1
Jl. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Telp. (0267)412480 Karawang 41316
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)/ Cronic Obstruction
Pulmonary Disease (COPD) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah
penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok,
serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011). PPOK adalah klasifikasi
luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dyspnea saat beraktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smaltzer & Bare,
2007).
PPOK dapat terjadi sebagai hasil dari peningkatan resistensi
sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos.
Hal tersebut juga bisa diakibatkan oleh penurunan kelenturan, seperti
pada emfisema. kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan
mengempiskan paru dan menghembuskan napas secara pasif, serupa
dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah
diregangkan. Penurunan kelenturan dapat dibayangkan sebagai pita
karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas
2
kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru
untuk mengosongkan diri (Somantri, 2012).
2. Pertimbangan Gerontologi
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki
pada masa dewasa pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi
pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih tua), perubahan yang
terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan yang tersedia untuk
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar 50 tahun, alveoli
mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan kelenjar bronkial juga
meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru
mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah
sepanjang kehidupan. Penurunan
Kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas
dada, dengan demikian membatasi aliran tidal udara. Perubahan ini
mengakibatkan penurunan usia kapasitas difusi oksigen sejalan dengan
peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal
kronis, lansia tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi
mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap aktivitas yang
berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin
membutuhkan istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama dan berat.
3. Klasifikasi
3
c. Emfisema perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan
pelebaran dinding alveolus, duktus alveolus, dan destruksi dinding
alveolar. (Muttaqin, Arif, 2012).
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% .
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik.
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.
4. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif
(2008), penyebab dari PPOK adalah:
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis
dan emfisema.
4
b. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat-zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk.
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak nafas
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan obat bantu pernafasan
i. Suara nafas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asietas
5
6. PATOFISIOLOGI PPOK/ COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease)
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot
pernafasan juga dapat berkurang sehingga sulit bernafas. Fungsi paru-paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan didalam tubuh.
Konsumsi oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fugsi ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat
inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya
keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK atau COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disease)adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
6
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
7. PATHWAY KEPERAWATAN
7
8. Komplikasi
Infeksi saluran napas biasanya muncul pada klien PPOK. Hal
tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru
dan penurunan imunitas. Oleh karena status pernapasan sudah terganggu,
infeksi biasanya meningkatkan gagal napas akut dan menjadi alas an untuk
perawatan di rumah sakit.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1) Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
2) Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada
20- 40% kasus.
3) Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu
pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
4) Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan
manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.
8
5) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
potensi jalan nafas (Davey, 2002).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mempertahankan patensi jalan nafas
2) Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3) Meningkatkan masukan nutrisi
4) Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan
9
6) Pengobatan simtomatik.
7) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
8) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN COPD
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,
alamat, hubungan dengan klien.
4. Pola eliminasi.
Kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output
setiap sift.
Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi
dalam Bab.
11
keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan
lemah.
12
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,
penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
broncokontriksi dan iritan jalan napas
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan
pada selaput paru-paru.
5. Gangguan pola tidur
6. Intoleransi aktifitas
13
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1 Bersihan jalan napas tak Kriteria Hasil: Manajemen jalan nafas (I. 01011)
efektif berhubungan dengan Mendemontrasikan batuk efektif dan Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
gangguan peningkatan suara napas yang bersih, tidak ada Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
dan frekuensi napas dalam rentang Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
14
Observasi :
Identifikasi kemampuan batuk
Monitor adanya retensi sputum
Terapeutik :
Atur posisi semi-fowler
Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
Buang secret pada tempat sputum
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama
8 detik
Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
2 Pola napas tidak efektif Kriteria Hasil: Observasi
15
berhubungan dengan napas Mendemontrasikan batuk efektif dan Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
pendek, mucus, suara napas yang bersih, tidak ada Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
broncokontriksi dan iritan sianosis dsn dyspnea (mampu pernapasan
jalan napas mengeluarkan sputum, mampu bernapas Mo nitor status respirasi dan oksigenasi (mis:
dengan mudah, tidak ada pursed lips) frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot
Menunjukan jalan napas yang paten bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi O2)
(klien tidak merasa tercekik, irama napas Terapeutik
dan frekuensi napas dalam rentang Pertahankan kepatenan jalan napas
normal, tidak ada suara napas abnormal) Berikan posisi semi fpwler atau fowler
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
factor yang dpat menghambat jalan napas
Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Gunakan bag-velve mask, jika perlu
Edukasi
Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborsi pemberian bronchodilator, jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas Kriteria Hasil: Pemantauan Respirasi (I. 01014)
16
berhubungan dengan Frekuensi napas dalam rentang normal Observasi :
gangguan suplai oksigen ()16-24x/menit Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas oleh secret, spasme Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
Melaporkan penurunan dipsnea
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot,
bronkus). Menunjukan perbaikan laju aliran
ataksik)
ekspirasi
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Auskultasi bunyi nafas
Terapeutik :
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
17
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
Sediakan materi dan media edukasi
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
Edukasi :
Jelaskan gejala berhenti merokok (mis. Mulut kering,
batuk, tenggorokan gatal)
Ajarkan cara berhenti merokok
18
diberikan’monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5 Gangguan pola tidur Kriteria hasil: Observasi
19
Jumlah jam tidur dalam batas normal (6- Identifikasi penurunan tingkat energy, kemampuan
8 jam/hari) berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu
Pola tidur, kualitas dalam batas normal kognitif
Perasaan segar sesudah tidur atau Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
istirahat digunakan
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang Identifikasikesendirian, kemampuan dan
meningkatkan tidur penggunaan teknik sebelumnya
Periksa ketegangan otot , frekuensi nadi, TD dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
Monitor respon terhadap terapi relaksan
Terapeutik
Ciptkan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruangan nyaman,
jika memungkinkan
Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
dan berirama
20
Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis: music, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi terpilih
Anjurkan mengambil posisi nyaman
Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik
yang di pilih
Demontrasikan dan latih teknik relaksasi
6 Intoleransi aktifitas Kriteria hasil: Observasi
Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
disertai peningkatantekanan darah, nadi mengakibatkan kelelahan
dan RR Monitor kelelahan fisik dan emosional
Mampu melakukan aktifitas sehari-hari Monitor pola dan jam tidur
(ADLs) secara mandiri Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
21
melakukan aktifitas
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendh
stimulant (mis: cahaya, suara, kunjungan)
Lakukan latihan rentan gerak pasif maupun aktif
Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan
Fasilitasi duduk di sisi tempat tiodur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
Jarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
22
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD). (2011). Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention.http://www.goldc opd.com.
23