Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN


PPOK

Disusun dalam rangka praktik pendidikan profesi Ners stase KMB

OLEH:

YENI HARIANI
NIM: 891211015

PEMBIMBING AKADEMIK

NS. ALI AKBAR, M.KEP

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PONTIANAK
2021

i
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES YARSI PONTIANAK

VISI
"Menjadi pusat pendidikan dan pengembangan Keperawatan Jiwa yang unggul
dan Islami tahun 2026"

MISI
1. Menyelenggarakan Pendidikan Ners untuk menghasilkan lulusan yang
unggul dan islami serta mampu bersaing di tingkat nasional dalam bidang
keperawatan jiwa

2. Mengembangkan asuhan keperawatan jiwa yang berkualitas dan relevan


dengan tantangan perkembangan pelayanan keperawatan melalui penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat

3. Melaksanakan kegiatan akademik yang Islami dan profesional yang dapat


menumbuhkan sikap cendekia dan berakhlak mulia

4. Menyelenggarakan kerjasama strategis dengan berbagai pihak

5. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dan system informasi dalam


pengembangan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian serta kerjasama

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SISTEM PERNAFASAN PPOK

Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah


Semester : I (Ganjil)
Institusi : STIKES YARSI Pontianak
Prodi : Profesi Ners

Sambas, 22 Oktober 2021


Mahasiswa

Yeni Hariani
NIM. 891211015

Mengetahui,

Dosen Pembimbing KMB Pembimbing Akademik

Ns. Ali Akbar, M.Kep Ns. Yunita Dwi Angraini, M.Kep


NIK. NIK. 31989062014082020

iii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI ................................................................................................ iii


LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iiii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iviv

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................... 1


A. Pengertian ..............................................................................................................1
B. Penyebab dan Faktor predisposisi........................................................................2
C. Patofisiologi.................................................................................................. 3
D. Pathway ....................................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 7
F. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 8
G Penatalaksanaan .......................................................................................... 10
H. Pengkajian Focus ........................................................................................ 13
I. Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 16
J. Perencanaan Keperawatan........................................................................... 17

BAB II LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN .............................................


A. Pengkajian .................................................................................................. 32
B. Pathway Keperawatan ................................................................................. 53
C. Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 54
D. Perencanaan ................................................................................. …………55
E. Catatan Keperawatan ................................................................................... 61
F. Catatan Perkembangan................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

iv
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru

kronis yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara dan gejala

pernafasan yang menetap berhubungan dengan abnormalitas jalan nafas

dan/atau alveolus. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh paparan

signifikan partikel atau gas asing dipengaruhi pula oleh faktor host seperti

perkembangan sel paru yang abnormal (Brian Pharmacon, 2020).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada

saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronkritis kronis

(American College of Chest Physicians/American Society, 2015).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah peradangan kronis

pada paru-paru yang menyebabkan terjadinya obstruksi aliran udara pada

jalan nafas. Dua kondisi yang paling umum yang berkontribusi pada

PPOK adalah bronkritis kronik dan emfisema. Pada bronchitis kronik,

terjadi peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara dari dan

ke kantung udara paru-paru atau alveoli). Sedangkan pada emfisema,

peradangan dan kerusakan terjadi pada alveoli yang merupakan sebuah

kantong tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida (Halodoc, 2019).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Disease adalah suatu kondisi yang ditandai oleh keterbatasan

aliran udara yang tidak reversibel sempurna. PPOK mencakup emfisema,

bronkitis kronis, dan penyakit saluran napas kecil (small airway disease).

1
Emfisema adalah suatu keadaan terjadi destruksi dan pembesaran pada

alveolus pada paru. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk kronis dan

sputum, serta penyakit saluran napas kecil yaitu suatu kondisi

penyempitan bronkiolus kecil (Loscalzo, 2015)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa PPOK/COPD adalah

suatu keadaan penyakit kronis pada paru yang meliputi adanya emfisema,

bronkitis kronis, dan asma bronkial dengan penyakit yang berlangsung

lama dan ditandai dengan resistensi aliran udara

B. Etiologi

Beberapa kondisi yang menjadi penyebab PPOK, antara lain:

1. Emfisema, penyakit paru ini menyebabkan kerusakan dinding dan

serat elastis dari alveoli,

2. Bronchitis kronis, yaitu saluran bronkial pengidap meradang dan

menyempit serta paru-paru menghasilkan lender yang lebih banyak

sehingga saluran udara,

3. Merokok dalam waktu yang lama,

4. Iritasi lain, seperti asap cerutu, polusi udara dan paparan debu,

5. Kekurangan alpha-1 antitripsin. Kekurangan protein tersebut bisa

memengaruhi kesehatan hati dan paru-paru,

Faktor predisposisi

Faktor utama yang meningkatkan risiko terjadinya PPOK adalah

paparan rokok dalam jangka panjang, baik secara aktif maupun pasif.

Selain paparan rokok, faktor risiko PPOK lainnya adalah:

2
1. Paparan debu dan bahan kimia di tempat kerja. Paparan kimia, uap,

dam debu dalam jangka panjang di tempat kerja dapat mengiritasi dan

membuat paru-paru meradang,

2. Paparan asap dari pembakaran bahan bakar. Misalnya, terpapar asap

dari pembakaran bahan bakar saat memasak atau akibat ventilasi di

rumah yang buruk,

3. PPOK adalah penyakit yang berkembang secara bertahap sehingga

kebanyakan pengidap baru mengalami gejalanya di usia 40 tahun,

4. Kekurangan genetik yang tidak biasa, yaitu defisiensi alpha-1

antitripsin merupakan penyebab dari beberapa kasus PPOK. Faktor

genetik lainnya dipercaya juga dapat membuat beberapa perokok

lebih rentan terhadap penyakit ini (Halodoc, 2019).

C. Patofisiologi PPOK

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi

utama pada PPOK yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang

khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan

vaskularisasi paru yang dikarenakan

adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural

pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas

kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi

kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan

restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil

berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat

inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit.

3
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan

berada dalam keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan

keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal

bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan

menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan,

selanjutnya akan menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel

daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag

alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan dilepaskannya

faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan

leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte

chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS).

Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan

protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru

sehingga timbul kerusakan dinding alveolar danhipersekresi

mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya

limfosit CD8,selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses

inflamasi. Pada keadaan normal terdapatkeseimbangan antara

oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada

dipermukaan makrofagdan neutrofil

4
akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion

superoksidadengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen

peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan

menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida

akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat

menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah

terinfeksi.Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan

struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol

yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang

berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.

5
D. PATHWAY

6
E. Manifestasi Klinis

Menurut Loscalzo (2015), gambaran klinis PPOK adalah sebagai

berikut.

a. Pada anamnesis terdapat tiga gejala tersering pada PPOK yaitu

batuk, produksi sputum, dan dyspnea d’effort (dispnea saat beraktivitas).

b. Temuan fisis seperti ekspirasi memanjang, mengi, hiperventilasi

(barrel chest dan volume paru yang membesar, gerakan diafragma

berkurang), penggunaan otot- otot bantu pernapasan, sianosis, penurunan

berat badan.

c. Pada temuan laboratorium, uji fungsi paru terdapat obstruksi aliran

udara yang disertai penurunan FEV1, dan rasio FEV1 atau FVC,

Hipoksemia, dan hipertrofi ventrikel kanan (Loscalzo, 2015).

Gejala PPOK seringkali tidak muncul sampai paru-paru mengalami

kerusakan yang signifikan dan kinerjanya sudah semakin memburuk seiring

berjalannya waktu, apalagi jika pengidap tetap merokok. Pada bronkitis kronik,

gejala utama yan dialami pengidap adalah batuk berdahak yang berlangsung

minimal 3 bulan dalam 2 tahun. Gejala lain pada PPOK dapat meliputi:

1. Sesak nafas, terutama saat melakukan aktivitas fisik,

2. Mengi,

3. Produksi dahak yang banyak,

4. Batuk kronik yang produktif,

5. Seringnya terpapar infeksi saluran nafas,

6. Mudah lelah,

7
7. Sianosis pada kuku maupun bibir,

8. Penurunan berat badan

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Somantri (2012), pengkajian diagnosis COPD adalah

sebagai berikut.

a. Chest X-Ray

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan hiperinflasi paru,

flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, emfisema,

peningkatan suara bronkovaskuler, normal pada periode remisi (asma).

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan penyebab kesulitan

bernapas, menentukan abnormalitas (obstruksi atau restriksi),

memperkirakan tingkat disfungsi paru, evaluasi efek terapi seperti

bronkodilator.

c. Total Lung Capacity (TLC)

Hasil meningkat pada bronkitis berat, asma dan menurun pada


emfisema.

d. Kapasitas Inspirasi

Menurun pada keadaan emfisema.

e. FEV1/FVC

Rasio FEV (tekanan volume ekspirasi) terhadap FVC (tekanan

kapasitas vital) menurun pada bronkitis dan asma.

f. Arterial Blood Gasses (ABGs)

8
Pada bronkitis kronis dan asma sering terjadi PaO2 menurun, PaCO2

meningkat atau normal, namun seringkali PaCO2 menurun pada asma.

pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori sekunder terhadap

hiperventilasi pada asma atau emfisema sedang.

g. Bronkogram

Pada emfisema dapat terlihat dilatasi pada bronki saat inspirasi, kolaps

bronkial pada tekanan ekspirasi. Pada bronkitis terjadi pembesaran

kelenjar mukus.

h. Darah Lengkap

Peingkatan hemoglobin (emfisema berat), dan eosinophil (asma)

i. Kimia Darah

Alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.

j. Sputum Kultur

Menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen.

Menentukankeganasan atau alergi (pemeriksaan sitologi).

k. Electrocardiogram (ECG)

Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat), atrial distritmia

(bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi

(bronkitis danemfisema), dan aksis QRS vertical (emfisema)

l. Exercise ECG, Stress Test

Untuk mengkaji tingkat distress fungsi pernapasan, evaluasi

keefektifan obat bronkodilator, perancanaan program (Somantri,

2012).

9
m. CT Scan, dilakukan mendeteksi emfisema dan memprediksi

keuntungan yang bisa didapatkan melalui operasi lain. Selain itu, CT

Scan juga dapat digunakan sebagai skrining terhadap kanker paru-

paru (Halodoc, 2019).

G. Penatalaksanaan

Menurut Syamsudin dan Keban (2013) penatalaksanaan farmakoterapi

padapasien PPOK adalah sebagai berikut.

a. Bronkodilator

Bronkodilator dapat memperbaiki gejala-gejala yang dialami pasien

dan toleransi terhadap latihan fisik. Bronkidilator merupakan pengobatan

yang dapat meningkatkan FEV1 dan atau mengubah variabel spirometri.

Obat ini bekerja dengan mengubah tonus otot polos pada saluran pernafasan

dan meningkatkan refleks bronkodilatasi pada aliran ekspirasi dibandingkan

dengan mengubah elastisitas paru. Bronkodilator berkerja dengan

menurunkan hiperventilasi saat istirahat dan beraktivitas, serta akan

memperbaiki toleransi tubuh terhadap aktivitas. Pada kasus Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) kategori berat atau sangat berat sulit untuk

memprediksi perbaikan FEV1 yang diukur saat istirahat.

b. Kortikosteroid Hirup

Penggunaan kortikosteroid hirup dalam jangka panjang dapat

menurunkan inflamasi paru-paru memperkuat kepekaan bronkial,

memperbaiki gejala-gejala

10
yang dialami pasien, memperkecil kemungkinaneksaserbasi atau

perburukanpenyakit, serta meningkatkan status kesehatan penderita PPOK.

c. Obat-obatan Antikolinergik

Ipratropium bromide (kerja pendek), bereaksi lebih lambat daripada

agonis β namun durasi aksinya lebih lama. Obat ini tersedia dalam bentuk

meter dosis inhaler dan dalam bentuk larutan nebulizer. Dosis yang

dianjurkan 20 mcg atau dua hirup 3 hingga 4 kali perhari. Hal ini

menghasilkan bronkodilatasi yang tidak maksimal, namun dapat

dilipatgandakan dua atau tiga kali tanpa efek samping.

Tiotropium bromide (jangka panjang), tersedia bentuk inhaler bubuk

kering. Dosis 18 mcg 1 hari sekali. Menghasilkan Antikolinergik maksimal

selama 24 jam. Kelebihan dari obat jangka panjang ini adalah berpotensi

memperbaiki kualitas hidup dan memperkecil kemungkinan perburukan,

dibandingkan obat kerja pendek.

d. Obat-obatan oral

Teofilin : terapi ini memberikan dampak non bronkodilator antara lain

aktivitas inotrofik positif, efek diuretic langsung dan stimulasi pernapasan.

e. Terapi oksigen

Terapi ini dapat menurunkan risiko kematian pada pasien-pasien

tertentu, pada pasien PPOK yang mengalami hipoksemia signifikan (PaO2

<55% atau SaO2

<90%), terapi oksigen jangka panjang dapat menambah kelangsungan hidup

pasienhingga 6-7 tahun.

f. Kombinasi kortikosteroid hirup dengan agonis-β2 kerja panjang

11
Kombinasi ini dapat memperbaiki fungsi paru, gejala, dan status kesehatan

dibanding terapi tunggal. Kombinasi kortikostroid dan agonis-β2 kerja

panjang dapat berinteraksi secara positif untuk meningkatkan translokasi

reseptorglukokortikoid terhadap nucleus dan menstimulasi transkripsi dan

ekspresi reseptor-β2, sehingga aktivitas antiinflamasi dari obat kombinasi

tersebut semakin besar (Syamsudin & Keban, 2013).

Menurut Black (2014) penatalaksanaan non medis Penyakit Paru

struktif Kronik (PPOK) meliputi :

1. Membersihkan sekret bronkus

Kebersihan paru diperlukanan untuk mengurangi resiko infeksi.

Cara untuk membersihkan sekret adalah dengan

mengeluarkannya, dengan cara :

1). Batuk efektif

Batuk membantu memecah sekret dalah paru-paru sehingga

lendir dapat dikeluarkan atau diludahkan. Caranya pasien

diposisikan duduk tegak dan menghirup nafas dalam lalu setelah

3 kali nafas dalam, pada ekspirasi ketiga nafas dihembuskan dan

dibatukkan.

2). Fisioterapi dada

Tindakan fisioterapi dada menurut Pangastuti, HS dkk (2019)

meliputi : perkusi, vibrasi, dan postural drainase. Tujuan dari

intervensi ini adalah untuk membantu pasien bernafas dengan

lebihbebas dan membantu dalam pembersihan paru dari sekret

yang menempel di saluran nafas. Tindakan ini dilakukan

12
bersamaan dengan tindakan lain untuk lebih mempermudah

keluarnya sekret, contoh : suction, batuk efektif, pemberian

nebulizer dan pemberian obat ekspektoran. Sebelum pasien

dilakukan fisioterapi, terlebih dahulu evalusai kondisi pasien dan

tentukan letak dimana sekret yang tertahan untuk mengetahui

bagian mana yang akan dilakukan fisioterapi dada.

2. Mendorong olahraga

Semua pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

mendapat keuntungan dengan program olahraga, yaitu

meningkatkan toleransi tubuh terhadap aktvitas, menurunnya

dypsnea dan kelelahan. Olahraga tidak memperbaiki fungsi paru,

tetapi olahraga dapat memperkuat otot pernafasan.

3. Meningkatkan kesehatan secara umum

Cara lain adalah dengan memperbaiki pola hidup pasien

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yaitu dengan

menghindari rokok, debu,dan bahan kimia akibat pekerjaan, serta

polusi udara. Serta didukung dengan asupan nutrisi yang adekuat.

H. PENGKAJIAN FOCUS

Menurut Muttaqin (2014), hal-hal yang perlu dilakukan pada

pengkajian keperawatan pada pasien PPOK yaitu :

a. Biodata pasien, meliputi : nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan

pendidikan.

b. Keluhan utama. Pada pasien PPOK, keluhan utama yang muncul

13
seperti batuk, produksi sputum berlebih, sesak napas, merasa lelah. Keluhan

utama harus diterangkan sejelas mungkin.

c. Riwayat kesehatan saat ini. Riwayat kesehatan saat ini diterangkan

bersamaan dengan keluhan utama seperti sejak kapan keluhan dirasakan,

berapa lama dan berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan yang

dirasakan, apa yang sedang dilakukan saat keluhan timbul, adakah usaha

mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha

tersebut, dan lainnya.

d. Riwayat kesehatan keluarga. Pengkajian riwayat penyakit keluarga

sangat penting untuk mendukung keluhan dari pasien, perlu dikaji riwayat

keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat

batuk lama, riwayat sesaknapas dari generasi terdahulu untuk menentukan

diagnosa.

e. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pasien PPOK

(Muttaqin, 2014) yaitu :

1) Inspeksi

Inspeksi yang dilakukan yaitu pengamatan atau observasi pada bagian

dada, bentuk dada simetris atau tidak, pergerakan dinding dada, pola napas,

irama napas, apakah terdapat proses ekspirasi memanjang, apakah terdapat

otot bantu pernapasan, gerak paradoks, retraksi antara iga dan retraksi di atas

klavikula. Dalammelakukan pengkajian fisik secara inspeksi, pemeriksaan

dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan adanya tanda-tanda

abnormal seperti adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, serta

pada pasien PPOK dapat dilihat bentuk dada barrel chest.

14
2) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding torak saat proses

inspirasi dan ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang dengan

meletakkan kedua tangan di kedua sisi tulang belakang. Kelainan yang

mungkin didapat saat pemeriksaan palpasi antara lain nyeri tekan, adanya

benjolan, getaran suara atau fremitus vokal. Cara mendeteksi fremitus vokal

yaitu letakkan kedua tangan pada dada pasien sehingga kedua ibu jari

pemeriksa terletak di garis tengah di atas sternum, ketika pasien menarik

nafas dalam, maka kedua ibu jari tangan harus bergerak secara simetris dan

terpisah satu sama lain dengan jarak minimal 5 cm. Getaran yang terasa oleh

tangan pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi disebabkan oleh adanya

dahak dalam bronkus yang bergetar pada saat proses inspirasi dan ekspirasi.

3) Perkusi

Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada dinding

dada dan organ paru-paru yang ada dibawahnya, akan dipantulkan dan

diterima oleh pendengaan pemeriksa. Cara pemeriksa perkusi dengan cara

permukaan jari tengahdiletakkan pada daerah dinding dada di atas sela-sela

iga selanjutnya diketuk dengan jari tengah yang lain.

4) Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh

dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi atau dengan

menggunakanstetoskop. Pemeriksaan auskultasi berfungsi untuk mengkaji

aliran udara dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam

15
struktur paru. Cara mengetahui kondisi paru-paru, yang dilakukan saat

melakukan pemeriksaan auskultasi yaitu mendengar bunyi napas normal

dan bunyi napas tambahan.

f. Data pasien pada masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak

efektif termasuk dalam kategori fisiologis subkategori respirasi, yang harus

dikaji yaitu data gejala dan tanda mayor minor (PPNI, 2017), yang meliputi

gejala dan tanda mayor dan tanda mayor meliputi subjektif : tidak tersedia,

objektif : batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,

wheezing dan atau ronkhi kering. Gejala dan tanda minor meliputi subjektif

: dyspnea, sulit bicara, ortopnea dan objektif : gelisah, sianosis, bunyi napas

menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah (Muttaqin, 2014).

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)

tahun 2017, diagnosa yang mungkin muncul adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

hipersekresijalan nafas dan sekresi yang tertahan ( D.0001)

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbanganventilasi-perfusi. ( D.0003)

c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan

kelelahan ototpernapasan.(D. 0004)

d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan

pertahanantubuh primer (statis cairan tubuh).(D.0142)

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen dan
dyspnea,kelemahan.(D.0056)

16
J. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan menurut Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2018 :

Tabel 1. Rencana keperawatan dengan diagnosa : bersihan jalan


napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas dan
sekresiyang tertahan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawa Hasil
tan

Bersihan Setelah dilakukan Fisioterapi dada I.01004


jalan napas tindakan keperawatan Observasi :
tidakefektif diharapkan bersihan 1. Identifikasi indikasi dilakukan
berhubungan jalan nafas pasien fisioterapi dada (mis.
dengan meningkat dengan hiperekresi sputum, sputum
hipersekresi kriteria hasil : kental dan tertahan, tirahbaring
jalan nafas 1. Pasien dapat lama)
dansekresi mengeluarkan 2. Identifikasi kontraindikasi
yangtertahan sekret fisioterapi dada (mis. ekserbasi
( D. 0001) 2. Mengi/wheezing penyakit paru obstruktif kronis
hilang atau (PPOK) akut, pneumonia tanpa
menurun produksi sputum berlebih,
3. Frekuensi dan kanker paru-paru)
pola nafas teratur 3. Monitor status pernafasan
12-20 x/menit (mis. kecepatan, irama, suara
4. Tidakadadipsnea nafas, dan kedalaman nafas)
dan sianosis 4. Periksa segmen paru yang
5. Pasien dapat mengandung sputum berlebih
mengeluarkan 5. Monior jumlah dan karakter
sekret sputum
6. Mudahnya 6. Monitor toleransi selama dan
pasien setelah prosedur
mengeluarkan
sekret Terapeutik :
7. Produksi dahak 1. Posisikan pasien sesuai dengan
berkurang area paru yang mengalami
8. Tidak terjadi penumpukansputum
obstruksi jalan 2. Gunakan bantal untuk
nafas membantu pengaturan posisi
9. 3. T Lakukan perkusi dengan posisi
i telapak tangan ditangkupkan
d selama 3-5 menit

17
a 4. Lakukan vibrasi dengan posisi
k telapak tangan rata bersamaan
a ekspirasi melalui mulut
d 5. Lakukan fisioterapi dada
a setidaknya dua jam setelah
n makan
a 6. Hindari perkusi pada tulang
f belakang, ginjal, payudara
a wanita, insisi, dan tulangrusuk
s yang patah
c 7. Lakukan pengisapan lender
u untuk mengeluarkan sekret, jika
p perlu
i Edukasi :
n 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
g fisioterapi dada
h 2. Anjurkan batuk segera
i setelah prosedur selesai
d 3. Ajarkan inspirasi perlahan
u dan dalam melalui hidung
n selama proses fisioterafi dada
t
s

18
Tabel 2. Rencana keperawatan dengan diagnosa : gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen I.01026
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan pertukaran 1. Monitor kecepatan aliran
dengan gas meningkat dengan oksigen
ketidakseimban kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat terapi
gan ventilasi- 1. Hasil AGD : oksigen
perfusi pH arteri 7,37-7,47 3. Monitor aliran oksigen
( D.0003) PO2 80-100 mmHg secara periodik dan pastikan
PCO2 36-44 mmHg fraksi yang diberikan cukup
2. Pola nafas teratur 4. Monitor efektifitas terapi
dengan frekuensi oksigen (mis. oksimetri,
16-20 x/menit analisa gas darah), jika perlu
3. Tidak ada sianosis 5. Monitor kemampuan
4. Frekuensi nadi 60- melepaskan oksigen ketika
100 x/menit makan
5. Tidak ada bunyi 6. Monitor tanda-tanda
nafas tambahan hipoventilasi
6. Tidak 7. Monitor tanda dan gejala
menggunakan otot toksikasi oksigen dan
bantu nafas atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa
akibat pemasangan oksigen

Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada
hidung, mulut, dan trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
5. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
6. Gunakan pernagkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga

19
cara menggunakan oksigendi
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

Tabel 3. Rencana keperawatan dengan diagnosa : gangguan ventilasi


spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ventilasi I.01002
ventilasi tindakan keperawatan Observasi
spontan diharapkan ventilisasi 1. Identifikasi adanya
berhubungan spontan membaik kelelahan otot bantu afas
dengan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi efek perubahan
kelelahan otot 1. Hasil AGD : posisi terhadap status
pernapasan pH arteri 7,37 - pernafasan
(D.0004) 7,47 3. Monitor status respiirasi
PO2 80-100 mmHg dan oksigenasi (mis.
PCO2 36-44 mmHg frekuensi dan kedalaman
2. Pola nafas teratur nafas, penggunaan otot
dengan frekuensi bantu nafas, bunyi nafas
16-20 x/menit tambahan, saturasi oksigen)
3. Frekuensi nadi Terapeutik
60-100 x/menit 1. Pertahankan kepatenanjalan
4. Tidak ada otot nafas
bantu pernafasan 2. Berikan posisi semifowler
atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
4. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis. nasal
kanul, masker waajah,
masker rebreathing atau
nonrebereathing)
5. Gunakan bag valve mask,
jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi

29
secara mandiri
3. Ajarkan
teknik
batukefektif
Kolaborasi
1. Kolaborasika
npemberian
bronkodilator
, jika perlu

Tabel 4. Rencana keperawatan dengan diagnosa : Resiko


infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan
tubuh primer (statis cairan tubuh)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi I.14539
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan ketidak diharapkan resiko 1. Monitor tanda dan gejala
adekuatan infeksi menurun infeksi local dan sistemik
pertahanan tubuh dengan kriteria hasil : Terapeutik
primer (statis 1. Tidak ada tanda dan 1. Batasi jumlah pengunjung
cairan tubuh) gejala infeksi (mis. 2. Berikan perawatan kulit
(D.0142) demam, kemerahan, pada area edema
nyeri, bengkak) 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Tidak ada sputum sesudah kontak dengan
berbau busuk pasien dan lingkungan
3. Kadar sel darah pasien
putih 4.50 – 11.50 4. Pertahankan teknik aseptik
10^3/uL pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Tabel 5. Rencana keperawatan dengan diagnosa : Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan
dypsnea
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Intoleransi Setelah dilakukan Managemen Energi I.05178
aktivitas tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan toleransi 1. Identifiksai gangguan fungsi
dengan aktivitas meningkat yang mengakibatkan
ketidakseimban dengan kriteria hasil : kelelahan
gan antara 1. Frekuensi nadi 60- 2. Monitor kelelahan fisik dan
suplai dan 100 x/menit emosional
kebutuhan 2. Saturasi oksigen 3. Monitor pola dan jam tidur
oksigen dan lebih dari 94% 4. Monitor lokasi dan
dypsnea, 3. Frekuensi nafas 12 ketidaknyamanan selama
Kelemahan – 20 x/menit melakukan aktivitas
(D.0056) 4. Tekanan darah Terapeutik
sistolik dalam 1. Sediakan lingkungan
rentan 90-120 dan nyaman dan renah stimulus
diastolik 60-80 (mis. cahaya, suara,
mmHg kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang
gerak aktif dan/atau pasif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasiduduk di sisi
samping tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, F. R., and N. Nasution. 2015. Keterampilan Dasar Praktik


Klinik.Yogyakarta: Dua Satria Offset.

Ariasti, Dinar, Sri Aminingsih, and Endrawati. 2014. “Pengaruh Pemberian


Fisioterapi Dada Terhadap Kebersihan Jalan Napas Pada Pasien Ispa
Di DesaPucung Eromoko Wonogiri.” 2(2): 27–34.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


2013.Kemenkes RI Riset Kesehatan Dasar.

Bakir, Bahrudin. 2020. “Penerapan Batuk Efektif Dan Fisioterapi Dada


Pada Bersihan Jalan Napas Pasien Tb Paru.” Poltekkes Kemenkes
Kendari.

Bararah, Taqiyyah, and Muhammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi
Pustakarya.

Deswani. 2011. Proses Keperawatan Dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba


Medika.

Dewi, Indra, Irmayani, and Hasanuddin. 2017. “Pengaruh Fisioterapi Dada


DalamUpaya Peningkatan Pengeluaran Sekret Pada Penderita Tb Paru
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat.” 10: 713–18.

Dewi, Ni Luh Putu Manik Juni Astri. 2021. Asuhan Keperawatan


Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada Pasien PPOK di IGD
RSUD Sanjiwani Gianyar. Diploma thesis, Jurusan Keperawatan
2021(.diakses pada 10 Oktober 2021). http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/7418/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

Dinarti, R. et al. 2013. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info


Media.

Fatimah, Siti, and Syamsudin. 2019. “Penerapan Teknik Batuk Efektif


Mengatasi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Tn. M Dengan
Tuberkulosis.” Jurnal Keperawatan Karya Bhakti 5(1): 26–30.
Fauzi, Muhammad Rizal. 2017. “Upaya Meningkatkan Keefektifan
Bersihan JalanNapas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik.”
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Harmano, Rudi, Maria Diah Ciptaningtyas, and Ida Farida. 2017. “Praktek
Klinik Keperawatan Gawat Darurat.” Keperawatan Gawat Darurat:
1–158.

Hurst. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Ikawati, Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem


Pernapasan.Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Khairani, Fitria. Asuhan Keperawatan pasien PPOK, Karya Tulis Ilmiah,


http://eprints.undip.ac.id/43859/2/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079
_BAB_2_KTI.pdf (diakses pada 10 oktober 2021)

Khotimah, Siti. 2013. “Latihan Endurance Meningkatkan Kwalitas Hidup


Lebih Baik Dari Pada Latihan Pernafasan Pada Pasien Ppok Di.” Sport
and Fitness Journal 1(1): 20–32.

Lestari, Endah Dwi, Annisaa Fitrah Umara, and Siti Asriah Immawati.
2020. “Effect of Effective Cough on Sputum Expenditure in Pulmonary
Tuberculosis Patients.” Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia [JIKI]
4(1): 1.

Loscalzo, Joseph. 2015. Harrison Pulmonologi Dan Penyakit Kritis.


Edisi 2.Jakarta: EGC.

Malik, Rajni. 2017. Fisioterapi Kardiopulmonal. Jakarta: EGC.

Marpaung. 2017. “Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK) Di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember
2016.” Universitas Sumatera Utara.

Muttaqin, A. 2014. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik


(A. Suslia, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep Dan
Praktik.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Oemiati, Ratih. 2013. “Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif


Kronik (Ppok).” Media of Health Research and Development 23(2):
82–88.
Paramitha, P.2020. Asuhan Keperawatan Pada pasien system pernafasan
PPOK http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2512/4/Chapter2.pdf (
diakses pada 10 oktober 2021)

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai