Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti bagian tubuh lainnya, otak juga rentan terhadap perdarahan, infeksi, dan
bentuk kerusakan lainnya. Kerusakan atau perubahan fungsi pada otak terkadang
membutuhkan prosedur pembedahan.

Trepanasi adalah satu praktek operasi yang sering dilakukan. Praktik trepanasi
adalah prosedur dimana tengkorak manusia di bor menggunakan alat tertentu.
Namun teknik ini bukan hanya dipraktek oleh masyarakat modern, kenyataannya
teknik operasi ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam. Orang
zaman dulu dengan pengetahuan yang terbatas melakukan pembedahan yang
berpotensi mematikan. Meski berbahaya, nyatanya pembedahan yang dilakukan
manusia kuno justru mampu menyelamatkan banyak nyawa.

Meski praktik medis ini tampak aneh dan berisiko, tapi mampu menghilangkan
penumpukan darah berbahaya saat terjadi cedera dikepala. Praktik ini sendiri
pertama kali diperkenalkan oleh suku Inca.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian trepanasi?
2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi trepanasi?
3. Bagaimana pathway post op trepanasi?
4. Apa saja komplikasi post op trepanasi?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk trepanasi?
6. Bagaimana asuhan keperawatan trepanasi?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian trepanasi
2. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi trepanasi
3. Untuk mengetahui pathway post op trepanasi
4. Untuk mengetahui komplikasi post op trepanasi
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk trepanasi
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trepanasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Trepanasi
Trepanasi (Trepanation) atau disebut juga Burr Hole adalah praktek mengebor
lubang di tengkorak sebagai perawatan fisik, mental, atau spiritual. Trepanasi
atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Ahli bedah modern
umumnya menggunakan istilah craniotomy untuk prosedur ini.

B. Indikasi dan Kontraindikasi Trepanasi


Trepanasi/kraniotomi adalah tindakan yang dilakukan dengan indikasi-indikasi
sebagai berikut:
 Ipidural dan Subdural Hematoma
 Tumor Otak
 Aneurisma Otak atau AVMs (Arterivenous Malformation)
 Cedera Kepala Traumatis
 Benda Asing (Peluru)
 Pembengkakan Otak

Tidak ada kontraindikasi yang saling berhubungan terhadap kraniotomi atau


trepanasi itu sendiri, tetapi kondisi medis dapat menjadikan kraniotomi
intervensi yang berisiko tinggi. Dokter dapat menentukan apakah risiko
kraniotomi lebih besar daripada risiko memperburuk kondisi medis.
Kontraindikasi untuk trepanasi sendiri adalah sebagai berikut:

 Usia lanjut
 Status fungsional buruk
 Penyakit kardiopulmoner berat.

3
C. Pathway

4
D. Komplikasi Post Operasi
a. Early Complication
- Bleeding/Hematoma: Hematom dapat terbentuk di wilayah operasi
karena berbagai alasan (mis. Tekanan darah tidak terkontrol pasca
operasi,sisa tumor, hemostatis tidak lengkap). Tanda dan gejala
mungkin berupa tingkat kesadaran yang tertekan atau defisit neurologis
fokal (mis. Onset baru atau kelemahan yang memburuk) dan dapat
muncul dalam beberapa jam setelah operasi.
- Kejang: gangguan jaringan otak normal dapat memicu kejang pasca
operasi.
- Cerebrospinal fluid (CSF) leak: hal ini dapat terjadi akibat penutupan
luka yang buruk (mis. Dira yang tertutup dengan tidak benar, bone flap
yang terletak buruk, lapisan fasia yang dijahit longgar), infeksi.
- Infark Serebral: ini adalah stroke yang disebabkan oleh kerusakan arteri
atau vena mayor dapat disebabkan oleh kraniotomi itu sendiri.
- Pneumocephalus: ini adalah udara dalam cranium yang masuk melalui
situs craniotomi. Dapat bermanifestasi sebagai kebingungan, kelesuan,
sakit kepala, kejang, mual/muntah.
b. Late Complication
- Infeksi: ini adalah hasil beberapa bentuk kontaminasi dalam situasi
bedah (otak, subdural/epidural sayatan). Dapat bermanifestasi sebagai
demam, kekakuan/kedinginan, dan gejala sistemik lain. Paling dapat
dilihat, luka itu sendiri tampak eritematosa, indurasi dan/atau terdapat
nanah.
- Kejang lanjut: fokus epilepsi dapat terjadi akibat jaringan parut.

E. Post Operasi Trepanasi/Craniotomy


Setelah operasi pasien dibawa ke ruang pemulihan dimana tanda-tanda vital
dipantau setelah pasien sadar dari anestesi. Tabung pernapasan (ventilator)
biasanya tetap terpasang sampai pasien sepenuhnya pulih dari anestesi. Pasien
selanjutnya akan dipindahkan ke Neuroscience Intensive Care Unit (NSICU)
untuk pemantauan ketat.

5
Pasien mungkin akan mengalami mual dan sakit kepala setelah operasi. Obat-
obatan dapat mengendalikan gejala-gejala ini. Tergantung pada jenis operasi
otak, obat steroid (untuk mengendalikan pembengkakan otak) dan antikonvulsan
(untuk mencegah kejang) dapat diberikan.

Diperlukan waktu 4 hingga 8 minggu untuk pulih dari operasi. Luka (sayatan)
mungkin akan terasa sakit sekitar lima hari setelah operasi. Pasien juga mungkin
mengalami mati rasa, dan rasa sakit di dekat luka atau bengkak dan memar
disekitar mata.

F. Pemeriksaan Penunjang Post Op Trepanasi/Craniotomy

 Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan


cermat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak.
 Angiografi Serebral. Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 EEG Berkala. Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk
mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.

6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Data subjektif :
1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang
lain?
3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien
menjadi cedera.
5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan (jenisnya), obat, dan lainnya.
6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan
pengobatan pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani
proses pengobatan terhadap penyakit tertentu?
7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah
penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir
sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk
mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih
lanjut/operasi.
9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
b. Pengkajian ABCD FGH
1) AIRWAY
- Cek jalan napas paten atau tidak

7
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh
kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan
seperti snoring, gurgling, crowing.
2) BREATHING
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernapasan
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan

4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot

8
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi,
edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
- Kepala dan wajah

B. Masalah yang lazim muncul


1. Pola pernafasan tidak efektif : yang berhubungan dengan gangguan integritas
jaringan otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area
pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
Kriteria Hasil/Tujuan: Oksigenasi yang adequat dapat dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan ekspansi dada.

9
2. Kaji bunyi nafas setiap 2 – 4 jam.
3. Evaluasi nilai AGD sesuai kebutuhan.
4. Gunakan oksimetri yang tersedia untuk memantau saturasi oksigen dan
pantau CO2.
5. Pertahankan hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik.
6. Waspada terhadap dampak obat-obat depresan.
7. Lakukan suction sesuai kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur
dilakukan.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif : yang berhubungan dengan akumulasi sekresi,
obstruksi jalan nafas, atau edema paru.
Kriteria Hasil/Tujuan: Patensi jalan nafas dapat dipertahankan
Intervensi Keperawatan
1. Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
2. Atur postur pasien dengan meninggikan kepala tempat tidur 150 – 300 (jika
tidak ada kontraindikasi).
3. Gunakan jalan nafas oral – nasal untuk mempertahankan jalan nafas atas
paten.
4. Pertahankan ventilator dalam pengesutan dengan sistem alaram bekerja
sesuai pesanan.
5. Penghisapan sekresi (suction) sesuai kebutuhan dan evaluasi efeknya.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan edema jaringan


serebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi serebral karena
embolus atau sumbatan aliran darah serebral.
Kriteria Hasil/Tujuan: Tingkat kesadaran pasien akan membaik atau
dipertahankan.

Intervensi Keperawatan
1. Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150 – 300 sepanjang waktu.
3. Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma
Glasgow.

10
4. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam.
- Tingkat kesadaran.
- Ukuan pupil, reaksi pupil terhadap cahaya.
- Kesamaan pupil.
- Gerakan ekstermitas.
- Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi pasien.
- Kesesuian respons pasien terhadap lingkungan atau stimulasi.
- Ada tidaknya refleks-refleks.
- Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi
motorik asemetris.
- Tekanan darah.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Frekuensi dan irama pernafasan.
- Parameter hemodinamik.
5. Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava
manuver.
6. Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO2 yang
rendah (18 – 25) untuk mencegah vasodilatasi serebral.
7. Berikan obat kontikosteroid sesuai pesanan dokter.
8. Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai
pesanan dokter.
9. Pertahankan keakuratan intake dan output setiap 3 jam.
10. Antisipasi dehidrasi, pantau urine dan elektrolit.
11. Berikan sedatif dan pelemah otot sesuai pesanan dokter dengan barbiturat
atau pavulon.
12. Berikan hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk suction.

4. Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi diuretik,


kebutuhan metabolisme yang tinggi, hormon yang tidak berfungsi.
Kriteria Hasil/Tujuan: Kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi dan output yang
adequat dapat dipertahankan.
Intervensi Keperawatan

11
1. Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang tersedia.
2. Pertahankan intake dan output cairan secara akurat setiap 3 jam.
3. Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas dan kadar creatinin.
4. Ganti elektrolit dengan terapi suplemen sesuai pesanan.
5. Kaji diabetes insipidus : output banyak dengan berat jenis rendah.
6. Jika ada diabeter insipidus beri Pitressin sesuai pesanan.

5. Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan


tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
Kriteria Hasil/Tujuan: Infeksi nosokonial tidak akan terjadi.
Intervensi Keperawatan
1. Gunakan teknik steril yang ketat selama pemasaran device pemantauan TIK
dan pertahankan sistem drainase vetricular eksternal.
2. Lakukan dressing dengan teknik steril.
3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP.
4. Berikan antibiotik sesuai pesanan.
5. Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah
tempat pemasaran pemantauan TIK

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trepanasi (Trepanation) atau disebut juga Burr Hole adalah praktek mengebor
lubang di tengkorak sebagai perawatan fisik, mental, atau spiritual. Trepanasi
atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Ahli bedah modern
umumnya menggunakan istilah craniotomy untuk prosedur ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Trepanasi/Kraniotomi. 2011. Anonim.


Http://www.akatsuki-ners.blogspot.com/2011//08/trepanasi-kraniotomi-pada-edh-
dan-sdh.html?m=1 [diakses Sabtu, 5 Oktober 2019]

Craniotomy vs Trepanation-What’s difference?


Http://wikidiff.com [diakses Sabtu, 5 Oktober 2019]

What is Trepanation. 2018. Alina Bradford


Http://www.livescience/com/amp/62591-trepanation-eksplained.html [diakses
Minggu, 6 Oktober 2019]

Craniotomy. 2017. Simon et al.


Http://emedicine.medscape.com/article/1890449-overview#a6 [diakses Minggu, 6
Oktober 2019]

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai