Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TOTAL HIP

REPLACEMENT

( disusununtukmemenuhitugasmatakuliahKepererawatanBedah )

DosenPengampu :Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018

1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TOTAL HIP

REPLACEMENT

Diusulkan oleh:

Yuni Ayumi 152310101049 Angkatan 2015


Aggun Dyah Pramita 172310101067 Angkatan 2017
Filda Muktiani 172310101076 Angkatan 2017
Nanda Leoni Agustin 172310101085 Angkatan 2017
Rachma Ayu Dewanti 172310101093 Angkatan 2017
Vivi Dwi Nofita Sari 172310101105 Angkatan 2017

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

i
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan karunia-Nya


sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Total Hip Replacement ”. Makalah ini guna untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Jember. Kami juga tidak lupa akan kontribusi berbagai pihak. Oleh
sebab itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku penanggung jawab mata
kuliah Keperawata Bedah
2. Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp. Kep. MB selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Bedah
3. Semua pihak yang secara tidak langsung kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Kami juga mengharapkan adanya kritik maupun saran yang dapat


membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini dan karya tulis
selanjutnya. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 18 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 LatarBelakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II. KONSEP DASAR ................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Total Hip Replacement ................................................................. 4
2.1.2 Epidemiologi .............................................................................................. 4
2.1.3 Etiologi ....................................................................................................... 5
2.1.4 Patofisiologi................................................................................................ 6
2.1.5 Pathway ...................................................................................................... 7
2.1.6 Menifestasi Klinik ...................................................................................... 8
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 8
2.1.8 Penatalaksanaan medis ............................................................................. 11
2.1.9 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Post- Oprasi ................................. 12
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................... 16
3.1 konsep Asuhan Keperawatan THR ......................................................... 16
3.2 Kasus Pasien pada Post Op THR ............................................................. 23
BAB IV. PENUTUP ............................................................................................ 45
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 45
4.2 Saran ............................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak
untukmenempuh suatu jarak.Aktifitas ini dilakukan setiap harinya untuk
membantusetiap manusia dalam melakukan segala kegiatan harian mereka
mulai dari bekerja,sekolah dan melakukan kegiatan di lingkungan
sekitar.Gerakan berjalanmerupakan gerakan yang memerlukan koordinasi
yang tinggi, dikontrol olehsusunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang
sangat kompleks.Kekuatan darianggota gerak bawah menjadi kunci dalam
melakukan kegiatan berjalan.Membutuhkan kombinasi dari tiga kekuatan,
yaitu: (1) kekuatan otot, (2) gayaberat, (3) kekuatan momentum.
Hip Joint atau sendi pinggul merupakan salah satu komponen atau
penunjang terjadinya proses berjalan dikenal juga dengan sebutan Ball-and-
Socket Joint. Sendi yang dibentuk oleh Acettabulum yang merupakan bagian
dari tulangpelvic dan ujung teratas dari tulang femur yaitu Caput of Femur
atau kepala femur.Sendi ini akan menimbulkan gerakan menekuk paha saat
terjadinya proses berjalan.Besarnya peranan dan aktifitas sendi yang sangat
besar mengakibatkan beberapagangguan timbul pada sendi hip yang bersifat
degeneratif maupun tidak, sepertiOstheoatritis, Reumatoid Atrithis, post-
traumatic Hip dan avascular necrosis, yangakan menimbulkan nyeri dan
ketidakstabilan sendi yang berkepanjangan danmengakibatkan terganggunya
aktifitas seseorang. Tindakan operasi pergantian sendi akan menjadi pilihan
untuk kasus-kasus kronik.
Total Hip Replacement (THR) merupakan tindakan operasi
penggantian sendi hip, setelah terjadinya kerusakan kronis pada acettabulum
dan caput femur.Menurut Commonwealth Orthopaedics’ surgeons di Virginia
bagian Utara, pada tahun 2003 - 2006 terdapat 2,600 pasien yang telah
melakukan THR. Di UnitedStates, tahun 2003 terdapat 200,000 tindakan
operasi THR, 100,000 partial hipreplacements, dan 36,000 revision hip
replacements (Chunliu et al., 2007) dan menurut National Institute of Arthritis
and Musculoskeletal and Skin Diseases mengatakan, angka kejadian THR

1
pada tahun 2009 berkisar 1 : 2,266 kejadian. Tindakan operasi THR kerap
menimbulkan beberapa komplikasi.Komplikasi yang serius seperti infeksi
sendi terjadi 2% dari jumlah pasien (AAOS, 2015). Beberapa jenis kompikasi
pasca THR adalah Blood loss requiringtransfusion, Deep vein thrombosis
(DVT), Pulmonary embolism, Excessive jointbleeding, Hematoma, Joint
infection, Joint dislocation, Sciatic nerve injury (Beagan et al., 2010)
Menurut McNamara (1993) dalam Marican (2011) menyebutkan
operasi penggantian sendi panggul dikaitkan dengan risiko cedera saraf sekitar
0,6% sampai 1,3% dan risiko meningkat menjadi 3 % sampai 6% setelah
operasi revisi. Sedangkan, menurut Pandey et al. (2015), terjadinya Sciatic
nerve injury setelah dilakukannya operasi Total Hip Replacement (THR) dan
hemi-arthroplasty dilaporkan antara 0,3% dan 4% di THR primer dan dari
2,9% menjadi 7,5% pada operasi revisi. Cedera dari saraf sciatic dapat terjadi
karena adanya trauma padasaraf, hal ini dapat terjadi selama atau pasca
dilakukannya operasi.Trauma pada saraf dapat terjadi karena adanya traksi
atau penguluran dan / atau tekanan yang berlebihan pada saraf, dapat juga
terjadi akibat benda tajam atau tumpul yang mengenai saraf secara
langsung.Komplikasi dari cedera pada saraf sciatic salah satunya adalah Drop
Foot.
Drop Foot merupakan suatu gangguan yang terjadi pada bagian kaki
seseorang yang melibatkan pergelangan kaki dan otot-otot kaki (Pritchett et
al., 2009). Suatu bentuk keterbatasan atau ketidakmampuan untuk
menggerakan pergelangan kaki dan jari kaki ke atas dan mengacu pada
terjadinya kelemahan otot-otot depan kaki yang menyebabkan terseretnya kaki
saat berjalan. Hasil penelitian dari Pritchett et al. (2009), diketahui tahun 2009
di Amerika dan Inggris terdapat 1.787 kasus Drop Foot diseluruh rumah sakit
dengan perbandingan 815 kasus (45,59%) terjadi pada laki-laki dan 972 kasus
(54,41%) terjadi pada perempuan. Drop Foot yang terjadi akibat kerusakan
atau cedera pada saraf perifer yaitu saraf peroneus akan mengakibatkan
kelemahan pada otot-otot yang disarafi dan potensi terjadinya kontraktur dan
atropi pada otot yang mengalami disuse atau lemah. Berdasarkan komplikasi
yang ditimbulkan akibat drop foot Modalitas Fisioterapi yang digunakan

2
berupa Electrical Stimulaition dan terapi latihan. Penggunaan Electrical
Stimulaition dengan menggunakan arus faradicakan menimbulkan efek
fisiologis berupa rasa tertusuk halus untuk merangsang sensorik dan terjadiya
vasodilatasi dangkal untuk mensuplai darah pada otot-otot yang mengalami
kelemahan, menstimulasi respon saraf dan merangsang terjadinya kontraksi
otot untuk menjaga sifat fisiologis otot. Terapi latihan berupa
Passivemovement, Active resisted movement dan kontraksi isomerik untuk
menjaga lingkup gerak sendi, menambah kekuatan otot dan mencegah
terjadinya kontraktur dan atropi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakahdefinisi THR?
1.2.2 Apakah epidemiologi terjadinya THR?
1.2.3 Bagaimana etiologi THR?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi THR?
1.2.5 Bagaimana pathway THR?
1.2.6 Bagaimana menifestasi klinik dari THR?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari THR?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis dari THR?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas terstruktur matakuliah Keperawatan Bedah
1.3.2 Untuk menganalisis terjadinya THR pasca operasi
1.3.3 Untuk memberikan solusi melalui asuhan keperawatan yang tepat pada
THR pasca operasi.

3
BAB II. KONSEP DASAR

2.1.1 Definisi Total Hip Replacement


Total Hip Replacement (THR) adalah pilihan perawatan yang sangat
baik untuk orang dengan penyakit pinggul degeneratif stadium akhir.
Penggantian pinggul saat ini merupakan operasi ortopedi yang paling sukses
dan dapat diandalkan dengan 97% pasien melaporkan hasil yang lebih baik.
Penggantian pinggul adalah prosedur pembedahan di mana sendi panggul
diganti dengan implan prostetik. Operasi penggantian pinggul dapat dilakukan
sebagai penggantian total atau penggantian setengah (MMC, 2019).
Total Hip Replacement adalah prosedur operasi dimana tulang dan
kartilago (tulang halus) persendian pinggul yang rusak diganti dengan sendi
artifisial. Mayoritas pasien yang melakukan THR in berusia antara 60-70 tahun
(Pritchett, dan Hull, 2017)
Pertama kali dilakukan pada tahun 1960, operasi penggantian panggul
adalah salah satu operasi paling sukses di semua bidang kedokteran. Sejak
1960, perbaikan dalam teknik dan teknologi bedah penggantian sendi telah
sangat meningkatkan efektivitas penggantian panggul total. Menurut Badan
Penelitian dan Kualitas Kesehatan, lebih dari 300.000 total penggantian
pinggul dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat (AAOS,2019).

2.1.2 Epidemiologi
Peningkatan 68% dalam jumlah penggantian pinggul total primer
diBelanda dari 10.359 operasi pada tahun 1986 menjadi 17.401 pada tahun
1997. Ini merupakan peningkatan dari 71 operasi menjadi 112 operasi per
100.000 penduduk. Hanya 15% dari total peningkatan jumlah penggantian
pinggul dapat dijelaskan oleh perubahan ukuran dan profil umur populasi. Atas
dasar kejadian THR pada tahun 1997, kami memperkirakan jumlah tahunan
penggantian panggul total primer. Dengan asumsi tidak ada perubahan lebih
lanjutdalam angka artroplasti usia dan jenis kelamin spesifik, jumlah tahunan
total penggantian pinggul di Belanda pada tahun 2020 akan meningkat sebesar
44% menjadi 25.090 operasi (Malchau, dan Derth, 2012).

4
Di Swedia, jumlah artroplasti meningkat 20% dari 8.336 pada tahun
1987 menjadi10.015 pada tahun 1997, meningkat dari 99 operasi menjadi 113
operasi per 100.000 penduduk. Hanya 3% dari peningkatan jumlah penggantian
pinggul bisa dijelaskan oleh perubahan demografis dalam populasi. Jumlah
THA bervariasi setiap tahun. Atas dasar kejadian THR pada tahun 1997,
diprediksi jumlah tahunan THA di Swedia pada tahun 2020 akan naik menjadi
12.773 operasi, suatu meningkat 28% dibandingkan dengan 1997 (Malchau,
dan Derth, 2012).

2.1.3 Etiologi
Pentalaksanaan tindakan THR atau Total Hip Replecment sering
disebabkan oleh kelainan panggul orang dewasa, kelainan-kelainan ini
antaralain, osteoartritis, rheumatoid artritis, nekrosis avaskular, kelainan
kongenital, nfeksi dalam sendi atau pada tulang di sekitarnya, dan fraktur leher
femur. Fraktur merupakan patahnya tulang atau tulang rawan yang pada
umumnya disebabkan oleh cederah, baik langsung ataupun tidak langsung
mengakibatkan kehilangan sungsi penyokong tubuh. Fraktur bisa terjadi pada
berbagai sistem rangka salah satunya pada ektermitas bawah yang memiliki
fungsi untuk mobilisasi indivdu. Contohnya adalah frakur leher femur.
Fraktur leher femur terjadinya patahan antara tulang persambungan antara
tulang panggul dengan tulang paha. Penyebab terjadinya fraktur leher femur
ini yang paling sering adalah terjatuh, akan tetapi terdpat peyebab lain (Ketut,.
Dkk, 2018), yaitu :
1. Usia. Pada data yang dipaparkan rentan usia yang mengalami kejadian ini
dengan rentan usia 25-59 tahun,
2. Jenis kelamin. Diketahui bahwa wanita rentan terhadap kejadian ini
3. Indeks massa tubuh (IMT). Diketahui yang rawan terjadinya kejadian ini yaitu
IMT kurang dari normal (22,7 Kg/m² - 29,9 Kg/m²)
4. Riwayat ciderah pasien
5. Riwayat diabetes. Pada pasien yang menderita DM dengan gula darah puasa
lebih dari 7 mmol/L dengan durasi penyakit 10 tahun serta dalam pengobatan

5
insulin, ditemukan adanya retinopati diabetes dapat berhubungan dalam
meningkatkan kejadian fraktur
6. Osteoporosis yang dapat disebabkan oleh mengkonsusmsi alkohol yang
berlebihan.

2.1.4 Patofisiologi
Penatalaksaanan pada THR terjadi bisa karena fraktur leher femur.
Fraktur leher femur dapat diakibatkan karena jatuh pada tempat tinggi, terjadi
penebalan yang berlebihan pada femur sehingga tak mampu menahan beban
dan terjadilah fraktur. Patahnya fragmen tulang menyebabkan robeknya
pembulu darah [ada tulang di jaringan lunak atau di sekitarnya yang
menyebabkan hematoma. Kejadian tersebut menyebakan nyeri yang membuat
pasien enggan bergerak. Dikarenakan mengurangi gerakan mengakibatkan
kekurangan otot berkurang. (Bhandari, 2012)
Menurut Kinser, jika terjadi gangguan pada jaringan lunak akibat cidera
ataupun iritasi kimia memiliki respon sel dan vaskuler yang sama. Respon
tersebut terbagi menjadi tiga tahap :
1.Acute stage
Terjadi dalam rentan waktu 4-6 hari terjadinya bengkak dan nyeri.Nyeri
diakibatkan krena teriritasinya saraf oleh cairan kimia lokal di daerah cederah
(oedem).Ketika adanya gerakan oleh pasien menyebkan nyeri yang
mengakibatkan pasien enggan bergerak. Jika hal tersebut terjadi terus
menerus mengakibatkan kekauan sendi
2.Subacute stage
Tahap ini berlangsung 10-17 hari.Nyeri yang diraksakan timbul saat adanya
gerakan maksimal. Tahap ini sudah terjadi kelemahan otot yang diakibatkan
oleh tahap sebelumnya, akibatnya keterbatasan fungsional
3.Chronic stage
Tahap ini berlangsung 6 bulan – 1 tahun. Pada tahap ini peradangan sudah
tidak ada akan tetapi keterbatasan gerak masih ada akibat kontraktur arau
adhesi serta kelemahan otot dan daya tahan otot berkurang menyebabkan
keterbatasan fungsional (Kinser dan colby, 2007)

6
2.1.5 Pathway
Terjatuh karena kecelakaan

Faktor trauma

Tekanan eksternal lebih besar dari


pada tekanan yang dapat diserap
oleh tulang

Terputus atau rusaknya kontinuitas


jaringan tulang

Fraktur neck femur

THR

Mengangkat Post Operasi Pasien terpasang


tidak bisa, drain dan IV
menggerakkan
tangannya ADL Saraf didaerah fraktur
pasien dibantu terputus Masuknya
mikroorganisme ke
dalam tubuh
Impuls nyeri dikirim
Gangguan melalui serabut saraf
mobilitas fisik perifer Resiko infeksi

Stimulus nyeri sampai


korteks cerebal

Pasien mengeluh nyeri


tekan

Nyeri akut

7
2.1.6 Menifestasi Klinik
Manifestasi klinis umum untuk penderita fraktur :
a. Adanya pembengkakan pada area fraktur dengan ditandai rasa nyeri yang sangat
hebat serta adanya perubahan warna pada daerah yang fraktur.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
c. Adanya pemendekan tulang karena kontraks otot pada bagian fraktur.
d. Timbulnya krepitasi akibat adanya gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
(Dewi, D.K. 2014).
Manifestasi tindakan THR biasanya dilakukan pada penderita:
1) Fraktur batang femur
Biasanya pada daerah yang fraktur (paha) mengalami pembengkakan dengan rasa
nyeri saat ditekan ataupun saat di gerakkan.Dapat juga ditemukan adanya
pemendekan tungkai bawah serta pada saat pemeriksaan fraktur 1/3 femur di
perhatikan adanya dislokasi sendi panggul dan juga terdapat robekan pada
ligamentum daerah lutut (Dewi, D.K. 2014).
2) Fraktur kolum femur
Biasanya pada pasien muda dikarenakan kecelakaan berat, sedangkan pada pasien
dengan usi tua disebabkan oleh trauma ringan seperti terpeleset.Pada pasien
dengan fraktur kolum femur ini, pasien tidak dapat berdiri karena terdapat rasa
sakit pada panggul yan disebabkan oleh posisi panggul fleksi dan endorotasi
sehingga terasa sakit.Sedangkan untuk tungkai, biasanya tampak memendek. Jika
dilakukan palpasi maka akan ditemukan hematom didaerah panggul (Dewi, D.K.
2014).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut sulistiawan., dkk (2016) pemeriksaan penunjang TKR dan THR
antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap mengetahui nilai LED (laju endapan darah)
2) Biopsi jaringan atau kelenjar limfe regional
3) Fungsi lumbal untuk mengetahui konsentrasi albumin didalam liquor yang
ditentukan ada tidaknya blok
b.Pemeriksaan diagnostik

8
1. Radiologi
Pemeriksaan dengan menggunakan X-ray yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi tulang dan sendi
a. A B

ii.
iii. http://www.scottsdalejointcenter.com/patient-education/anterior-total-hip-replacement-
precautions/

B. merupakan gambaran Total Hip Replacement


C. merupakan gambaran Hip normal
2. Athroskopi
Menggunakan menggunakan kamera kecil yang dimasukan ke
dalam ruang sendi yang bertujuan untuk menilai struktur, lesi dan
deformitas pada sendi. Biasanya juga digunakan untuk mengambil
specimen cairan sendi.

3. Pemeriksaan densitas tulang

Pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kekuatan tulang dalam


menahan beban tubuh. Karena jka terjadi osteoporosis maka kemampuan
tulang untuk menahan beban akan berkurang diakibatkan penurunan
kepadatan pada tulang.
4. Foto rontgen thorak
Foto x ray thorax dilakukan untuk melihat kondisi organ pulmo
dan kardio pasien. Organ tersebut memiliki fungsi yang vital dalam proses
pembedahan. Jika pasien terdeteksi memiliki kelainan pada kedua sistem
tersebut maka pembedahan akan sangat beresiko.
5. CT scan dan MRI

9
Magnetic resonance imaging (MRI) prosedur yang digunakan
untuk memetakan struktur tubuh. Pemetaan menggunakan medan magnet
yang sangat besar sehingga atom hidrogen menjadi teratur dan mudah
dipetakan. MRI dapat menggambarkan struktur sendi secara jelas.
6. Pemeriksaan darah lengkap
a. Hemoglobin
Digunakan untuk menilai dan memantau adanya pendarahan
pasca pembedahan. Pada kondisi haemodillusi tubuh akan mengalahi
kelebihan beban cairan.
b. leukosit
Digunakan untuk menilai sistem kekebalan tubuh pasien
pra dan pasca operasi. Kenaikan leukosit mengindikasikan tanda
inflamasi akut dan kemungkinan adanya infeksi mikroba akibat
prosedur pembedahan.
c. Trombosit
Pemeriksaan trombosit digunakan untuk prosedur
pembedahan yang beresiko menimbulkan pendarahan yang
massive.
d. Kultur darah
Mengeahui mikroba yang menginvasi pasien dan
mengetahui jenis antibiotika yang tepat untuk melindungi fungsi
ginjal, hati dan organ lain dari efek penggunaan antibiotika.

7. Pemeriksaan gula darah

Digunakan agar mengetahui kadar gula pasien terkait prosedur


pembedahan yang mengharuskan pasien berpuasa, untuk
mempertahakankan status nutrisi pasien sehingga proses recovery dpat
lebih cepat.

8. Pemeriksaan fungsi hati

10
Dengan penilaian SGOT dan SGPT untuk mengetahui apakah
pasien memiliki riwayat hepatitis, jika iya itu akan meningkatkan resiko
akibat penggunaan obat obatan anastesi yang bersifat hepatoksik.

9. Pemeriksaan fungsi ginjal


Mengukur kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Pasien yang
memiliki penurunan fungsi ginjal akan meningkatkan resiko akibat obat
anastesi dan antibiotika yang memperberat kerja ginjal

2.1.8 Penatalaksanaan medis


Menurut (Apley, 1995) gejala yang muncul pada penderita Total
Knee Replacement yaitu Nyeri, kekakuan, demormitas (kaki bengkok),
pembengkakan, penguncian dan pemberian jalan. Untuk itu perlu
diadakannya latihan latihan yang berfungsi untuk menghilangkan gejala
gejala tersebut. Latihan tentunya harus sesuai tujuan dan indikasi yang
diingkan seperti untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran darah dan
merelaksasikan otot.
Penganganan penanganan yang dilakukan fisioterapis untuk
mengatasi keluhan tersebut antara lain dengan melakukan penanganan pasca
operasi seperti (Streaching, hold relax, active resisted, quadricep bench).
Dengan melakukan terapi tersebut diharapkan pasien dapat melakukan
aktivitas secara normal, terapi tersebut dijabarkan seperti berikut :
1. Streaching
Dilakukan dengan cara pasien tidur dengan posisi terlentang dengan
terapis berada disamping pasien lalu terapis menggerakan kaki pasien
keatas dan kebawah. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk
mengendurkan otot otot yang kaku, membantu mengurangi nyeri serta
memperlancar sirkulasi darah.
2. Hold Relax
Metode yang dilakukan dengan cara memajukan atau mempercepat
respon mekanisme neuromuscular melalui rangsangan pada propioseptor.
Sebelum otot antagonis dilakukan penguluran, otot antagonis terlebih
dahulu dikontraksikan secara isometris melawan tahanan dari terapis
kearah agonis lalu dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut.Hold relax

11
bertujuan merileksasi otot-otot dan menambah LGS serta untuk
mengurangi nyeri. (Kisner dan Colby, 2007)
3. Active Resisted
Gerakan aktif yang dilakukan dengan tahanan dari luar terhadap
gerakan yang dilakukan pasien.Tahanan dapat berupa dari pasien ataupun
terapis. Ada beberapa cara meningkatkan kekuatan otot salah satunya
adalah dengan meningkatkan tahanan secara bertahap. (Kisner dan
Colby, 2007).
4. Quadricep Bench
Pasien duduk dengan posisi ongkang-ongkang, lalu terapis
menyiapkan alat dan memberi beban sesuai kemampuan pasien dengan
menggunakan diagram Holten. Pengulangan sesuai apa yang tercatat
menggunakan diagram. Quadricep bench bertujuan untuk menambah
kekuatan otot.
2.1.9 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Post- Oprasi
Setelah dilakukan latihan bersama fisioterapis di rumah sakit
pemulihan pasien juga bisa latihan senidiri dirumah, latihan ini sangat
penting dan harus dimulai sesegera mungkin setelah operasi.

1. Pada saat setelah oprasi (Jared, 2017) :

1. Ankle Pumps
Perlahan dorong kaki ke atas dan ke bawah

2. Ankle Rotations.

Gerakan pergelangan kaki ke dalam ke arah kaki anda yang lain kemudian
menjauh.

12
3. Bed-Supported Knee Bends
Geser kaki ke arah bokong, tekuk lutut dan jaga agar tumit tetap di tempat
tidur. Jangan biarkan lutut berputar ke dalam. Pegang lutut dalam posisi
menekuk maksimal selama 5 hingga 10 detik, lalu luruskan.

4. Buttock Contraction
Kencangkan otot bokong anda dan tahan sampai hitungan 5.

5. Abduction Exercise
Geserkan kaki ke samping sejauh yang bisa dilakukan dan kemudian
kembali.

6. Stralght Leg Relses


Kencangkan otot paha dengan lutut diluruskan di trmpat tidur tahan
selama 5-10 detik. Perlahan-lahan.

2. latihan minggu pertama setelah operasi

13
Gerakan pertama:

Posisi tidur miring pinggul yang dioperasi di posisi atas. Kemudian


gerakan kaki ke arah atas. Lakukan dengan sepuluh kali pengulangan
selama dua menit istirahat, kemudian ulangi sampai sepuluh kali
pengulangan.

Gerakan kedua:

Posisi tidur telentang, kaki yang dioperasi diluruskan dan kaki yang sehat
ditekuk sekitar 40°, kemudian angkat kaki yang sakit perlahan kemudian
tahan sepuluh detik, kemudian turun kembali. Ulangi sebayak sepuluh kali
pengulangan.

3. latihan minggu kedua dengan ditambahkan resisten hip flextion

Latihan dengan bantuan beban karet bisa ditambahkan pegangan


dengan menaruh kursi didepan sebagai pegangan untuk pemula agar lebih
aman. Latihan gerakan kaki yang diikat karet ke arah depan, lakukan
sepuluh kali pengulangan selama lima menit, kemudian istirahat dan
ulangi kembali.

14
4. gerakan yang perlu dihindari

a. Hip Laying Down


Jangan terlalu membungkuk terlalu jauh

b. Hip Bend
Jangan biarkan lutut kaki dioperasikan melewati garis
tengah tubuh Anda. Tindakan pencegahan ini sangat penting
ketika berbaring miring atau mencoba membalikkan badan di
tempat tidur. Saat berbaring di sisi yang tidak terpengaruh,
letakkan bantal di antara kaki menyajngga pinggul pada posisi
yang benar. Saat duduk, jangan menyilangkan kaki Anda yang
sakit.
c. Hip Belly
Jangan putar kaki dioperasikan ke dalam. Ini berarti saat
berbaring telentang, jangan putar kaki yang terkena ke arah
kaki lainnya seperti yang mungkin dilakukan saat berguling.
Selain itu, jangan berdiam diri. Jaga jari-jari kaki yang sakit
mengarah ke depan saat berdiri, duduk atau berjalan.
d. Hip more than 90 degree
Baik duduk atau berbaring, pertahankan sudut yang dibuat
oleh kaki dan tubuh bagian atas di bawah 90 derajat!

15
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 konsep Asuhan Keperawatan THR
3.1.1. Pengkajian
Pengkajian ini ditujukan agar pasien dalam keadaan optimal pada
saat pembedahan. Adapun beberapa hal yang perlu dikaji antara lain :
1. Pengumpulan riwayat ini terdiri dari umum (umur,jenis
kelamin,pekerjaan,latar belakang budaya dan status ekonomi), keluhan
utama misalnya nyeri (PQRST), pernyataan pernyataan spesifik ortopedi
(kemampuan untuk melakukan aktivitas, perubahan rentang gerak,
pembengkakan sendi, perubahan kekuatan, kondisi jaringan sekitar dan
posisi ekstremitas), riwayat medis terdahulu dan riwayat keluarga
2. Pengkajian keperawatan
a) pola persepsi sehat dimana pasien faham mengenai kondisinya terutama
mengenai THR sehingga dapat mengambil keputusan yang logis
b) manajemen kesehatan dimana pasien faham apa yang harus dilakukan jika
terjadi masalah kesehatan di kemudian hari khususnya masalah yang
berhubungan denga THR dan berikan saran pasien untuk datang ke
fasilitas kesehatan terkait kondisinya.
c) pola nutrisi metabolik pada hal ini dilakukan pengukuran stastus nutrisi
dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan prosedur operasi jika
pasien kekurangan nutrisi maka proses penyembuhan pembedahan akan
lebih lama. Dan jika sudah dilakukan tindakan operasi diperlukan kaji
status nutrisi agar proses rehabilitasi meningkat.
d) pola eliminasi pada pre operasi pola ini jarang bermasalah hanya saja akan
kesusahan dalam urine karena rasa nyeri. Sedangkan pada post operasi
pemantauan pola eliminasi diperlukan agar mencapai keseimbangan
cairan.
e) pola aktivitas fisik aktivitas sebelum dilakukan tindakan operasi akan
mengalami gangguan pada aktivitas fisik dikarenakan nyeri. Sedangkan
pada post operasi maka aktivitas fisik harus dbatasi terlebih dahulu
sebelum sendi mampu menopang tubuh.
f) pola tidur-istirahat pada pasien pre op. Akan mengalami gangguan tidur
yang berhubungan dengan nyeri akan tetapi dengan tidur berkualitas dapat

16
juga mengurangi nyeri atau pasien dapat mengontrol nyeri. Setelah
dilakukan operasi atau post op pasien akan mendapatkan analgesik
(penghilang rasa nyeri) sehingga jarang mengalami gangguan tidur.
g) pola presepsi kognitif fokus pengkajian ini adalah kemampuan pasien
mengambil keputusan logis atas penyakitnya.
h) pola persepsi dan konsep diri masalah yang sering muncul yaitu
kehilangan peran, body image dan tidak dapat melakukan fungsi didalam
keluarga.
i) pola hubungan ini disebabkan oleh hambatan mobilitas fisik sehingga
pasien tidak dapat berhubungan secara langsung dengan lingkungan.
j) pola aktivitas seksual yang disebabkan oleh hambatan aktivitas fisik.
k) pola stres dan koping pada kondisi ini pasien akan mengalami stres dari
penyakit yang diderita.
l) pola keyakinan perlu dikaji adanya nilai keyakinan yang bertentangan
dengan nilai keperawatan modern dalam pemberian intervensi sehingga
pasien mampu mencapai tujuan yang sama, tak lupa dilakukan pendekatan
holistik.
3. Pengkajian fisik
a) sistem respirasi. Tindakan ini harus dilakukan sebelum operasi meliputi
pola pernapasan, irama, kedalaman, penggunaan otot dalam pernapasan,
serta status oksigen.
b) sistem urinari di fokuskan pada adanya tanda tanda penyakit ginjal kronis
yang berhubungan dengan proses infeksi dan pengobatan
c) sitem persyarafan difokuskan pada gangguan persyarafan karena hal itu
dapat menganggu proses rehabilitasi
d) sistem imunologi di fokuskan pada kelenjar limfe, bila ada infeksi terjadi
pembengkakan
e) sistem kardiovaskuler dapat ditemukan masalah yang dikarenakan rasa
nyeri dan pengobatan
f) integumen. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum operasi diarea yang
mengalami pembedahan (infeksi).

17
g) sistem muskuloskeletal. Pada sistem ini dapat ditemukan pembengkakan
sendi yang sering kali asimetris, nyeri tekan tulang.
4. Pemriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap mengetahui nilai LED (laju endapan darah)
b. Biopsi jaringan atau kelenjar limfe regional
c. Fungsi lumbal untuk mengetahui konsentrasi albumin didalam liquor
yang ditentukan ada tidaknya blok
2. Pemeriksaan diagnostic (Radiologi, Athroskopi, Pemeriksaan densitas,
Pemeriksaan darah lengkap, Pemeriksaan gula darah, Pemeriksaan fungsi
hati , dan Pemeriksaan fungsi ginjal ).

3.1.2 Diagnosa
Pre-Oprasi THR
Ansietas b.d stresor pada pembedahan atau oprasi (TKR) d.d gelisah.

Post-Oprasi THR
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (pasca THR) ditandai nyeri yang
dirasakan
2. Intoleran aktivitas b.d perubahan sendi (post operasi THR) d.d kesulitan
melakukan aktivitas secara mandiri
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasive

3.1.3 Intervensi

Pre-Oprasi

N DIAGNO KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


O SA HASIL

1. Ansietas 1. Gunakan pendekatan 1. Menciptaka


b.d stresor yang tenang dan n suasana
kriteria hasil:
pada meyakinkan saling
pembedah 1. Perasaan 2. Jelaskan semua percaya

18
an atau gelisah prosedur termasuk pada klien.
oprasi 2. Rasa takut sensasi yang akan 2. Agar klien
(THR) d.d yang dirasakan yang dapat
gelisah disampaikan mungkin dialami kooperatif
secara lisan klien selama saat dan
Post- 3. Rasa cemas prosedur setelah
Oprasi yang 3. Berada disisi klien dilakukan
THR disampaikan untuk meningkatkan tindakan
secara lisan rasa aman dan 3. Mengurangi
mengurangi rasa
ketakutan kegelisahan
4. Dorong keluarga pada diir
untuk mendampingi klien.
klien dengan cara 4. Menimbulk
yang tepat an suasana
5. Kaji untuk tanda kekeluargaa
verbal dan non n untuk
verbal kecemasan memotivasi
klien.
5. Mengetahui
seberapa
ringan atau
parah
tingkat
kecemasan
yang klien
alami.

Post-Oprasi

19
N DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
O

1. Nyeri akut 1. lakukan pengkajian 1. mengetahui keadaan klien


b.d agen nyeri komperhensif sehingga tindakan yang
cedera fisik yang meliputi lokasi dilakukakn tepat.
(pasca THR) karakteristik durasi, 2. sebagai agen pengurangan
ditandai kualitas, intesitas, dan rasa sakit akibat nyeri.
nyeri yang faktor pencetus. 3. agar klien mengetahui
dirasakan 2. pastikan perawatan pengetahuan mengenai nyeri dan
analgesik bagi pasien dapat kooperatif.
dilakukan dengan 4. sebagai bekal tindakan bila
pemantauan yang mana tidak diberikan perawatan
ketat. farmakologi,
3. gali pengetahuan 5. proses penyembuhan klien
dan kepercayaan semakin cepat.
pasien mengenai nyeri.
4. ajarkan
menggunakan teknik
non-farmakologi(
seperti biofeed-back,
TENS, Hipnosis,dll)
5. kolaboralsi dengan
pasien, orang terdekat,
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri non-farmakologi
sesui dengan
kebutuhan.

20
2. Intoleran 1. Mencegah terjadinya
aktivitas b.d 1. Monitor lokasi dan nyeri pada klien akibat
perubahan kecenderungan adanya lingkungan yang tidak
sendi (post nyeri dan nyaman.
operasi ketidaknyamanan 2. Mengantisipasi
THR) d.d selama timbulnya rasa nyeri
kesulitan pergerakan/aktivitas akibat sendi terpaksa
melakukan 2. Tentukan batasan bergerak.
aktivitas pergerakan sendi dan 3. Melatih otot agar tidak
secara efeknya terhadap kaku akibat bedrest.
mandiri fungsi sendi 4. Klien dan keluarga dapat
3. Lakukan latihan ROM mengetahui dan
pasif atau ROM mempraktekkan latihan
dengan bantuan sesuai ROM secara mandiri.
indikasi 5. Program latihan klien
4. Instruksikan sesuai dengan standart
pasien/keluarga cara dari berbagai bidang
melakukan latihan kesehatan lainnya.
ROM pasif, ROM
dengan bantuan/ROM
aktif
5. Kolaborasikan dengan
ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan
menerapkan sebuah
program latihan.
3 Resiko 1. Alokasikan 1. Mencegah perceptan
infeksi b.d kesesuaian luas menyebarn virus dan
prosedur ruang per pasien, penyakit antar pasien.
invasif seperti yang 2. Mencegah terjadinya
diindikasikan oleh infeksi pada area IV oleh
pedoman Pusat benda asing (Jarum, dll).

21
Peengendalian dan 3. Mempercepat
Pencegahan penyembuhan luka.
Penyakit 4. Agar keluarga dank klien
2. Ganti IV perifer dapat menerapkan secara
dan tempat saluran mandiri apa yan telah
penghubung serta diajarkan oleh perawat baik
balutannya sesuai di RS maupun di rumah.
dengan pedoman 5. Antibiotic merupakan
CDC saat ini pengobatan dari dalam
3. Pastikan teknik tubuh sehingga dapat
perawatan luka mempercepat
yang tepat penyembuhan.
4. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi
5. Berikan terapi
antibiotik yang
sesuai

skala nyeri 7

22
3.2 Kasus Pasien pada Post Op THR
I. Identitas Klien
Nama : Tn.W No. RM : 070249
Umur : 70 tahun Pekerjaan : Petani

Jenis : Laki-laki Status : Kawin


Kelamin Perkawinan

Agama : Islam Tanggal MRS :

Pendidikan : SMP Tanggal : 16 Maret 2019


Pengkajian

Alamat :Jember Sumber : Pasien, keluarga,


Informasi dan catatan rekam
medik

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medik:
Post OP Fraktur Leher Femur
2. Keluhan Utama:
Nyeri pada daerah post oprasi
3. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengalami kecelakaan 6 bulan yang lalu, sejak itu pasien
mengeluhkan bahwa ia sering merasakan nyeri daerah panggul kiri, sejak 1
bulan belakangan ini nyeri yang dirasakan semakin parah dan berakibat
pasien susah untuk berjalan, selanjutnya pada tanggal 13 Maret 2019, pasien
dibawa ke rumah sakit dan pada tanggal 15 Maret 2019 dilakukannya op
total hip replacemen (THR) dengan indikasi fraktur negleted colse neck
femur sinistra. (Patah tulang leher paha pada bagian kiri yang tidak segera
ditangani)Pengkajian dilakukan tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.00 dengan
pasien mengeluh nyeri pinggul kiri post operasi.
P : Luka Post Op
O : seperti di tusuk-tusuk

23
R : Paga dan panggul kaki kiri
S : 7 rentang 10
T : SetIap digerakan

4. Riwayat kesehatan terdahulu:


a. Penyakit yang pernah dialami:
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
c. Pasien dan keluarga mengatakan bahwa pasien tidak memiliki alergi
terhadap apapun.
d. ImunisasiPasien mengatakan tidak mengingat mengenai imunisasi yang
pernah didapatkannya dan keluarga juga tidak mengetahui imunisasi yang
telah didapat oleh pasien.
e. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Kurang melakukan olahraga.
f. Obat-obat yang digunakan:
Pasien biasanya meminum obat yang dijual diwarungnya seperti panadol
jika mengalami sakit yang dianggapnya ringan.

5. Riwayat penyakit keluarga:


Keluarga Tn. W tidak menderita penyakit yang sama seperti Tn. W, dan jika
ada keluarga pasien yang sakit segera dibawa ke puskesmas,
Genogram:

24
Keterangan:

= Laki-laki = Garis Pernikahan

= Perempuan = Garis Keturunan

= Meningga = Pasien

III. Pengkajian Keperawatan

1.Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan


Pasien sudah bisa mengungkapkan secaraverbal/bahasatentang apa yang
dirasakan dan apa yangdiinginkan
Interpretasi : Tn.W mengatakan bahwa paha kirinya sangat nyeri. Tn. W
ingin mendapatkan obat anti nyeri untuk mengatasinya tetapi perawat tidak
memperbolehkan karena hal tersebut wajar setelah Tn.W baru selesai
melakukan operasi THR.

2.Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Tidak terkaji
- Antropometeri
Tidak terkaji
- Biomedical sign :
Hb: 12,9 gr/dl
Leucosit: 11.500/ul
Trombosit: 236.000/ul

25
Eritrosit: 4,58 juta/ul
Interpretasi :
Nilai Hb, Trombosit, Eritrosit pasien normal dan tidak ada kelainan berbeda
dengan leucosit yang tidak normal
- Clinical Sign :
Terdapat lesi pada sayatan post operasi
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
Tidak terkaji

3. Pola eliminasi
Pasien terpasang kateter dengan warna urin berwarna kuing jernih, output
kisaran 700-800ml/ hari.Pasien mengatakan BAB sekali dalam sehari dengan
fases lunak.

4. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Sebelum sakit aktivitas pasien terganggu jika nyeri muncul setelah
beraktivitas dan setealah dioperasi pasien tidak dapat beraktivitas karena
bagian paha kiri masih terasa nyeri.
c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi / ROM √

Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:


dibantu alat, 4: mandiri

26
Status Oksigenasi :
Status oksigenasi pasien normal dan tidak terpasang alat bantu pernafasan
Fungsi kardiovaskuler :
Fungsi kardiovaskuler normal
Terapi oksigen :
Tidak dilakukan terapi oksigen
Interpretasi : pasien bernafas secara normal dan tidak merasakan sesak nafas

5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Durasi : sebelum sakit pasien tidur 6-7 jam per hari setelah sakit pasien
tidur 6 jam per hari malam hari dan siang hari 1-2 jam
Gangguan tidur : sebelum sakit tidak ada gangguan tidur, setelah sakit
tidak memiliki gangguan tidur.
Interpretasi : pasientidak mengalami gangguan pola tidur dengan tidur 6
jam per hari di malam hari dan siang hari 1-2 jam

6. Pola kognitif & perceptual


Fungsi Kognitif dan Memori :
Fungsi kognitif: menurut pasien sakit adalah keadaan ketika dia tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya karena ada rasa sakit ditubuhnya.
Fungsi memori: pasien mampu mengingat kejadian 6 bulan lalu saat dia
mengalami kecelakaan
Fungsi dan keadaan indera :
Fungsi dan keadaan indera pasien seperti penglihatan, pendengaran,
pengecap normal tidak ada kelainan. Pasien mampu merasakan sentuhan,
mampu mendengar , mampu melihat dengan jelas dan mampu membau
sesuatu dengan baik.
Interpretasi : Fungsi kognitif dan perceptual pasien normal dan tidak ada
kelainan.
7. Pola persepsi diri
Gambaran diri :
Pasien dan keluarga dapat menerima keadaan sakitnya dan berharap dapat
kembali sehat setelah menjalani operasi THR

27
Identitas diri :
Pasien sebagai kepala keluarga
Harga diri :
Pasien tidak mengeluh dengan sakitnya dan semangat menjalani aktivitas
sehari-hari
Ideal diri :
Pasien ingin dapat beraktivitas seperti biasanya dan tidak lagi merasakan
nyeri lutu saat beraktivitas setelah operasi TKR
Peran diri :
Peran pasien sebagai kepala keluarga yang memiliki istri dan 2 anak pria,
merasa mengalami perubahan saat sakit.
Interpretasi : pola persepsi klien terkaji

8. Pola seksualitas & reproduksi


Pola seksualitas
Pasien sudah tidak berhubungan seksual dengan istrinya

9. Pola peran & hubungan


Peran pasien sebagai kepala rumah keluarga dengan 2 orang anak
mengalami perubahan saat sakit kerena adanya perubahan kapasitas fisik
yang terganggu dalam menjalankan peran.

10. Pola manajemen koping-stress


Dalam menghadapi sakit yang diderita pasien, keluarga membawanya ke
pelayanan kesehatan untuk mendapat pengobatan.
Interpretasi : Mekanisme pertahanan diri yang digunakan pasien dan
keluarga baik yaitu dengan meminta pertolongan pada orang lain dengan
membawanya ke pelayanan kesehatan.

11. System nilai & keyakinan


Selama pasien sakit, pasien dan keluarga tetap beribadah dan berdoa

28
Interpretasi : Pasien dan keluarga tidak mengalami gangguan dalam
sistem nilai dan keyakinan setelah pasien mengalami sakit.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum:
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis GCS E4V5M6
Pasien nampak menahan nyeri
Tanda vital:
- Tekanan Darah : 130/80 mm/Hg
- Nadi :90 X/mnt
- RR :23 X/mnt
- Suhu :36,7°C
Interpretasi : TTV normal
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi :Tidak ada benjolan/tumor , tidak ada lesi dikepala, penyebaran
rambut merata, rambut bersih, hitam, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran mata normal, ukuran
pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak memakai kacamata, fungsi
penglihatan normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Telinga
Inspeksi :Bentuk dan ukuran telinga simetris, tidak menggunakan alat
bantu dengar, telinga kanan bersih tidak ada gangguan, telinga kiri
terdapat serumen dan kemerahan, terdapat gangguan pendengaran namun
dapat ditoleransi.
Palpasi :teradapt nyeri tekan pada daerah luar sinistra
4. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal, simetris, pernapasan cuping hidung,
bersih, tidak ada pembengkakan, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

29
5. Mulut
Inspeksi :Bibir : mukosa bibir lembab, rongga mulut : jumlah gigi lengkap,
lidah : bersih, warna lidah putih
6. Leher
Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada distensi vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba nadi karotis
7. Dada
Inspeksi : bentuk dada normal , simetris , tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru-paru sonor (normal), suara jantung pekak
Auskultasi: S1-S2, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
8. Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : Peristaltik normal (20x/menit)
Perkusi : Timpani
Palpasi :tidak ada nyeri tekan
9. Urogenital
Tidak terkaji
10. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : gerak tangan antara dekstra dan sinistra seimbang, kekuatan otot
5 (bisa melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa
dengan tahan penuh)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
Ekstremitas Bawah
Inspeksi :terdpat nyeri saat digerakan pada sisi sinistra
Palpasi :nyeri tekan skala 2

5 5
3 5

30
11. Kulit dan kuku
Inspeksi :
Kulit : kulit lembab, warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik
Kuku : kuku pendek dan bersih
Palpasi : CRT 2 detik
12. Keadaan lokal
Pada paha kaki kiri terdapat luka post operasi THR, kulit berwarna merah
disekitar luka.

V. Terapi

N Jenis terapi Dosis dan rute Efek samping Implikasi


o pemberian keperawatan

1 Cefotaxim 2x1 gr, IV sakit perut, mual, Caregiver dan


munta, sakit kepala pendidik
atau, agina gatal atau
mengeluarkan cairan

2 Ranitidin 2x1, IV Diare, muntah sakit Caregiver dan


kepala, vertigo pendidik
insomnia

5 Tramadol 2X1, amp Sakit kepala, Caregiver dan


mengsntuk, muntah, pendidik
Drip
vertigo

6 Lovenex 1x40 mg Demam, mual, nyeri Caregiver dan


pendidik
infus

7 RL 15 tpm Caregiver dan


pendidik

31
VI. Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium (bisa dikembangkan)

No Jenis pemeriksaan Nilai normal (rujukan) Hasil

(hari/tanggal)

1. Darah lengkap Nilai Satuan 9 Januari 2017

LED L0-15 : P0 -20 mm/jam -

Hb L 12,4- gr/dl 12,9


17,7:11,4-15,1

Leucosit 4.400-11.300 Ul 11.500

Diff 1-3/0-1/2-4/45- - -/-/-/57/35/8


65/30-45/2-6

PCV L38-42:P 40- % 35.9


47

Trombosit 150.000- ul 236.000


450.000

Eritrosit 4,5-5,5:P 4,0- juta/ul 4.58


5,0

MCV 80-100 fl 81.9

MCH 26-36 gr/dl 28,2

MCHC 32-37 gr/dl 34,4

ANALISA DATA

N DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


O

32
1. DS: Fraktur neck Nyeri Akut
femur
- Pasien mengatakan nyeri pada
paha sebelah kiri setelah operasi
Pasien.
Post OP (THR)
P : Luka Post Op

O : seperti di tusuk-tusuk
Syaraf di daeraf
R : Paga dan panggul kaki kiri fraktur terputus

S : 7 rentang 10

T : SetIap digerakan Implis nyeri


dikirim melalui
serabut saraf
DO: perifer

- Pasien terlihat menahan rasa sakit

Stimulus nyeri
mencapai korteks
serebral

Pasein merasakan
nyeri tekan

Nyeri akut

33
2. DS: Kesulitan Hambatan
memiringkan mobilitas fisik
Pasien mengatakan tidak dapat
posisi badan
melakukan aktifitasnya sendiri dan
aktivtasnya di bantu oleh keluarga.

DO:

Pengkajian aktivitas

Keterbatasan
rentang gerak

Pengkajian kekutan otot Perubahan sendi

(post operasi
THR)

Hambatan
mobilitas fisik

3. DS: Fraktur neck Resiko


femur Infekisi
DO:

Terdapat luka oprasi di femur


proximal sinistra sekitar 10 cm . Post OP (THR)

Leukosit: 11.500/mm3

Pasein terpasang
drin, IV

34
Luka oprasi

Potral masuk
mikroorganisme

Resiko infeksi

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Daftar Diagnosa Keperawatan (sesuai prioritas):

No Diagnosa Tanggal Tanggal Keterangan


perumusan pencapaian

1. Nyeri akut b.d agen 16 Maret 2019 18 Maret 2019


cedera fisik (pasca
THR) d.d nyeri pada
paha sebelah kiri setelah
operasi,

skala nyeri 7

2. Intoleran aktivitas b.d 16 Maret 2019 19 Maret 2019


perubahan sendi (post
operasi THR) d.d
kesulitan melakukan
aktivitas secara mandiri,

35
nyeri jika menggerakkan
kaki kanannya, pasien
hanya berada ditempat
tidur karena tidak
berjalan setelah operasi
THR

3. Resiko infeksi b.d 16 Maret 2019 17 Maret 2019


prosedur invasif d.d
leukosit 11,500/ mm3

Lampiran 13

V. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O SA DAN
KRITERIA
HASIL

1. Nyeri Setelah 1. lakukan 1. mengetahui


akut b.d dilakukan pengkajian nyeri keadaan klien
agen tindakan komperhensif yang sehingga
cedera keperawatan meliputi lokasi tindakan yang
fisik selama 2x24 karakteristik durasi, dilakukakn tepat.
(pasca jam di kualitas, intesitas, 2. sebagai agen
THR) d.d harapkan nyeri dan faktor pencetus. pengurangan
nyeri dapat 2. pastikan rasa sakit akibat
pada paha berkurang perawatan analgesik nyeri.
sebelah bagi pasien 3. agar klien
kriteria hasil:
kiri dilakukan dengan mengetahui

36
setelah 1. nyeri pemantauan yang pengetahuan
operasi, terkontrol ketat. mengenai nyeri
dari skala 1 3. gali pengetahuan dan dapat
skala
sampai 3 dan kepercayaan kooperatif.
nyeri 7
2. klien dapat pasien mengenai 4. sebagai bekal
menegtahui nyeri. tindakan bila
tentang 4. ajarkan mana tidak
pembatasan menggunakan teknik diberikan
aktivitas. non-farmakologi( perawatan
3. layanan seperti biofeed-back, farmakologi,
kesehata TENS, Hipnosis,dll) 5. proses
n 5. kolaboralsi penyembuhan
bekerja dengan pasien, orang klien semakin
sebagi terdekat, dan tim cepat.
satu tim kesehatan lainnya
dalam untuk memilih dan
mengola mengimplementasik
h nyeri. an tindakan
penurunan nyeri
non-farmakologi
sesui dengan
kebutuhan.
2. Intoleran Setelah 6. Mencega
aktivitas dilakukan 1. Monitor lokasi dan h
b.d tindakan kecenderungan terjadiny
perubahan keperawatan adanya nyeri dan a nyeri
sendi selama 3 x 24 ketidaknyamanan pada
(post jam di selama klien
operasi harapkan dapat pergerakan/aktivitas akibat
THR) d.d melakukan 2. Tentukan batasan lingkung
kesulitan sebagian pergerakan sendi an yang
melakuka aktivitas nya dan efeknya tidak

37
n aktivitas dengan terhadap fungsi nyaman.
secara mandiri sendi 7. Menganti
mandiri, 3. Lakukan latihan sipasi
Kriteria hasil :
nyeri jika ROM pasif atau timbulny
menggera 6. Gerakan ROM dengan a rasa
kkan kaki sendi bantuan sesuai nyeri
kanannya, dipertahan indikasi akibat
pasien kan pada 3 4. Instruksikan sendi
hanya ditingkatk pasien/keluarga cara terpaksa
berada an ke 4 melakukan latihan bergerak.
ditempat 7. Pasien ROM pasif, ROM 8. Melatih
tidur dapat dengan otot agar
karena bergerak bantuan/ROM aktif tidak
tidak dengan 5. Kolaborasikan kaku
berjalan mudah dengan ahli terapi akibat
setelah fisik dalam bedrest.
operasi mengembangkan 9. Klien dan
THR dan menerapkan keluarga
sebuah program dapat
latihan. mengetah
ui dan
memprak
tekkan
latihan
ROM
secara
mandiri.
10. Program
latihan
klien
sesuai
dengan

38
standart
dari
berbagai
bidang
kesehatan
lainnya.

3 Resiko Setelah 6. Alokasikan 6. Mencegah


infeksi b.d dilakukan kesesuaian luas perceptan
prosedur tindakan ruang per pasien, menyebarn
invasif d.d keperawatan seperti yang virus dan
leukosit selama 3 x 24 diindikasikan penyakit
11,500/ jam di oleh pedoman antar
mm3 harapkan Pusat pasien.
resiko infeksi Peengendalian 7. Mencegah
tidak terjadi. dan Pencegahan terjadinya
Penyakit infeksi
Kriteria Hasil :
7. Ganti IV perifer pada area
6. Infeksi luka dan tempat IV oleh
dipertahank saluran benda asing
an pada 4 penghubung (Jarum,
ditingkatka serta balutannya dll).
n ke 5 sesuai dengan 8. Mempercep
pedoman CDC at
saat ini penyembuh
8. Pastikan teknik an luka.
perawatan luka 9. Agar
yang tepat keluarga
9. Ajarkan pasien dank klien
dan anggota dapat
keluarga menerapka

39
mengenai n secara
bagaimana mandiri apa
menghindari yan telah
infeksi diajarkan
10. Berikan terapi oleh
antibiotik yang perawat
sesuai baik di RS
maupun di
rumah.
10. Antibiotic
merupakan
pengobatan
dari dalam
tubuh
sehingga
dapat
mempercep
at
penyembuh
an.

VI. CATATAN PERKEMBANGAN

DIAGNOSA IMPLEMENTASI PARAF EVALUASI

Nyeri akut 1. melakukan JAM:


berhubungan pengkajian nyeri
S : pasien
dengan agen komperhensif
sudah merasa
cedera fisik (pasca yang meliputi
bahwa
THR) yang lokasi
nyerinya
ditandai dengan karakteristik
berkurang.
pasien durasi, kualitas,

40
mengatakan nyeri intesitas, dan O : pasien
pada paha sebelah faktor pencetus. terlihat sedikit
kiri setelah operasi, 2. memastikan menahan sakit.
perawatan
pasien mengatakan A : masalah
analgesik bagi
sering merasakan teratasi
pasien dilakukan
nyeri dengan sebagian.
dengan
sekala nyeri 7,
pemantauan yang P : lanjutkan
pasien terlihat
ketat. intervensi
menahan kesakitan
3. menggali
pengetahuan dan
kepercayaan
pasien mengenai
nyeri.
4. mengajarkan
menggunakan
teknik non-
farmakologi(
seperti biofeed-
back, TENS,
Hipnosis,dll)
1. mengkolabora
lsikan dengan
pasien, orang
terdekat, dan
tim kesehatan
lainnya untuk
memilih dan
mengimpleme
ntasikan
tindakan
penurunan

41
nyeri non-
farmakologi
sesui dengan
kebutuhan.

Hambatan 1. Memonitor lokasi JAM:


mobilitas fisik dan
S : pasien
berhubungan kecenderungan
tidak dapat
dengan perubahan adanya nyeri dan
melakukan
sendi (post operasi ketidaknyamanan
aktifitasnya
THR) yang selama
secara mandiri
ditandai dengan pergerakan/aktivit
dan harus
pasien mengatakan as
dibantu
kesulitan 2. Menentukan
keluarga.
melakukan batasan
aktivitas secara pergerakan sendi O : pasien
mandiri, pasien dan efeknya terlihat
mengatakan nyeri terhadap fungsi kesulitan saat
jika menggerakkan sendi melakukan
kaki kanannya, 3. Melakukan aktivitas
keluarga latihan ROM hariannya.
mengatakan pasien pasif atau ROM
A : masalah
hanya berada dengan bantuan
pasien teratasi
ditempat tidur sesuai indikasi
sebagian.
karena tidak 4. Menginstruksikan
berjalan setelah pasien/keluarga P : lanjutkan
operasi THR cara melakukan intervensi
latihan ROM
pasif, ROM
dengan
bantuan/ROM

42
aktif
5. Melakukan
Kolaborasi
dengan ahli terapi
fisik dalam
mengembangkan
dan menerapkan
sebuah program
latihan
Resiko infeksi 1. Mengalokasik JAM:
berhubungan an kesesuaian
S : pasien
dengan prosedur luas ruang per
merasa ada
invasif ditandai pasien, seperti
tanda dan
dengan leukosit yang
gejala infeksi.
11,500/ mm3 diindikasikan
oleh pedoman O : terdapat
Pusat tanda-tanda
Peengendalia infeksi pada
n dan pasien.
Pencegahan
A : masalah
Penyakit
pasien teratasi
2. Mengganti IV
sebagian
perifer dan
tempat P : lanjutkan
saluran intervensi
penghubung
serta
balutannya
sesuai dengan
pedoman
CDC saat ini
3. Memastikan

43
teknik
perawatan
luka yang
tepat
4. Mengajarkan
pasien dan
anggota
keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi
5. Memberikan
terapi
antibiotik
yang sesuai

44
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Total Hip Replacement merupakan pilihan perawatan yang sangat
baik untuk orang dengan penyakit pinggul degenerative stadium akhir.
Penggantian pinggul merupakan metode yang yang palin g sukses dan
dapat diandalkan saat ini. Operasi penggantian panggul pertama kali
dilakukan pada tahun 1960. Operasi pergantian panggul ini meningkat
dibeberapa negara, seiring meningkatnya populasi lansia yang
memerlukan metode ini. Beberapa penyakit yang mengharuskan
pergantian pinggul total antara lain osteoarthritis, rheumatoid arthritis,
nekrosis avascular, kelainan kongenital, infeksi dalam sendi atau dalam
tulang sekitarnya, dan fraktur leher femur. Menurut kinser akibat cidera
ataupun iritasi kimia memiliki respon sel dan vaskuler yang sama respon
tersebut dibagi menjadi tiga tahap yaitu acute stage dimana fase ini terjdi
bengkak dan nyeri, subacute stage nyeri yang dirasakan timbul saat adanya
gerakan maksimal. Dan chronic stage pada tahap ini peradangan sudah
tidak ada tetapi keterbatasan gerak masih ada. Pemeriksaan penunjang
sebelum thr antara lain : pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
diagnostic, athroskopi, pemeriksaan densitas tulang, foto rotngen thorak, ct
scan atau mri dan pemeriksaan darah lengkap. Pasca operasi juga harus
dilakukan pemantauan rutin dan berbagai prosedur fisioterapi agar dapat
berfungsi secara optimal.

4.2 Saran
Untuk pembaca kami harapkan makalah ini dapat menambah
referensi menengenai THR. Kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik dan saran sangat
kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

45
DAFTAR PUSTAKA

America American Academy of Orthopaedic Surgeon. 2015. Total Hip


Replacement. https://orthoinfo.aaos.org/en/treatment/total-hip-
replacement/. [Diakses Pada 13 Maret 2019]
America American Academy of Orthopaedic Surgeon. 2015. Total Knee
Replacement. https://orthoinfo.aaos.org/en/treatment/total-hip-
replacement/. [Diakses Pada 12 Maret 2019].
Asmarani,. Dkk. 2011. Nyeri Sendi. Modul Blok Muskuloskletal. Kendari:
Fakultas Kedokteran Univeristas Haluoleo.
Apley, (1997); Dalam Kumpulan Makalah pada Kondisi Osteoarthritis: RS. Prof
Dr. Soeharso Surakarta, halaman 1.Chusid J.G. (1999) Neuro Anatomi
Korelatif dan Neurologi Fungsional, (Edisi Empat) Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hal 237
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Bhandari, P.S, H.S. Bhatoe, M.K. Mukherjee. 2012. Management Strategy in Post
Traumatic Brachial Plexus Injuries. The Indian Journal of Neurotrauma.
Vol 9: 19-29
Chabis Lutfia, 2016. Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi, Potensi
Kurkimin dan Analognya, serta Pengembangan Sistem Nanopartikel.
Jurnal Pharmascience. Vol 3(1): 10-18
Dewi, D.K. 2014. Analisa Praktek Klinik Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien
Fraktur Femur dengan Hemiarthroplasty di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot
Soebroto. Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N). Fultas Ilmu Keperawatan. Depok
Fauzi Ahmad dan Maruli Andri. 2016. Total Knee Arthroplasty pada Rheumatoid
Arthritsis. Juarnal Kedokteran Brawijaya. Vol 29(2): 179-184
https://dokumen.tips/documents/case-study-musculoskeletal-thr-tkr.html
Jared. 2017. Total Hip Replacement Exercise Guide. Orthoinfo. [Diakses pada
tanggal 21 Maret 2019, pukul 22.05].
https://orthoinfo.aaos.org/en/recovery/total-hip-replacement-exercise-
guide/

46
Kartika P., T, Ketut., Dkk. 2018. Profil Kasus Fraktur Leher Femur Yang
Dilakukan Tindakan Operasi Di Rsup Sanglah Denpasar Periode Maret
2016-Agustus 2017. E-Jurnal Medika. Vol 7(12): 1-6
Kisner C, dan Colby L.A., 2007. Therapeutic Exercise: Foundations and
Techniques. Edisi ke-5. Philadelphia: F.A Davis Company.
Lin, F. H., etc. 2018. The increase in total knee replacement surgery in Taiwan.
Medicine (Baltimore). 97(31): 1-6.
Maghfiroh, L.N. 2016. Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Osteoartritis Post Total Knee
Replacement Di Rsop Dr.Soeharso Surakarta. Publikasi Ilmiah. Surakarta.
Mahkota Medical Center. 2018. Total Hip Replacement.
https://www.mahkotamedical.com/for-patient-family/treatment-and-
procedure-information/total-hip-replacement-thr/. [Diakses Pada 13 Maret
2019].
Malchau, H., and, W. Dhert. 2012. The epidemiology of total hip replacement in the
Netherlands and Sweden. Acta Orthopaedica Scandinavica. 73(3):282-86.
Phsyo Stasion. 2016. TKR (total knee replacement) atau total knee Arthroplasty (TKA).
http://www.physio-station.id/2016/03/total-knee-replacementtkr-atau-total.html.
[Diakses Pada 12 Maret 2019].
Prittchett, and, H. Associates. 2017. Total Hip Replacement Its Joint Effort. United
State : Copyright Material.
Putra, T.N., Seuga, K., Artana, I.G.N.B. 2013. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Sembiring. S. 2018. Diagnosis Diferensial Nyeri Lutut. Edisi Keenam. Jakarta:
Leutikaprio.
Santosa, J. 2018. Osteoartritis. Pengalaman Belajar Lapangan.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7a6bf247810cf2b5a88884
89746e9079.pdf
Suriani, D. 2013. Latihan theraband lebih baik menurunkan nyeri daripada.
Latihan Theraband Lebih Baik Menurunkan Nyeri DariPada Latihan
Quadriceps Bench Pada Osteoartritis Genu. Volume 13( 1)
Widyanto, F.W. 2014. Artritis Gout Dan Perkembangannya.

47

Anda mungkin juga menyukai