Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Nama : niko taufik

Prodi : Profesi Ners

PROGRAM STUDI NERS

STIKES KHARISMA KARAWANG

1
Jl. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Telp. (0267)412480 Karawang 41316

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)/ Cronic Obstruction
Pulmonary Disease (COPD) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah
penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok,
serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011). PPOK adalah klasifikasi
luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dyspnea saat beraktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smaltzer & Bare,
2007).
PPOK dapat terjadi sebagai hasil dari peningkatan resistensi
sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos.
Hal tersebut juga bisa diakibatkan oleh penurunan kelenturan, seperti
pada emfisema. kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan
mengempiskan paru dan menghembuskan napas secara pasif, serupa
dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah
diregangkan. Penurunan  kelenturan dapat dibayangkan sebagai pita
karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas

2
kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru
untuk mengosongkan diri (Somantri, 2012).
2. Pertimbangan Gerontologi
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki
pada masa dewasa  pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi
pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih tua), perubahan yang
terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan yang tersedia untuk
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar 50 tahun, alveoli
mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan kelenjar bronkial juga
meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru
mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah
sepanjang kehidupan. Penurunan
Kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas
dada, dengan demikian membatasi aliran tidal udara. Perubahan ini
mengakibatkan penurunan usia kapasitas difusi oksigen sejalan dengan
peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal
kronis, lansia tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi
mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap aktivitas yang
berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin
membutuhkan istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama dan berat.

3. Klasifikasi

a. Bronkhitis kronik gangguan klinis yang ditandai dengan


pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan
dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk sputum
selama 3 tahun, minimal 2 tahun berturut – turut.
b. Asma bronkhian suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan
reaksi yang meningkatkan dari trakea dan bronchus terhadap berbagai
macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukuran bernapas
yang disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari saluran
pernapasan.

3
c. Emfisema perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan
pelebaran dinding alveolus, duktus alveolus, dan destruksi dinding
alveolar. (Muttaqin, Arif, 2012).

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :

a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% .
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik.
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

4. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif
(2008), penyebab dari PPOK adalah:
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis
dan emfisema.

4
b. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat-zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk.

Pengaruh dari masing – masing faktor risiko terhadap


terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok
dianggap yang paling dominan.

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok (Smaltzer &
Bare, 2007):
a. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak nafas
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan obat bantu pernafasan
i. Suara nafas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asietas

5
6. PATOFISIOLOGI PPOK/ COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease)
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot
pernafasan juga dapat berkurang sehingga sulit bernafas. Fungsi paru-paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan didalam tubuh.
Konsumsi oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fugsi ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat
inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya
keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK atau COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disease)adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

6
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).

7. PATHWAY KEPERAWATAN

7
8. Komplikasi
Infeksi saluran napas biasanya muncul pada klien PPOK. Hal
tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru
dan penurunan imunitas. Oleh  karena status pernapasan sudah terganggu,
infeksi biasanya meningkatkan gagal napas akut dan menjadi alas an untuk
perawatan di rumah sakit.

Pneumotoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya bleb pada


emfisema. Pecahayaan bleb menyebabkan pneumotoraks tertutup dan
membutuhkan pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru
mengembang kembali.

Seperti asma, bronkitis obstruktif kronis dan emfisema dapat


memburuk pada malam hari. Klien sering melaporkan dispnea yang
muncul saat tidur (sleep-onset dyspnea) dan kerap terjaga dini hari.
Selama tidur, terdapat penurunan tonus otot dan aktivitas otot pernapasan.
Penurunan tonus otot menyebabkan hipoventilasi dan resistansi jalan
napas meningkat, sehingga terjadi ketidakseimbangan V/Q. Akhirnya
pasien menjadi hipoksemia (Joyce M.Black, 2014).

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1) Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
2) Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada
20- 40% kasus.
3) Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu
pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
4) Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan
manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.

8
5) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
potensi jalan nafas (Davey, 2002).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mempertahankan patensi jalan nafas
2) Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3) Meningkatkan masukan nutrisi
4) Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya


pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian
3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera


menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
4) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

9
6) Pengobatan simtomatik.
7) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
8) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret


bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN COPD

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,
alamat, hubungan dengan klien.

2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.


Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.

3. Pola nutris metabolic


Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan
dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau
berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,
penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,
lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk
memperoleh gambaran status nutrisi.

4. Pola eliminasi.
 Kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output
setiap sift.
 Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi
dalam Bab.

5. Pola aktivitas dan latihan


Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang
dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah

11
keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan
lemah.

6. Pola tidur dan istiraha


Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur
siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,
minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.
Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat
tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

7. Pola persepsi kognitif


Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien
mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.

8. Pola persepsi dan konsep diri


Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus
asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

9. Pola peran hubungan dengan sesame


Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien
di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan
komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga
dan orang lain.

10. Pola produksi seksual


Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan
yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

12
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,
penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

12. Pola system kepercayaan


Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji
apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan
kesehatan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
broncokontriksi dan iritan jalan napas
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan
pada selaput paru-paru.
5. Gangguan pola tidur
6. Intoleransi aktifitas

13
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1 Bersihan jalan napas tak Kriteria Hasil: Manajemen jalan nafas (I. 01011)
efektif berhubungan dengan  Mendemontrasikan batuk efektif dan  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

gangguan peningkatan suara napas yang bersih, tidak ada  Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling, mengi, wheezing,

produksi secret, sekresi sianosis dsn dyspnea (mampu ronkhi kering)

tertahan, tebal dan kental.  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)


mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak ada pursed lips) Terapeutik :
 Menunjukan jalan napas yang paten  Posisikan semi-fowler atau fowler
(klien tidak merasa tercekik, irama napas  Berikan minum hangat

dan frekuensi napas dalam rentang  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

normal, tidak ada suara napas abnormal) Edukasi :


 Mampu mengidentifikasikan dan  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
mencegah factor yang dpat menghambat kontraindikasi
jalan napas  Anjarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Latihan batuk efektif (I. 01006)

14
Observasi :
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
Terapeutik :
 Atur posisi semi-fowler
 Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
 Buang secret pada tempat sputum
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama
8 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
2 Pola napas tidak efektif Kriteria Hasil: Observasi

15
berhubungan dengan napas  Mendemontrasikan batuk efektif dan  Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
pendek, mucus, suara napas yang bersih, tidak ada  Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
broncokontriksi dan iritan sianosis dsn dyspnea (mampu pernapasan
jalan napas mengeluarkan sputum, mampu bernapas  Mo nitor status respirasi dan oksigenasi (mis:
dengan mudah, tidak ada pursed lips) frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot
 Menunjukan jalan napas yang paten bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi O2)
(klien tidak merasa tercekik, irama napas Terapeutik
dan frekuensi napas dalam rentang  Pertahankan kepatenan jalan napas
normal, tidak ada suara napas abnormal)  Berikan posisi semi fpwler atau fowler
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah  Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
factor yang dpat menghambat jalan napas
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
 Gunakan bag-velve mask, jika perlu
Edukasi
 Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
 Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborsi pemberian bronchodilator, jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas Kriteria Hasil: Pemantauan Respirasi (I. 01014)

16
berhubungan dengan  Frekuensi napas dalam rentang normal Observasi :
gangguan suplai oksigen ()16-24x/menit  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya

berkurang. (obstruksi jalan  Tidak terdapat disritmia napas

napas oleh secret, spasme  Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
 Melaporkan penurunan dipsnea
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot,
bronkus).  Menunjukan perbaikan laju aliran
ataksik)
ekspirasi
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Auskultasi bunyi nafas

Terapeutik :
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Edukasi berhenti merokok (I. 12366)


Observasi :

17
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi

Terapeutik :
 Sediakan materi dan media edukasi
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya

Edukasi :
 Jelaskan gejala berhenti merokok (mis. Mulut kering,
batuk, tenggorokan gatal)
 Ajarkan cara berhenti merokok

4 Gangguan rasa nyaman : Kriteria Hasil: Manajemen Nyeri (I. 08238)


nyeri berhubungan dengan  Mampu mengontrol kecemasan Observasi :

proses peradangan pada  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


 Mengontrol nyeri
selaput paru-paru. kualitas, intensitas nyeri
 Kualitas tidur dan istirahat adekuat
 Identifikasi skala nyeri
 Agresei pengendalian diri
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
 Respon tergadap pengobatan nyeri
 Status kenyamanan meningkat  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Keinginan untuk hidup  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah

18
diberikan’monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5 Gangguan pola tidur Kriteria hasil: Observasi

19
 Jumlah jam tidur dalam batas normal (6-  Identifikasi penurunan tingkat energy, kemampuan
8 jam/hari) berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu
 Pola tidur, kualitas dalam batas normal kognitif
 Perasaan segar sesudah tidur atau  Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
istirahat digunakan
 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang  Identifikasikesendirian, kemampuan dan
meningkatkan tidur penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot , frekuensi nadi, TD dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
 Monitor respon terhadap terapi relaksan
Terapeutik
 Ciptkan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruangan nyaman,
jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
dan berirama

20
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis: music, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi terpilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik
yang di pilih
 Demontrasikan dan latih teknik relaksasi
6 Intoleransi aktifitas Kriteria hasil: Observasi
 Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
disertai peningkatantekanan darah, nadi mengakibatkan kelelahan
dan RR  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Mampu melakukan aktifitas sehari-hari  Monitor pola dan jam tidur
(ADLs) secara mandiri  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

21
melakukan aktifitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendh
stimulant (mis: cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentan gerak pasif maupun aktif
 Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tiodur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Jarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

22
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.

Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD). (2011). Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention.http://www.goldc opd.com.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku


Kedokteran.

Padila. (2013). Keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Potter, P.A., & Perry, A. G. (2006). Fundamental of Nursing : Konsep, Proses,


dan Praktis. Ed 7. St. Lous : Mosby Year Book.

PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara,
Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai