PPOK
A. EFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia,
2013)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran
nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan berhubungan dengan
respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang
berbahaya ( Hariman, 2015)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari
keduanya (perhimpunan dokter paru indonesia, 2013).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2012).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth,
2012).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang
menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2012).
B. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan
polusi.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat
menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan
surfaktan.
2. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita
bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah. Serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik
diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah
zat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon. Faktor penyebab dan faktor resiko menurut Neil F Gordan
(2012) yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
b. Merokok
c. Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
d. Berkurangnya fungsi paru paru
e. Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
h. Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan
sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah
sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat
mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1. kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah
D. ANATOMI FISIOLOGI
Sutu penghantar udara hingga mencapai paru paru adalah hidung,, laring, faring,
trakea, bronus dan bronkiolus
1. Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dan wajah
yang disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung internal adalah
rongga berlorong. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan udara yang dihirup ke paru paru.
2. Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan percbbangan 2
saluran, yaitu percabangan saluran pernafasan (nasofaring) pada bagian depan
dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
3. Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berperan untuk
pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya
makaknan dan cairan.
4. Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan diameter 2,5
cm, teletak sebagian di leher dan sebagian di dada. Dinding tenggotokan tipis
dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan dan pada bagiann dalam
rongga bersilia. Silia slia ini berfungsi menyaring benda benda asing yang
msuk ke dlam saluran pernafasan.
5. Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat percabangan
ini disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek lebar dan lebih dekat dengan
trakea.
6. Bronkiolus
Bronkiolus memiliki gelembung-gelembung halus yang siebut alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang tipis tidak bertulang rawan dan tidak
bersilia. Mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut yang tidak terputus putus untuk melapisi bagian dalam
jalan nafas
7. Alveolus
Tempat pertukaran O2 dan CO2. Alveolus berselaput tipis dan banyak
bermuara kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan.
8. Paru-paru
Paru paru terletak pada rongga dada di bagian atas,di samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang
sehingga sulit bernafas.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah
yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. fungsi paru sebagai ventilasi, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2013).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan
foto dada yaitu: Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema
panlobular dan pink puffer.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
I. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
5. Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema
berat juga dapat mengalami masalah ini.