Anda di halaman 1dari 15

Nama: Riris Udaeni Ramdonah

Nim: 1420119026

Mata Kuliah : KMB 3

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG SINDROM KOMPARTEMEN

1. Definisi

Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan dimana timbul gejala

yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intertitial di dalam ruang

osteofascial yang kemudian akan mengakibatkan menurunnya perfusi dan

oksigenasi jaringan. Kompartemen sendiri adalah ruangan yang berisi otot,

saraf, dan pembuluh darah yang dilindungi oleh fascia dan tulang serta otototot.

Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak

yaitu:

1. Lengan atas (kompartemen anterior dan posterior)


2. Lengan bawah (kompartemen anterior, lateral, dan posterior)
3. Tungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior)
4. Tungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial,
posterior profundus

2. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan

lokal yang kemudian memicu timbul nya sindrom kompartemen, yaitu

antara lain:
a. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan tekanan eksternal
1) Balutan yang terlalu
2) Berbaring di atas lengan
c. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen. Beberapa hal yang bisa
menyebabkan kondisi ini antara lain:
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular
7) Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi dianggota gerak
bawah.

3. Patofisiologi

Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemunkinan


mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan atau
bertambahnya isi dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut
sering terjadi bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk
mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenrnya. Edema jaringan yang
parah atau hematon awal yang berkembang dapat menyebabkam
bertambahnya isi kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi
kontribusi pada cpmpartmen syndrome.

Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga perbengkakan


pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen
tersebut. Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di
kapiler . pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke
otot dan sel saraf. Tanpa sulai oksigen dan nutrisi , sel sel saraf dan otot akan
mengalami iskemia dan mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia jaringan
akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan dalam kompartemen
semakin meningkat tekanan intrakompartemen yang mengganggu aliran balik
vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika maka perfusi arteriol dapat
terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan melebihi jauh lebih parah

4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering. Nyeri yang dalam dan biasanya
tidak bisa diungkapkan.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom

5.Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Laboratorium :

a. Comprehensive metabolic panel (CMP)\

Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan keseimbangan


kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada semua proses fisik
dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.

b. Complete blood cell count (CBC)

Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,


Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit (Red
Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau
Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung JenisLeukosit (Diff Count), Platelet
Disribution Width (PDW), Red CellDistribution Width (RDW).

c. Amylase and lipase assessment.


d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila
pasien diberi heparin.
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung).
f. Urinalisis and urine drug screen.
g. Pengukuran level serum laktat.
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan
basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke
diagnosis rhabdomyolisis. Imaging :
a) Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b) USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT).
6. Penatalaksanaan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi


neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi.

1. Terapi non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk
dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian


kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemi.
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen.
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produkd arah.
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakain anmanitol
dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema
seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan
mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg.


Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki
perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan
cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai
membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi
jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk
perbaikan perfusi adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu
teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling
sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena
peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi dapat berarti membuka ke empat
kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus
dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,
kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan), atau dilakukan
pencangkokan kulit. Terapi untuk sindrom kompartemen biasanya adalah operasi.
Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat
di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril)
dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat
nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di
jahit (tanpa mregangan), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka
ini.
7. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan syaraf yang
dapat mengurangi fungsinya. Apabila sindrom kompartemen lebih dari 8 jam
dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen. Syaraf
dapat beregenerasi sedangkan otot tidak, sehingga jika terjadi infark tidak dapat
pulih kembali dan digantikan dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu
kontraktur iskemik volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom kompartemen akut
yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan
tangan karena adanya trauma. Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat timbul
dari sindroma kompartemen dapat meliputi gagal ginjal, sepsis dan acute
respiratory distress syndrome ( ARDS ) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan
organ secara multi sistem.

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a) Identitas Pasien

Nama, Umur, No. RM, Tanggal lahir, Jenis kelamin, tanggalmasuk, diagnosa medis,
alamat

2. Riwayat Kesehatan Pasien

a. Alasan Masuk Rumah sakit

Keluhan Pada pasien Bedah orthopedi yang paling sering adalah nyeri, akibat dari
cidera, fraktur, spasme otot atau cidera muskuluskeletal.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Memantau keadaan umum pasien dan masalah-masalah yang timbul berkaitan


denga jenis gangguan muskuloskeletal.

c. Riwayat kesehatan lalu


Apakah pasien pernah mengalami gangguan muskuloskeletal atau pernah
melakukan bedah orthopedi sebelumnya, penyakit seperti hipertensi dan lain
sebagainya.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang pernah melakukan bedah orthopedi.

3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a.Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Tanda-tanda vital Yang terdiri dari tekanan darah, nadi,
pernafasan, dan suhu
b) Pemeriksaan Kulit Warna kulit, apakah turgor kulit baik atau tidak.
c) Pemeriksaan Leher Apakah terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening.
d) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Hipotensi mungkin hasil dari penurunan CO, yang dihasilkan dari


vasokonstriksi IAH-diinduksi. Tanda-tanda syok, termasuk pucat, takikardi,
kulit dingin dan lembab, mungkin ada. aliran balik vena berkurang karena
kompresi dari IVC, yang mengakibatkan hilangnya pemenuhan (peningkatan
tekanan IVC) dan penurunan preload (volume), yang selanjutnya
mengurangi CO. Peningkatan IAP kompres aorta, sehingga peningkatan SVR
(peningkatan afterload), yang mengurangi CO. Kompensasi vasokonstriksi
mempengaruhi aliran darah ke pembuluh darah hati dan ginjal, yang
mengarah ke kompromi ginjal, oliguria, dan hipoperfusi hati; jika tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal dan hati.

e) Pemeriksaan Abdomen

Gangguan pernapasan hasil dari tekanan perut yang meningkat dapat


menghambat gerakan diafragma dengan memaksa diafragma ke atas, yang
menurunkan kapasitas residual fungsional, meningkatkan atelektasis, dan
mengurangi luas permukaan paru-paru. Takipnea dan peningkatan kerja
pernapasan dapat hadir. hipoksemia yang memburuk dapat menaikkan tekanan
puncak inspirasi, mirip dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
dukungan ventilasi alternatif sering diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi
dan ventilasi.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


g) Pemeriksaan Muskuloskeletal
1) Look: oedam, warna kulit, pus, balutan, bandingkan dengan yang
normal
2) Feel : palpasi apa ada tanda terdeness, krepitasi, deformitas
3) Move: pada pemeriksaan move, periksalah bagian tubuh yang normal
terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita,
juga untuk mengetahui gerakan normal penderita.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal
didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah
pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor
intraarticuler atau ekstraarticuler.
d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita
sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif
(bila pemeriksa yang menggerakan).
e. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat
waktu berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk
mengetahui apakah adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan
oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
h) Pemeriksaan Neurologi Mengubah hasil status mental dari obstruksi aliran
vena serebral, menyebabkan kemacetan pembuluh darah dan
meningkatkan ICP. Peningkatan IAP meningkatkan tekanan intratoraks,
yang menekan pembuluh darah di dalam rongga dada, sehingga sulit bagi
pembuluh darah otak mengalir denga baik. Kombinasi penurunan CO dan
peningkatan ICP dapat menyebabkan penurunan CPP, yang mendorong
penurunan lebih lanjut dalam tingkat kesadaran (LOC).

3. Fungsional Gordon

a. Pola persepsi

Pada pasien syndrome kompertament biasanya klien menghubungkan penyakit


yang dideritanya dengan riwayat penyakit yang pernah dideritanya

b. Pola nutrisi metabolik

Biasanya klien mengalami tidak nafsu makan.

c. Pola eliminasi

Biasanya selama sakit, klien mampu BAB dan BAK kuning jernih, bau amoniak, dan
tidak ada keluhan sebelum sakit maupun selama sakit

d. Pola aktivitas dan latihan

Biasanya selama sakit untuk makan/minum, perawatan diri, berpakaian, mobilitas


di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, klien memerlukan bantuan orang lain
(score 2). Sedangkan untuk toileting klien memerlukan bantuan orang lain dan
alat (score 3)

0 = Mandiri

1 = Dengan Alat Bantu

2 = Bantuan dari orang lain

3 = Bantuan peralatan dan orang lain

4 = tergantung/tdk mampu

e. Pola tidur dan istirahat


Biasanya selama sakit klien dapat tidur pada malam hari namun terkadang merasa
kualitas tidur yang kurng baik karena nyeri yang dirasakan.

e. Kognitif persepsi
f. Persepsi dan konsep diri

Biasanya selama sakit klien mengalami gangguan pada tungkai, klien mengatakan
nyeri , nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan skala nyeri sedang hingga
berat.

g. Peran hubungan

Biasanya pola hubungan peran, sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya
dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada masalah.

h. Seksualitas
i. Koping toleransi
j. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.

k. Nilai keprercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tidak menghambat


penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.

b. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut b.d tekanan dalam kompartemen
2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, ketidak nyamanan, penurunan kekuatan
otot
3. Gangguan pola tidur b.d kurangnya control tidur
c. Rencana tidakan keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tujuan: setelah dilakilan 1. Kaji ekspresi non verbal klien 1. Mengkaji ekspresi
tindakan keperawatan 3x24jam yang menunjukan non verbal klien
nyeri yang dirasakan klien akan ketidaknyamanan 2. Meningkatkan
berkurang hilang 2. Berikan informasi tentang pengetahuan klien
Kriteria Hasil: penyebab nyeri, berapa lama tentang nyeri yang
1. Klien akan dapat nyeri akan hilang, dan cara di rasakan
mengontrol nyeri dengan mengatasi nyeri 3. Berusaha
indicator: 3. Ajarkan prinsip manajemen memandirikan
a. Mendemonstrasika nyeri pada klien klien
n tentang 4. Hilangkan factor resiko yang 4. Membantu
pengenalan nyeri dapat meningkatkan nyeri klien meningkatkan
secara konsisten 5. Fasilitasi waktu tidur yang adu kenyamanan klien
b. Mendemonstrasika kuat bagi klien 5. Membantu klien
n penggunaan 6. Ajarkan teknik nafas dalam dan meningkatkan
analgesic secara distruksi bagi klien kualitas istirahat
konsisten 7. Kolaborasi pemberian analgetik 6. Membantu
c. Mendemonstrasika bagi klien mengalihkan
n pelapor nyeri perhatian klien
secara konsisten dari nyeri yang di
2. Klien akan dapat rasakan
mencapai level nyeri 7. Analgetik
rendah dengan indicator mengurangi nyeri
a. Tidak melaporkan klien.
nyeri
b. Tidak menunjukan
ekspresi wajah
nyeri

Tujuan: setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan fungsional 1. Mengidentifikasi


asuhan keperawatan selama otot kekuatan atau
3x24 jam pasien mampu 2. Atur posisi tiap 2jam (supinasi, kelemahan dapat
bergerak bebas sidelying) terutama pada membantu
Kriteria hasil: bagian yang sakit memberikan
1. Peningkatan aktivitas 3. Mulai ROM aktif/pasif untuk informasi yang
pasien semua ektermintas , ajarkan diperlukan untuk
2. Meragakan penggunaan latihan meliputi latihan otot membantu
alat bantu untuk quadriceps/hluteal ekstensi, pemilihan
mobilisasi jari dan telapak tangan serta intervensi
kaki 2. Dapat
4. Tempatkan bantal di bawah menurunkan
aksila sampai lengan bawah resiko iskemia
5. Elevasi lengan dan tangan jaringan injury. Sisi
6. Observasi sisi yang sakit seperti yang sakit
warna, edema, atau tanda lain biasanya
seperti perubahan sirkulasi kekurangan
7. Kolaaborasi dengan ahli terapi sirkulasi dan
fisik untuk latihan dengan alat sensasi yang buruk
bantu dan ambulasi serta lebih mudah
terjadi kerusakan
kulit atau
decubitus
3. Meminimalkan
atropi obat,
meningkatkan
sirkulasi
membantu
mencegah
kontraktur,
menurunkan
resiko
hiperkalsiurea dan
osteoporosis pada
pasien dengan
haemorhagic
4. Mencegah abduksi
bahu dan fleksi
siku
5. Meningkatkan
aliran baik vena
dan mencegah
terjadinya formasi
edema
6. Jaringan yang
edema sangat
mudah mengalami
trauma, dan
sembuh dengan
lama
7. Program secara
individual akan
sesuai dengan
kebutuhan pasien
baik dalam
perbaikan deficit
kesimbangan,
koordinasi dan
kekuatan
Tujuan: setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur klien 1. Mengetahui pola
tindakan keperawatan selama 2. Kaji efek pengobatan terhafap tidur klien
3x24jam klien akan dapat pola tidur klien 2. Mengetahui feke
memperbaiki pola tidurnya 3. Jelaskan arti pentingnya tidur obat bagi kualitas
Kriteria Hasil: yang adekuat bagi klien tidur klien
Klien mampu memperbaiki pola 4. Monitor pola tidur dan jumlah 3. Meningkatkan
tidurnya dengan baik dan jam tidur pada klien penegtahuan klien
indikato 5. Monitor kegiatan fisik atau tentang
a. Jam tidur tidak berubah psikologis yang dapat pentingnya tidur
b. Pola tidur tidak berubah mnggangu waktu tidur klien bagi kesehatan
c. Tidur malam yang 6. Ciptakan lingkungan yang tubuh klien
konsisten tidak berubah mendykung kegiatan klien 4. Mengetahui
7. Intruksikan klien untuk dengan pasti
merelaksasikan otot sebelum jumlah jam tidur
tidur klien
8. Kolaborasi pemberian obat 5. Mengetahui dan
yang dapat membantu klien dpat mencegah
untuk tidur kegiatan yang
dapat
mengganggu
waktu tidur klien
6. Meningkatkan rasa
nyaman klien saat
tidur
7. Memaksimalkan
waktu tidur bagi
klien yang dapat
menunjang
kesehatannya

Daftar pustaka
Azar Frederick. 2003. Compartemen syndrome in Campbell’s operative
orthopaedis. Ed 10th. Vol3. Moaby. USA
Spivak J M eat al. 1999. Orthopaedics A Study Guide. Singapure: The
McGrawHill Companies
Skinner H B. 2000. Current Diagnosis dan Treatment in Orthopedia: edisi ke
2 Singapure: The McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai