Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA

DI RUANG ICU (INTENSIF CARE UNIT)

Disusun Oleh :

Hindayatus S

1930036 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020


BAB
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Pneumonia adalah sebuah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkab
oleh agen infeksius meliputi mikroorganisme, bakteri, mikrobakteri, jamur serta virus.
Pneumonitis merupakan bentuk umum yang menjelaskan mengenai proses inflamasi di
dalam jaringan paru yang dicetuskan oleh tempat atau faktor resiko pasien oleh invasi
nonmikroorganisme seperti bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain-lain (Smelzer&Bare, 2010)

B. Etiologi

Sebagian besar penyebab pnuomonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri), dan


sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau
sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran
pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokan berdasarkan
golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).
Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia adalah virus terutama Respiratory
Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan
terutama Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus Influenzae type B (Hib).
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjasi
penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan
sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah

C. Tanda dan Gejala

Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi hal-
hal berikut :
a. Batuk

b. Dispnea

c. Takipea

d. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)

e. Melemah atau kehilangan suara nafas

f. Napas cuping hidung


g. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi
didekatnya)
h. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih
kecil)
i. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit

j. Demam

k. Ronchi

l. Sakit kepala

m. Sesak nafas

n. Menggigil

o. Berkeringat

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Kulit yang lembab

b. Mual dan muntah


c.

D. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Struktur Sistem Respirasi (Nurarif & Kusuma, 2013


A. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu :
1) Nares Anterior
Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara di
dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang
bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus
yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung
(Syaifuddin, 2014).
2) Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder
dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu
membuat permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka,
selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang kerang (konka)
yang diselaputi epitelium pernafasan, yang menjorok dari dinding lateral hidung ke
dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.
Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di
dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan
lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan
selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin, 2014).
3) Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring) dan di belakang
laring (faring-laringeal) (Syaifuddin, 2014).
4) Laring (tenggorok)
Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna
vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya
terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher.
Laring terdiri atas dua lempeng ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi
atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya
seperti cincin mohor di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang
berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan
aritenoidyang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan
kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014).
5) Trakea ( batang tenggorok)
Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakea
berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan di tempat ini
bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua
puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga memuat
beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia
dan sel cangkir. Silia ini bergeak menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini
debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat
dikeluarkan.

6) Bronkus (cabang tenggorokan)


Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang terdapat pada
ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin, 2014).
7) Paru-paru
Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru- paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul
sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di
atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang
menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

B. Fisiologi
Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea
dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen
dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh haemoglobin sel darah
merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini
hemoglobin 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli,
dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar
2) Arus darah melalui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh
4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi daripada O2.
Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak
darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2;
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan
memungut lebih banyak O2

E. Patofisiologi

Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan respons
tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki saluran
pernapasan bawah. Salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat
terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Melalui droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk. Pneumonia sangat jarang
tersebar secara hematogen.
Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur trakeobronkial
yang bercabang cabang mencegah mikroorganisme dengan mudah memasuki saluran
pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah refleks batuk dan refleks tersedak yang
mencegah aspirasi. Flora normal juga mencegah adhesi mikroorganisme di orofaring.
Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki
makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh
mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup.
Makrofag lalu akan menginisiasi repons inflamasi host. Pada saat ini lah manifestasi
klinis pneumonia akan muncul. Respons inflamasi tubuh akan memicu penglepasan
mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF ( Tumor Necrosis Factor) yang
akan menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke paru paru dan menyebabkan
leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi purulen. Mediator inflamasi dan
neutrofil akan menyebabkan kebocoran kapiler alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat
keluar akibat kebocoran ini dan menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini
menyebabkan penampakan infiltrat pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta
hipoxemia akibat terisinya alveolar.
Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu vasokonstriksi hipoksik
yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan menyebabkan
hipoksemia berat. Jika proses ini memberat dan menyebabkan perubahan mekanisme
paru dan volume paru dan shunting aliran darah sehingga berujung pada kematian.
F. Pathway
Gambar 2.2 Pathway Pneumonia

Virus, Bakteri, Jamur


(penyebab)

Saluran napas dalam

Gg. Pembersihan di paru-paru

Radang bronkial

Radang / inflamasi pd bronkuse Hipertermi

Akumulasi Mukus ↑ Produksi Mukus Kontraksi berlebih

Timbul reaksi balik


Edema / Pembengkakan Hiperventilasi paru
pada mukosa / sekret

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Atelektasis
Pengeluaran energi berlebih

Hipoxemia
Intoleransi aktivitas

Kelelahan ↑kompensasi frekwensi


nafas
Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Ketidakefektifan pola nafas


kebutuhan tubuh

Sumber : Nurarif & Kusuma, 2013


G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah :


1) Sinar X
Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.
2) GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada.
3) JDL Leukositosis
Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
kondisi tekanan imun.
4) LED Meningkat
Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan
komplain menurun
5) Elektrolit Na dan CI mungkin rendah
6) Bilirubin meningkat
7) Aspirasi / biopsi jaringan paru

H. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat,
bisa diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita
anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin
perlu di berikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang di
tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1) Oksigen 1-2L/menit
2) IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasiJika sesak tidak
terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan
feeding drip.
8) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
9) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Anti biotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community
base:
1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:

a. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian


b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

I. Komplikasi
Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu
a. Abses paru
b. Edusi pleura
c. Empisema
d. Gagal napas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
h. Hipotensi
i. Delirium
j. Asidosis metabolik
k. Dehidrasi

K. Asuhan keperawatan

1) Pengkajian Umum
a) Identitas klien
Angka kejadian tertinggi pada usia balita sedangkan pada usia dewasa dapat
ditemukan akibat satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Pneumonia merupakan penyebab mortalitas pada dewasa muda. Insidensi
pneumonia pada laki-laki dan wanita sama.
b) Keluhan Utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas, dan kepala nyeri.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk
yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti penyakit
kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya
obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit
virus yang baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,
pascaoperasi (Misnadirly, 2008).

e) Riwayat penyakit keluarga


Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal yang
sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami penyakit
degeneratif.
f) Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya kebiasaan minum
alkohol, kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan, aktifitas atau olahraga,
dan stress
g) Pengkajian fisik (B1-B6)
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan focus pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan
dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien
pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering, dan berkeringat. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi alveoli yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh.

1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan
pada pasien pneumonia. Palpasi adanya ketidaksimetrisan pernapasan pada
klien. Perkusi seluruh dada dan lapang paru untuk menentukan letak gangguan
di paru sebelah mana. Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun
ronkhi pada pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada
lobus paru sebelah mana.

2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan dengan adanya
agen asing yang masuk di dalam tubuh.
3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan GCS,
refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di
dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat.

4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi adanya
penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau syok
hipovolemik.
5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal atau
dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan anoreksia.

6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga menurun
mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit nampak pucat,
sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta kemerahan.

L. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul adalah :

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2) Hipertemi

3) Ketidakefektifan pola nafas

4) Intoleransi aktivitas

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


M. Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret


(Wong, 2008)
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas dan sekret dapat keluar Kriteria
hasil : Pernafasan normal 50-60 x/menit
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Berikan suction sesuai indikasi
c. Beri posisi yang nyaman
d. Anjurkan untuk minum yang banyak
e. Kolaborasi terapi Nebulizer sesuai dengan ketentuan

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Wilkinson, 2007) NOC :


a. suhu tubuh dalam rentang normal
b. nadi dan RR dalam rentang normal
c. tidak ada perubahan warna kulit NIC :
a. monitor temperatur suhu tubuh
b. observasi TTV
c. anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak
d. berikan kompres pada lipatan axila dan paha
e. berikan antipiretik sesuai program tim medis
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah (Nurarif & Kusuma, 2013)
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria hasil :
Menunjukan BB stabil
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Monitor asupan nutrisi
c. Monitor adanya penurunan BB
d. Monitor tugor kulit
e. Monitor mual muntah
f. Berikan informasi tentang kebutuhan tubuh
g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat
h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit

4. IntoleransiAktivitasberhubungandengan kelemahan(Nurarif & Kusuma, 2013)


NOC
a. Energi conversation
b. Activity tolerance
c. Self care : ADLs Kriteria hasil:
d. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan
RR
e. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
f. Tanda-tanda vital normal
NIC
Activity Therapy
a. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi
yang tepat.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuam fisik,
psikologi, dan sosial
d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di perlukan untuk
aktivitas yang di inginkan
e. Bantu untuk mendapatkan alat bantu dan aktivitas yang disukai
f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitras yang di sukai
g. Bantu klien untuk membuat jadwal di waktu luang
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (Nurarif &
Kusuma, 2013)
NOC
a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
Kriteria hasil :
a. Mendemostrasikan batuk efektif
b. Menunjukan jalan nafas yang paten
c. Tanda-tanda vital dsalam rentang normal
NIC
a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
b. Posisikan pasien memaksimalkan ventilasi
c. Lakukan fisioterapi data jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultrasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Monitor respirasi dan status O2

Anda mungkin juga menyukai