Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan Kritis Cedera

Kepala Berat (CKB)


Nama Kelompok 1 :
Ayomi
Gifa Syahiratul Aisy
Isra Noval Girianda
Muhammad Yoza
Nur Ayu Deswita
Rofiah
Yesica Indriani
Yunita Husna
Yuli Puspita
Pengertian Cedera Kepala

Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera


kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
PENGERTIAN CIDERA KEPALA BERAT
• Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau
dalam keadaan koma, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio
cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.
• Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri.

“Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala berat
adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8, dimana otak mengalami memar
dengan kemungkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya
robekan meskipun neuron-neuron terputus.”
Etiologi

Kecelakaan
Jatuh Kekerasan
Lalu Lintas

Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala (Smeltzer,


2001:2210; Long,1996:203), antara lain :
• Trauma tajam
• Trauma tumpul
• Cedera akselerasi
• Kontak benturan (Gonjatan langsung
• Kecelakaan lalu lintas
• Jatuh
• Trauma akibat persalinan
• Kecelakaan industry
• Perkelahian
PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar,
kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar
getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan
akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi
yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh
darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural,
subdura maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan
mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplai
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan
edema cerebral.
Manisfestasi klinis

1. Peningkatan 2. Tekanan nadi 4. Perubahan motorik


TIK yang lebar, dan sensorik
berkurangnya
- Nyeri denyut nadi
kepala dan pernafasan
- Papil 5. Perubahan bicara
edema
- Mual,Mu
ntah, 3. Hipertermia
seringkali 6. Kejang, penurunan
proyektil kesadaran
Menifestasi klinis cedera kepala berat lainnya
• Gejala dari cedera kepala berat adalah pasien terbaring,
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal,
kulit dingin dan pucat, defekasi dan berkemih tanpa
disadari, tekanan darah dan suhu subnormal, , gangguan
menelan, perubahan kesadaran sampai koma, cidera
orthopedic, kehilangan tonus otot
• Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang
keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila
fraktur tulang temporal.
Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan/X-Ray untuk mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler,


infark pada jaringan mati. Mengetahui adanya edema serebral, perdarahan
intracranial, dan untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. MRI (Magnetic Resonan Imaging) berguna sebagai penginderaan yang
mempergunakan gelombang elektomagnetik.
3. Laboratorium kimia darah untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.
4. Angiografi serebral untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
5. EEG (Elektroensefalogram) untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (Positron Emission Tomography) untuk menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan awal penderita cidera kepala meliputi survey primer dan survey
sekunder. Dalam penatalaksaan survey primer hal-hal yang harus di prioritaskan antara
lain : A (airway), B (breating), C (Circulation), D (disability), E (exposure/environmental
control) yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Cairan resusitasi yang dipakai
adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena.
• Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang berupa
pemeriksaan keseluruhan fisik penderita.
• Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan
suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat
berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid,
barbitirat dan antikonvulsan
• Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi,Berikan oksigenasi, Awasi tekanan darah, Kenali
tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik, Atasi shock, Awasi kemungkinan
munculnya kejang.
PENATALAKSANAAN LAINNYA
Secara umum penatalaksanaan Penatalaksanaan Keperawatan
therapeutic pasien cedera kepala 1. Menjamin kelancaran jalan nafas dan
berat adalah dengan : control vertebra cervicalis
1. Observasi 24 jam. 2. Menjaga saluran nafas tetap bersih,
2. Jika pasien masih muntah bebas dari secret
sementara di puasakan 3. Mempertahankan sirkulasi stabil
terlebih dahulu. 4. Melakukan observasi tingkat kesadaran
3. Berikan terapi intervena bila dan tanda tanda vital
ada indikasi. 5. Menjaga intake cairan elektrolit dan
4. Tirah baring. nutrisi
5. Pemberian obat – obatan 6. Menjaga kebersihan kulit untuk
analgetik. mencegah terjadinya decubitus
6. Pembedahan bila ada indikasi. 7. Mengelola pemberian obat sesuai
program
Komplikasi

1. Koma 2. Seizure. 3. Infeksi.

5. Hilangnya
4. Kerusakan saraf.
kemampuan kognitif.
PENGKAJIAN

1. Data subjektif : Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi:


Nama, umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2. Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah
pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
3. Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
4. Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien
menjadi cedera.
5. Alergi : Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan (jenisnya),
obat, dan lainnya.
LANJUTAN…
6. Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan
pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan
terhadap penyakit tertentu?
7. Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit
tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
8. Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum
cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah
mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.
9. Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
PENGKAJIAN ABCD EFGH
1. AIRWAY
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat
cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring, gurgling,
crowing.
2. BREATHING
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
3. CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT 5. EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio,
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapat perdarahan, lokasi, jumlah (cc) abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna
- Turgor kulit
- Diaphoresis dasar luka, kedalaman
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
6. FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi,
4. DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
somnolen, koma - Ada tidaknya indikasi pemasangan
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
• Pengkajian 12 nervus
- N.I : penurunan daya penciuman,
- N.II : pada trauma frontalis terjadi
penurunan penglihatan
7. GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri - N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang
- Kaji nyeri dengan pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mta
P : Problem
tidak dapat mengikuti perintah,
Q : Qualitas/Quantitas
anisokor.
R : Regio
- N.V : gangguan mengunyah
S : Skala
- N.VII, N.XII :lemahnya penutupan
T : Time
kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
- N.VIII : penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh
- N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran arteri dan atau vena terputus
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, obstruksi jalan nafas
4. Nyeri akut b/d agen agen penyebab cidera fisik/ peningkatan tik
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
6. Gangguan mobilitas fisik b/d tirah baring
7. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat:trauma jaringan
8. Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilitas fisik
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan teratasi
Kriteria hasil :
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Komunikasi jelas
- Menunjukan konsentrasi dan orientasi
- Bebas dari aktifitas kejang
- Tidak mengalami nyeri kepala
Intervensi Keperawatan :
- monitor TTV
- monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
- monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyEri kepala
- monitor level kebingungan dan orientasi
- monitor tonus otot pergerakan
- monitor tekanan intrakrnial dan respon neurologis
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3*24 jam masalah ketidakefektifan
pola nafas teratasi
Kriteria Hasil :
- RR pasien dalam batas normal : 16-20
Intervensi :
- Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakeal
- Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik dan irama jantung sebelum,
selama dan setelah pengisapan
- Catat jenis dan jumlah sekrat yang dikumpulkan
- Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung
- Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok didalam ruangan
perawatan
- Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam
- Ajarkan pasien untuk mengganjal luka insisi saat batuk, kalau ada
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan sputum
3. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3*24 jam masalah ketidakefektifan
pola nafas teratasi
Kriteria Hasil :
- RR pasien dalam batas normal : 16-20
Intervensi :
• Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakeal
• Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik dan irama jantung sebelum,
selama dan setelah pengisapan
• Catat jenis dan jumlah sekrat yang dikumpulkan
• Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung
• Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok didalam ruangan
perawatan
• Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam
• Ajarkan pasien untuk mengganjal luka insisi saat batuk, kalau ada
• Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan sputum
4. Nyeri b/d agen agen penyebab cidera fisik/peningkatan TIK
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3x24 jam masalah nyeri teratasi
Kriteria hasil :
- Pasien sudah tidak mengeluh nyeri
- TTV pasien dalam batas normal
- Skala nyeri pasien berkurang
Intervensi :
- lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
- kurangi faktor presipitasi nyeri
- ajarkan tentang tehnik non farmakologi : nafas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat
dan kompres dingin
- berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3x24 jam masalah ketidakseimbangan
nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
- Pasien sudah tidak mengeluh mual dan muntah
- Nafsu makan pasien kembali normal
- IMT pasien dalam batas normal
Intervensi ;
- Kaji status nutrisi pasienKaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi,
presipitasi yang menyebabkan mual.
- Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.
- Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
- Delegatif pemberian terapi antiemetik : Ondansentron 2×4 (k/p), Sucralfat 3×1 CI
- Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan.
- Timbang berat badan pasien jika memungkinan dengan teratur.
6. Gangguan mobilitas fisik b/d tirah baring
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam masalah Gangguan
mobilitas fisik teratasi
Kriteria Hasil :
- Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
respirasi
- Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLS) secara mandiri
- Keseimbangan aktifitas dan istirahat
Intervensi :
- Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktifitas
- Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
- Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
- Monitor respon fisik,emosi, social dan spiritual
- Sediakan penguatan positif bagi aktif beraktifitas
7. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat:trauma jaringan
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
masalah resiko infeksi teratasi
Kriteria hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi:
- Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, denut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi,
penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
- Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
- Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolute, hitung jenis,
protein serum, albumin)
- Jelaskan pada ppasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
- Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar
8. Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilitas fisik
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
masalah resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature,hidrasi,pigmentasi)
- Tidak ada luka / lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi:
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Bersihkan area sekitar jahitan atau steples, meggunakan lidi kapas sterile
- Gunakan antiseptic sesuai program
- Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak
dibalut) sesuai program

Anda mungkin juga menyukai