4. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi
bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis,
emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak
napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk
melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam
rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis
mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal napas. (Smeltzer, Suzanne C, 2001)
5. Pathway
Pathway terlampir.
6. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pengukuran pertumbuhan meliputi : tinggi badan, berat badan,
lingkar kepala atas dan lingkar dada
Pengukuran tanda vital meliputi : tensi darah, nadi, respirasi dan
suhu
Keadaan sistem tubuh
2. Sistem optalmikus
Inspeksi : bentuk, warna konjunctiva, pupil, dan sklera
Palpasi : adanya oedema, massa dan peradangan.
Pada pasien bronchopneumoni biasanya ditemukan perubahan
warna sklera mata bila terjadi hipertermi.
3. Sistem respiratorik
Inspeksi : observasi penampilan umum, konfigurasi thorak, kaji
terhadap area intercosta dan penggunaan otot tambahan, evaluasi
kulit, bibir dan membran mukosa, kaji kuku mengenai warnanya.
Palpasi mengetahui adanya masa, pembesaran kelenjar limfe,
bengkak, nyeri, pulpasi, krepitasi dan fokal fremitus
Perkusi : untuk mengetahui batas dan keadaan paru-paru
Auskultasi : untuk mengevaluasi bunyi nafas yang meliputi
frekuensi, kualitas, tipe dan adanya bunyi tambahan.
Pada penderita bronchopneumonia biasanya ditemukan dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot tambahan, suara nafas abnormal (ronchi) dan
batuk dengan produksi sputum.
4. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : warna kulit, anggota tubuh dan membran mukosa,
pelpebra anemis atau tidak, periksa prekordium dan adanya oedema
palpasi: seluruh dada terhadap impuls apikal, getaran dan nyeri
tekan, palpasi nadi dan oedema perifer
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung
Auskultasi : untuk mendengarkan bunyi akibat vibrasi karena
kegiatan jantung.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan hipotensi, tanda-tanda
sianosis pada mulut dan hidung, nadi cepat dan lemah.
5. Sistem gastro intestinal
Inspeksi : mengetahui keadaan warna, lesi / kemerahan pada
abdomen dan gerakan abdomen.
Auskultasi : untuk mengetahui frekuensi, nada dan intensitas bising
usus yang dihasilkan
Perkusi : mengetahui adanya gelembung udara dalam saluran cerna
dan pekak hati.
Palpasi : untuk merasakan adanya spasme otot, nyeri tekan, masa
krepitasi subkutan dan organ abdomen.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan diare, mual, muntah,
penurunan berat badan dan distensi abdomen.
6. Sistem neurologis
Inspeksi:untuk mengetahui penampilan umum dan perilaku pasien
Perkusi : mengetahui refleks pasien.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan
gelisah, bila suhu terus-menerus meningkat dapat menimbulkan
kejang dan penurunan kesadaran.
7. Sistem muskulo skeletal
Inspeksi : mengetahui keadaan penampilan umum dan keadaan
exstremitas.
Palpasi : mengetahui masa dan keadaan otot
Perkusi : untuk mengetahui adanya reflek dan kekuatan otot
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan
kelelahan, tonus otot, email, penurunan kekuatan otot, dan
intoleransi aktifitas.
8. Sistem urogenetalia
Inspeksi : mengetahui warna, tekstur, luka memar pada kulit dan
perhatikan keadaan panggul dengan adanya mass /pembesaran.
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Menurut Ngastiah (2002), yaitu sebagai berikut :
1) Foto thorax
Pada foto thorax Bronchopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada
satu atau beberapa lobus. Jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
2) Laboratorium
Terjadi leukositosis pada pneumonia bakterial
Nilai analisa gas darah : untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
Pewarnaan gram : untuk seleksi awal anti mikroba
Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
3) Tes kulit untuk tuberkulin : untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
4) Tes fungsi paru : digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
5) Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2002), Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi
dan uji resistensi, tetapi karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapy
secepatnya maka biasanya diberkan :
a. Penisillin 50.000 U/ kgbb/hari, ditambah dengan chloramfenicol 50-70
mg/kgbb/hari atau diberkan antibiotic yang mempunyai spectrum luas
seperti Ampicillin, pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari
b. Pemberian oksigen, fisioterafi dada dan cairan intravena biasanya
diperlukan campuran glucose dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1
ditambah larutan KCl 10 mEq / 500 ml/ botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil analisis gas darah arteri.
9. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2002), bronchopneumonia pada anak bila tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Otitis Media Acute
d. Infeksi sitemik
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1. Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, perawat yang mengkaji, nomor medical
record.
2. Identitas klien dan keluarga klien meliputi : nama, umur, tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, suku bangsa dan alamat.
3. Ayah meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
4. Ibu meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
saudara kandung meliputi: umur, jenis kelamin dan pendidikan
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Provocative, yaitu penyebab/hal-hal yang mendahului sebelum
terjadi keluhan utama. Pada pasien bronchopneumonia biasanya
didahului oleh infeksi traktus respiratorius atas.
Qualitas/quantitas, yaitu seberapa berat keluhan dirasakan,
bagaimana rasanya seberapa sering terjadinya. Pada pasien
bronchopnemonia keluhan yang dirasakan yaitu sesak nafas, dan
demam tinggi sampai kejang.
Region/radiasi, yaitu lokasi keluhan utama tersebut
dirasakan/ditemukan, daerah/area penyebaran sampai kemana. Pada
pasien bronchopnemonia biasanya sesak dirasakan pada seluruh
daerah dada.
Severity scale, yaitu skala keperawatan/tingkat kegawatan sampai
seberapa jauh. Pada pasien bronchopnemonia biasanya sesak
dirasakan sangat berat diikuti oleh demam tinggi dan kejang sampai
terjadi penurunan kesadaran.
Timing, yaitu kapan keluhan tersebut mulai ditemukan/dirasakan
pada pasien bronchopnemonia keluhan dirasakan berat pada saat
malam hari dan aktifitas yang berlebihan. (Carpenito, 2008)
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (apa kapan dirawat/tidak
dimana, reaksi anak), pernah dirawat (dimana, kapan, berapa lama,
bagaimana reaksi anak), pengobatan yang pernah diberikan (jenis,
berapa lama, dosis), tindakan medis (operasi, vena pungtie dan lain-lain)
alergi atau tidak. Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan
sebelumnya : batuk, pilek, demam, anorexia, sukar menelan, mual dan
muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti
malnutrisi, anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran
pernapasan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi keluarga inti, ayah, ibu, nenek, kakek, parnan, bibi dan
lain- lain, penyakit yang pernah diderita/masih diderita penyakit
menular, penyakit keturunan dan lain-lain.
5. Riwayat Kehamilan
a. Pre Natal
Meliputi penyakit ibu selama hamil, perdarahan, makanan
pantangan, pemeriksaan kehamilan.
Trisemester I (0-12 minggu) tiap 4 minggu (7 kali pemeriksaan)
Trisemester II (13-24 minggu) : tiap 2 minggu (7 kali
pemeriksaan)
Trisemester III (25-36 minggu) : tiap minggu sampai bayi lahir
imunisasi TT 2 kali selama kehamilan
b. Intra Natal
Meliputi : bayi waktu lahir ditolong siapa, jenis persalinan,
Apgar score, berat badan lahir, adakah proses kelahiran yang lama,
perdarahan, posisi janin waktu lahir.
c. Post Natal
Meliputi kesehatan ibu yang buruk pada masa post natal,
kesehatan bayi, kelainan congenital, infeksi, hipo/hipertermin nutrisi
(colostrums) segera setelah lahir, menunggu asi keluar diganti pasi,
pantangan makanan ibu.
6. Riwayat Tumbuh Kembang
Meliputi kejadian penting pada perkembangan masa kanak-kanak
seperti tengkurap, berjalan, imunisasi dan lain-lain.
7. Riwayat Psikologis
a. Pola interaksi, meliputi dengan orang tua, teman dan orang lain
b. Pola kognitif, meliputi kemampuan berfikir, berbahasa dan
intelegensi
c. Pola emosi, meliputi bila marah, sedih, takut, gembira dan lain-lain
d. Konsep diri meliputi penilaian atau pandangan terhadap dirinya;
harga diri, bodi image, ideal diri / cita-cita hal yang terbaik, dan
aktualisasi diri.
e. Pola pertahanan diri, meliputi bagaiman keluarga menghadapi
masalah yang dihadapi. (Anastasia anne, 2006)
8. Riwayat Sosial
Yang harus dikaji adalah pola kultural atau norma yang berlaku,
rekreasi, lingkungan tempat tinggal klien dan keadaan ekonomi.
9. Kebiasaan Sehari-hari
Meliputi pola nutrisi, eliminasi, istirahat, aktifitas seperti bermain
dan personal hygiene.
c. Pemeriksaan fisik
9. Keadaan umum
Pengukuran pertumbuhan meliputi : tinggi badan, berat badan,
lingkar kepala atas dan lingkar dada
Pengukuran tanda vital meliputi : tensi darah, nadi, respirasi dan
suhu
Keadaan sistem tubuh
10. Sistem optalmikus
Inspeksi : bentuk, warna konjunctiva, pupil, dan sklera
Palpasi : adanya oedema, massa dan peradangan.
Pada pasien bronchopneumoni biasanya ditemukan perubahan
warna sklera mata bila terjadi hipertermi.
11. Sistem respiratorik
Inspeksi : observasi penampilan umum, konfigurasi thorak, kaji
terhadap area intercosta dan penggunaan otot tambahan, evaluasi
kulit, bibir dan membran mukosa, kaji kuku mengenai warnanya.
Palpasi mengetahui adanya masa, pembesaran kelenjar limfe,
bengkak, nyeri, pulpasi, krepitasi dan fokal fremitus
Perkusi : untuk mengetahui batas dan keadaan paru-paru
Auskultasi : untuk mengevaluasi bunyi nafas yang meliputi
frekuensi, kualitas, tipe dan adanya bunyi tambahan.
Pada penderita bronchopneumonia biasanya ditemukan dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot tambahan, suara nafas abnormal (ronchi) dan
batuk dengan produksi sputum.
12. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : warna kulit, anggota tubuh dan membran mukosa,
pelpebra anemis atau tidak, periksa prekordium dan adanya oedema
palpasi: seluruh dada terhadap impuls apikal, getaran dan nyeri
tekan, palpasi nadi dan oedema perifer
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung
Auskultasi : untuk mendengarkan bunyi akibat vibrasi karena
kegiatan jantung.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan hipotensi, tanda-tanda
sianosis pada mulut dan hidung, nadi cepat dan lemah.
13. Sistem gastro intestinal
Inspeksi : mengetahui keadaan warna, lesi / kemerahan pada
abdomen dan gerakan abdomen.
Auskultasi : untuk mengetahui frekuensi, nada dan intensitas bising
usus yang dihasilkan
Perkusi : mengetahui adanya gelembung udara dalam saluran cerna
dan pekak hati.
Palpasi : untuk merasakan adanya spasme otot, nyeri tekan, masa
krepitasi subkutan dan organ abdomen.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan diare, mual, muntah,
penurunan berat badan dan distensi abdomen.
14. Sistem neurologis
Inspeksi:untuk mengetahui penampilan umum dan perilaku pasien
Perkusi : mengetahui refleks pasien.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan
gelisah, bila suhu terus-menerus meningkat dapat menimbulkan
kejang dan penurunan kesadaran.
15. Sistem muskulo skeletal
Inspeksi : mengetahui keadaan penampilan umum dan keadaan
exstremitas.
Palpasi : mengetahui masa dan keadaan otot
Perkusi : untuk mengetahui adanya reflek dan kekuatan otot
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan
kelelahan, tonus otot, email, penurunan kekuatan otot, dan
intoleransi aktifitas.
16. Sistem urogenetalia
Inspeksi : mengetahui warna, tekstur, luka memar pada kulit dan
perhatikan keadaan panggul dengan adanya mass /pembesaran.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
bronchopneumonia, adalah sebagai berikut:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d secret yang tertahan
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
5) Resiko ketidakseimbangan elektrolit
3. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d secret yang tertahan
a. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada
R/ Tachipneu, pernapasan dangkal dan gerakan dada sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
b. Lakukan suction sesuai kebutuhan
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif.
c. Lakukan fisioterapi dada
R/ Memudahkan pengeluaran secret.
d. Auskultasi area paru catat adanya ronchi
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi ronchi terjadi
akibat respon terhadap secret auskultasi area paru catat adanya ronchi.
e. Beri peningkatan kelembaban oksigen suplemen sesuai ketentuan
R/ Untuk mencegah pengerasan sekresi nasal dan pengeringan
membrane mukosa.
f. Kolaborasi untuk pemberian therapy mukolitik (pengencer dahak) bila
memungkinkan berikan ekspektoran atau nebulizer sesuai ketentuan
R/ Memudahkan pengenceran dan pengeluaran secret.
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
a. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan
otot aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal.
R/ Pola pernafasan yang cepat dan dangkal serta hipoventilasi
mempengaruhi pertukaran gas. Peningkatan laju pernapasan,
penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, pernapasan perut, dan
tampilan panik di mata pasien dapat dilihat dengan hipoksia.
b. Pantau perilaku pasien dan status mental untuk mengatasi kegelisahan,
agitasi, kebingungan, dan (pada tahap akhir) kelesuan yang ekstrem.
R/ Setiap iregularitas suara nafas dapat mengungkapkan penyebab
gangguan pertukaran gas. Adanya kerutan dan desis mungkin
mengingatkan perawat tersebut pada obstruksi jalan nafas, yang dapat
menyebabkan atau memperparah hipoksia yang ada. Suara nafas yang
berkurang terkait dengan ventilasi yang buruk.
c. Amati tempat tidur kuku, sianosis di kulit; Terutama perhatikan warna
lidah dan selaput lendir mulut.
R/ Sianosis sentral lidah dan mukosa mulut adalah indikasi hipoksia
serius dan merupakan keadaan darurat medis. Sianosis perifer pada
ekstremitas mungkin atau mungkin tidak serius
d. Pantau saturasi oksigen terus menerus, dengan menggunakan pulse
oximeter.
R/ Oksimetri pulsa adalah alat yang berguna untuk mendeteksi
perubahan oksigenasi. Saturasi oksigen <90% (normal: 95% sampai
100%) atau tekanan parsial oksigen <80 (normal: 80 sampai 100)
menunjukkan adanya masalah oksigenasi yang signifikan.
e. Catatan gas darah (ABG) hasilnya tersedia dan perubahan catatan.
R/ Peningkatan PaCO2 dan penurunan PaO2 adalah tanda asidosis
respiratorik dan hipoksemia. Seiring kondisi pasien memburuk, laju
pernafasan akan menurun dan PaCO2 akan mulai meningkat.
Beberapa pasien, seperti COPD, memiliki penurunan cadangan paru
yang signifikan, dan stres fisiologis tambahan dapat menyebabkan
kegagalan pernafasan akut.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang
telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dinilai berdasarkan kriteria hasil yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002