Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DIRUANG DAHLIA


RSUD WIJAYA KUSUMA

Disusun Oleh :

Sanik Waras
14201.11.19045

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI

Bernapas membawa udara paru-paru, dimana terjadi pertukaran gas.


Udara masuk ke paru-paru melalui saluran pernapasan. Organ saluran
pernapasan atas terdiri dari mulut, faring, hidung, laring. Organ saluran
pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, alveoli, paru-paru
dan pleura.

Saluran Pernapasan atas


1. Hidung
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Hidung juga
bertanggung jawab olfaktori (penghirup) karena reseptor olfaktori terletak
dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia.
2. Faring
Faring atau tenggorokan merupakan struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rogga mulut ke laring, faring dibagi menjadi 3
region : nasal (nosofaring), oral (orofaring), dan laring (langiorofaring).
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respitrius
dan digesti.
3. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea laring sering disebut kotak suara, fungsi
utama laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi. Juga berfungsi
melindungi jalan nafas baah dari obstruksi benda asing dan memudahkan
batuk.

Saluran Pernapasan bawah

1. Trakea
Disebut juga batang tenggorokan yang trakea bercabang menjadi dua
bronkus yang disebut karina.
2. Bronkus
Terbagi menjadi brokus kanan dan bronkus kiri, disebut bronkus lobaris
kanan (3 lobus) dan bronkus kiri (2 lobus) bronkus juga mempunyai
cincin tulang rawan dan lapis mukosanya juga mengandung cilia.
3. Bronkiolus
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas.
4. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O² dan CO² terdapat sekitar 300 juta
yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m².
5. Paru-paru
Merupakan alat pernapasan utama pada respirasi mempunyai struktur
seperti karet busa, lunak dan kenyal terletak didalam rongga dada sebelah
kiri dan kanan
6. Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastic
diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan juga untuk mencegah pemisahan thorax dan paru-paru.
2. FISIOLOGI
Proses pernapasan mencakup ventilasi, difusi, transportasi dan perfusi
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara di paru sehingga
pertukaran gas terjadi. Ventilasi mencakup kegiatan bernafas atau
inspirasi dan ekspirasi. Selama inpirasi, diafragma dan otot intercostals
eksternal berkontraksi, sehingga memperbesar volume thorax dan
menurunkan tekanan intra thorax. Pelebaran dinding dada mendorong
paru ekspensi, menyebabkan tekanan jalan napas turun di bawah tekanan
atmosfer dan udara masuk paru.
Pada saat ekspirasi, diafragma dan otot introcostal relaksasi,
menyebabkan thorax kembali bergerak ke atas ke ukuran lebih kecil.
Tekanan dada meningkat menyebabkab udara mengalir keluar dari paru-
paru.
2. Difusi gas
Difusi adalah proses dimana molekul (gas/partikel lain) bergerak dari
daerah yang tertekan tinggi ke daerah yang tertekan rendah. Oksigen dan
karbon dioksida berdifusi diantara alveoli dan darah.
Bernapas secara kontinyu menambah supply oksigen paru, sehingga
tekanan partial oksigen (PO2) di alveoli relatif tinggi. Sebaliknya
bernafas mengeluarkan karbondioksida dari paru, sehingga tekanan
partikel karbondioksida (PCO2) di alveoli rendah. Oksigen berdifusi dari
alveoli ke darah karena PO2 lebih tinggi dari pada di daerah kapiler.
3. Transportasi dan perfusi gas
Oksigen di transportasikan dari membran kapiler aveoli paru ke darah
kemudian ke jaringan dan karbon dioksida di transformasikan dari
jaringan ke paru kembali. Oksigen diangkut dalam darah melalui
hemoglobin. Metabolisme meningkat maka mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen. Jumlah oksigen yang disampaikan ke sel disebut
perfusi gas.

3. DEFINISI
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara yang keluar dari paru dan yang ditandai dengan
penyumbatan terus-menerus padaaliran udara dari paru-paru (Annisa Rahma, dkk.
(2021).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang
memiliki angka kematian dan kesakitan yang tinggi di dunia, dan juga berkaitan erat
dengan beban sosial dan ekonomi di masyarakat (Nanseti dewi, dkk. (2021).
PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani, yang
memiliki karakteristik gejala pernapasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara,
dikarenakan abnormalitas saluran napas atau alveolus yang biasanya disebabkan oleh
pajanan gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2017).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit saluran napas yang
berpotensi fatal dan bersifat progresif non reversible dengan karakteristik gejala
adanya hambatan aliran udara di saluran napas kecil dan kerusakan parenkim paru
yang umumnya ditandai dengan peradangan pada paru akibat polusi udara dan gas
berbahaya (GOLD, 2019)

4. ETIOLOGI
Faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui adalah merokok
tembakau. Selain jenis tembakau, (misalnya pipa, cerutu, dan ganja) juga merupakan
faktor risiko PPOK. PPOK tidak hanya berisiko bagi perokok aktif saja namun juga
bisa berisiko bagi perokok pasif yang terkenan pajanan asap rokok. Selain itu faktor -
faktor yang berpengaruh pada perjalanan dan perburukan PPOK antara lain:
a. Faktor genetik
b. Usia & jenis kelamin
c. Pertumbuhan dan perkembangan paru
d. Pajanan terhadap partikel atau gas berbahaya
e. Faktor sosial ekonomi
f. Asma dan hipereaktivitas saluran napas
g. Bronkitis kronis
h. Infeksi berulang di saluran napas (GOLD, 2017)

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan gejala dari
ringan sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas bila beraktifitas, sesak
tidak hilang dengan pelega napas, memburuk pada malam/dini hari, dan sesak napas
episodic. Untuk dapat menghindari kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang
penyakit dan cara mencegah kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting
bagi seseorang khususnya penderita PPOK. Kekambuhan dapat terukur dengan
meliputi skala sesak berdasarkan skala MMRC (Modified Medical Research Counci).
Untuk mengeluarkan dahak dan memperlancar jalan pernapasan pada penderita PPOK
dapat dilakukan dengan cara batuk efektif (Faisal, 2017)
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke
atas, paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan
muncul bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama (Salawati,
2016). Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai
berikut Suddarth, (2015) :
a. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea saat
menggerakkan tenaga kerap memburuk seiring waktu.
b. Penurunan berat badan sering terjadi.
c. Gejala yang spesifik dengan penyakit. Lihat “Manifestasi Klinis” pada
“Asma”, “Bronkiektasis”, “Bronkitis”, dan “ Emfisema”.

6. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisiologi jalan napas pada PPOK berupa disfungsi silia, hipersekresi
mukus, peningkatan compliance paru, air trapping, gangguan pertukaran gas,
hambatan aliran udara yang bersifat progresif, dan inflamasi sistemik. Faktor resiko
tersebut akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan
kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis, dan berakibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis) yang mengalami sumbatan
(GOLD, 2019)
Udara yang masuk ke alveoli (waktu inspirasi), banyak terjebak dalam alveolus
(waktu ekspirasi) dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi paru Seperti ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (GOLD, 2019).
Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan gangguan fungsi otot ventilasi yang
diakibatkan oleh keparahan emfisema dan obstruksi pada saluran napas perifer
sehingga meningkatnya kadar karbondioksida. Respon inflamasi menyebabkan
disfungsi nya sel endotel dan hilangnya kapiler paru pada emfisema. Beberapa
dampak sistemik dapat terjadi pada penderita PPOK, seperti kelemahan akibat
berkurangnya massa otot rangka. Kelemahan menjadikan aktivitas fisik berkurang
sehingga terjadi apoptosis yang meningkat. Dampak sistemik lain juga di alami
penderita PPOK adalah peningkatan osteoporosis, cemas, depresi, dan anemia kronik
(GOLD, 2019)
Respon inflamasi lebih lanjut yang dipicu oleh infeksi mikroorganisme dan
polusi udara disaluran napas penderita PPOK yaitu terjadinya eksaserbasi. Eksaserbasi
ringan dan sedang terjadi peningkatan neutrophil dan eosinofil pada sekret dan
dinding saluran napas, dan pada eksaserbasi berat salah satunya ada peningkatan
neutrophil dan ekspresi kemokin pada dinding saluran napas. Meningkatnya
hiperinflasi dan obstruksi saluran napas akibat dari eksaserbasi sehingga peningkatan
terjadinya derajat sesak napas dan memburuknya ventilasi perfusi yang
mengakibatkan hipoksemia berat (GOLD, 2019)
7. PATHWAY

Faktor Predisposisi

Bersihan nafas tidak Edema, Spanse bronkus, peningkanan


efektif secret bronkus

Obstruksi bronkiolus awal fase


eksprasi

Udara terperangkap dalam


alveolus

Suplai O2
PaO2 rendah Sesak Pola nafas
Jaringan nafas ,nafas tidak
rendah PaO2 tinggi pendek efektif

Kompetensi Gangguan
Metabolisme
Kardiovaskuler jaringan Gangguan Pertukaran
Gas

Hipertensi Metabolisme
aerob
Pulmonal

Gagal Jantung Produksi ATP


Kanan menurun
Intoleransi
Aktivitas
Defisit energy
Lelah,Lemah

Gangguan Pola
Tidur
8. KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
tahun 2017, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, yaitu:
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko,spirometri : normal.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1, spirometri :
FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%. Spirometri merupakan tes fungsi paru yang
mengukur persentase dan derajat beratmya obstruksi aliran udara. Spirometri
mengukur volume udara ketika ekspirasi dari inspirasi maksimal (force vital
capacity, FVC) dan volume udara ketika ekspirasi selama satu detik pertama
(forced expiratory volume in one second, FEV1).
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri: FEV1 < 70%; 50%<FEV1<80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis: sesak napas derajat sesak 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering
terjadi, spirometri : FEV1<70%; 30% <FEV1 <50%.
e. DerajatI V (PPOK sangat berat)
Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri: FEV1/FVC
<70%; FEV1<30%.

Skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017 :


1) 0=Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat.
2) 1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat.
3) 2 = Berjalan lebih lambat karena merasa sesak.
4) 3 = Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit.
5) 4 = Sesak bila mandi atau berpakaian (Saftarina et al., 2017)
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru
 Kapasitas inspirasi menurun.
 Volume residu meningkat pada emfiscma, bronchitis dan asma.
 FEV, (Forced Expiratory Volume in One Second) selalu menurun,
mengindikasikan derajat obstruksi progesif penyakit paru obstruksi kronis.
 FVC (Forced Vital Capacity) awal normal kemudian menjadi menurun, pada
bronchitis dan asma.
 TLC (Total Lung Capacity) normal sampai meningkat sedang (predominan
pada emfisema).
2. Analisa Gas Darah
PaO₂ menurun PCO, meingkat, sering menurun padn asma. Nilai Ph
normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Hemoglobin (Hb) dan hematocrit (Ht) polisitemia sekunder. Jumlah darah merah
meningkat.
 Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
 Pulsse oksimetri: SaO₂ oksigenasi menurun.
 Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic.
5. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman
pathogen yang bisa ditemukan adalah Streptococcus Pneumonia, Hemophylus
influenza, dan Monawella Catamhalis.
6. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru-paru. Pada emfisem paru didapatkan diafragma lengan letak
yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal lebih besar (foto lateral).
Jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.
7. Pemeriksan Bronkhogram
Menunjukan dilatasi bronchos. Kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
8. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudsh terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal
pada hantaran II, III dan Avf. Voltase QRS rendah VI rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB (Right Bundle Branch Block) inkomplet.
10. PENATALAKSANAAN
a. Non Farmakologi
1) Berhenti Merokok
a) Ask (Tanyakan).
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b) Advise (Nasihati).
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c) Assess (Nilai).
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari
ke depan).
d) Assist (Bimbing).
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e) Arrange (Atur).
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2) Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
keletihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang
telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai: simptom
pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualitas
hidup yang menurun. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan.
3) Terapi Oksigen.
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya.
4) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti
PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah.
b. Farmakologi
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk
meningkatkan FEV1 atau mengubah variable spirometri dengan cara
mempengaruhi tonus otot polos pada jalan napas. Bronkodilator dapat
diberikan dengan metered-dose inhaler (MDI), dry powder inhaler
(DPI), dengan nebulizer, atau secara oral (LeMone et al., 2016).
c. Terapi farmakologis lain
1) Vaksin : vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien
PPOK usia > 65 tahun.
2) Alpha-1 Augmentation therapy : Terapi ini ditujukan bagi pasien usia
muda dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini
sangat mahal, dan tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak
direkomendasikan untuk pasien PPOK yang tidak ada hubungannya
dengan defisiensi alpha-1 antitripsin.
3) Antibiotik : Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang
mencetuskan eksaserbasi.
4) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan :
Ambroksol, erdostein, carbocysteine, ionated glycerol dan N-
acetylcystein dapat mengurangi gejala eksaserbasi.
5) Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator).
6) Antitusif : Golongan obat ini tidak direkomendasikan.
7) Vasodilator
8) Narkotik (morfin).

11.KOMPLIKASI
a. Hipoksemia
Hipoksemia adalah kondisi turunya konsentrasi oksigen dalam darah
arteri. Beberapa kondisi dapat menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia dapat
terjadi jika terdapat penurunan oksigen di udara (hipoksia) atau hipoventilasi
terjadi karena daya regang paru menurun atau atelektasis.
b. Asidosus Respiratori
Timbul Akibat dari penoingkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea.
Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan misalnya
(akibat obat, anestesi, penyakit neurologi) kelainan atau penyakit yang
mempengaruhi otot atau dinding dada, penurunan area pertukaran gas, atau
ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dan obstruksi jalan napas.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi Pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dyspnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru, harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat). Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berspons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernapasan dan disertai vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

1. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Idenditas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki,
tetapi karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di
negara maju dan risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara di dalam
ruangan (misalnya bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan pemanas)
pada negara-negara miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan
perempuan hampir sama (Ismail et al., 2017). Kebanyakan penderita PPOK
terjadi pada individu di atas usia 40 tahun. Hal ini bisa dihubungkan bahwa
penurunan fungsi respirasi pada umur 30-40 tahun.
2) Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) adalah Sesak napas yang bertambah berat bila
aktivitas, kadang-kadang disertai mengi, batuk kering atau dengan dahak yang
produktif, rasa berat di dada.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan
napas kronik. Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran
napas dan dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel
dan gas-gas berbahaya. Kebiasaan memasak dengan bahan biomass dengan
ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap
bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35% dapat
memicu terjadinya PPOK.
Produsi mukus berlebihan sehingga cukup menimbulkan batuk dengan
ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit
dalam dua tahun berturut-turut dapat memicu terjadinya PPOK.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan, riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja. Dan
memiliki riwayat penyakit sebelumnya termasuk asama bronchial, alergi,
sinusitis, polip nasal, infeksi saluran nafas saat masa kanak-kanak dan
penyakit respirasi lainya. Riwayat.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga. Riwayat keluarga PPOK atau
penyakit respirasi lainya. Riwayat alergi pada keluarga.
6) Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan yang dapat dikaji pada pasien dengan PPOK
adalah sebagai berikut:
1) Pola Nutrisi dan Metabolik.
 Gejala : Mual dan muntah, nafsu makan buruk/anoreksia,
ketidakmampuan untuk makan, penurunan atau peningkatan berat
badan.
 Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
2) Aktivitas/Istirahat.
 Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan sehari-hari,
ketidakmampuan untuk tidur, dispnea pada saat aktivitas atau
istirahat.
 Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
3) Sirkulasi.
 Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah.
 Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardi berat, distensi vena leher, edema dependent, bunyi
jantung redup, warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, pucat,
dapat menunjukkan anemia.
4) Integritas Ego
 Gejala : peningkatan faktor resiko, dan perubahan pola hidup.
 Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.
5) Hygiene.
 Gejala: Penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hygiene.
 Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
6) Pernapasan.
 Gejala: Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun,
episode batuk hilang timbul.
 Tanda: pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu pernapasan,
bentuk dada barel chest atau normo chest, gerakan diafragma
minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hypersonan pada area paru,
warna pucat dengan sianosis bibir dan kuku, abu-abu keseluruhan.
7) Keamanan
 Gejala: riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan,
adanya /berulangnya infeksi.
8) Seksualitas.
 Gejala: Penurunan libido
9) Interaksi Sosial.
 Gejala: hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan terhadap
pasangan/orang terdekat, ketidakmampuan membaik karena
penyakit lama.
 Tanda: ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena
disstres pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan
dengan anggota keluarga lain.
10) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
PPOK adalah sebagai berikut:
 Pernafasan (B1: Breathing).
a) Inspeksi :
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest
(akibat udara yang tertangkap) atau bisa juga normo chest,
penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan.
Pernapasan abnormal tidak fektif dan penggunaan otot-otot bantu
nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum
purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernafasan.
b) Palpasi :
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c) Perkusi :
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor
sedangkan diafrgama menurun.
d) Auskultasi :
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada
pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,
bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk
mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan
(dispnea eksersorial). Paru yang mengalami emfisematosa tidak
berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan
secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi
ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi.
 Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas
jantung tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin
mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.
 Persyarafan (B3: Brain).
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
 Perkemihan (B4: Bladder).
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor
adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
 Pencernaan (B5: Bowel).
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan
pasien tidak nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
 Tulang, otot dan integument (B6: Bone).
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat
keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Activity Day Living).
 Psikososial.
Pasien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan dan spasme jalan
napas d.d batuk tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pola napas abnormal
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi d.d
pola napas abnormal
d. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh pola tidur berubah
e. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lemah
3. Intervensi

DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Nafas


tidak efektif b.d (I.01011)
sekresi yang Observasi :
INDIKATOR SA ST
tertahan dan  Monitor pola napas
spasme jalan napas 1) Batuk 5 (frekuensi, kedalaman,
efektif usaha napas).
 Monitor bunyi napas
2) Produksi 5 tambahan (mis. gurgling,
sputum mengi, wheezing, ronkhi

3) Mengi 5 kering) Monitor sputum


(jumlah, wama, aroma)
Terapeutik :
4) Wheezing 5
 Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
5) Dipsnea 5
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal).
 Posisikan semi-Fowler atau
Fowler.
 Berikan minum hangat.
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu.
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal.
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill.
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Pola nafas tidak Pola Napas Pemantauan Respirasi


efektif b.d hambatan (I.01014)
upaya napas Observasi :
INDIKATOR SA ST
 Monitor frekuensi, irama,
1) Tekanan 5 kedalaman dan upaya napas
ekspirasi Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
2) Tekanan 5 hiperventilasi, Kussmaul,
inspirasi Cheyne Stokes, Biot,
ataksik).
3) Dipsnea 5
 Monitor kemampuan batuk
efektif Monitor adanya
4) Frekuensi 5
produksi sputum.
napas
 Monitor adanya sumbatan
5) Kedalaman 5 jalan napas.
napas  Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru.
 Auskultasi bunyi napas.
 Monitor saturasi oksigen.
 Monitor nilai AG D.
 Monitor hasil X-ray toraks
Terapeutik :
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien.
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

3. Gangguan Pertukaran Gas Terapi oksigen (I.01026)


pertukaran gas b.d Observasi :
ketidakseimbangan  Monitor kecepatan aliran
INDIKATOR SA ST
ventilasi dan perfusi oksigen.
1) Dipsnea 5  Monitor posisi alat terapi
oksigen.
 Monitor aliran oksigen
2) Bunyi napas 5 secara periodik dan pastikan
tambahan fraksi yang diberikan cukup.

3) Gelisah 5  Monitor efektifitas terapi


oksigen.
 Monitor kemampuan
4) Takikardi 5
melepaskan oksigen saat
makan.
5) Pola napas 5
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi.
 Monitor tanda – tanda dan
gejala toksikasi oksigen dan
etelektasis.
 Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen.
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen.
Terapeutik :
 Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea.
 Pertahankan kepatenan jalan
nafas.
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen.
 Berikan oksigen tambahan,
jika perlu.
 Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi.
 Gunakan peralatan oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
 Ajarkan pasien dan keluarga
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi :
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen.
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas atau
tidur.

4. Gangguan pola tidur Pola tidur Edukasi Aktivitas/ istirahat


b.d kurang kontrol (I.12362)
tidur Observasi :
INDIKATOR SA ST
 ldentifikasi kesiapan dan
1) Keluhan sulit 5 kemampuan menerima
tidur informasi
Terapeutik :
2) Keluhan sering 5  Sediakan materi dan media
terjaga pengaturan aktivitas dan

3) Keluhan tidak 5 istirahat.

puas tidur  Jadwalkan pemberian


pendidikan kesehatan sesuai
4) Keluhan pola 5
kesepakatan.
tidur berubah
 Berikan kesempatan kepada
5) Keluhan 5 pasien dan keluarga untuk
istirahat tidak bertanya
cukup Edukasi :
 Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas fisik/
olahraga secara rutin.
 Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas
lainnya.
 Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat.
 Ajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis. kelelahan,
sesak napas saataktivitas).
 Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
kemampuan.

5. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen Energi (I.05178)


b.d kelemahan Observasi :
 Identifikasi gangguan fungsi
INDIKATOR SA ST
tubuh yang mengakibatkan
1) Keluhan lelah 5 kelelahan.
 Monitor kelelahan fisik dan
emosional.
2) Dipsnea saat 5  Monitor pola dan jam tidur.
aktivitas  Monitor lokasi dan
3) Perasaan 5 ketidaknyamanan selama
lemah melakukan aktivitas
Terapeutik :
4) Tekanan darah 5
 Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis.
5) Frekuensi 5 cahaya, suara, dan
napas kunjungan).
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif.
 Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan.
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring.
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap.
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Rahma, dkk. (2021). Pengaruh Latihan Pernapasan Pursed Lips Dan Posisi
Semi Fowler Terhadap Perubahan Sesak Pada Pasien PPOK. Jurnal Penelitian
Terapan Kesehatan : Politeknik Kesehatan Kementruan kesehatan bengkulu Vol 8
No 1
Brunner & Suddrath. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Faisal. (2017). Aplikasi Smart Trash Can Dalam Mengatasi Persoalan Sampah Secara
Mobile Berbasis Android. Jurnal Teknik Informatika. Makassar : UIN Alaudin
Makassar.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (2017). Global Strategy
for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease
GOLD. (2019). Global Strategy For The Diagnosis, Management and Prevention of
COPD. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 1–49
Ismail, Laode. I. (2017). Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo – Lepo Kota Kendari Tahun
2017. Skripsi. Ilmu Kesehatan Masyarakat . UHO. Kendari
LeMone, dkk. (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta : EGC
Nanseti, dewi, dkk. (2021). PPOK Eksaserbasi Akut Dengan Pneumonia : Laporan
Kasus : Acute Exacerbation Of COPD With Pneumonia : A Case Report. Fakultas
Kedokteran : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Saftarina et al. (2017). Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Pasien
Laki-Laki Usia 66 Tahun Riwayat Perokok Aktif dengan Pendekatan Kedokteran
Keluarga di Kecamatan Tanjung Sari Natar Management of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease in Male Patients Aged 66 Ye. 4, 143– 151.
Salawati, L. (2016). Analisis Lama Hemodialisis Dengan Status Gizi Penderita Penyakit
Ginjal Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 2

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan IndonesiaDewan
Pengurus Pusat, Cetakan III. PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisidan Tindakan Keperawatan Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil KeperawatanCetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai