Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTUKSI KRONIS (PPOK)

OLEH :
BELINDA CHRISTHA MATULESSY
1490122063

PROGRAM PROFESI NERS XVIX

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

TAHUN 2022
A. Pengertian

PPOK merupakan penyakit paru bersifat kronik dan menjadi salah satu
factor yang menyebabkan sesak napas bagi penderita karena ditandai oleh
hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya
(Rumampuk & Thalib, 2020).

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang umum,


dapat dicegah dan dapat diobati yang ditandai dengan gejala berupa respirasi yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh abnormalitas
saluran udara dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh pajanan partikel
atau gas-gas berbahaya (Susanto, 2021).

PPOK adalah penyakit saluran napas yang bersifat kronik, progresif


irreversible atau reversibel sebagian yang ditandai dengan adanya obstruksi
saluran napas akibat reaksi inflamasi abnormal, hiperaktivasi saluran napas,
destruksi dinding alveolar dan bronchus yang menyebabkan terjadinya penurunan
jumlah oksigen yang masuk, memanjangnya masa ekspirasi akibat penurunan
daya elastisitas paru (Sulistiowati et al., 2021).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi paru-paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-
paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu bagian yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-
paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan
dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
(Nabella, 2017).
Gambar 1.1 Paru- Paru Manusia

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama


pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.
Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada.
Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Nabella,
2017).

Gambar 1.2 Detail Paru- paru Manusia

Menurut (Nabella, 2017) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke


dalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinusparanasal
dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru.

Sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses, yaitu inspirasi


dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru,
sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar
proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot
pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi
menjadi dua yaitu :

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,


sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

2. Fisiologi paru – paru


Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis.
Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru – paru dan
dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding
dada karena memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada
ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan
atmosfer (Nabella, 2017).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan
oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas
dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat
berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru- paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru- paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir (Nabella, 2017).
Menurut (Nabella, 2017), untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.

Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan


berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula.

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama


bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi
terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai 6 mmHg dan
paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam
jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam
paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi
ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang.
Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga
udara mengalir ke luar dari paru-paru (Nabella, 2017).

Gambar 1.3 Fisiologi pernapasan manusia

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif


akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida.
Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu,
faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah
proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Nabella, 2017).

C. Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan (Astuti, 2017). Beberapa faktor
paparan lingkungan antara lain adalah:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan
merupakan penyebab dari 80-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%
perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan
banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok
yang terakhir saat PPOK berkembang. Perokok pasif (tidak merokok tetapi
sering terkena asap rokok) juga beresiko menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu gandum. Asbes
mempunyai risiko yang lebih besar dari pada lainnya.
3. Polusi udara
Klien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain, misalnya asap dari
dalam rumah misalnya asap dapur.
4. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronik merupakan
suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan. peningkatan kejadian
inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumah sputum, peningkatan
jumlah frekuensi, eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang
smua ini meningkatkan risiko kejadian PPOK.

D. Patofisiologi

Rokok, Polusi, Etiologi

PPOK

Inflamasi Perubahan anatomis parenkim paru

Sputum Pembesaran alveoli

Batuk Hipertropi kelenjar


mukosa
Bersihan jalan
napas tidak Penyempitan
saluran udara

Ekspansi paru
Pertukaran gas Peningkatan frekuensi menurun
O2 dan CO2 pernapasan
tidak adekuat
Suplai O2 tidak
adekuat
Gangguan pertukaran gas

v Hipoksia Sesak nafas


Intoleransi Aktivitas

Pola napas tidak efektif Gangguan pola tidur


E. Tanda Gejala
Menurut Rosyid et al (2020) Tanda dan gejala PPOK antara lain:
1. Sesak Nafas
2. Batuk dengan produksi sputum
3. Dada terasa berat
4. Wheezing
5. Tampak lelah
6. Penurunan Berat Badan
7. Anoreksia

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-naan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukanuntuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Rachman, 2018), ada beberapa macam pemeriksaan diagnostik yaitu:
1. Chest X-ray
Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler (bronchitis), dan normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
2. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (Post bronchodilator)
Berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan
penyakit,
dan menentukan prognosis Klien. Pemerikasaan ini penting untuk
memperlihatkan secara objektif adanya obstruktif saluran pernafasan dalam
berbagai tingkat.
3. TLC (Total Lung Capacity)
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma, menurun
pada penderita emfisema.
4. ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun dan
PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali
menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis respiratori
ringan sekunder akibat terjadinya hiperventilasi (emfisema sedang dan asma).
5. Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi, kolaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis).
6. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema
berat) dan peningkatan eosinofil (asma).
7. Kimia Darah
Menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang kemungkinannya
berkurang pada emfisema primer.
8. Sputum Kultur
Pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum Klien yang
diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk menentukan jenis
antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran pernafasan yang berulang
merupakan penyebab dari ekserbasi akut pada penderita Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
9. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro Kardio
Graph)
Berfungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi yang terjadi pada
organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan namun jarang dilakukan yaitu uji latih
kardiopulmoner, uji provokasi brunkus, CT-scan resolusi tinggi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha 1-antitrypsi.

H. Asuhan Keperawatan
1. Data Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku,
status perkawinan, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
no medik dan alamat
b. Identitas penanggung jawab
Nama, umur agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan alamat
2. Keluhan utama
Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pernapasan yaitu batuk, batuk
berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
a. Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri
b. Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk.
c. Region Radiation of pain: apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa
sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
d. Severity/scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri
e. Time: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu
malam hari atau pagi hari.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya pasien PPOK mnegalami sesak nafas, batuk disertai sputum,
dada terasa berat, nyeri dada, terdapat suara tambahan wheezing pasien juga
sering mengeluh kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama ataupun penyakit
pernafasan lain.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
4. Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi
Hidup sehat Klien PPOK apakah akan mengalami perubahan pada
status kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Dikaji tentang frekuensi makan, porsi makan, riwayat alergi terhadap suatu
jenis makanan tertentu dan jenis minuman, jumlah minuman, adakah
pantangan.
c. Pola eliminasi Perubahan.
BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu BAB di
kaenakan imobilisasi, feses warna kuning.
d. Pola istirahat dan tidur.
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur.
Pada klien PPOK sering sesak dan hal ini mungkin akan mengganggu
istirahat tidur klien.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan mengakibatkan kebutuhan
pasien perlu dibantu oleh perawat atau keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien
takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
h. Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi / kepikiran
mengenai kondisinya.
i. Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan
diri pada Allah SWT.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan PPOK biasanya apatis, dan somnolen
kadang juga compos mentis (Muttaqin, 2008).
b. Tanda- tanda Vital
TD dapat normal/ naik/ turun, nadi dapat normal, penuh/tidak kuat,
lemah/kuat, teratur/tidak, Respiratory rate meningkat, Suhu dapat normal,
meningkat/demam.
c. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Mata
Inspeksi : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksia) (Andarmoyo, 2012).
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
2) Hidung
Inspeksi : Adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea)
(Andarmoyo, 2012).
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
3) Mulut dan bibir
Inspeksi : Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen),
bernafas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan Penyakit Paru
Kronik) (Andarmoyo, 2012)
4) Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5) Leher
Inspeksi : Tidak ada ada lesi
Palpasi : Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung
kanan) (Andarmoyo, 2012)
6) Thorax dan dada
Inspeksi: Bentuk dada Barrel chest, pada bernafas klien menggunakan
otot bantu pernafasan (retraksi intercosta), irama/pola nafas tidak
teratur (Muttaqin, 2012)
Palpasi : Taktil fremitus biasanya menurun (Muttaqin, 2012)
Perkusi : Hiperresonan pada area paru (mis: jebakaan udara dengan
emfisema); bunyi pekak ada area paru (mis: konsulidasi, cairan,
mukosa).
Auskultasi : Pasien Penyakit Paru Obstrutif Kronik sering mengalami
penurunan suara nafas, ekspirasi memanjang, bunyi jantung menjauh,
terdapat ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
7) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ics midclavikula sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi: BJ 1 dan 2 terdengar tunggal
8) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, kulit merata
Auskultasi : Bising usus 12x menit 30
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
9) Integumen
Inspeksi : Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran darah
perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor
(dehidrasi) (Andarmoyo, 2012)
10) Genetalia
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
11) Ekstermitas
Inspeksi : Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan) (Andarmoyo, 2012)
I. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1 Data Mayor Rokok dan Polusi Bersihan jalan


Data Subjektif nafas tidak efektif
-
Data Objektif Inflamasi
- Batuk tidak
efektif
- Tidak mampu Sputum meningkat
batuk
- Sputum
berlebihan Batuk
- Wheezing dan
ronkhi kering
Data Minor Bersihan jalan nafas tidak
Data Subjektif
efektif
- Dispnea
- Sulit bicara
Data Objektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas
menurun
- Frekuensi
napas berubah
pola napas
berubah

2 Data Mayor Perubahan Anatomis Pola nafas tidak efektif


Data Subjektif:
Parenkim Paru
- Dispanea
Data Objektif:
- Pengunaan oto Perbesaran Alveoli
bantu
Pernafasan
- Pola napas Hipertiroid kelenjar mukosa
abnormal
Data Minor
Data Subjektif: Penyempitan saluran udara

- Ortopnea
Data Ojektif: Ekspansi paru
- Ventilasi
semenit Menurun

menurun
- Kapasitras vital
Suplay O2 tidak adekuat
menurun
- Tekanan
ekspirasi
Hipoksia
menurun

Sesak

Pola nafas tidak efektif

3 Data Mayor Perbesaran Alveoli Gangguan pertukaran


Data subjektif: gas
- Dispenea
Data Objektif: Hipertiroid kelenjar mukosa
- PCO2
meningkat
- pH arteri Pnyempitan saluran udara
menurun
- Bunyi nafas Gangguan pertukaran gas
tambahan
Data Minor
Data Subjektif:
- Pusing
Data Objektif:
- Nafas kuping
hidung
- Pola nafas
abnormal
- Kesadaran
menurun
4 Data Mayor Perubahan anatomis Intoleransi aktivitas
Data Subjektif
parenkim paru
- Mengeluh
lelah
Data Objektif
Perbesaran Alveoli
- Frekuensi
jantung
meningkat > Hipertiroid kelenjar mukosa
20% dari
kondisi
istrahat Penyempitan saluran udara
Data Minor
Data Subjektif
Ekspansi paru
- Dispenea saat/
setelah Menurun
aktivitas
- Merasa tidak
Frekuensi pernafasan
nyaman saat
beraktivitas Cepat
- Merasa lemah
Data Objektif
- Tekanan darah Kontraksi otot pernafasan
berubah <
20% dari
kondisi Penggunaan energi untuk
istrahat pernafasan meningkat
- Gambaran
EKG
menunjukan Intoleransi aktivitas
aritmia saat
aktivitas
- Gambaran
EKG
menunjukan
iskimia

5 Data Mayor Perubahan anatomis parenkim Gangguan pola tidur


Data Subjektif paru
- Mengeluh
sulit tidur
- Mengeluh Pembesaran alveoli
sering terjaga
Data Objektif
- Hipertropi kelenjar mukosa
Data Minor
Data Subjektif
- Mengeluh Ekspansi paru menurun

kemampuan
beraktivitas
menurun Suplai O2 tidak adekuat

Data Objektif
Sesak nafas
Gangguan pola tidur

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas (mis.
kelemahan otot pernapasan) (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (D.0003)
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
5. Gangguan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (D.
0055)
K. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan pada jalan Setelah dilakukan Observasi Observasi
nafas b.d sekresi tindakan selama 1x24 - Indentifikasi kemampuan batuk - Mengetahui pola napas pasien
yang tertahan. jam diharapkan - Monitor adanya retensi sputum - Dokumentasi adanya retensi
bersihan jalan napas - Monitor input dan output cairan sputum selama 24 jam
meningkat kriteria Terapeutik - Dokumentasi adanya retensi
hasil: - Atur posisi semi fowler sputum selama 24 jam
- Batuk efektif - Buang sekret pada tempat sputum Teraupetik
meningkat Edukasi - Mempertahankan kenyamanan,
- Produksi sputum - Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan ekspansi paru dan
menurun batuk efektif memaksimalkan oksigenasi
- Whezing Kolaborasi - Membantu meningkatkan asupan
menurun - Kolaborasi pemberian mukolitik oksigen dalam tubuh
- Pola napas dan ekspektoran, jika perlu Edukasi
membaik - Mengetahui tujuan dan cara
melakukan batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
2 Pola tidak efektif Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d Kelemahan otot tindakan keperawatan - Monitor jalan napas - Mengetahui frekuensi, irama,
pernafasan selama 1x24 jam - Monitor bunyi napas kedalaman dan upaya nafas
diharapkan pola nafas - Monitor sputum - Mengetahui bunyi nafas
membaik dengan Terapeutik tambahan masih ada atau tidak
kriteria hasil : - Posisikan semi fowler - Mengetahui karakteristik
- Berikan minum hangat sputum klien
- Dispnea menurun
- Berikan oksigen, jika perlu
- Penggunaan otot Terapeutik
Edukasi
bantu napas
- Ajarkan teknik batuk efektif - Mempertahankan kenyamanan,
menurun
Kolaborasi meningkatkan ekspansi paru dan
- Frekuensi napas
memaksimalkan oksigenasi
membaik Kolaborasi pemberian bronkodilator,
- Membantu meningkatkan asupan
jika perlu
oksigen dalam tubuh
Kolaborasi
- Untuk meredahkan gejala akibat
penyempitan saluran pernapasan

3 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi


pertukaran gas b.d tindakan keperawatan - Monitor frekuensi irama, - Mengetahui frekuensi, irama,
selama 1x24 jam kedalaman, dan upaya nafas kedalaman dan upaya nafas
Ketidakseimbangan diharapkan pertukaran - Monitor adanya sumbatan jalan - Mengetahui adanya sumbatan
ventilasi perkusi gas meningkat dengan nafas jalan napas pada sistem
kriteria hasil : - Auskultasi bunyi nafas pernapasan
- Monitor saturasi oksigen - Mengetahui bunyi nafas
- Dispnea menurun
Teraupetik - Mengetahui adanya perubahan
- Bunyi nafas
tambahan mnurun
- Atur interval pemantauan saturasi oksigen pasien
respirasi sesuai kondisi pasien
- Pusing menurun Teraupetik
- Gelisah menurun - Dokementasi hasil pemantauan
- Mengetahui perkembangan
Edukasi
- Sianosis membaik pasien
- Jelakan tujuan dan prosedur
- Pola nafas - Mengetahui fokus keperawatan
pemantauan
membaik dan mengevaluasi hasil
- Informasikan hasil pemantauan
keperawatan

4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Observasi Observasi


b.d kelemahan tindakan keperawatan - Monitor kelelahan - Untuk memperbaiki
selama 1x 24 jam di fisik Identifikasi energi yang digunakan
harapkan toleransi - Kemampuan berpartisipasi dalam selama aktivitas
aktivitas meningkat aktivitas tertentu - Agar klien mampu
dengan kriteria hasil : Teraupetik melakukan aktivitas yang
- Kemudahan - Latihan gerak pasif dan aktif dilakukan
dalam melakukan Teraupetik
Kolaborasi
aktivitas sehari- - Untuk mengettahui
hari meningkat - Anjurkan melakukan aktivitas kemampuan klien dalam
- Kekuatan tubuh secara bertahap melakukan aktivitas
bagian atas dan Kolaborasi
bawah meningkat - Untuk menetukan aktivitas
- Keluhan lelah yang dapat dilakukan
membaik pasien yang disesuaikan
- Dispnea saat tingkat kelemahan.
aktivitas menurun

5 Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi Observasi


tidur b.d kurang tindakan keperawatan - Identifikasi pola aktivitas dan - Untuk mendata masalah yang
kontrol pola tidur selama 1x 24 jam di tidur dialami pasien
harapkan pola tidur - Identifikasi faktor pengganggu - Mengumpulkan data yang
membaik dengan tidur mendukung dalam pemenuhan
kriteria hasil : Terapeutik kebutuhan pasien
- Keluhan sulit - Lakukan prosedur untuk Terapeutik
tidur meningkat meningkatkan kenyamanan - Agar pasien dapat rileks dan
- Keluhan seringa (pengaturan posisi) merasa lebih santai
terjaga Edukasi Edukasi
- Keluhan tidak - Jelaskan pentingnya tidur - Agar pasien tahu mengetahui
puas tidur selama sakit pentinya istirahat yang cukup
- Ajurkan menepati kebiasaan - Untuk membiasakan waktu
waktu tidur tidur rutin
- Ajarkan relaksasi otot autogenik - Untuk menunjang
atau cara non farmakologi penyembuhan pasien yang baik
lainnya
Daftar Pustaka

Rosyid, A. N., Marhana, I. A., & Hasan, H. (2020). Kedokteran Respirasi 2020.
Airlangga University Press.

Rumampuk, E., & Thalib, A. H. (2020). Efektifitas terapi nebulizer terhadap bersihan
jalan napas tidak efektif pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jurnal
Mitrasehar, l0(2), 250- 259
Satryasa, A. B. S., Suryantari, S. A. A., Pratama, G. M. C. T., Hartawan, I. G. N. R. M.,
& Muliarta, I. M. (2018). Potensi Pranayama Dalam Meditasi Raja Yoga Sebagai
Modalitas Pencegahan Serta Terapi Komplementer Pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (Ppok). Essential: Essence of Scientific Medical Journal, l6(1), 21—29.
www.pubmed.com
Sulistiowati, S. Sitorus, R,. & Herawati, T (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada,5 (1),
30- 38. http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH RETNO HAPSARI BAB II.pdf
Susanto, A. D. (2021). Problems of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) Among Workers. Jurnal Respirologi Indonesia, 4l(1), 64—73.
https://doi.org/10.36497/jri.v41i1.148

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai