Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN CVA HEMORAGIK DI

RUANG TERATAI RSUD Dr.H. KOESNADI BONDOWOSO

Disusun Untuk Laporan Praktik Keperawatan III

Oleh :

Fiinaa Risqillah Oktavia

NIM.19037140018

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

TAHUN 2022
A. Definisi

Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah yang pecah sehingga aliran darah

menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu

daerah di otak dan merusaknya (Arif Muttaqin, 2008).

Stroke Hemoragik adalah serangan terjadi pada otak yang mengalami

kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah

menggenangi atau menutupi ruang – ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang

menggenangi dan menutupi jaringan sel otak, akan menyebabkan kerusakan

jaringan sel otak da ini menyebabkan kerusakan fungsi otak (Wardhana, 2011).

B. Etiologi

Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke

hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.

Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh

stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga

dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,

seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya (Junaidi,

2011).

Penyebab terjadinya stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di

dalam otak. Beberapa kondisi yang dapat memicu hal ini, antara lain:

1. Aneurisma otak

2. Cedera kepala berat

3. Efek samping penggunaan obat pengencer darah, seperti warfarin

4. Kelainan darah, seperti penyakit anemia sel sabit dan hemofilia

5. Kelainan pembuluh darah otak sejak lahir (malformasi pembuluh darah

arteri dan vena)

6. Penyakit liver

7. Tekanan darah tinggi (hipertensi)


8. Tumor otak.

C. Manifestasi Klinik

Menurut Junaidi (2011) tanda dan gejala klinis Stroke Hemoragik adalah

sebagai berikut:

a. Tanda dan gejala Perdarahan Intraserebral

1) Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguan kesadaran

2) Gangguan fungsi tubuh (deficit neurologis), tergantung lokasi

perdarahan

3) Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuer), maka akan

ditemukan hemiparase kontralateral, hemiplegia, koma (bila

perdarahan luas)

4) Persarahan luas/massif ke otak kecil/serebelum maka akan ditemukan

ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital,

vertigo, nistagmus dan disartri

b. Tanda dan gejala Perdarahan Subarakhnoid

1) Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher

2) Nausea dan vomiting (mual dan muntah)

3) Fotofobia (mudah silau)

4) Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada

funduskopi.

5) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)

6) Kaku leher/kuduk (meningismus), bila pasien masih sadar.

7) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran

hilang.
D. Penatalaksanaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang pada Stroke Hemoragik menurut Muttaqin,

(2008) yaitu:

a. Angiografi Serebral: Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri

b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT): Untuk

mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke( sebelum nampak oleh pemindaian

CT-Scan)

c. CT Scan: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti

d. MRI : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan

besar terjadinya perdarahan otak hasil yang didapatkan area yang

mengalami lesi dan infrak akibat dari hemoragik

e. EEG: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus listrik

dalam jaringan otak

f. Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan

serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit.

E. Penatalaksanaan Medis

Adapun penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2008) yaitu:

1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal difokuskan

untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan

memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan

mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.


2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan

kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

pemberian dexamethason.

3) Pengobatan

a. Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan

perdarahan pada fase akut

b. Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa

trombolitik atau embolik

c. Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral

4) Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah

otak

F. Pengkajian Keperawatan

Adapun Fokus pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut

Tarwoto (2013) yaitu:

1) Identitas klien meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status,

suku, agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan

tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama,

umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan,

alamat).

2) Keluhan Utama Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya

klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien

mengalami 38 bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi

dan penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang Keadaan ini berlangsung secara mendadak

baik sedang melakukan aktivitas ataupun tidak sedang melakukan


aktivitas. Gejala yang muncul seperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan

kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan

fungsi otak yang lain.

4) Riwayat Kesehatan Dahulu Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya

memiliki riwayat hipertensi, riwayat DM, memiliki penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi oral yang lama,

riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-

obat adiktif, kegemukan.

5) Riwayat Penyakit Keluarga Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi,

adanya riwayat DM, dan adanya riwayat anggota keluarga yang

menderita stroke.

6) Riwayat Psikososial Adanya keadaan dimana pada kondisi ini

memerlukan biaya untuk pengobatan secara komprehensif, sehingga

memerlukan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan

yang sangat mahal dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran

klien dan keluarga.

7) Pemeriksaan Fisik

a. Tingkat Kesadaran Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan

parameter untama yang sangat penting pada penderita stroke.

Perludikaji secara teliti dan secara komprehensif untuk mengetahui

tingkat kesadaran dari klien dengan stroke. Macam-macam tingkat

kesadaran terbagi atas:

Metoda Tingkat Responsivitas

1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik

terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap

lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan

pemeriksa dengan baik


2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak

acuh terhadap lingkungannya

3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan

gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh

gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta

4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih

dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur

kembali

5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun

masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya

rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat

menjawab pertanyaan dengan baik. 40

6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan

respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,

respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea

dan pupil masih baik.

7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan

respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada

respons terhadap rangsang nyeri.

b. Pemeriksaan fisik head to toe

1) Sistem respirasi (Breathing): batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas serta

perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Adanya ronchi

akibat peningkatan produksi sputum dan penurunan kemampuan

untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang

sadar biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan sistem

respirasi.
2) Sistem cardiovaskular (Blood): dapat terjadi hipotensi atau

hipertensi, denyut nadi ireguler, adanya murmur.

3) Sistem neurologi (Brain)

Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang

didapat dari penilaian GCS klien:

a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14

b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12

c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10

d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7

e. Nilai GCS Semi Coma : 4

f. Nilai GCS Coma : 3

Skala Koma Glasgow Pada keadaan perawatan sesungguhnya

dimana waktu untuk mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma

Glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna.

c. Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi Tanda dari terjadinya gangguan

neurologis yaitu terjadinya kelemahan otot yang menjadi tanda

penting dalam stroke. Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan

oleh perawat dengan menilai ektremitas dengan memberika tahanan

bagi otot dan juga perawat bisa menggunakan gaya gravitasi.


1. Reflek Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi

melalui stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak

dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Respon abnormal(babinski)

adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas ibu jari dengan

atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.

2. Perubahan Pupil Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya

(sebaiknya dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada

titik yang jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung

jari dari salah satu tangannya sejajar dengan hidung pasien.

Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan

perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung).

Perhatikan bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi

(respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat

normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin

menjadi indikasi adanya disfungsi neural.

3. Tanda-tanda Vital Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan

intra cranial meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan

dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan

pernapasan tidak teratur.

4. Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke

a) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke

b) Wajah

Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V

(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi

usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata

dengan kapas halus, pasien akan menutup kelopak mata.

Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata


simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi,

mengerutkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien

menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan

tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien

kesulitan untuk mengunyah.

c) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor, kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus

II (optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada

nervus III (okulomotorius): biasanya diameter pupil

2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebral dan

reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata.

Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah

tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen):

biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah

tangan perawat ke kiri dan kanan.

d) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak

ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I

(olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bauyang

diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya

ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada

nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang

tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan

keseimbangan gerak tangan – hidung.

e) Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma

akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir


kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya

lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan

dapat menyebutkanrasa manis dan asin. Pada nervus IX

(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak

simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan

pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII

(hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan

dapat dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi

kurang jelas saat bicara.

f) Telinga

Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada

pemeriksaan nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya

pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dariperawat

tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat

mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.

g) Leher

Pada pemeriksaan nervus X (vagus): biasanya pasien stroke

non hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada

pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).

h) Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya

fremitus sama antara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi

normal sonor Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler

i) Jantung

Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat Palpasi :

biasanya iktus kordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung

normal Auskultasi : biasanya suara vesikuler

j) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi :

biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya

terdapat suara tympani Auskultasi : biasanya bising usus

pasien tidak terdengar Pada pemeriksaan reflek dinnding

perut, pada saat perut pasien digores, biasanya pasien tidak

merasakan apa-apa.

d. Saraf Kranial

1. Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera

penghidu. Mata pasien terpejam dan letakkan bahan-bahan

aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.

2. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien

membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien

sakit harus diperhatikan.

3. Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar otot mata

4. Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata

5. Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus,

maksilaris, dan mandibularis. Bagian sensori dari saraf ini

mengontrol sensori pada wajah dan kornea. Bagian motorik

mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai

dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien akan berkedip

ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk

mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.

6. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena

ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan

menyuruh pasien untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke

segala arah.

7. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan

pada dua pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini 44
mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari

paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.

8. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan

vestibular, yang secara berurutan mengontrol pendengaran dan

keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang

dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin

namun perawat harus waspada, terhadap keluhan pusing atau

vertigo dari pasien.

9. Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang dari bagian

posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa.

Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

10. Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf

Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah

bagian posterior juga uvula dan langit-langit lunak.Saraf vagus

mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak serta

memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paruparu

dan usus halus. Ketidak mampuan untuk batuk yang kuat,

kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan pertanda

adanya kerusakan saraf ini.

11. Asesoris spinal : Saraf ini mengontrol otot-otot

sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa menilai saraf

ini dengan menyuruh pasien mengangkat bahu atau 45 memutar

kepala dari satu sisi ke sisi lain terhadap tahanan, bisa juga di

bagian kaki dan tangan.

12. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai

dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi

garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi sekunder


terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada sisi yang

terjadi lesi.

G. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik (D0064)

Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri

Penyebab:
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Kekakuan sendi
8. Kontraktur
9. Malnutrisi
10. Gangguan muskuloskeletal
11. Gangguan neuromuskular
12. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13. Efek agen farmakologis Program pembatasan gerak
14. Nyeri
15. Kecemasan
16. Gangguan kognitif
17. Keengganan melakukan pergerakan
18. Gangguan sensori persepsi

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif:
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif:
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2 Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Kondisi klinis Terkait:


1. Stroke
2. Trauma
3. Osteoarthritis
4. Ostemalasia
5. Keganasan

Masalah keperawatan yang muncul:


1. Gangguan mobilitas fisik
2. Nyeri Akut
3. Riskio perfusi serebral tidak efektif
4. Gangguan komunikasi verbal
5. Pola nafas tidak efektif
6. Risiko defisit Nutrisi
7. Defisit perawatan diri
8. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit
9. Gangguan persepsi sensori
SLKI SIKI

Mobilitas fisik : Dukungan mobilisasi (1.05173)


1. Pergerakan ekstremitas (5) Observasi
meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
2. Kekuatan otot (5) meningkat keluhan fisik lainnya
3. Gerakan terbatas (5) menurun 2. Identifikasi toleransi fisik
4. Kelemahan fisik (5) menurun melakukan pergerakan
5. Rentang gerak (ROM) (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi -Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi

Terapeutik
4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis pagar tempat
tidur)
5. Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
6. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
(empat sa duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)

2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D 0017)

Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.

Faktor Risiko:
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
3. Aterosklerosis aorta
4. Disoksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis, anemia)
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskuler
13. Embolisme
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut

Kondisi Klinis Terkait:


1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskular diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sindrom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)
SLKI SIKI

Perfusi perifer : Manajemen Peningkatan Tekanan


1. Denyut nadi perifer (5) meningkat Intrakranial (1.06194)
2. Edema perifer (5) menurun Observasi
3. Kelemahan otot (5) menurun 1. Identifikasi penyebab peningkatan
4. Akral, turgor kulit (5) membaik TIK (mis. lesi, gangguan
5. TD sistol dan diastole (5) membaik metabolam, edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan
TIK (mis tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia,
pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
3. Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure) Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika perlu
4. Monitor PAWP, jika perlu
5. Monitor PAP, jika perlu
6. Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure),ka tersedia Monitor CPP
(Cerebral Perfusion Pressure)
7. Monitor gelombang ICP
8. Monitor status pemapasan
9. Monitor intake dan ouput cairan
10.Monitor cairan serebro-spinalis (mis
warna, konsistensi)
Terapeutik
11.Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
12.Berikan posisi semi Fowler
13.Cegah terjadinya kejang
14. Hindari penggunaan PEEP
15.Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
16.Atur ventilator agar PaCO. Optimal
17.Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
18.Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan,
19.Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu

3. Defisit Perawatan Diri

Definisi : Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas

perawatan diri

Penyebab :
1. Gangguan muskuloskeletal
2. Gangguan neuromuskuler
3. Kelemahan
4. Gamgguan psikologis dan/atau psikotik
5. Penurunan motivasi/minat 

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Menolak melakukan perawatan diri
Objektif
1. Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri kurang

Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Depresi
4. Arthritis reumatoid
5. Retardasi mental
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
10. Fungsi penilaian terganggu

SLKI SIKI

Perawatan diri : Dukungan perawatan diri


1. Mempertahankan kebersihan diri (5) Observasi
meningkat 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas diri
2. Mempertahankan kebersihan mulut sesuai usia
(5) meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian
3. Kemampuan makan (5) meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
4. Minat melakukan perawatan diri (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias,
meningkat dan makan

Terapeutik
4. Sediakan lingkungan yang
terapeutik (misal. Suasana hangat,
rileks)
5. Siapkan keperluan pribadi (misal.
Sikat gigi dan sabun)
6. Damping dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
8. Bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
9. Jadwalkan rutinitas perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid I Edisi

Revisi. Yogyakarta : Mediaction Jogja

Haryono Rudy, & Utami Maria P.2019. Keperawatan Medikal Bedah I. Yogyakarta ;

Joglo Aksara

Hutagalung. (2019). Panduan Lengkap StrokeMencegah, Mengobati dan

Menyembuhkan. Bandung, Penerbit Nusa Media

Nurarif A H. 2016. Asuhan keperawatan Praktis berdasarkan penerapan nanda, nic,

noc dalam berbagai kasus jilid 1. Mediaction. Jogjakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem Persyarafan. 2nd

ed. Jakarta: Sagung Seto. Nurarif Amin Huda , Dkk, 2016. Asuhan

Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediacion.

Anda mungkin juga menyukai