Anda di halaman 1dari 18

Asuhan

keperawatan
syndrome
kompartemen
definisi
Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan dimana
timbul gejala Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intertitial di di anggota gerak
dalam ruang yaitu:
osteofascial yang kemudian akan mengakibatkan 1. Lengan atas (kompartemen anterior dan posterior)
menurunnya perfusi dan
2. Lengan bawah (kompartemen anterior, lateral,
oksigenasi jaringan. Kompartemen sendiri adalah dan posterior)
ruangan yang berisi otot,
3. Tungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan
saraf, dan pembuluh darah yang dilindungi oleh fascia kompartemen posterior)
dan tulang serta otototot.
4. Tungkai bawah (kompartemen anterior, lateral,
posterior superfisial, posterior profundus

2
etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbul nya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
a. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
 Penutupan defek fascia
 Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan tekanan eksternal
 Balutan yang terlalu
 Berbaring di atas lengan
c. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen. Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
 Pendarahan atau Trauma vaskuler
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Penggunaan otot yang berlebihan
 Luka bakar
 Operasi
 Gigitan ular
 Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan
80% darinya terjadi dianggota gerak bawah.

3
partofisiologi
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemunkinan mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran
kompartemen dan atau bertambahnya isi dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi
bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenrnya.
Edema jaringan yang parah atau hematon awal yang berkembang dapat menyebabkam bertambahnya isi
kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi pada cpmpartmen syndrome.

4
Manifestasi klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome 2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya
kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu: perfusi ke daereah tersebut.
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan 3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut
pasif pada otot otot yang terkena, ketika ada nadi )
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini 4. Parestesia (rasa kesemutan)
yang paling penting. Terutama jika munculnya
nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada 5. Paralysis merupakan tanda lambat akibat
anak-anak tampak semakin gelisah atau menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
memerlukan analgesia lebih banyak dari hilangnya fungsi bagian yang terkena
biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen kompartemen sindrom
merupakan gejala yang spesifik dan sering. Nyeri
yang dalam dan biasanya tidak bisa diungkapkan.

5
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik
Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)\
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme.
Metabolisme mengacu pada semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell
/ WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju
Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung JenisLeukosit (Diff Count), Platelet
Disribution Width (PDW), Red CellDistribution Width (RDW).
c. Amylase and lipase assessment.

6
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien diberi heparin.
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung).
f. Urinalisis and urine drug screen.
g. Pengukuran level serum laktat.
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis. Imagingm:
 Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
 USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT).

7
penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu
mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi
yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya
disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.

8
Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan syaraf yang dapat mengurangi fungsinya. Apabila
sindrom kompartemen lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen.
Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot tidak, sehingga jika terjadi infark tidak dapat pulih kembali dan digantikan
dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur iskemik volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom
kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Kontraktur Volkmann
adalah deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma. Sedangkan komplikasi sistemik
yang dapat timbul dari sindroma kompartemen dapat meliputi gagal ginjal, sepsis dan acute respiratory distress
syndrome ( ARDS ) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi sistem.

9
laporan keperawatan
1. Pengkajian b. Riwayat kesehatan sekarang
a. Identitas Pasien Memantau keadaan umum pasien dan masalah-
Nama, Umur, No. RM, Tanggal lahir, Jenis kelamin, masalah yang timbul berkaitan denga jenis gangguan
tanggalmasuk, diagnosa medis, alamat muskuloskeletal.
c. Riwayat kesehatan lalu
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Alasan Masuk Rumah sakit Apakah pasien pernah mengalami gangguan
muskuloskeletal atau pernah melakukan bedah
Keluhan Pada pasien Bedah orthopedi yang paling orthopedi sebelumnya, penyakit seperti hipertensi
sering adalah nyeri, akibat dari cidera, fraktur,
spasme otot atau cidera muskuluskeletal. dan lain sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang pernah melakukan
bedah orthopedi.

10
3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 5. Pemeriksaan Abdomen
a. Pemeriksaan Fisik Gangguan pernapasan hasil dari tekanan perut yang
1) Pemeriksaan Tanda-tanda vital Yang terdiri dari meningkat dapat menghambat gerakan diafragma dengan
tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu memaksa diafragma ke atas, yang menurunkan kapasitas
residual fungsional, meningkatkan atelektasis, dan
2) Pemeriksaan Kulit Warna kulit, apakah turgor mengurangi luas permukaan paru-paru. Takipnea dan
kulit baik atau tidak. peningkatan kerja pernapasan dapat hadir. hipoksemia
3) Pemeriksaan Leher Apakah terjadi pembesaran yang memburuk dapat menaikkan tekanan puncak
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening. inspirasi, mirip dengan sindrom gangguan pernapasan
akut (ARDS). dukungan ventilasi alternatif sering
4) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi dan
ventilasi.

11
3. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien syndrome kompertament biasanya klien menghubungkan penyakit yang dideritanya dengan riwayat
penyakit yang pernah dideritanya
b. Pola nutrisi metabolik
Biasanya klien mengalami tidak nafsu makan.
c. Pola eliminasi
Biasanya selama sakit, klien mampu BAB dan BAK kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan sebelum
sakit maupun selama sakit
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya selama sakit untuk makan/minum, perawatan diri, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi/ROM, klien memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan untuk toileting klien memerlukan
bantuan orang lain dan alat (score 3)

12
0 = Mandiri
1 = Dengan Alat Bantu
2 = Bantuan dari orang lain
3 = Bantuan peralatan dan orang lain
4 = tergantung/tdk mampu
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya selama sakit klien dapat tidur pada malam hari namun terkadang merasa kualitas tidur yang kurng baik karena
nyeri yang dirasakan. Kognitif persepsi
f. Persepsi dan konsep diri
Biasanya selama sakit klien mengalami gangguan pada tungkai, klien mengatakan nyeri , nyeri terasa seperti tertusuk
benda tajam dengan skala nyeri sedang hingga berat.
h. Peran hubungan
Biasanya pola hubungan peran, sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-
tetangganya baik dan tidak ada masalah.
i. Seksualitas
Koping toleransi
13
Diagnosa keperawatan
b. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut b.d tekanan dalam kompartemen
2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, ketidak nyamanan, penurunan
kekuatan otot
3. Gangguan pola tidur b.d kurangnya control tidur

14
Rencana keperawayan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan: setelah dilakilan tindakan 1. Kaji ekspresi non verbal klien yang 1. Mengkaji ekspresi non verbal
keperawatan 3x24jam nyeri yang menunjukan ketidaknyamanan klien
dirasakan klien akan berkurang hilang 2. Berikan informasi tentang 2. Meningkatkan pengetahuan
Kriteria Hasil: penyebab nyeri, berapa lama nyeri klien tentang nyeri yang di
1. Klien akan dapat mengontrol akan hilang, dan cara mengatasi rasakan
nyeri dengan indicator: nyeri 3. Berusaha memandirikan klien
a. Mendemonstrasikan tentang 3. Ajarkan prinsip manajemen nyeri 4. Membantu meningkatkan
pengenalan nyeri secara pada klien kenyamanan klien
konsisten 4. Hilangkan factor resiko yang dapat 5. Membantu klien
b. Mendemonstrasikan penggunaan meningkatkan nyeri klien meningkatkan kualitas
analgesic secara konsisten 5. Fasilitasi waktu tidur yang adu kuat istirahat
c. Mendemonstrasikan pelapor bagi klien 6. Membantu mengalihkan
nyeri secara konsisten 6. Ajarkan teknik nafas dalam dan perhatian klien dari nyeri
2. Klien akan dapat mencapai level distruksi bagi klien yang di rasakan
nyeri rendah dengan indicator 7. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Analgetik mengurangi nyeri
a. Tidak melaporkan nyeri bagi klien klien
b. Tidak menunjukan ekspresi wajah
nyeri

15
Tujuan: setelah 1. Kaji kemampuan fungsional 1. Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan
dilakukan asuhan otot dapat membantu memberikan informasi yang
keperawatan selama 2. Atur posisi tiap 2jam diperlukan untuk membantu pemilihan
3x24 jam pasien (supinasi, sidelying) terutama intervensi
mampu bergerak pada bagian yang sakit 2. Dapat menurunkan resiko iskemia jaringan
bebas 3. Mulai ROM aktif/pasif untuk injury. Sisi yang sakit biasanya kekurangan
Kriteria hasil: semua ektermintas , ajarkan sirkulasi dan sensasi yang buruk serta lebih
1. Peningkatan latihan meliputi latihan otot mudah terjadi kerusakan kulit atau decubitus
aktivitas pasien quadriceps/hluteal ekstensi, 3. Meminimalkan atropi obat, meningkatkan
2. Meragakan jari dan telapak tangan serta sirkulasi membantu mencegah kontraktur,
penggunaan kaki menurunkan resiko hiperkalsiurea dan
alat bantu untuk 4. Tempatkan bantal di bawah osteoporosis pada pasien dengan
mobilisasi aksila sampai lengan bawah haemorhagic
5. Elevasi lengan dan tangan 4. Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku
6. Observasi sisi yang sakit 5. Meningkatkan aliran baik vena dan mencegah
seperti warna, edema, atau terjadinya formasi edema
tanda lain seperti perubahan 6. Jaringan yang edema sangat mudah
sirkulasi mengalami trauma, dan sembuh dengan lama
7. Kolaaborasi dengan ahli 7. Program secara individual akan sesuai
terapi fisik untuk latihan dengan kebutuhan pasien baik dalam
dengan alat bantu dan perbaikan deficit kesimbangan, koordinasi
ambulasi dan kekuatan

16
Tujuan: setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur klien 1. Mengetahui pola tidur klien
tindakan keperawatan selama 2. Kaji efek pengobatan terhafap pola 2. Mengetahui feke obat bagi
3x24jam klien akan dapat tidur klien kualitas tidur klien
memperbaiki pola tidurnya 3. Jelaskan arti pentingnya tidur yang 3. Meningkatkan penegtahuan
Kriteria Hasil: adekuat bagi klien klien tentang pentingnya tidur
Klien mampu memperbaiki 4. Monitor pola tidur dan jumlah jam bagi kesehatan tubuh klien
pola tidurnya dengan baik dan tidur pada klien 4. Mengetahui dengan pasti
indikato 5. Monitor kegiatan fisik atau psikologis jumlah jam tidur klien
a. Jam tidur tidak berubah yang dapat mnggangu waktu tidur 5. Mengetahui dan dpat
b. Pola tidur tidak berubah klien mencegah kegiatan yang dapat
c. Tidur malam yang 6. Ciptakan lingkungan yang mengganggu waktu tidur klien
konsisten tidak berubah mendykung kegiatan klien 6. Meningkatkan rasa nyaman
7. Intruksikan klien untuk klien saat tidur
merelaksasikan otot sebelum tidur 7. Memaksimalkan waktu tidur
8. Kolaborasi pemberian obat yang bagi klien yang dapat
dapat membantu klien untuk tidur menunjang kesehatannya

17
THANKS!

18

Anda mungkin juga menyukai