Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah gangguan peredaan darah otak
yang menyebabkan deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia
(Nurarif, 2015)
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and
Suddarth, 2002).
CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah di otak ( Muttaqin, 2011)
Berdasarkan defenisi tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa stroke haemoragic adalah gangguan fungsi dari otak akibat dari
penurunan atau berhentinya aliran darah ke bagian otak bisa terjadinya
karena sumbatan atau pecahnya pembuluuh darah di otak

2. Klasifikasi Stroke Hemorrhagic


Menurut Junaidi (2011) klasifikasi stroke meliputi
a. Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk kedalam jaringan otak, biasanya disebabkan
karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya
mikroaneurisma, faktor pncetus lain adalah stres fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah nendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah diotak

5
6

b. Perdarahan intraserebral/perdarahan sub arachnoid


Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang
subcharacnoid baik dari tempat lain (perdarahan eubarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid
itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) penyebab yang paling
sering adalah robeknya aneurisma, kelainan hemoragik (
trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi ( sifilis,
encefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), ideopatik atau tidak
diketahui, serta trauma kepala.

3. Etiologi
Etiologi menurut Junaidi (2011) terhalangnya suplai darah keotak pada
stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang
mensuplai darah keotak pecah, penyebabnya misalya tekanan darah
yang mendadak tinggi dan atau stress psikis berat. Peingkatan tekanan
darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala
atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras,
mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumya
disebabkan arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut
aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik.

4. Patofisiologi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkan oleh pecahnya arteri
sklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Pecahnya arteri
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, sementara pecahnya
vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit.
Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi
gangguan fungsi yang pemulihannya lambat, atau otak dapat
mengalami hernia yang dapat mengakibatkan kematian dan tiga hari
pertama perdarahan. Secara umum stroke menimbulkan berbagai
kelainan neurologi tergantung berat ringannya kerusakan yang
disebabkannya. Stroke ringan dapat menyebabkan gangguan bicara
7

ringan dan penurunan kesadaran, sedangkan stroke yang luas dapat


menyebabkan seseorang terjatuh, berbaring tak berdaya, koma, nafas
ngorok, kelumpuhan otot wajah, dan saat ekspirasi pipi gembung serta
kejang lokal atau umum. Otak merupakan bagian yang sangat sensitif
oksigen dan glukosa karena otak tidak dapat menyimpan kelebihan
oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipu berat otak
sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25%
suplay oksigen dan 70% glukosa . jika liran darah keotak terhhambat
maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang
kemudian terjadi gangguan pefusi serebral. Jika darah ke otak
terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan
dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah
keotak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).

5. Tanda dan Gejala


a. Kehilangan kontrol terhadap gerakan motorik, hemiplegia,
hemiparese, paralisis.
b. Kehilangan komunikasi: aphasia
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis: kesulitan
pemahaman, lupa, kurang motivasi, frustasi, emosi yang labil.
e. Disfungsi kandung kemih: inkontinensia urine, konstipasi
f. Kesulitan menelan, mengunyah, cemas, gelisah, mual, muntah,
tidak nafsu makan
g. Pusing, lelah.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Muttaqin (2011) meliputi;
a. CT Scan: melihat lokasi dan luas area yang terkena serta
menentukan lesi non hemoragik atau hemoragik.
b. MRI: untuk melihat pembedaan antara hemoragik dan non
hemoragik
8

c. EEG: menentukan luasnya lesi melalui gelombang delta


d. Deviasi lumbal: menunjukkan adanya trombosis, emboli serebral
dan adanya inflamasi.
e. Angiografi cerebral: membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik.

7. Terapi dan Pengelolaan Medik


a. Terapi farmakologi
➢ Diuretik: menurunkan edema.
➢ Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis
➢ Antiplatelet: mencegah terjadinya pembentukan trombosis dan
emboli.
➢ Kortikosteroid: untuk anti inflamasi, mis: dexamethason.
b. Terapi keperawatan
➢ Istirahat/tirah baring, kepala ditinggikan 30 0 posisi semi
fowler.
➢ Pantau tekanan darah dan tingkat kesadaran setiap saat
➢ Pertahankan kelancaran jalan nafas
➢ Latihan ROM.

8. Komplikasi
➢ Infark dan iskemik jaringan otak: terjadi karena adanya gangguan
aliran darah serebral dan mengakibatkan hipoksia serebral.
➢ Herniasi otak: terjadi karena peningkatan tekanan darah,
peningkatan viskositas pembuluh darah serebral.
➢ Disritmia jantung: terjadi karena adanya embolisme pada aliran
darah ke otak.
9

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Menurut Muttaqin (2011) pengkajian stroke meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputii nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa,tanggal dan jam SMRS, nomor register dan diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekrang
Serangan stroke haemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, mutah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi , riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontasepsi oral yag lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menerita hipertensi, diabetes
melitus dan riwayat stroke.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikososial stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya
10

dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat sra


respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat, apakah ada dampak yang
timbul pada klien seperti ketakutan akan kecacatan rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadao dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dari
pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
secara persistem
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang
tidak bisa bicara pada tanda-tanda vital; tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekueni pernafasan
3) B3 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syock hipovoleik) yang terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatandan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmhg)
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran merupakan parameter yang paling
mendasar dan alig penting yang membutuhkan pengkajian
b) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fugsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
11

c) Pengkajian saraf kranial


(1) Saraf 1
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
(2) Saraf II
Disfungsi presepsi visual karena gangguan jaras sonsori
primer diantara mata dan kontak visual
(3) Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didaapatkan penurunan kemmuan
gerakan konjuget unilateral disisi yang sakit
(4) Saraf V
Pada keadaan beberapa stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
kesisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigous internus dan eksternus
(5) Saraf VII
Presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat
(6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli kondukif dan tuli persepsi
(7) Saraf IX dan X
Kemampuan menean kurang baik dan kesulitan
membuka mulut
(8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapeizius
(9) Saraf XII
Lidah simetris terdapat deviasi pada satu sisi
danfasikulasi, seta indra pengecapan normal.
12

d) Pengkajian sistem motorik


(1) Inspeksi umum
Didapatkan hemiplegia (paralis satu sisi)
(2) Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstrimitas
(3) Tonus otot
Didapatkan meningkat
(4) Kekuatan otot
Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada ssi sakit didapatkan tingkat 0
(5) Keseimbanagn dan koordinasi
Didapatkan mengalami gangguan karena heniparese dan
hemiplegia
e) Pengkajian siste reflek
(1) Reflek profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atauperiosteum
derajat reflek pada respon normal
(2) Reflek patologis
Pada faseakut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setlah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului reflek patologis.
f) Pengkajian sistem sensorik
Pada presepsi terdapat ketidak mamuan
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi presepsi visual
karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
kortek visual.
4) B4 (Blader)
Klien megalami inkontinensia urin karena konfusi, ketidak
mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak
mampuan mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol spinter urin
berkurang.
13

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut. Pola defekasi bisanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan,
kehilngan sensoria atau paralisis biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Muttaqin (2011) dan Nurarief (2015)
sebagai berikut :
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral
b. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemifarese/hemiplegia kelemahan neuromuskuler padaekstrimitas
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara dihemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
g. Perubahan pola nutrisi dan kebutuhan berhubungan dengan
kelumpuhan atau kelemahan otot-otot menelan.
14

3. Rencana Keperawatan
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidka terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil: klien tidak gelisah, tidak menegluh nyeri kepala,
mual-mual dan muntah, GCS 15, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan
penyebabpeningkatan TIK
Rasional: deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
mengkaji status neurologis, tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasioal: Hipertensi atau hipotensi dapat menjadi faktor pencetus
ketidakteraturan pernafasan, memberikan gambaran lokasi
peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil
Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata
merupakan tanda dan gangguan saraf jikbatang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan suhu lingkungan
Rasional: panas merupakan reflek dari hipotalamus, peningkatan
kebutuhan metabolism dan O2 akan menujang peningkatan TIK
5) Petahankan kepala /leher pada posisi yang netral, usahakan
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi
Rasional: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat alira darah
keotak.
6) Berika periode istirahat antara tindakan keperawatan dan batasi
lamanya prosedur
Rasional: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK
oleh efek rangsangan kumulatif.
15

7) Cegah/hindari terjadinya valsava manuver


Rasional: mengurangi tekanan intrakranial dan intra abdominal
sehingga menghindari peningkatan TIK
8) Kolaborasi dalam pemberian therapi (oksigen, cairan intravena,
obat diuretic osmotik, antihepertensi, laboratorium)
Rasional: dapat mengurangi hipoksemia, cairan intra vena untuk
mengurangi edema cerebral atau peningkatan TIK.
b. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
Tujuan : dalam wktu 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan otak
dapat tercapai secara optimal
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala
dan tidak pusing, TTV normal, Tidak adanya kejang
Intrvensi
a. Monitor TTV
Rasional: Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi
pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
b. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
R/asional: Dapat mengurangi otak lebih lanjut
c. Anjurkan Pasien untuk mengeluarkan nafas apabila bergerak
atau berbalik ditempat tidur
Rasional: aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intra
kranial. Mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah
posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
d. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan potensi terjadinya perdarahan ulang.
e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK
16

f. Kolaboasi
1) Dalam pemberian cairan perinfus dengan pehatian ketat
Rasional: meminimaka fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebro
2) Berikan terapi sesuai intruksi dokter ( steroid, aminofel,
antibiotik)
Rasional : terapi yang diberikan denga tujuan menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan
metabolik sel/konsumsi dan kejang
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
Tujuan : dalam wattu 3x24 jam klien mampu meningkatkan da
mempertahankan kefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan
mencegah aspirasi
Kriteria Hasil: bunyi nafa sterdengar bersih, ronki tidak terdengar,
trakeal tube bebas sumbatan, menunjukan batk yang efektif, tidak
ada lagi penunpukan sekret disaluran pernafasan, frekuensi nafas
16-20 x/menit
Inteervensi
1) Kaji pernafasan (irama, frekuensi, bunyi nafas) refleks batuk
(tidak berfungsi) dan karakteristik sekresi.
Rasional: Menentukan atau mendeteksi adanya komplikasi paru-
paru.
2) Observasi perubahan sekresi dan temperatur tubuh.
Rasional: Sebagai indikasi untuk mengetahui adanya infeksi
pada paru-paru
3) Berikan posisi semi fowler.
Rasional: aspirasi, meningkatkan ventilasi dan mempermudah
ekspansi paru normal
4) Ajarkan dan anjurkan pasien untuk latihan batuk efektif.
17

Rasional: Memperbaiki pola nafas dan meingkatkan pengeluaran


slim/lendir
5) Beri cairan + 2-2,5 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
Rasional; Untuk mengencerkan sekresi lendir.
6) Lakukan fisioterapi dada 3-4 jam.
Rasional: Membantu pelepasan dan pengeluaran lendir
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemifarese/hemiplegia kelemahan neuromuskuler padaekstrimitas
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria Hasil: tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya
kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas
Intervensi
1) Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada derah yang terteka
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan
3) Lakukan gerak pasif pada ektrimitas yang sakit
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4) Observasi KU
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien
5) Kolaborasi dengan fisioterap
Rasional:Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapi.
18

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuro


muskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol
otot
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara dihemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
Tujuan: dalam waktu 3x 24 jam diharapkan klien dapat
menunjukan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaan, mampu menggunakan bahasa isyara
Kriteria Hasil: Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien dapat dipenuhi, Klien mau merespon setiap komunikasi
secara verbal maupun isyarat
Intervensi
1) Kaji tipe disfungsi, misal klien tidak mengerti tentang kata -kata
atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri
Rasional: Membantu menentukan kerusakan pada area otak
dan menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh
proses komunikasi.
2) Bedakan afasia dan disartria
Rasional: dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan
tipe gangguan
3) Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri
kesempatan untuk mengklarifikasi
Rasional: klien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor
ucapannya, komunikasi secara tidak sadar, dengan melengkapi
dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklarifikasi percakapan
4) Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti
tutup matamu dan lihat kepintu
Rasional: untuk menguji afasia reseptif
5) Perintahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang
diperlihatkan
19

Rasional: menguji afasia ekspresif, misalkan klien dapat


mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu untuk
menyebutkannya.
g. Perubahan pola nutrisi dan kebutuhan berhubungan dengan
kelumpuhan atau kelemahan otot-otot menelan.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil: klien dapat menelan tanpa aspirasi, pasien
mentoleransi diit yang diberikan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam menelan.
Rasional: Untuk menentukan asuhan keperawatan selanjutnya.
2) Berikan posisi setengah dengan kepala agak refleksi.
Rasional: Memudahkan proses menelan.
3) Berikan posisi setengah duduk dengan kepala agak refleksi.
Rasional: Mencegah terjadinya aspirasi.
4) Mulai untuk memberikan makanan setengah cair, makanan
lunak, ketika pasien dapat menelan air.
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
5) Berikan cairan perintravena sesuai program medik.
Rasional: Memberikan cairan pengganti dan makanan.

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis kesimpulan
perawat. Tindakan kolaboratif adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama petugas kesehatan lain

5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai

Anda mungkin juga menyukai