Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)

dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden infeksius seperti virus,

bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,berupa radang paru-paru yang

disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).

Pneumonia adalah sebuah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkab

oleh agen infeksius meliputi mikroorganisme, bakteri, mikrobakteri, jamur serta virus.

Pneumonitis merupakan bentuk umum yang menjelaskan mengenai proses inflamasi di

dalam jaringan paru yang dicetuskan oleh tempat atau faktor resiko pasien oleh invasi

nonmikroorganisme seperti bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan

lain-lain (Smelzer&Bare, 2010)

B. Etiologi

Sebagian besar penyebab pnuomonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri), dan

sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau

sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran

pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokan berdasarkan

golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).

Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia adalah virus terutama Respiratory

Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan

terutama Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus Influenzae type B (Hib).


Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjasi

penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan

sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah

C. Tanda dan Gejala

Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi hal-

hal berikut :

A. Batuk

B. Dispnea

C. Takipea

D. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)

E. Melemah atau kehilangan suara nafas

F. Napas cuping hidung

G. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)

H. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil)

I. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit

J. Demam

K. Ronchi

L. Sakit kepala

M. Sesak nafas

N. Menggigil

O. Berkeringat

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Kulit yang lembab

b. Mual dan muntah


D. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Struktur Sistem Respirasi (Nurarif & Kusuma, 2013)

A. Anatomi

Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu :

a. Nares Anterior

Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara di

dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal

sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang

bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus

yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung

(Syaifuddin, 2014).

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,

bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai

lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder

dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu

membuat permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka,

selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang kerang (konka)
yang diselaputi epitelium pernafasan, yang menjorok dari dinding lateral hidung ke

dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.

Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di

dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan

lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan

selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin, 2014).

c. Faring (tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka

letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring) dan di belakang

laring (faring-laringeal) (Syaifuddin, 2014).

d. Laring (tenggorok)

Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna

vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam

trakea di bawahnya.

Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan

membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya

terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher.

Laring terdiri atas dua lempeng ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi

atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya

seperti cincin mohor di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang

berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan

aritenoidyang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan

kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014).

e. Trakea ( batang tenggorok)


Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakea

berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan di tempat ini

bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua

puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama oleh jaringan

fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga memuat

beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia

dan sel cangkir. Silia ini bergeak menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini

debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat

dikeluarkan.

f. Bronkus (cabang tenggorokan)

Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang terdapat pada

ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping

ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus

kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih

ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus

bercabang-cabang, cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli

terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin, 2014).

g. Paru-paru

Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru- paru mengisi

rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung

beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum.

Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul

sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di
atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang

menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang

menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

B. Fisiologi

Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen

dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea

dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler

pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang

memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan


dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari

sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan

paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini

hemoglobin 95% jenuh oksigen.

Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan metabolisme,

menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli,

dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui

hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau

pernafasan eksterna :

A. Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar

B. Arus darah melalui paru-paru

C. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah

tepat dapat mencapai semua bagian tubuh

D. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2

lebih mudah berdifusi daripada O2.

Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang

meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu

gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu

banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan


dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan

memungut lebih banyak O2.

E. Klasifikasi
1). Berdasarkan Etiologi (Soemantri,2007)
pru mekakui aliran
Jenis Etiologi darah
Pneumonia

Sindrom  Streptococos
tipikal pneumoniae jenis
pneumonia tampa
penyulit
 Streptococus
pneumoniae
dengan penyulit

Sindrom  Haemophilis
atipikal influenzae
 Staphyloco
cus aureus
 Mycoplas
ma
pneumoni
a
 Virus patogen
Aspirasi  Aspirasi basil
gram
negatif
Klebsiella,
Pseudomonas,
enterobacter,
Escherrichia
proteus, dan
basil
gram potitif
staphylococus
 Aaspirasi
asam
lambung
Hematogen  Terjadi bila
patogen
manyebar ke
paru-
Faktor Risiko Tanda dan Gejala

 Siclecell diseases  Onset mendadak dengan


 Hipogammaglobu menggigil dan femam
li-nemia (390C-400C)
 Multiple  Nyeri adda pleuritis
myeloma  Batuk produktif, sputum
hijau, purule, dan
mnungkin menganding
ebercak darah serta hidung
kemerahan
 Retraksi intercostal,
penggunaan otot asesorius,
dan bisa timbul sianosis
 Usia tua  Onset beratahap adalam 3-
 COPD 5hari
 Flu  Malaise, neyeri kepala,
nyeri tenggorokan dan
 Anak-anak batuk kering
 Dewasa Muda  Nyeri adda karena batuk

 Kondisi lemah  Demam rendah dan batuk


karena konsumsi  Produksi sputum bau busuk
alkohol  Distress respirasi
 Perawatan mendadak, sianosis, batuk,
mislanya (infeksi hipoksemia dan diikuti
nosokomial) tanda infeksi skunder
 Ganggan
kesadaran

 Katetter IV yang  Batuk nonproduktif dan


terinfeksi nyeri peluritik
 Endokarditis
 Drug abuse
 Pyelonefritis
 Abses
intraabdom
en

2) Berdasarkan klinis dan epidemologi (Smeltzer & Bare, 2010)


a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap
untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam setelah
masuk
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised terjadi pada penderita
yang mengalami sistem pertahanan imun yang elmah seperti HIV.
3) Berdasarkan predileksi infeksi (Smeltzer & Bare, 2010)
a) Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan
organism penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan oleh
virus atau oleh bakteri atipikal

F. Patofisiologi

Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan

respons tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme

memasuki saluran pernapasan bawah. Salah satunya adalah melalui aspirasi

orofaring. Aspirasi dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada

pasien dengan penurunan kesadaran. Melalui droplet yang teraspirasi banyak

patogen masuk. Pneumonia sangat jarang tersebar secara hematogen.

Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur


trakeobronkial yang bercabang cabang mencegah mikroorganisme dengan

mudah memasuki saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah

refleks batuk dan refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga

mencegah adhesi mikroorganisme di orofaring.

Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih

memiliki makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan

makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan

mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi repons

inflamasi host. Pada saat ini lah manifestasi klinis pneumonia akan muncul.

Respons inflamasi tubuh akan memicu penglepasan mediator inflamasi

seperti IL (interleukin) 1 dan TNF ( Tumor Necrosis Factor) yang akan

menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke paru paru dan

menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi purulen.


Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan kebocoran kapiler

alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan

menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan

infiltrat pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoxemia akibat

terisinya alveolar.

Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu vasokonstriksi

hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan

menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini memberat dan menyebabkan

perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah

sehingga berujung pada kematian.


G. Pathway
Gambar 2.2 Pathway Pneumonia

Virus, Bakteri, Jamur


(penyebab)

Saluran napas dalam

Gg. Pembersihan di paru-paru

Radang bronkial

Radang / inflamasi pd bronkuse Hipertermi

↑ Produksi Mukus Kontraksi berlebih

Akumulasi Mukus Hiperventilasi paru


Edema / Pembengkakan
pada mukosa / sekret
Timbul reaksi balik

Ketidakefektifan Atelektasis
bersihan jalan nafas
Pengeluaran energi
berlebih
Hipoxemia
Intoleransi aktivitas

Kelelahan ↑kompensasi frekwensi


nafas

Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan pola nafas
kebutuhan tubuh

Sumber :
Nurarif & Kusuma, 2013
H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

adalah :

C. Sinar X

Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi

menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan

infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X

dada mungkin lebih bersih.

D. GDA

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada.

E. JDL Leukositosis

Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun.

F. LED Meningkat

G. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat

dan komplain menurun

H. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah

I. Bilirubin meningkat

J. Aspirasi / biopsi jaringan paru


I. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak

terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal

di rumah. Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas

atau dengan penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan

antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen

tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan

keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang

di tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :

K. Oksigen 1-2L/menit

L. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan

M. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

N. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

O. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin

normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

P. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Anti biotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia

community base:

1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian


Untuk kasus pneumonia hospital base:

a. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

J. Komplikasi

Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu :

Q. Abses paru

R. Edusi pleural

S. Empisema

T. Gagal napas

U. Perikarditis

V. Meningitis

W. Atelektasis

X. Hipotensi

Y. Delirium

Z. Asidosis metabolik

AA.Dehidrasi

K. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian Umum
a) Identitas klien
Angka kejadian tertinggi pada usia balita sedangkan pada usia dewasa
dapat ditemukan akibat satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu
daya tahan tubuh. Pneumonia merupakan penyebab mortalitas pada
dewasa muda. Insidensi pneumonia pada laki-laki dan wanita sama.
b) Keluhan Utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk
yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk
produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan
seringkali berbau busuk.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly, 2008).
e) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
f)Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya kebiasaan
minum alkohol, kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan, aktifitas
atau olahraga, dan stress
g) Pengkajian fisik (B1-B6)
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.

(1)B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan dengan
adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan
darah atau syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses
normal atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan
dan anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.

L. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul adalah :

BB. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

CC.Hipertemi

DD.Ketidakefektifan pola nafas

EE. Intoleransi aktivitas

FF. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


M. Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

sekret (Wong, 2008)

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas dan sekret dapat keluar

Kriteria hasil : Pernafasan normal 50-60 x/menit

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Berikan suction sesuai indikasi

c. Beri posisi yang nyaman

d. Anjurkan untuk minum yang banyak

e. Kolaborasi terapi Nebulizer sesuai dengan ketentuan

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Wilkinson, 2007)

NOC :

a. suhu tubuh dalam rentang normal

b. nadi dan RR dalam rentang normal

c. tidak ada perubahan warna

kulit NIC :

a. monitor temperatur suhu tubuh

b. observasi TTV

c. anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak

d. berikan kompres pada lipatan axila dan paha

e. berikan antipiretik sesuai program tim medis


3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia, mual, muntah (Nurarif & Kusuma, 2013)

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : Menunjukan BB stabil

Intervensi :

a. Kaji adanya alergi makanan

b. Monitor asupan nutrisi

c. Monitor adanya penurunan BB

d. Monitor tugor kulit

e. Monitor mual muntah

f. Berikan informasi tentang kebutuhan tubuh

g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat

h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Nurarif &

Kusuma, 2013)

NOC

a. Energi conversation

b. Activity tolerance

c. Self care : ADLs

Kriteria hasil:

a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi, dan RR

b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri


c. Tanda-tanda vital normal

NIC

Activity Therapy

a. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan

program terapi yang tepat.

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuam fisik, psikologi, dan sosial

d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di

perlukan untuk aktivitas yang di inginkan

e. Bantu untuk mendapatkan alat bantu dan aktivitas yang disukai

f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitras yang di sukai

g. Bantu klien untuk membuat jadwal di waktu luang

5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (Nurarif &

Kusuma, 2013)

NOC

a. Respiratory status : Ventilation

b. Respiratory status : Airway patency

Kriteria hasil :

a. Mendemostrasikan batuk efektif

b. Menunjukan jalan nafas yang paten

c. Tanda-tanda vital dsalam rentang normal


NIC

a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift

b. Posisikan pasien memaksimalkan ventilasi

c. Lakukan fisioterapi data jika perlu

d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

e. Auskultrasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

f. Monitor respirasi dan status O2

Anda mungkin juga menyukai