Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR GASTER

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Mia Aulia Rahim

1941313007

PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
Sindrom Kompartement

A. Landasan Teori Penyakit


1. Definisi

Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan dimana timbul gejala


yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intertitial di dalam ruang
osteofascial yang kemudian akan mengakibatkan menurunnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Kompartemen sendiri adalah ruangan yang berisi otot,
saraf, dan pembuluh darah yang dilindungi oleh fascia dan tulang serta otot-
otot.

Gambar 1. Rangka

Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak


yaitu:
1) Lengan atas (kompartemen anterior dan posterior)
2) Lengan bawah (kompartemen anterior, lateral, dan posterior)
3) Tungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen
posterior)
4) Tungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial,
posterior profundus)
2. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan


lokal yang kemudian memicu timbul nya sindrom kompartemen, yaitu
antara lain:
a. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan tekanan eksternal
1) Balutan yang terlalu
2) Berbaring di atas lengan
c. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen. Beberapa hal
yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular
7) Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya
terjadi dianggota gerak bawah.
3. Patofisiologi

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis


jaringan local normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang
disebabkan hipoksia. Waktu iskemik: nervus < 4 jam, otot < 4
jam beberapa mengatakan sampai 6 jam. Peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar
intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang
akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam
kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan
menimbulkan nyeri hebat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan
berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti,
Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut,
maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen
sindrom antara lain:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theory Of Critical Closing Pressure
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara
signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini
dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan
tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka
tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan
dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan tertutup.
c. Tipisnya Dinding Vena
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah
mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan
meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena
terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolic dan tekanan kompartemen yang kurang
dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom
kompartemen.
4. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal


dengan 5 P yaitu:
a. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot
otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan
gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri
tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari
biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala
yang spesifik dan sering. Nyeri yang dalam dan biasanya tidak bisa
diungkapkan.
b. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah
tersebut.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
d. Parestesia (rasa kesemutan)
e. Paralysis merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi
saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena
kompartemen sindrom.
5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu
pada semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan
energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar :
Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC),
Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks
Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR), Hitung JenisLeukosit (Diff Count),
Platelet Disribution Width (PDW), Red CellDistribution Width
(RDW).
c. Amylase and lipase assessment.
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT) bila pasien diberi heparin.
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung).
f. Urinalisis and urine drug screen.
g. Pengukuran level serum laktat.
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit
pH, laktat dan basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab,
tetapi tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis.
Imaging :
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT).
6. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah
lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati
sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing masih
diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.
a. Terapi non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih
dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini
meliputi:
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemi.
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka
dan pembalut kontriksi dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindroma kompartemen.
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produkd arah.
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakain
anmanitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas.
b. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai
> 30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan
tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mm
Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa
lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik,
evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan
tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal
dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering
digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi
tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan
arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi dapat
berarti membuka ke empat kompartemen, kalau perlu dengan
mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau
terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan
sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan), atau dilakukan
pencangkokan kulit.
Terapi untuk sindrom kompartemen biasanya adalah operasi.
Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang
meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup
dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5
hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan
debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa
regangan), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka
ini.
7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot
dan syaraf yang dapat mengurangi fungsinya. Apabila sindrom
kompartemen lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf
dan otot dalam kompartemen. Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot
tidak, sehingga jika terjadi infark tidak dapat pulih kembali dan
digantikan dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur
iskemik volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom kompartemen akut
yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau
bulan. Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan
pergelangan tangan karena adanya trauma. Sedangkan komplikasi
sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen dapat meliputi
gagal ginjal, sepsis dan acute respiratory distress syndrome ( ARDS )
yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi sistem.
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Nama, Umur, No. RM, Tanggal lahir, Jenis kelamin,
tanggalmasuk, diagnosa medis, alamat
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Alasan Masuk Rumah sakit
Keluhan Pada pasien Bedah orthopedi yang paling sering adalah
nyeri, akibat dari cidera, fraktur, spasme otot atau cidera
muskuluskeletal.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Memantau keadaan umum pasien dan masalah-masalah yang timbul
berkaitan denga jenis gangguan muskuloskeletal.
c. Riwayat kesehatan lalu
Apakah pasien pernah mengalami gangguan muskuloskeletal atau
pernah melakukan bedah orthopedi sebelumnya, penyakit seperti
hipertensi dan lain sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang pernah melakukan bedah
orthopedi.

3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
b) Pemeriksaan Kulit
Warna kulit, apakah turgor kulit baik atau tidak.
c) Pemeriksaan Leher
Apakah terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening.
d) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Hipotensi mungkin hasil dari penurunan CO, yang
dihasilkan dari vasokonstriksi IAH-diinduksi. Tanda-tanda
syok, termasuk pucat, takikardi, kulit dingin dan lembab,
mungkin ada. aliran balik vena berkurang karena kompresi dari
IVC, yang mengakibatkan hilangnya pemenuhan (peningkatan
tekanan IVC) dan penurunan preload (volume), yang selanjutnya
mengurangi CO. Peningkatan IAP kompres aorta, sehingga
peningkatan SVR (peningkatan afterload), yang mengurangi
CO. Kompensasi vasokonstriksi mempengaruhi aliran darah ke
pembuluh darah hati dan ginjal, yang mengarah ke kompromi
ginjal, oliguria, dan hipoperfusi hati; jika tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal dan hati.
e) Pemeriksaan Abdomen
Gangguan pernapasan hasil dari tekanan perut yang
meningkat dapat menghambat gerakan diafragma dengan
memaksa diafragma ke atas, yang menurunkan kapasitas
residual fungsional, meningkatkan atelektasis, dan mengurangi
luas permukaan paru-paru. Takipnea dan peningkatan kerja
pernapasan dapat hadir. hipoksemia yang memburuk dapat
menaikkan tekanan puncak inspirasi, mirip dengan sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS). dukungan ventilasi
alternatif sering diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi
dan ventilasi.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
g) Pemeriksaan Muskuloskeletal
1) Look: oedam, warna kulit, pus, balutan, bandingkan dengan
yang normal
2) Feel : palpasi apa ada tanda terdeness, krepitasi, deformitas
3) Move: pada pemeriksaan move, periksalah bagian tubuh
yang normal terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan
kooperasi dari penderita, juga untuk mengetahui gerakan
normal penderita.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang
abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari
tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk
mengetahui apakah ada gangguan gerak.
c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat
disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler.
d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila
penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh
pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakan).
e. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring,
juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada
pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah
adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh
karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
h) Pemeriksaan Neurologi
Mengubah hasil status mental dari obstruksi aliran vena serebral,
menyebabkan kemacetan pembuluh darah dan meningkatkan
ICP. Peningkatan IAP meningkatkan tekanan intratoraks, yang
menekan pembuluh darah di dalam rongga dada, sehingga sulit
bagi pembuluh darah otak mengalir denga baik. Kombinasi
penurunan CO dan peningkatan ICP dapat menyebabkan
penurunan CPP, yang mendorong penurunan lebih lanjut dalam
tingkat kesadaran (LOC).

4. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien syndrome kompertament biasanya klien menghubungkan
penyakit yang dideritanya dengan riwayat penyakit yang pernah
dideritanya
b. Pola nutrisi metabolik
Biasanya klien mengalami tidak nafsu makan.
c. Pola eliminasi
Biasanya selama sakit, klien mampu BAB dan BAK kuning jernih, bau
amoniak, dan tidak ada keluhan sebelum sakit maupun selama sakit
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya selama sakit untuk makan/minum, perawatan
diri, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi/ROM, klien memerlukan bantuan orang lain (score 2).
Sedangkan untuk toileting klien memerlukan bantuan orang lain dan
alat (score 3)
0 = Mandiri
1 = Dengan Alat Bantu
2 = Bantuan dari orang lain
3 = Bantuan peralatan dan orang lain
4 = tergantung/tdk mampu
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya selama sakit klien dapat tidur pada malam hari namun
terkadang merasa kualitas tidur yang kurng baik karena nyeri yang
dirasakan.
f. Kognitif persepsi
g. Persepsi dan konsep diri
Biasanya selama sakit klien mengalami gangguan pada tungkai, klien
mengatakan nyeri , nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan
skala nyeri sedang hingga berat.
h. Peran hubungan
Biasanya pola hubungan peran, sebelum sakit maupun selama sakit
hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik
dan tidak ada masalah.
i. Seksualitas
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
5. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut NOC : NIC :
Defenisi :  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Pengalaman sensori dan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional tidak  comfort level kualitas dan faktor presipitasi
menyenangkan yang muncul 2. Observasi reaksi nonverbal dari
akibat kerusakan jaringan Kriteria Hasil: ketidaknyamanan
actual atau potensial atau yang  Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
digambarkan sebagai penyebab nyeri, mampu menemukan dukungan
kerusakan, awitan yang tiba- menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
tiba atau lambat, dari nonfarmakologi untuk nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
intensitas ringan sampai berat mengurangi nyeri, mencari kebisingan
dengan akhir yang dapat bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
diantisipasi atau diprediksi  Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
berkurang dengan menggunakan intervensi
manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
 Mampu mengenali nyeri (skala, dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
intensitas, frekuensi dan tanda 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri) 9. Tingkatkan istirahat
 Menyatakan rasa nyaman setelah 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
 Tanda vital dalam rentang normal
 Tidak mengalami gangguan tidur berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
2 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC
Joint Movement : Active Exercise therapy : Ambulation
Definisi:
Kriteria hasil: 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
Keterbatasan dalam
a. Klien meningkat dalam aktivitas dan lihat respon pasien saat latihan
kebebasan untuk pergerakan
fisik 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
fisik tertentu pada bagian
b. Mengerti tujuan dari peningkatan rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
tubuh atau satu atau lebih
mobilitas 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
ekstremitas
c. Memverbalisasikan perasaan saat berjalan dan cegah terhadap cedera
dalam meningkatkan kekuatan dan 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
kemampuan berpindah tentang teknik ambulasi
d. Memperagakan penggunaan alat 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
bantu untuk mobilisasi (walker) 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan

3 Gangguan perfusi jaringan NOC NIC


Status Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
Definisi: penurunan Perfusi Jaringan Perifer
pemberian oksigen dalam Kriteria hasil:
kegagalan memberi makan
jaringan pada tingkat kapiler a) Tanda-tanda vital dalam batas 1. Kaji secara komprehensif si rkukasi perifer
normal (TD 120/80 mmHg, N: 60- (nadi perifer, edema, kapillary refill, warna
100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S: dan temperatur ekstremi tas)
36-37,5oC). 2. Evaluasi nadi perifer dan edema
b) warna kulit tidak pucat, 3. Inpseksi kuli t adanya luka
c) peningkatan kekuatan dan fungsi 4. Elevasi anggota badan 20 derajat atau lebih
otot tinggi dari jantung untuk meningkatkan
d) suhu kulit hangat, venous return
e) nilai laboratorium dalam batas 5. Ubah posisi klien minimal set iap 2 jam sekali
normal (Hb: 12-16 gr/dL 6. Dorong lat ihan ROM selama bedrest
(wanita), 14-18 gr/dL (pria), 7. Dorong pasien latihan sesuai kemanpuan
Hmt: 33-38% (anak), 40-48% 8. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau ant
(pria dewasa), 37-43% (wanita ikoagulan
dewasa) 9. Monitor Tanda Vital
 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
10. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

4 Ansietas NOC : NIC :


Definisi :  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Perasaan gelisah yang tak  Coping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
jelas dari ketidaknyamanan Kriteria Hasil : 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
atau ketakutan yang disertai pasien
respon autonom (sumner tidak  Klien mampu mengidentifikasi 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
spesifik atau tidak diketahui dan mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
oleh individu); perasaan  Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan
keprihatinan disebabkan dari mengungkapkan dan dan mengurangi takut
antisipasi terhadap bahaya. menunjukkan tehnik untuk 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
Sinyal ini merupakan mengontol cemas tindakan prognosis
peringatan adanya ancaman  Vital sign dalam batas normal 6. Bantu pasien mengenal situasi yang
yang akan datang dan  Postur tubuh, ekspresi wajah, menimbulkan kecemasan
memungkinkan individu bahasa tubuh dan tingkat aktivitas 7. Dorong pasien untuk mengungkapkan
untuk mengambil langkah menunjukkan berkurangnya perasaan, ketakutan, persepsi
untuk menyetujui terhadap kecemasan 8. Instruksikan pasien menggunakan teknik
tindakan relaksasi
9. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, Wiley.2017. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2015-2017. Tenth


edition. NANDA International Inc.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Bulecheck, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC. 6th Edition. Missouri: Elsevier
Mosby
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media Aesculaplus
Moohead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes.
5th Edition. Missouri: Elsevier Mosby.
Rubenstain, David, dkk. 2007. Lecture notes: Kedokteran klinis. Jakarta :Erlangga
Schmitz & Martin. 2008. Internal Medicine: Just the Facts. McGraw Hill Professional

Anda mungkin juga menyukai