Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK NEUROGENIK


DIRUANG ICU DI RSUD Dr SOEDARSO PONTIANAK

DISUSUN OLEH :

NUR ANISYAH JUHRAINI

NIM. 221133061

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
KONSEP DASAR DAN TEORI SYOK NEUROGENIK

A. Konsep Dasar Syok Neurogenik

1. Pengertian
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen
dan ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan
kematian se progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian
penderita (Boswick J 2015, hal 44).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord.
Kondisi pasien dengan neurogenik : Nadi normal, tekanan darah
rendah ,keadaan kulit hangat, normal, Kerusakan alur simpatik dapat
menyebabkan perubahan fungsi autonom normal Elaine cole, 2016).
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. bentuk dari syok distributi
dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh
daerah sistem saraf. (seperti trauma kepala, sidera spinal, atau anestesi umum
yang dalam).

2. Etiologi
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya
saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya, muncul
arteriol dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2018). Penyebabnya antara lain :
a. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
b. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
fraktur tulang.
c. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/l.
d. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e. Suhu lingkungan yang dingin, terkejut, takut.
f. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rang
simpatis ke pembuluh darah.
3. Patofisiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh cedera pada medulla spinalis yang
menyebabkan gangguan aliran keluar otonom simpatis. Sinyal-sinyal tersebut
berasal dari kornu grisea lateralis medulla spinalis antara T1 dan L2.
Konsekuensi penurunan tonus adrenergic adalah ketidakmampuan
meningkatkan kerja inotopik jantung secara tepat dan konstriksi buruk
vaskularisasi perifer sebagai respon terhadap stimulasi eksitasional. Tonus vagal
yang tidak mengalami perlawanan menyebabkan hipotensi dan bradikardia.
Vasodilatasi perifer menyebabkan kulit menjadi hangat dan kemerahan.
Hipotermia dapat disebabkan oleh tidak adanya vasokontriksi pengatur otonomik
pada redistribusi darah ke inti tubuh. Lebih tinggi tingkat cedera medulla spinalis
karena lebih banyak massa tubuh terpotong dari regulasi simpatisnya. Syok
neurogenik biasanya tidak terjadi cedera dibawah T6 (Greenberg, dkk. 2017).
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neur
sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat,
emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yan
jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinko
neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pe
darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipote
bradikardia. (Ristari, 2015).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan bukan dingin,
lembab seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah
bradikardia dan bukan takikardia seperti yang terjadi pada bentuk syok lainnya
(Smeltzer & Brenda 2013). Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat
meliputi paralisis flasid, reflex ekstremitas hilang dan priapismus (Leksana,
2015).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis
berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.

6. Komplikasi Syok Neurogenik


Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat
penurunan aliran darah yang berkepanjangan.
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatasan
alveolus-kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi
intravascular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi (Corwin, 2018).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal
bila diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal
(Batticaca, 2018). Menentukan tempat luka/jejas, mengevalkuasi gangguan
structural.
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi.
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi.
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terjadi oklusi
pada subaraknoid medulla spinalis.
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru.
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan
ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian
bawah.
h. GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Imobilisasi pasien untuk mencegah semakin beratnya cedera medulla
spinalis atau kerusakan tambahan.
2) Kolaborasi tindakan pembedahan untuk mengurangi tekanan pada medulla
spinalis akibat terjadinya trauma yang dapat mengurangi disabilitas jangka
panjang.
3) Pemberian steroid dosis tinggi secara cepat (satu jam pertama) untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi medulla spinalis serta
mengurangi luas kerusakan permanen.
4) Fiksasi kolumna vertebralis melalui tindakan pembedahan untuk
mempercepat dan mendukung proses pemulihan.
5) Terapi fisik diberikan setelah kondisi pasien stabil.
6) Penyuluhan dan konseling mengenai komplikasi jangka panjang seperti
komplikasi pada kulit, system reproduksi, dan system perkemihan dengan
melibatkan anggota keluarga (Corwin, 2019).
BAB II
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab):

2. Keluhan utama : klien dengan syok mengeluh susah bernafas, mengeluh


muntah dan mual, kejang-kejang.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit sekarang, Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi,
muntah, dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, dan kejang. Riwayat
penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada. Sirkulasi dan kontrol
perdarahan prioritas adalah kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang
cukup besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya
dapat dikontrol dengan melakukan tekan pada daerah luka seperti di kepala, leher,
dan ekstermitas.
c. Disability – pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan
tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak.
d. Exposure-Gaster-Dekompresi
Pemeriksaan menyeluruh setelah menentukan prioritas terhadap
keadaan yang mengancam nyawa, penderita dilepas setelah seluruh pakaian
untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kelainan yang ada,
tetapi harus dicegah hipotermi.

e. Pemeriksaan fisik didasarkan pada survei umum dapat


menunjukkan manifestasi klasifikasi syok: hipotensi takikardia,
pucat, kulit lembab dingin, sianosis perifer, haluaran urine rendah,
gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi, letargi,
obtudansi, koma). Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap
tipe syok (manifestasi tersebut diatas) : Syok neurogenik: hipotensi
dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis khas dari
syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 2016).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif ditandai dengan efek samping tindakan
3. Resiko Infeksi ditandai dengan prosedur invasif.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut b.d. Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
agen Setelah dilakukan tindakan Observasi
pencedera fisik keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi lokasi,
(D.0077). diharapkan tingkat nyeri karakteristik durasi,frekuensi,
menurun. Dengan Kriteria Hasil kualitas nyeri.
: 2. Identifikasi skala nyeri.
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis m08238)enurun verbal.
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
memperingan nyeri.
2. Resiko Perfusi Serebral (L.02014) ManajemenPeningkatan
PerfusiSerebral Setelah dilakukan tindakan Tekanan Intrakranial (I.06194).
Tidak Efektif keperawatan selama 3x24 jam Observasi
ditandai diharapkan perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab Tik
dengan efek meningkat. Dengan Kriteria 2. Monitor tanda dan gejala
prosedur Hasil: peningkatan Tik (mis, tekanan
invasif 1. Tingkatkesadaran darah meningkat, tekanan
(D.0017) meningkat. nadi melebar, pola napas
2. Tekananintrakranial ireguler).
menurun. 3. Monitor PAP
3. Gelisah menurun 4. Monitor MAP (Mean Arterial
4. Sakit kepala menurun Preasure).

3. Resiko Infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.


ditandai Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
prosedur diharapkan tingkat infeksi infeksi lokal.
invasif menurun. Dengan Kriteria Teraupetik
(D.0141) Hasil: 1. Berikan perawatan kulit
4.1. Demam menurun pada daerah edema.
2. Nyeri menurun 2. Pertahankan teknik aseptik
3. Kadar sel darah putih pada pasien beresiko tinggi.
membaik Kolaborasi
4. Edema menurun 1.Kolaborasi pemberian obat
dengan dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6,


vol. 2, Sumarwati, M. dkk., EGC, Jakarta.

Cole, Elaine. 2016. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell

Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2018.


Missouri:

Urden, linda D.dkk. 2018. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby
Elseveir

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and


Manage Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support.
Society of Critical Care Me 2017.
Duane lynn, 2018. Types of Shock. Diakses dari
www.mnhealthandmedical.com

Anda mungkin juga menyukai