Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

DI RUANG 28

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

oleh:

FARIKA HARYANTI

(2019.04.023)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PROGAM STUDI PROFESI NERS

BANYUWANGI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh . proses menghirup
udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Sistem respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk
kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem
respirasi oksigen di ambil dari atmosfir, di transport masuk ke paru-paru dan terjadi
pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya, oksigen akan
di difusi masuk ke dalam kapiler darah untuk untuk di manfaatkan oleh sel-sel
dalam proses metabolism.
2. Anatomi Sistem Pernafasan
a. Rongga Hidung

Hidung merupakan organ utama saluran pernafasan yang langsung


berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya
udara melalui pernafasan. Selain itu, hidung juga berfungsi untuk mempertahankan
dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter dalam membersikan benda
asing yang masuk dan berperan untuk resonansi suara, sebagai tempat reseptor
olfaktorius.

b. Faring

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan


makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher.

c. Laring

Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan


trakea , fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan jalan
masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
d. Trakhea

Trakea merupakan organ berbentuk tabung antara laring sampai dengan


puncak paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi 6 torakal. Disebut juga batang
tenggorokan ujung trakea bercabang menjadi dua bronkur yang disebut karina.
e. Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang 2, ke paru kanan
dan kiri. Bronkus kanan lebih penden dan lebih besar diameternya. Bronkus kiri
lebih horizontal, lebih panjang, dan lebih sempit.
1. Bronkus
- Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan (3
lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
- Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
- Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
2. Bronkiolus
- Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
- Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
(yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
f. Paru Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga
dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan
basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.

g. Alveolus

Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung jawab


akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada salah satu
sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.

1. Fisiologi Sistem Pernafasan


Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan
oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan


metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan
setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan
mulut.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan


paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih
banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau
sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam
darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah


menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh
tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel
jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen
berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.
B. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Anies (2006) adalah suatu


penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan
bronchitis kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan Laurence (2006) Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit paru yaitu emfisema paru,
bronkitisakut dan asma bronchial yang berlangsung lama ditandai oleh peningkatan
resitensi terhadap aliran udara.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah
menghambatnya aliran udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan pada
inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993)
adalah kondisi kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis
kronik dan asma bronchial disebabkan oleh perokok aktif atau terpajan pada polusi
udara,terdapat sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah
sekresi mukoid bronchial bertmbah ecara menetap di sertai dengan kecenderungan
terjadi infeksi yang berualang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka
waktu2 tahun berturut-turut.
Penyakit paru obstruksi kronik menurut Smaler (2001) adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan
asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

            Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah
kondisi obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai
dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
            Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiper aktif
aktivitas bronkus
C. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief
Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan
kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama  menurut   Neil F Gordan
(2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK, yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
D. EPIDEMOLOGI
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
m e n j e l a n g t a h u n 2 0 2 0  prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai
penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di
Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat
seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan
seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian
terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi
mencapai empat kali lipat
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri  belumlah memiliki data pasti
mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga Depkes RI
1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial menduduki
peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit
bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
PATWAY

Spasme otot bronkus , sumbatan mukus , edema , inflasi dinding bronkus

MK: Bersihan Obstruksi saluran nafas


Jalan Nafas Tidak
Efektif Alveoli tertutup
Penyempitan jalan
nafas
hipoksemia
Peningkatan kerja
pernafasan

Asidosis
Peningkatan kebut metabolik
Penurunan
oksigen intake oral

MK: Risiko
hiperventilasi
Defisit Nutrisi MK: Defisit
pengetahuan

MK: Pola Retensi Karbondioksida


nafas tidak
efektif

Asidosis respiratorik
F. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.(5)
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)
5.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.      Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan


merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret


bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama

e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya

3. Pemeriksaan Fisik Head to Toe


a. B1 (breathing)
Inspeksi : pada pasien dengan PPOK terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi nafas , serta penggunaan oto bantu
pernafasan. Pada saat melakukan inspeksi, biasanya dapat
terlihat pasien mempunyai bentuk dada barrel chestakibat
adanya udara yang terperangkap, penipisan massa otot,
bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan nafas abnormal
yang tidak efektif. Pada tahap lanjut dyspnea terjadi pada
saat beraktivitas bahkan pada aktivitas sehari-hari, seperti
makan, dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulent disertai dengan demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
Palpasi : pada palpasi, ekspansi dada meningkat, dan taktil fremitus
biasanya menurun.
Perkusi : pada perkusi didapatkan suara abnormal sampai hipersonor
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
Auskultasi : sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruksi pada bronkiolus.
b. B2 (blood)
Perlu memonitor dampak PPOK pada status kardiovaskuler
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi. Tekanan darah, dan CRT.
c. B3 (brain)
Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji,.
Disamping itu, perlu dilakukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan
tingkat kesadaranpasien, apakah conposmentis, somnolen, atau koma.
d. B4 (bladder)
Pengukuran output urine perlu dilakukan karena berkaitan bengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya
oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut dapat merangsang serangan PPOK.
Pengkajian tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada pasien dengan
sesak nafas sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan dalam
asupan nutrisi. Hal ini terjadi karena dyspnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang di alami pasien.
f. B6 (bone)
Mengkaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan PPOK. Pada
integument perlu juga dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmenyasi, turgor kulit, kelembaban, pengelupasan atau
bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
utikaria atau dermatitis. Pada rambut dikaji warna rambut, kelembaban,
dan kekusaman. Perlu dikaji pula tentang bagaimana istirahat dan tidur ,
serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya
wheezing, sesak nafas, dan orthopnea dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien. Mengkaji tentang aktivitas keseharian pasien seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas juga dapat menjadi
faktor pencetus PPOK.
4. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik
dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga
atau temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang,
dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan.
Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien
untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
5. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia

C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan bersihan jalan
nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Batuk efektif meningkat (5)
b. Produksi sputum menurun (5)
c. Mengi/ wheezing menurun (5)
d. Dyspnea menurun (5)

Intervensi :

a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.


Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB
Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
b. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
c. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
d. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola
nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Dyspnea menurun (5)
b. Pola nafas membaik/efektif (5)
c. Mengi/ wheezing menurun (5)
d. Frekuensi nafas membaik (5)
e. Gelisah menurun (5).

Intervensi
f. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
g. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
h. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
i. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoksia
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat
sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
Tujuan :
a. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Keluhan sulit tidur membaik (5)
b. Keluhan sering terjaga teratasi (5)
c. Keluhan pola tidur berubah teratasi (5)
d. Keluhan istirahan yang tidak cukup dapat teratasi (5)
Intervensi :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional :
Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
Tujuan :
a. Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
a. Paham penyebab masalah (5)
b. Mengerti tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis (5)
c. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah (5)
Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat,
latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan.
5. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Nafsu makan membaik (5)
b. Peningkatan berat badan (5)
c. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan (5)
Intervensi
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi,
banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional :
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino
esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi
lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun
lebih 30 % dari kebutuhan
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6


Volume 1. EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.

Immanueldwinugroho.2012.Laporan Pendahuluan Paru Obstruksi


(dalam:http://immanueldwinugroho.blogspot.com/2012/06/laporan-pendahuluan-paru-
obstruksi.html) diakses 20 April 2020, pkl 20.00 wita

Anda mungkin juga menyukai