OLEH :
BELINDA CHRISTHA MATULESSY
1490122063
TAHUN 2022
A. Pengertian
PPOK merupakan penyakit paru bersifat kronik dan menjadi salah satu
factor yang menyebabkan sesak napas bagi penderita karena ditandai oleh
hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya
(Rumampuk & Thalib, 2020).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi paru-paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-
paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu bagian yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-
paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan
dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
(Nabella, 2017).
Gambar 1.1 Paru- Paru Manusia
C. Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan (Astuti, 2017). Beberapa faktor
paparan lingkungan antara lain adalah:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan
merupakan penyebab dari 80-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%
perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan
banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok
yang terakhir saat PPOK berkembang. Perokok pasif (tidak merokok tetapi
sering terkena asap rokok) juga beresiko menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu gandum. Asbes
mempunyai risiko yang lebih besar dari pada lainnya.
3. Polusi udara
Klien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain, misalnya asap dari
dalam rumah misalnya asap dapur.
4. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronik merupakan
suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan. peningkatan kejadian
inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumah sputum, peningkatan
jumlah frekuensi, eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang
smua ini meningkatkan risiko kejadian PPOK.
D. Patofisiologi
PPOK
Ekspansi paru
Pertukaran gas Peningkatan frekuensi menurun
O2 dan CO2 pernapasan
tidak adekuat
Suplai O2 tidak
adekuat
Gangguan pertukaran gas
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-naan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukanuntuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Rachman, 2018), ada beberapa macam pemeriksaan diagnostik yaitu:
1. Chest X-ray
Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler (bronchitis), dan normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
2. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (Post bronchodilator)
Berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan
penyakit,
dan menentukan prognosis Klien. Pemerikasaan ini penting untuk
memperlihatkan secara objektif adanya obstruktif saluran pernafasan dalam
berbagai tingkat.
3. TLC (Total Lung Capacity)
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma, menurun
pada penderita emfisema.
4. ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun dan
PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali
menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis respiratori
ringan sekunder akibat terjadinya hiperventilasi (emfisema sedang dan asma).
5. Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi, kolaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis).
6. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema
berat) dan peningkatan eosinofil (asma).
7. Kimia Darah
Menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang kemungkinannya
berkurang pada emfisema primer.
8. Sputum Kultur
Pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum Klien yang
diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk menentukan jenis
antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran pernafasan yang berulang
merupakan penyebab dari ekserbasi akut pada penderita Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
9. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro Kardio
Graph)
Berfungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi yang terjadi pada
organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan namun jarang dilakukan yaitu uji latih
kardiopulmoner, uji provokasi brunkus, CT-scan resolusi tinggi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha 1-antitrypsi.
H. Asuhan Keperawatan
1. Data Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku,
status perkawinan, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
no medik dan alamat
b. Identitas penanggung jawab
Nama, umur agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan alamat
2. Keluhan utama
Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pernapasan yaitu batuk, batuk
berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
a. Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri
b. Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk.
c. Region Radiation of pain: apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa
sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
d. Severity/scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri
e. Time: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu
malam hari atau pagi hari.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya pasien PPOK mnegalami sesak nafas, batuk disertai sputum,
dada terasa berat, nyeri dada, terdapat suara tambahan wheezing pasien juga
sering mengeluh kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama ataupun penyakit
pernafasan lain.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
4. Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi
Hidup sehat Klien PPOK apakah akan mengalami perubahan pada
status kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Dikaji tentang frekuensi makan, porsi makan, riwayat alergi terhadap suatu
jenis makanan tertentu dan jenis minuman, jumlah minuman, adakah
pantangan.
c. Pola eliminasi Perubahan.
BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu BAB di
kaenakan imobilisasi, feses warna kuning.
d. Pola istirahat dan tidur.
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur.
Pada klien PPOK sering sesak dan hal ini mungkin akan mengganggu
istirahat tidur klien.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan mengakibatkan kebutuhan
pasien perlu dibantu oleh perawat atau keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien
takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
h. Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi / kepikiran
mengenai kondisinya.
i. Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan
diri pada Allah SWT.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan PPOK biasanya apatis, dan somnolen
kadang juga compos mentis (Muttaqin, 2008).
b. Tanda- tanda Vital
TD dapat normal/ naik/ turun, nadi dapat normal, penuh/tidak kuat,
lemah/kuat, teratur/tidak, Respiratory rate meningkat, Suhu dapat normal,
meningkat/demam.
c. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Mata
Inspeksi : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksia) (Andarmoyo, 2012).
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
2) Hidung
Inspeksi : Adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea)
(Andarmoyo, 2012).
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
3) Mulut dan bibir
Inspeksi : Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen),
bernafas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan Penyakit Paru
Kronik) (Andarmoyo, 2012)
4) Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5) Leher
Inspeksi : Tidak ada ada lesi
Palpasi : Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung
kanan) (Andarmoyo, 2012)
6) Thorax dan dada
Inspeksi: Bentuk dada Barrel chest, pada bernafas klien menggunakan
otot bantu pernafasan (retraksi intercosta), irama/pola nafas tidak
teratur (Muttaqin, 2012)
Palpasi : Taktil fremitus biasanya menurun (Muttaqin, 2012)
Perkusi : Hiperresonan pada area paru (mis: jebakaan udara dengan
emfisema); bunyi pekak ada area paru (mis: konsulidasi, cairan,
mukosa).
Auskultasi : Pasien Penyakit Paru Obstrutif Kronik sering mengalami
penurunan suara nafas, ekspirasi memanjang, bunyi jantung menjauh,
terdapat ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
7) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ics midclavikula sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi: BJ 1 dan 2 terdengar tunggal
8) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, kulit merata
Auskultasi : Bising usus 12x menit 30
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
9) Integumen
Inspeksi : Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran darah
perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor
(dehidrasi) (Andarmoyo, 2012)
10) Genetalia
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
11) Ekstermitas
Inspeksi : Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan) (Andarmoyo, 2012)
I. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
- Ortopnea
Data Ojektif: Ekspansi paru
- Ventilasi
semenit Menurun
menurun
- Kapasitras vital
Suplay O2 tidak adekuat
menurun
- Tekanan
ekspirasi
Hipoksia
menurun
Sesak
kemampuan
beraktivitas
menurun Suplai O2 tidak adekuat
Data Objektif
Sesak nafas
Gangguan pola tidur
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas (mis.
kelemahan otot pernapasan) (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (D.0003)
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
5. Gangguan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (D.
0055)
K. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan pada jalan Setelah dilakukan Observasi Observasi
nafas b.d sekresi tindakan selama 1x24 - Indentifikasi kemampuan batuk - Mengetahui pola napas pasien
yang tertahan. jam diharapkan - Monitor adanya retensi sputum - Dokumentasi adanya retensi
bersihan jalan napas - Monitor input dan output cairan sputum selama 24 jam
meningkat kriteria Terapeutik - Dokumentasi adanya retensi
hasil: - Atur posisi semi fowler sputum selama 24 jam
- Batuk efektif - Buang sekret pada tempat sputum Teraupetik
meningkat Edukasi - Mempertahankan kenyamanan,
- Produksi sputum - Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan ekspansi paru dan
menurun batuk efektif memaksimalkan oksigenasi
- Whezing Kolaborasi - Membantu meningkatkan asupan
menurun - Kolaborasi pemberian mukolitik oksigen dalam tubuh
- Pola napas dan ekspektoran, jika perlu Edukasi
membaik - Mengetahui tujuan dan cara
melakukan batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
2 Pola tidak efektif Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d Kelemahan otot tindakan keperawatan - Monitor jalan napas - Mengetahui frekuensi, irama,
pernafasan selama 1x24 jam - Monitor bunyi napas kedalaman dan upaya nafas
diharapkan pola nafas - Monitor sputum - Mengetahui bunyi nafas
membaik dengan Terapeutik tambahan masih ada atau tidak
kriteria hasil : - Posisikan semi fowler - Mengetahui karakteristik
- Berikan minum hangat sputum klien
- Dispnea menurun
- Berikan oksigen, jika perlu
- Penggunaan otot Terapeutik
Edukasi
bantu napas
- Ajarkan teknik batuk efektif - Mempertahankan kenyamanan,
menurun
Kolaborasi meningkatkan ekspansi paru dan
- Frekuensi napas
memaksimalkan oksigenasi
membaik Kolaborasi pemberian bronkodilator,
- Membantu meningkatkan asupan
jika perlu
oksigen dalam tubuh
Kolaborasi
- Untuk meredahkan gejala akibat
penyempitan saluran pernapasan
Rosyid, A. N., Marhana, I. A., & Hasan, H. (2020). Kedokteran Respirasi 2020.
Airlangga University Press.
Rumampuk, E., & Thalib, A. H. (2020). Efektifitas terapi nebulizer terhadap bersihan
jalan napas tidak efektif pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jurnal
Mitrasehar, l0(2), 250- 259
Satryasa, A. B. S., Suryantari, S. A. A., Pratama, G. M. C. T., Hartawan, I. G. N. R. M.,
& Muliarta, I. M. (2018). Potensi Pranayama Dalam Meditasi Raja Yoga Sebagai
Modalitas Pencegahan Serta Terapi Komplementer Pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (Ppok). Essential: Essence of Scientific Medical Journal, l6(1), 21—29.
www.pubmed.com
Sulistiowati, S. Sitorus, R,. & Herawati, T (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada,5 (1),
30- 38. http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH RETNO HAPSARI BAB II.pdf
Susanto, A. D. (2021). Problems of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) Among Workers. Jurnal Respirologi Indonesia, 4l(1), 64—73.
https://doi.org/10.36497/jri.v41i1.148
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI