeksi TB

dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel. Sel fektornya

adalah limfosit ( biasanya sel T ) dan makrofag (Price, 2006).

Individu yang rentan dan menghirup basil tuberkulosis akan mudah

terinfeksi. Bakteri dapat berpindah melalui jalan nafas ke alveoli, tenpat

berkumpulnya bakteri tersebut dan berkembangbiak. Basil tersebut juga dapat


berpindah melalui sistem linfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainya seperti

ginjal, tulang, korteks serebri, dan lobus atas paru-paru.

Sistem imun tubuh hospis berespon dengan melakukan reaksi inflamsi.

Fagosit (neutropil dan makrofag) memakan banyak bakteri, limfosit spesifik

bakteri tuberkulosismelisis basil dan jaringan normal. Reaksijaringan ini

mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan

bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan

(Beunner dan Suddarth dalam Smelzert, 2002).

Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang belum pernah

terpajan berfokus pada pembentukan imunitas seluler yang menimbulkan resistensi

terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas jaringan

terhadap antigen tuberkular (Robbins,2007).

Massa jaringan baru yang di sebut dengan granulomas, yang merupakan

gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati. Dikelilingi oleh makrofag

yang membentuk dinding protektif. Granulomas tersebut diubah menjadi massa

jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberken ghon.

Bahan ( bakteri dan makrofag ) menjadi nekrotik dan membentuk massa seperti

keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi dan membentuk skar kolagenosa.
1. WOC

Droplet nucler / dahak yang mengandung


basil TBC (Mycobacterium Tuberculosis

Faktor dari luar:


Faktor dari dalam:
- Faktor toksik ( alkohol,rokok) Batuk, Bersin - Usia
muda/ bayi
- Sosial ekonomi rendah
- Gizi buruk
- Terpapar penderita TBC
- Lansia
- Lingkungan buruk Dihirup masuk paru

Mycobakterium menetap/dormant

Risiko Infeksi ( 0141 )


Kurang Informasi Imunitas tubuh menurun

Membentuk sarang TB

Defisit Pengetahuan ( 0110 ) Premonia kecil/sarang primer


Bronkus Pleura Infiltrasi setengah bagian paru

Iritasi Menyebabkan infiltrasi pleura Sesak nafas

Peradangan pada bronkus

Malaise Batuk Pembuluh darah pecah Terjadi gesekan inspirasi

dan ekspirasi

Distres pernafasan

Nyeri Akut
Anoreksia Sekret Kental
( 0077 )
Batuk darah Gangguan pertukaran gas
( 0003 )
BB menurun

19 Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi ( 0019) Bersihan jalan nafas tidak
efektif ( 0001 )
8. Penatalaksanaan
a. Diagnosis TB Anak

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat

dilaksanakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik, dapat

menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem

skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli

yaitu IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO. Penilaian/ pembobotan pada sistem

skoring dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai
nilai tertinggi yaitu 3.

b. Uji tuberkulin bukan merupakan penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB


pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

c. Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
OAT.

Tabel 2.1
Sisten skoring gejala dan pemeriksaan TB anak di Fasyankes
b. Pemeriksaan Penunjang
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia.Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular
yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman
Mycobacterium tuberculosispada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung
atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman
TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB
dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada
bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi untuk
penegakan diagnosis TB.
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen.Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas
tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA atau Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran
yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan
nekrosis perkijuan ditengahnya dan dapat pula di temukan gambaran sel datia
langhans atau kuman TB (KEMENKES 2013).
Perkembangan Terkini Diagnosis TB
Cara Mendapatkan sampel pada Anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikrokopis, terutama bagi anak yang mampu
mengeluarkan dahak.Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih tinggi
pada anak >5 tahun.
b. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada
anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak.Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama
apabila menggunakan lebih dari 1 sampel.Metode ini bisa dikerjakan secara
rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk
melaksanakan metode ini.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto
toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat
dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.
Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks
lateral)
b. Konsolidasi segmental atau lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrate
h. Tuberkuloma

c. Pengobatan

Pengobatan TB pada anak diberikan dalam bentuk kombinasi minimal tiga

macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler. Lamanya pengobatan TB pada anak 6-12 bulan,

pemberian obat jangka panjang ini bertujuan untuk membunuh kuman serta

mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pengobatan TB pada anak dibagi


dalam dua tahap :

1) Tahap Intensif

Selama 2 bulan pertama, diberikan minimal tiga regimen obat tergantung hasil

pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

2) Tahap Lanjutan

3) Selama 4-10 bulan selanjutnya Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya,

tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak

diminum setiap hari.

a. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
b. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal
prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.
Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.
c. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1) Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
2) Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
d. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis
obat dalam satu tablet.Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
e. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk di
gunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Tabel Menurut KEMENKES (2013) Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa
dipakai dan dosisnya
Dosis harian Dosis
Nama Obat (mg/KgBB/ maksimal Efek Samping
Hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitifitas
Rimfampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal,
reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
orange kemerahan.
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksositas hepar,
artaralgia, gangguan
gastrointestinal.
Etambutol (E) 20 (15-25) - Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal
kota dan daerah, jumlah keluarga)
b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama
hamil
2) Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi ,
asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1) Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk
yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang
lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah
berobat tapi tidak teratur?)
2) Pernah dirawat dirumah sakit
3) Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan
4) Riwayat kontak dengan penderita TBC
5) Alergi
6) Daya tahan yang menurun.
7) Imunisasi/Vaksinasi : BCG
e. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat
benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan
sub mandibula)
f. Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya,
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
1) Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah),
pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota
keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
2) Kondisi rumah
3) Merasa dikucilkan
4) Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik
diri)
5) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
6) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lamadan biaya yang banyak
7) Tidak bersemangat dan putus harapan.
h. Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota
keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum,
Pelaksanaan spiritual)
i. Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1) Pertumbuhan
a) Kaji BBL, BB saat kunjungan
b) BB normal
c) BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur 
d) Kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R
= usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
2) Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek
dengan mata, mengoceh.
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda,
tertawa, dan mengais meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri,
merangkak, meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke
tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu
mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan sederhana, dan larangan
berpartisipasi dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya
menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu,
bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata
dan hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis,
memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3
kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara
dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi saudara.
i) usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan
menghitung.

2.     Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan  obstruksi
jalan napas
b. Ketidak seimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
c. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
proses Penyakit
3.    Intervensi Keperwatan
No. NANDA: Nursing Diagnosis Nursing Care Plan
Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Interventions Classification (NIC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3160) Airway Suctioning
Nafas b.d obstruksi jalan napas selama …. x 24 jam  klien  akan: Aktivitas keperawatan:
 (0403) Respiratory 1. 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan untuk
status : Ventilation 2. tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau
  (0410) Respiratory 3. 2. Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran pernafasan
status : Airway 4. sebelum dan sesudah
untuk mempertahankan kebersihan
patency suctioning.
jalan nafas.
 (0402) Respiratory 1. Informasikan pada
Status: Gas Exchange keluarga tentang
Batasan Karakteristik :
 (1918) Aspiration suctioning
a. Tidak ada batu
Prevention, yang 2. Berikan O2 dengan
b. Suara napas tambahan
dibuktikan dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
c. Perubahan frekuensi napas
indikator sebagai nasotrakeal
d. Perubahan irama napas
berikut: 3. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
e. Sianosis
(1-5 = tidak pernah, jarang, tindakan
f. Kesulitan
kadang-kadang, sering, 4. Anjurkan pasien untuk istirahat
berbicara/mengeluarkan suara
atau selalu) 5. Monitor status oksigen pasien
g. Penurunan bunyi napas
Kriteria Hasil : 6. Ajarkan keluarga
h. Dispnea
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan bagaimana cara melakukan
i. Sputum dalam jumlah yang
suara nafas yang bersih, tidak ada suksion
berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif sianosis dan 10. Hentikan suksion dan
k. Ortopnea dyspneu (mampu berikan oksigen apabila
l. Gelisah mengeluarkan sputum, pasien menunjukkan
m. Mata terbuka lebar mampu bernafas bradikardi, peningkatan
dengan mudah, tidak ada pursed lips) saturasi O2, dll.
Faktor yang berhubungan: 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten
Lingkungan (klien tidak merasa tercekik, irama (3140) Airway Management
 Perokok pasif nafas, frekuensi pernafasan dalam Aktivitas keperawatan:
 Mengisap asap 3. rentang normal, tidak ada suara nafas1. 1. Buka jalan nafas,
abnormal) 2. guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
Obstruksi jalan napas 4. Mampu mengidentifikasikan dan perlu
 Spasme jalan napas mencegah factor yang dapat 3. 2. Posisikan pasien untuk
 Mucus dalam jumlah yang menghambat jalan 4. memaksimalkan ventilasi
berlebihan nafas 3. Identifikasi pasien
 Eksudat dalam alveoli perlunya pemasangan alat
 Materi asing dalam jumlah jalan nafas buatan
napas 4.
 Adanya jalan napas buatan 5.   4. Lakukan fisioterapi dada
 Sekresi yang tertahan/sisa jika perlu
sekresi 5. Keluarkan sekret
 Sekresi dalam bronki denganbatuk atau suction
6. Auskultasi suara
Fisiologis nafas, catat adanya suara
 Jalan napas alergik tambahan
 Asma 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Penyakit paru obstruksi kronis keseimbangan.
 Hyperplasia dinding bronchial 12 8. Monitor respirasi dan status
 Infeksi O2
 Disfungsi neuromuskular

2. ·     Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (1100) Nutrition


Nutrisi : selama …. x 24 jam  klien  akan: Management
Kurang Dari Kebutuhan (1008) Nutritional Status : food and Fluid Aktivitas keperawatan:
Tubuh Intake 1. Kaji adanya alergi
b.d Ketidakmampuan (1006) Weight : Body Mass, yang Makanan
untuk dibuktikan 2. Kolaborasi dengan ahli
mengabsorpsi nutrisi dengan indikator sebagai berikut: gizi untuk menentukan
(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, jumlah kalori dan nutrisi
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup sering, yang dibutuhkan pasien.
untuk keperluan metabolisme atau selalu) 3. Anjurkan pasien untuk
tubuh. Kriteria Hasil : meningkatkan intake Fe
1. Adanya peningkatan 4. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : berat badan sesuai meningkatkan protein dan vitamin C
 Kram abdomen dengan tujuan 5. Berikan substansi gula
 Nyeri abdomen 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 6.Yakinkan diet yang
 Menghindari makan badan dimakan mengandung
 Berat badan 20% atau lebih di 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tinggi serat untuk
bawah berat badan ideal nutrisi mencegah konstipasi
 Kerapuhan kapiler 4. Tidak ada tanda tanda 7. Berikan makanan
 Diare Malnutrisi yang terpilih ( sudah
 Kehilangan rambut berlebihan 5. Tidak terjadi penurunan berat badan
dikonsultasikan dengan
 Bising usung hiperaktif yang ahli gizi)
 Kurang makan berarti 8. 8. Berikan informasi tentang
 Kurang informasi 9. kebutuhan nutrisi
 Kurang minat pada makanan 9.Kaji kemampuan pasien
 Penurunan berat badan dengan untuk mendapatkan nutrisi
asupan makanan adekuat yang dibutuhkan
 Kesalahan konsepsi
 Kesalahan informasi (1160) Nutrition
 Membrane mukosa pucat Monitoring
 Ketidakmampuan memakan Aktivitas keperawatan:
makanan 1.    1. BB pasien dalam batas
 Tonus otot menurun Normal
 Mengeluh gangguan sensasi rasa 2.Monitor adanya penurunan
 Mengeluh asupan makanan berat badan
kurang dari RDA (recommended 3. Monitor tipe dan jumlah
daily allowance) aktivitas yang biasa
 Cepat kenyang setelah makan dilakukan
 Sariawan  rongga mulut 1. Monitor interaksi anak
 Steatore orangtua selama makan
 Kelemahan otot pengunyah 5.Monitor lingkungan
   Kelemahan otot untuk menelan selama makan
6.Jadwalkan pengobatan
Faktor yang berhubungan : dan tindakan tidak selama jam makan
 Faktor biologis 7. Monitor kulit kering dan
 Faktor ekonomi perubahan pigmentasi
 Ketidakmampuan untuk 8. Monitor turgor kulit
mengabsorpsi nutrisi 9. Monitor kekeringan,
 Ketidakmampuan untuk rambut kusam, dan mudah
mencerna makanan patah
 Faktor psikologis 10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan
Kesukaan
13. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
3. Defisiensi Pengetahuan b.dSetelah dilakukan tindakan keperawatan (5602) Teaching : Disease Process
kurang informasi tentang proses selama …. x 24 jam  klien  akan: Aktivitas keperawatan:
penyakit (1803) Kowledge : disease process 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
Definisi : (1805) Kowledge : health behavior, yang pasien tentang proses
Ketiadaan atau defisiensi informasidibuktikan dengan indikator sebagai penyakit yang spesifik
kognitif yang berkaitan dengan berikut: 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
topik tertentu. (1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, bagaimana hal ini berhubungan
sering, atau selalu) dengan anatomi dan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : fisiologi, dengan cara
 Perilaku hiperbola 1. Pasien dan keluarga yang tepat.
 Ketidakdaruratan mengikuti menyatakan pemahaman 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
perintah tentang penyakit, kondisi, muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
 Ketidakdaruratan melakukan tes prognosis dan program 4. Gambarkan proses
 Perilaku tidak tepat (mis ; pengobatan penyakit, dengan cara yang tepat
histeria, bermusuhan, agitasi, 2. Pasien dan keluarga 5. Identifikasi kemungkinan
apatis) mampu melaksanakan penyebab, dengna cara
 Pengungkapan masalah prosedur yang dijelaskan secara benar yang tepat
3. Pasien dan keluarga 6. Sediakan informasi pada
Faktor yang berhubungan : mampu menjelaskan pasien tentang kondisi,
 Keterbatasan kognitif kembali apa yang dengan cara yang tepat
 Salah interpretasi informasi dijelaskan perawat/tim 7. Hindari harapan yang
 Kurang pajanan kesehatan lainnya Kosong
 Kurang minat dalam belajar 8. Sediakan bagi keluarga
 Kurang dapat mengingat informasi tentang
 Tidak familiar dengan sumber kemajuan pasien dengan cara yang tepat
informasi 9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

A. Alimul Aziz Hidayat, 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Penerbit


Salemba Madika, Jakarta.

A. Price Sylvia, M. Lorainne Wilson 2012, Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit, edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Andra F.S & Yessie M.P 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Nuha
Medika, Yogyakarta
Aru Sudoyono W, Dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 5, Penerbit
Buku Kedokteran, Internal Publishing, Jakarta.
Betz, C. L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Buleche, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.C. (Eds.). (2008). Nursing
Interventions Classification (NOC) (5th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

C. Evelyn Pearce, 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis,


Penerbit Internal, Jakarta.
Didapat dari KEMENKES RI Tahun 2013.
Didapat dari Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun
Dr.Widyono, 2011. Penyakit Tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
Pemberantasannya, edisi ke 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
Herdman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification 2012
-2014. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Aanak Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans
Info Media.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing
Outcomes Classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

Muttaqin Arif 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan , Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Naga S. Sholeh 2014, Paduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Diva
Press, yogyakarta
Ns. Harwina Widya Astuti, S.Kep & Ns. Angga Saeful Rahmat, S.Kep (2010).
Asuhan Keperawatan Anak & Dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta :
Trnas Info Media.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA/NIC-NOC. Yogyakarta : Media action Publishing.
Sri Sukmawati, S.Kep, Am.Keb & Ns. Retno Puji Hastuti, S.Kep dkk (2009).
Keterampilan Dasar Asuhan Kebidanan & Pemeriksaan Fisik Pada Bayi dan Anak,
Jakarta : Trans Info Media.
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Aanak Edisi 2. Jakarta: Sagung
Seto.
Syaifuddin, 2011. Fisiologi Tubuh Manusia, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai