Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI HERNIA INGUINALIS


Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
atau lateralis menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus
inguinalis externa atau medialisis (Kapita Selekta Kedokteraan Edisi 3, Marilynn E.
Donges).
Hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan ( R. Syamsuhidayat, 1997 ).
Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hernia adalah
penonjolan isi rongga perut yang keluar melalui bagian yang lemah dari dinding rongga
yang bersangkutan dan dapat terjadi melalui aspek congenital maupun karena adanya
factor yang didapat.

Klafikasi Hernia
1. Klasifikasi hernia menurut letaknya :
a. Hernia inguinal :
Hernia inguinal dibagi menjadi :
1) Hernia Indirek atau Lateral : hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan
melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi sangat
besar dan sering turun ke skrotum.
2) Hernia Direk atau Medialis : hernia ini melewati dinding abdomen di area
kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan
femoralis indirek. Lebih umum terjadi pada lansia.
b. Hernia Femoralis :
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita. Ini
mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoral yang membesar dan secara
bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat di hindari kandung kemih
masuk kedalam kantong.
c. Hernia Umbilikal :
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan
tekanan abdominal, Biasanya pada klien obesitas dan multipara.
d. Hernia Insisional :
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara
tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh
infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi eksterm atau obesitas.
2. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :
a. Hernia Kongenital :
Hernia kongenital (bawaan) terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari 3
minggu testis yang mula-mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus)
menuju skrotum.
b. Hernia Akuisitas :
Hernia akuisitas (didapat) yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut.
Disebabkan karena adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam
waktu yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses
kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), asites dan sebagainya.
3. Klasifikasi hernia menurut sifatnya :
1. Hernia Reponible/Reducible :
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri/mengejan dan masuk
lagi jika berbaring/didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi
usus.
2. Hernia Irreponible :
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena
perlekatan isi kantong pada pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan
nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
3. Hernia Strangulata/Inkaserata :
Bila isi hernia terjepit oleh cincing hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan
pasase/vaskularisasi. (Suratun. 2010).
B. ETIOLOGI HERNIA INGUINALIS
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi ada beberapa predisposisi
yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intraabdomen :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa
pasien mengalami hernia setelah mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen
dengan intesitas tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas,
cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan
beresiko terjadi hernia.
2. Kelemahan kongenital :
Defek kongenital pada sfingter kardia memberikan predisposisi melemahnya
bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen, maka kondisi hernia
menjadi meningkat.
3. Peningkatan usia :
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan
risiko terjadinya hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang
terbuka luas tidak kembali ke posisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma
juga membuka jalan masuknya bagian lambung ke rongga toraks. (Muttaqin. 2011).

C. PATOFISIOLOGI HERNIA INGUINALIS


Hernia terdiri dari tiga unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum,
isi hernia (usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ
ekstraperitonel seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli-buli), dan struktur yang
menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum), umbilikus, paru dan
sebagainya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau di dapat, lebih
banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Faktor yang berperan kausal adalah adanya
prosesur faginalis yang terbuka, peningkatan tekanan intraabdomen (pada kehamilan,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat berat, mengejan saat defekasi dan miksi, akibat
BPH dan kelemahan otot dinding perut karena usia).
Secara patofisiologi pada hernia indirek, sebagian usus keluar melalui duktus
spermatikus sebelah lateral dari arteri epigastrika inferior mengikuti kanalis inguinalis
yang berjalan miring dari lateral atas ke medial, masuk ke dalam skrotum. Juga disebut
hernia inguinalis lateralis atau oblique dan biasanya merupakan hernia yang kongenital.
Kongenital karena melalui suatu tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital.
Karena usus keluar dari rongga perut masuk ke dlaam skrotum dan jelas tampak dari
luat maka hernia inguinalis disebut pula hernia eksternal.
Jika lubang hernia cukup besar maka isi hernia (usus) dapat didorong masuk lagi
keadaan ini di sebut hernia reponibel. Jika isi hernia tidak dapat masuk lagi disebut
hernia inkaserata, pada keadaan ini terjadi bendungan darah pembuluh darah yang
disebut strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan
setempat yang disebut infark. Infark pada usus disertai dengan rasa nyeri dan
perdarahan di sebut infark hemoragik.
Bagian usus yang nekrotik berwarna merah kehitam-hitaman dengan dinding
yang menebal akibat bendungan dalam vena. Darah dapat juga masuk ke dalam isi
hernia (usus) atau ke dalam kantong hernia. Akibat infeksi kuman yang ada dalam
rongga usus yang terbendung, maka mudah terjadi pembusukan atau gangren. (Suratun.
2010).

D. PATHWAY HERNIA INGUINALIS

Kehamilan, batuk
Kelemahan otot abdomen
kronis, obesitas
karena usia atau secara
kongenital
Tekanan intra
Abdomen

Peregangan rongga dinding

Herniasi
Cincin hernia

Hernia Inguinalis

Penekanan Gangguan penyaluran


pembuluh darah isi usus

Stragulasi Makanan tidak


dapat dicerna

Penekanan Pembedahan Lama tersimpan simpul

Gangguan rasa Terputusnya Perubahan nutrisi


aman dan nyaman kontinuitas kurang dari
dan nyeri jariangan lunak kebutuhan

Proses Terputusnya Destruksi Keterbatasan


penyembuhan simpul pertahanan gerak

Peningkatan Gangguan rasa Port de Hipoperistaltik


metabolisme nyaman dan usus
nyeri Masuknya
Kebutuhan nutrisi mikroorganismde ganggunan
eliminasi
Resiko tinggi BAB konstipasi
Perubahan infeksi Gangguan
nutrisi kerang Kurang perawatan
mobilitas fisik
dari diri
kebutuhan
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik Hernia Inguinalis Lateralis sebagai berikut :
1. Tampak adanya benjolan di lipatan paha atau perut bagian bawah dan benjolan
bersifat temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang disebabkan oleh
keluarnya suatu organ.
2. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di tempat tersebut disertai
perasaan mual.
3. Nyeri yang diekpresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Nyeri tidak hanya
didapatkan di daerah inguinal tapi menyebar ke daerah panggul, belakang kaki, dan
daerah genetal yang disebut reffred pain. Nyeri biasanya meningkat dengan durasi
dan intensitas dari aktifitas atau kerja yang berat. Nyeri akan meredah atau
menghilang jika istirahat. Nyeri akan bertambah hebat jika terjadi stranggulasi
karena suplai darah ke daerah hernia terhenti sehingga kulit menjadi merah dan
panas.
4. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) di
samping benjolan di bawah selah paha.
5. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut di sertai sesak
nafas.
6. Bila klien mengejan atau batuk maka hernia akan bertambah besar.
(Suratun. 2010).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin memanjang, mempengaruhi homeostatis
intraoperasi atau post operasi.
2. Pemeriksaan urine :
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan infeksi.
3. Elektrokardiografi (EKG) :
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian untuk
memberikan anastesi.
4. Sinar X abdomen : Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi
usus.
(Suratun. 2010).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia sebagai berikut ( menurut Suratun, 2010):
1. Hernia berulang.
2. Obstruksi usus persial atau total.
3. Luka pada usus.
4. Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki.
5. Perdarahan yang berlebihan.
6. Infeksi luka bedah.
7. Fistel urine dan feses.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik hernia inguinalis antara lain :
1. Terapi Konservatif :
a. Reposisi :
Tindakan memasukkan kembali isi hernia ke tempatnya semula secara hati-hati
dengan tindakan yang lembut tetapi pasti. Tindakan ini hanya dapat dilakukan
pada hernia reponibilis dengan menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu
melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukkan isi hernia
melalui hernia tadi.
b. Pemakaian penyangga/sabuk hernia :
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup.
2. Terapi Operatif :
a. Herniotomi :
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengkapan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
b. Hernioplasti :
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
3. Medikasi :
a. Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
b. Pemberian antiobiotik untuk menyembuhkan infeksi.
4. Aktivitas dan diet
a. Aktivitas :
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah pembedahan.
b. Diet :
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai saluran
gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang.
Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah sembelit dan
mengejan selama buang air besar. Hindari kopi, teh, coklat, minuman
berkarbonasi, minuman beralkohol dan setiap makanan atau bumbu yang
memperburuk gejala

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Sebelum operasi : Adanya benjolan di selangkang / kemaluan, nyeri didaerah
benjolan, mual muntah, kembung, konstipasi, tidak nafsu makan, pada bayi bila
menangis atau batuk yang kuat timbul benjolan.
Sesudah Operasi : Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual, kembung
b. Data objektif.
Sebelum operasi : Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisa, spasme otot,
demam dehidrasi, terdengar bising usus pada benjolan.
Sesudah Operasi : Terdapat luka pada selangkang, puasa, selaput mukosa mulut
kering, anak bayi rewel.
c. Data Laboratorium
Darah leukosit > 10.000 18.000 / mm3, serum elektrolit meningkat.
d. Data pemeriksaan diagnostik : X ray
e. Potensial komplikasi :
1) Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantung hernia
2) Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat semakin banyak usus yang
naik.
3) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang menekan pembuluh darah dan
kemudian timbul nekrosis.
4) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah dan okstipasi.
5) Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam asidosis metabolik dan
akses.

2. Diagnosa Keperawatan, KH dan Intervensi


a. Sebelum operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan pada selangkang.
KH : Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap pasien dapat
beradaptasi dengan nyeri.
Intervensi :
a) Obsevasi tanda tanda vital
b) Observasi keluhan nyeri, kolasi, jenis dan intensitas nyeri
c) Jelaskan penyebab rasa sakit dan cara menguranginya.
d) Beri posisi tidur yang nyaman.
e) Ciptakan lingkungan yang tenang.
2) Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
KH : Turgor kulit elastis
Intervensi :
a) Obsevasi tanda vital setiap 4 jam
b) Puasa makan minum
c) Timbang berat badan anak setiap hari
d) Kalau perlu pasang infus dan NGT sesuai program dokter
e) Hentikan makan minum yang meransang mual dan muntah
f) Obsevasi jumlah dan isi muntah
g) Catat dan informasikan kepada dokter tentang muntahnya.
h) Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.
b. Sesudah Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
KH : Nyeri berkurang secara bertahap
Intervensi :
a) Kaji intensitas nyeri pasien.
b) Observasi tanda tanda vital dan keluhan pasien.
c) Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan
pembedahan yang dilakukan.
d) Beri posisi tidur yang menyenangkan dan aman.
e) Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktifitas secara bertahap.
f) Beri terapi analgesik sesuai program medik
g) Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati hati.
h) Anjurkan teknik relaksasi.
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
setelah pembedahan.
KH : Turgor kulit elastik, tidak kering mual dan muntah tidak ada.
Rencana tindakan :
a) Obsevasi tanda tanda vital tiap 4 jam
b) Monitor pemberian infus.
c) Beri makan dan minum secara bertahap.
d) Monitor tanda tanda dehydrasi.
e) Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar.
f) Timbang berat badan setiap hari.
g) Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka opersai.
KH : Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak, tidak ada perdarahan.
Intervensi :
a) Obsevasi keadaan luka operasi dari tanda tanda peradangan, demam,
merah, bengkak, dan keluar cairan.
b) Rawat luka dengan teknik steril.
c) Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
d) Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
e) Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi dan
lingkungannya.
f) Kalau perlu ajarkan keluarga dalam pearwatan luka operasi
4) Resiko tinggi hipertensi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
KH : Luka operasi bersih, kering, tidak bengkak, dan tidak ada perdarahan,
suhu dalam batas normal ( 36 37 C ).
Intervensi :
a) Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam
b) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
c) Beri kompres hangat.
d) Monitor pemberian infus.
e) Rawat luka operasi dengan teknik steril.
f) Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.
5) Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan
kurang informasi .
KH : Orang tua mengerti tentang perawatan luka operasi. Orang tua dapat
memelihara kebersihan luka operasi dan perawatannya.
Intervensi :
a) Anjurkan kepada orang tua cara merawat luka operasi dan menjaga
kebersihannya.
b) Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d) Anjurkan untuk meneruskan pengobatan / minum obat secara teratur di
rumah dan kontrol kembali ke dokter.

Anda mungkin juga menyukai