Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK

A. EFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia,
2013)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis  dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran
nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan berhubungan dengan
respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang
berbahaya ( Hariman, 2015)
PPOK adalah penyakit paru kronik  yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif  non reversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari
keduanya (perhimpunan dokter paru indonesia, 2013).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2012).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth,
2012).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang
menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2012).
B. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan
polusi.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat
menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan
surfaktan.
2. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita
bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah. Serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik
diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah
zat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon. Faktor penyebab  dan faktor  resiko menurut Neil F Gordan
(2012) yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
b. Merokok
c. Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
d. Berkurangnya fungsi paru paru
e. Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
h. Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan
sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah
sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat
mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1. kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah
D. ANATOMI FISIOLOGI
Sutu penghantar udara hingga mencapai paru paru adalah hidung,, laring, faring,
trakea, bronus dan bronkiolus
1. Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dan wajah
yang disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung internal adalah
rongga berlorong. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan udara yang dihirup ke paru paru.
2. Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan percbbangan 2
saluran, yaitu percabangan saluran pernafasan (nasofaring) pada bagian depan
dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
3. Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berperan untuk
pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya
makaknan dan cairan.
4. Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan diameter 2,5
cm, teletak sebagian di leher dan sebagian di dada. Dinding tenggotokan tipis
dan kaku, dikelilingi oleh cincin  tulang rawan dan pada bagiann dalam
rongga bersilia. Silia slia ini berfungsi menyaring benda benda asing yang
msuk ke dlam saluran pernafasan.
5. Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat percabangan
ini disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek lebar dan lebih dekat dengan
trakea.
6. Bronkiolus
Bronkiolus memiliki gelembung-gelembung halus yang siebut alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang tipis tidak bertulang rawan dan tidak
bersilia. Mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut yang tidak terputus putus untuk melapisi bagian dalam
jalan nafas
7. Alveolus
Tempat pertukaran O2 dan CO2. Alveolus berselaput tipis dan banyak
bermuara kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan.
8. Paru-paru
Paru paru terletak pada rongga dada di bagian atas,di samping  dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang
sehingga sulit bernafas.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah
yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. fungsi paru sebagai ventilasi, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2013).
F. PATHWAY

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan
foto dada yaitu: Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema
panlobular dan pink puffer.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
I. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
5. Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema
berat juga dapat mengalami masalah ini.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK


A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
a. Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
1) Keletihan, kelemahan, malaise.
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
3) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
4) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
a) Keletihan.
b) Gelisah, insomnia.
c) Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstrimitas bawah Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c. Distensi vena leher atau penyakit berat.
d. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
f. Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis,
kuku tabuh dan sianosis perifer.
g. Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
a. Peningkatan faktor resiko.
b. Perubahan pola hidup.
4. Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
Gejala :
a. Mual atau muntah.
b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
e. berat badan
f. menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
a. Mual atau muntah.
b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada
menunjukkan edema (bronchitis).
5. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehai-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala :
a. Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernafas (asma).
b. Lapar udara kronis.
c. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis
kronis).
d. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
e. Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan
pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau
asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f. Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin
(emfisema).
g. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus meneru
h. Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus Tanda
i. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
j. Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
k. Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi
fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
l. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk
barrel chest), gerakan diafragma minimal.
m. Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang
area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut
sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
n. Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara
dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan,
mukosa.
o. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
p. Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan
keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien
dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit
normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
q. Tabuh pada jari-jari (emfisema).
r. Keamanan
s. Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
t. Adanya atau berulangnya infeksi.
u. Kemerahan atau berkeringan (asma)
9. Seksual
Gejala : Penurunan libido.
10. Interaksi Sosial
Gejala:
a. Hubungan ketergantungan.
b. Kurang sistem pendukung.
c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
d. Penyakit lama atau kemampuan membaik.
Tanda :
a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena
distress pernafasan.
b. Keterbatasan mobilitas fisik.
c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
11. Penyuluhan atau pembelajan
a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b. Kesulitan menghentikan merokok.
c. Penggunaan alkohol secara teratur.
d. Kegagalan untuk membaik.
B. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan NOC : 1. Kaji tanda-tanda vital
napas tidak v  Respiratory status : 2. Monitor respirasi dan
efektif b.d Ventilation status O2
bronkokontriksi, v  Respiratory status : Airway 3. Posisikan pasien
peningkatan patency untuk memaksimalkan
produksi sputum, v  Aspiration Control ventilasi
batuk tidak Kriteria Hasil : 4. Lakukan fisioterapi
efektif, v Mendemonstrasikan batuk dada jika perlu
kelelahan/berkura efektif dan suara nafas yang 5. Keluarkan sekret
ngnya tenaga dan bersih, tidak ada sianosis dan dengan batuk atau suction
infeksi dyspneu (mampu mengeluarkan 6. Anjurkan pasien
bronkopulmonal. sputum, mampu bernafas dengan untuk istirahat dan napas
mudah, tidak ada pursed lips) dalam
v Menunjukkan jalan nafas yang 7. Ajarkan bagaimana
paten (klien tidak merasa batuk efektif
tercekik, irama nafas, frekuensi 8. Jelaskan pada pasien
pernafasan dalam rentang dan keluarga tentang
normal, tidak ada suara nafas penggunaan peralatan : O2,
abnormal) Suction, Inhalasi.
v Mampu mengidentifikasikan 9. Berikan
dan mencegah factor yang dapat bronkodilator :
menghambat jalan nafas
2. Pola napas tidak NOC : Ajarkan klien latihan
efektifberhubunga v Respiratory status : Ventilation bernapas diafragmatik dan
n dengan napas NOC pernapasan bibir dirapatkan.
pendek, mukus, v  Respiratory status : Airway Berikan dorongan untuk
bronkokontriksi patency menyelingi aktivitas dengan
dan iritan jalan v  Vital sign Status periode istirahat.
napas Kriteria Hasil : Biarkan pasien membuat
v Mendemonstrasikan batuk keputusan tentang
efektif dan suara nafas yang perawatannya berdasarkan
bersih, tidak ada sianosis dan tingkat toleransi pasien.
dyspneu (mampu mengeluarkan 4.       Berikan dorongan
sputum, mampu bernafas dengan penggunaan latihan otot-otot
mudah, tidak ada pursed lips) pernapasan jika diharuskan.
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah
(sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan v Respiratory status : Ventilation Deteksi bronkospasme
pertukaran Kriteria Hasil : saatauskultasi .
gasberhubungan v  Frkuensi nafas normal (16- Pantau klien terhadap dispnea
dengan 24x/menit) dan hipoksia.
ketidaksamaan v  Itmia Berikan obat-obatan
ventilasi perfusi v  Tidak terdapat disritmia bronkodialtor dan
v  Melaporkan penurunan kortikosteroid dengan tepat
dispnea dan waspada kemungkinan
v  Menunjukkan perbaikan efek sampingnya.
dalam laju aliran ekspirasi Berikan terapi aerosol
sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi
paru mengalami perbaikan.
Pantau pemberian oksigen
4. Intoleransi NOC : Kaji respon individu terhadap
aktivitasberhubun v  Energy conservation aktivitas; nadi, tekanan darah,
gan dengan v  Self Care : ADLs pernapasan
ketidakseimbanga Kriteria Hasil : Ukur tanda-tanda vital segera
n antara suplai v  Berpartisipasi dalam aktivitas setelah aktivitas, istirahatkan
dengan kebutuhan fisik tanpa disertai peningkatan klien selama 3 menit
oksigen tekanan darah, nadi dan RR kemudian ukur lagi tanda-
v  Mampu melakukan aktivitas tanda vital.
sehari hari (ADLs) secara Dukung pasien dalam
mandiri menegakkan latihan teratur
dengan menggunakan
treadmill dan exercycle,
berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti berjalan
perlahan.
Kaji tingkat fungsi pasien
yang terakhir dan
kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status
fungsi dasar.
Sarankan konsultasi dengan
ahli terapi fisik untuk
menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan
pasien.
Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan
selama menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang
atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong
klien melakukan aktivitas
lebih lambat, atau waktu yang
lebih singkat, dengan istirahat
yang lebih banyak atau
dengan banyak bantuan.
Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit
tiap hari sebanyak 3 kali
sehari.
5. Perubahan nutrisi NOC : Kaji kebiasaan diet, masukan
kurang dari v  Nutritional Status : food and makanan saat ini. Catat
kebutuhan Fluid Intake derajat kesulitan makan.
tubuhberhubunga Kriteria Hasil : Evaluasi berat badan dan
n dengan dispnea, v  Adanya peningkatan berat ukuran tubuh.
kelamahan, efek badan sesuai dengan tujuan Auskultasi bunyi usus
samping obat, v  Berat badan ideal sesuai Berikan perawatan oral
produksi sputum dengan tinggi badan sering, buang sekret.
dan anoreksia, v  Mampu mengidentifikasi Dorong periode istirahat I
mual muntah. kebutuhan nutrisi jam sebelum dan sesudah
v  Tidak ada tanda tanda makan.
malnutrisi Pesankan diet lunak, porsi
Tidak terjadi penurunan berat kecil sering, tidak perlu
badan yang berarti dikunyah lama.
Hindari makanan yang
diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
Timbang berat badan tiap hari
sesuai indikasi.
6. Kurang perawatan NOC : Ajarkan mengkoordinasikan
diriberhubungan v  Self care : Activity of Daily pernapasan diafragmatik
dengan keletihan Living (ADLs) dengan aktivitas seperti
sekunder akibat Kriteria Hasil : berjalan, mandi,
peningkatan v  Klien terbebas dari bau badan membungkuk, atau menaiki
upaya pernapasan v  Menyatakan kenyamanan tangga
dan insufisiensi terhadap kemampuan untuk Dorong klien untuk mandi,
ventilasi dan melakukan ADLs berpakaian, dan berjalan
oksigenasi v  Dapat melakukan ADLS dalam jarak dekat, istirahat
dengan bantuan sesuai kebutuhan untuk
menghindari keletihan dan
dispnea berlebihan. Bahas
tindakan penghematan energi.
Ajarkan tentang postural
drainage bila memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.


Jakarta, EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:


EGC

Johnson, M.,et all. (2012), Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all. (2012). Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : definsidan Klasifikasi

Price, Sylvia. (2013). Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai