TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah gangguan peredaan darah otak
yang menyebabkan deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia
(Nurarif, 2015)
CVD (Cerebro Vascular Disease) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and
Suddarth, 2002).
CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah di otak ( Muttaqin, 2011)
Berdasarkan defenisi tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa stroke haemoragic adalah gangguan fungsi dari otak akibat dari
penurunan atau berhentinya aliran darah ke bagian otak bisa terjadinya
karena sumbatan atau pecahnya pembuluuh darah di otak
5
6
3. Etiologi
Etiologi menurut Junaidi (2011) terhalangnya suplai darah keotak pada
stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang
mensuplai darah keotak pecah, penyebabnya misalya tekanan darah
yang mendadak tinggi dan atau stress psikis berat. Peingkatan tekanan
darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala
atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras,
mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumya
disebabkan arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut
aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik.
4. Patofisiologi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkan oleh pecahnya arteri
sklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Pecahnya arteri
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, sementara pecahnya
vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit.
Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi
gangguan fungsi yang pemulihannya lambat, atau otak dapat
mengalami hernia yang dapat mengakibatkan kematian dan tiga hari
pertama perdarahan. Secara umum stroke menimbulkan berbagai
kelainan neurologi tergantung berat ringannya kerusakan yang
disebabkannya. Stroke ringan dapat menyebabkan gangguan bicara
7
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Muttaqin (2011) meliputi;
a. CT Scan: melihat lokasi dan luas area yang terkena serta
menentukan lesi non hemoragik atau hemoragik.
b. MRI: untuk melihat pembedaan antara hemoragik dan non
hemoragik
8
8. Komplikasi
➢ Infark dan iskemik jaringan otak: terjadi karena adanya gangguan
aliran darah serebral dan mengakibatkan hipoksia serebral.
➢ Herniasi otak: terjadi karena peningkatan tekanan darah,
peningkatan viskositas pembuluh darah serebral.
➢ Disritmia jantung: terjadi karena adanya embolisme pada aliran
darah ke otak.
9
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut. Pola defekasi bisanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan,
kehilngan sensoria atau paralisis biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Muttaqin (2011) dan Nurarief (2015)
sebagai berikut :
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral
b. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemifarese/hemiplegia kelemahan neuromuskuler padaekstrimitas
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara dihemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
g. Perubahan pola nutrisi dan kebutuhan berhubungan dengan
kelumpuhan atau kelemahan otot-otot menelan.
14
3. Rencana Keperawatan
a. Resiko Peningkatan TIK berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebral
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidka terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil: klien tidak gelisah, tidak menegluh nyeri kepala,
mual-mual dan muntah, GCS 15, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan
penyebabpeningkatan TIK
Rasional: deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
mengkaji status neurologis, tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasioal: Hipertensi atau hipotensi dapat menjadi faktor pencetus
ketidakteraturan pernafasan, memberikan gambaran lokasi
peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil
Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata
merupakan tanda dan gangguan saraf jikbatang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan suhu lingkungan
Rasional: panas merupakan reflek dari hipotalamus, peningkatan
kebutuhan metabolism dan O2 akan menujang peningkatan TIK
5) Petahankan kepala /leher pada posisi yang netral, usahakan
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi
Rasional: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat alira darah
keotak.
6) Berika periode istirahat antara tindakan keperawatan dan batasi
lamanya prosedur
Rasional: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK
oleh efek rangsangan kumulatif.
15
f. Kolaboasi
1) Dalam pemberian cairan perinfus dengan pehatian ketat
Rasional: meminimaka fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebro
2) Berikan terapi sesuai intruksi dokter ( steroid, aminofel,
antibiotik)
Rasional : terapi yang diberikan denga tujuan menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan
metabolik sel/konsumsi dan kejang
c. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
Tujuan : dalam wattu 3x24 jam klien mampu meningkatkan da
mempertahankan kefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan
mencegah aspirasi
Kriteria Hasil: bunyi nafa sterdengar bersih, ronki tidak terdengar,
trakeal tube bebas sumbatan, menunjukan batk yang efektif, tidak
ada lagi penunpukan sekret disaluran pernafasan, frekuensi nafas
16-20 x/menit
Inteervensi
1) Kaji pernafasan (irama, frekuensi, bunyi nafas) refleks batuk
(tidak berfungsi) dan karakteristik sekresi.
Rasional: Menentukan atau mendeteksi adanya komplikasi paru-
paru.
2) Observasi perubahan sekresi dan temperatur tubuh.
Rasional: Sebagai indikasi untuk mengetahui adanya infeksi
pada paru-paru
3) Berikan posisi semi fowler.
Rasional: aspirasi, meningkatkan ventilasi dan mempermudah
ekspansi paru normal
4) Ajarkan dan anjurkan pasien untuk latihan batuk efektif.
17
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis kesimpulan
perawat. Tindakan kolaboratif adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama petugas kesehatan lain
5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai