Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

RONDE KEPERAWATAN

Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :
1.
1.
2.
3.
4.

Diana, S.Kep
6. Rogayah, S.Kep
Febi Susanti, S.Kep 7. Rosidi, S.Kep
Haidi, S.Kep
8. Romiko, S.Kep
Ikwan Masyur, S.Kep 9. Sulardi, S.kep
Indra Pratama, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT METODE KEPERAWATAN PRIMER RUANG
IGD RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012
1. Pengertian
Ronde keperawatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan kilen yang dilaksanakan oleh perawat, disamping
pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan
tetapi pada kasus tertentu harus dilaksanakan oleh perawat primer dan atau
konsuler, kepala ruangan, perawat assosciate, yang perlu juga melibatkan seluruh
anggota tim.
2. Kriteria klien
Kriteria klien yang dilakukan ronde adalah :
a. Klien dengan penyakit kronis
b. Klien dengan penyakit komplikasi
c. Klien dengan penyakit akut
d. Klien dengan permasalah keperawatan yang belum terselesaikan
3. Tujuan
a. Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
b. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari
masalah klien.

c. Meningkatkan validitas data klien.


d. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
e. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
4. Peran
a. Perawat Primer dan Perawat Assosciate
1. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
2. Menjelaskan masalah keperawatan utama
3. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan
4. Menjelaskan tindakan selanjutnya
5. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
b. Perawat Primer lain dan atau Konselor
1. Memberikan justifikasi
2. Memberikan reinforcement
3. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta
tindakan yang rasional.
4. Mengarahkan dan koreksi
5. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari.
5. Kegiatan
Kegiatan ronde keperawatan ini dibagi tiga, yaitu :
a. Persiapan
1. Kepala

ruangan

bertanggung

jawab

dalam

penyelenggaraan,

PP

menyiapkan pengelolaan kasus dan pengkajian yang telah divalidasikan

sampai intervensi dan PA melaksanakan prosedur tindakan keperawatan


sesuai perencanaan.
2. Analisa data dari pengkajian
3. Menentukan nama klien, jenis penyakit serta masalah keperawatan.
4. Menelusuri literatur dan referensi pendukung untuk memperjelas
keterkaitan permasalahan.
5. Diskusi perencanaan ronde keperawatan secara sistematis.
6. Melibatkan pembimbing dalam persiapan ronde keperawatan.
7. Pemberitahuan pelaksanaan ronde keperawatan.
b. Pelaksanaan
Ronde keperawatan dilaksanakan pada hari Rabu 22 Februari jam 09.00
10.00 WIB di ruang IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan
rincian sebagai berikut :
1. Ronde keperawatan dihadiri pembimbing pendidikan, pembimbing
ruangan dan rumah sakit, perawat ruangan, perawat konselor, kepala
ruangan, PP dan PA.
2. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan
atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
3. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut di nurse station.

4. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/kepala


ruangan tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.
5. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.
c. Pasca ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
Evaluasi dilakukan tentang :
1. Pelaksanaan masing-masing peran.
2. Proses keberhasilan ronde keperawatan
3. Tingkat keberhasilan penyelesaian permasalan klien.

6. Alur ronde keperawatan

PP
Penetapan pasien
Tahap pra ronde
PP

Persiapan pasien :
Informed Concent
Hasil pengkajian /
intervensi

Penyajian masalah

Apa yang menjadi masalah


Cross cek data yang ada
Apa yang menyebabkan masalah
tersebut
Bagaimana pendekatan (proses,
SAK, SOP)

Tahap ronde pada bed


pasien

Validasi data

Diskusi Karu, PP,


Perawat konselor

Tahap ronde pada


nurse station

Analisa Data
Aplikasi hasil analisa
dan diskusi

Masalah teratasi

7. Materi :
a. Proposal pelaksanaan ronde keperawatan
b. Konsep teori keperawatan
c. Dokumentasi keperawatan klien
8. Pengorganisasian
a. Kepala Ruangan

: Diana, S.Kep.

b. Perawat Primer

: Sulardi, S.Kep.
Romiko, S.Kep.

c. Perawat Assosciate

: Ikhwan Masyur, S.Kep.


Indra, S.Kep.
Haidi, S.Kep.
Rosidi, S.Kep.
Rogayah, S.Kep.
Febi Susanti, S.Kep.

d. Perawat Konselor

: Hj. Sutini, AM.Kp.


Desi Rukiyati, S.Kep, Ns.
Fevi Aprina, AM.Kp.
Palembang, 22 Februari 2012

Kepala Ruangan

Perawat Primer

Diana, S.Kep.
NIM. 06.11.010

Sulardi, S.Kep.
NIM. 06.11.046

MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Jln. Jend. A. Yani 13 Ulu Palembang 30252 Telp. 0711-510673, 516233, 516231

SURAT PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
Umur
Jenis Kelamin
No.KTP/SIM/lainnya
Alamat

:
:
:
:
:

Untuk

: Diri sendiri
Anak

Nama Klien
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

Isteri
Orang Tua

Suami
Lainnya

:
:

Ruangan
:
Rekam Medis No.
:
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah :
Memberikan Persetujuan dan telah mendapatkan penjelasan yang
sejelasnya tentang maksud dilakukan Ronde keperawatan dan tidak
akan melakukan tuntutan/gugatan dikemudian hari atas tindakan
tersebut.
Demikianlah persetujuan ini diberikan agar diperguankan sebagaimana mesti
nya.

Palembang, 22 Februari 2012


Perawat Yang Menerangkan

Yang Memberikan Persetujuan

Nama Perawat

)
Nama Jelas

Saksi-saksi :

Tanda Tangan

1. ..

1. ......

2. ..

2. ..

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

A. Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalamserangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnyaserangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan
listrik neron-neron otak secara berlebihandengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik (Anonim, 2008).

B. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal


dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga,
kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan
system saraf keseluruhan. System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf
mengubah rangsangan dalam bentuk implus listrik. Kemudian implus listrik
dikirim ke pusat system saraf, yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang.
Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya
dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirim implus saraf
ke otot sehingga otot berkontraksi atau rileks.
Di dalam jaringan system saraf pusat terdapat hirarki control. Banyak
rangsangan sederhana berhubungan dengan tindakan refleks/aksi spontan
(misalnya, dengan cepat kita mengibaskan tangan saat menyentuh piring panas).
Otak tidak terlibat langsung dalam proses identifikasi mengenai tindakan
refleks. Tapi, tindakan refleks tersebut diproses di saraf tulang belakang.
Meskipun otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan dengan
aksi spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan yang dipersepsi alat
indera.
Contohnya kita tidak serta-merta menumpahkan sepiring penuh makanan
tanpa alasan kecuali piring itu memang panas sehingga kita refleks
menumpahkannya. Atau bisa juga hal itu disebabkan oleh stress yang kita alami.
Fenomena semacam ini adalah fungsi yang rumit yang terjadi di otak. Bernafas,

10

keseimbangan, menelan, dan mencerna terjadi, karena fungsi otomatis otak.


Dan kita tidak menyadari bahwa proses tubuh tersebut membutuhkan control
yang lembut dan teknik mengatur yang baik. Otak purba mengontrolnya
secara relatif. Misalnya, kita akan menoleh jika seseorang memanggil nama kita
di jalan. Aksi tersebut dikontrol oleh bagian otak yang lebih baru. Otak dan
urat saraf tulang belakang dilindungi oleh tulang (tengkorak dan tulang belakang
secara berurutan) dan dikelilingi oleh cairan otak, yang berfungsi sebagai alat
penahan goncangan.
Bagian-Bagian Otak
Otak nampak seperti sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2
kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam tiga
bagian umum, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Anehnya nama
bagian-bagian tersebut tidak berdasarkan letaknya pada otak (contohnya otak
depan tidak berada di bagian depan). Tapi, nama bagian-bagian tersebut
didasarkan pada posisi saat manusia masih berbentuk embrio. Kemudian posisi
bagian-bagian otak tersebut berubah selama perkembangan janin dalam
kandungan.
Otak Belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian
fungsional yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular (reticular formation),
dan cerebellum.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol

11

funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Ponslah yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.
Formasi Reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan
dan

perhatian

Anda.

Formasi

reticular

seolah-olah

berfungsi

untuk

mengaktifkan bagian lain dalam otak.


Selain bagian-bagian yang telah disebutkan tadi, ada juga bagian yang
dinamakan cerebellum dengan banyak lilitannya. Cerebellum disebut juga otak
kecil yang berkerut sehingga hampir seperti otak besar (otak secara keseluruhan).
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak. Tapi, sebenarnya fungsi
tersebut perlu dipelajari dan dilatih, seperti keseimbangan dan koordinasi.
Misalnya saat berjalan, apabila jalan yang kita lalui sudah biasa dilewati, maka
tanpa berpikirpun, kita sudah bisa sampai ditujuan. Itulah salah satu kegunaan
cerebellum, yang berfungsi sebagai kendali/ control atas gerakan kita.

C. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:
1.

Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

2.

Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

12

3.

Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4.

Demam,

ganguan

metabolik

(hipoglikemia,

hipokalsemia, hiponatremia)
5.

Tumor Otak

6.

Kelainan pembuluh darah

Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy dibagi menjadi 2, yaitu :


1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau
gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak
yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada
masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi,
fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus
alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab spesifik epilepsi :
1.

Kelainan yang terjadi selama perkembangan


janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat

13

merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami


cidera.
2.

Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti


kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena
tindakan.

3.

Cidera

kepala

yang

dapat

menyebabkan

kerusakan pada otak.


4.

Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang


tidak umum terutama pada anak-anak.

5.

Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan


pembuluh darah otak.

6.

Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak,


yaitu encephalitis dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla
spinalis) dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan
meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter. Meningen ini
membantu menjaga aliran darah dan cairan cerebrospinal. Struktur-struktur
ini merupakn yang dapat terjadi meningitis, inflamasi meningitis, dan jika
terjadi keparahan maka dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.

7.

Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU),


sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang
yang berulang.

14

8.

Kecerendungan

timbulnya

epilepsy

yang

diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang


lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
9.

Gangguan mekanisme biologis: abnormalitas


dalam otak yang menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral
menjadi aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan
peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi kerja dari
kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma aminobutyric acid (GABA),
Serotonin, Acetylcholine ).

E. Patofisiologi / Patoflow
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjutajuta neron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Acetylcholine

dan

norepinerprine

ialah

neurotranmiter

eksitatif,

sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif


terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh

15

belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).


Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi,
aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus
yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1.

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih


mudah mengalami pengaktifan.

2.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk


melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara berlebihan.

16

3.

Kelainan

polarisasi

(polarisasi

berlebihan,

hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh


kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4.

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan


asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi
akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara
drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat
menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan.
Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai
di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin,

17

suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan


menyingkirkan asetilkolin.

18

F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
1. Gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan
tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)

G. Pemeriksaan penunjang
1.

Elektroensefalogram (EEG)

19

Digunakan untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan. EEG


adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis.
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat
memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang.
Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah
kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
2.

Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:
a.

CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Merupakan
test gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk banyak anak dan
dewasa dengan kejang awal. Teknik gambaran ini cukup sensitive untuk
berbagai tujuan.
Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan dengan
x-ray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur tulang dan
jaringan-jaringan yang lunak.clear images dari orga-organ seperti otak,
otot, struktur join, vena, dan arteri.

20

b. MRI (magnetic resonance imaging) kepala.


Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI
lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi kecil,
malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. Gambaran
dari MRI dapat digunakan untuk persiapan pembedahan.
Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang demam
yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
3.

Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

4. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal


(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada
bayi.
5.

Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

H. Komplikasi
1. Dampak pada anak-anak
a. Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama dari
kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-anak yang mengalami

21

epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi yang spesifik (contohnya injuri


kepala dan gangguan syaraf) mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada
populsi normal.
b. Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang mengalami
kejang akan lebih berdampak pada perluasan gangguan otak dan akan
terjadi keburukan. Anak dengan kejang yag tidak terkontrol merupakan
faktor resiko terjadinya kemunduran intelektual.
c. Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan bahasa,
dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah anak dengan
beberapa

sindrom

epilepsy

parsial.

Anak-anak

tersebut

biasanya

berpenapilan denagn sikap yang burk dibandingkan dengan anak-anak


lainnya.
2. Dampak pada dewasa
a.

Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy dewasa


adalah pada fungsi mental yang tidak benar.

b.

Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan epilepsy


menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi mempunyai resiko
tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan didiagnosa. Resiko bunuh diri
terbesar diantara orang-orang yang terkena epilepsy dan mengarah pada
kondisi psikiatrik seperti depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan
penggunaan alcohol kronik.

22

c.

Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya


dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan ambang
nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas, serta gangguan tidur.faktanya
kesehatan mereka dapat disamakan dengan orang dengan penyakit kronik,
meiputi arthritis, masalah jantung, diabetes, dan kanker.

3. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi


a.

Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan mengalami


gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki. Penyebab-penybab dari
masalah-masalah tersebut kemungkinan emosi, indusi medikasi, atau
menghasilkan perubahan pada tingkat hormone.

b.

Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada


pengaturan hormone puberitas.

c.

Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan


hormonal-hormonal lain dan perubahan neurologi yang berkontribusi
terhada disfungsi seksualitas.

d.

Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi


perjalanan seksual.

I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang

23

menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera


kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang
aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko
tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna
obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat
selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang
yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan. Program
skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti
konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.
Kejang yang tiba-tiba datang pada penderita epilepsi dapat dicegah dengan
cara:
a.

Demam tinggi pada penderita dapat diatasi dengan cara memberi obat
demam dengan penurun panas dan kompres dengan lap hangat (lebih
kurang panasnya dengan suhu badan si penderita) selama kurang lebih 15
menit, bila mencapai 38.5 derajat celcius atau lebih.

b.

Jangan melakukan pengkompresan dengan lap yang dingin, karena dapat


menyebabkan korslet di otak (akan terjadi benturan kuat karena atara suhu
panas tubuh si penderita dengan lap pres dingin).

24

c.

Minum obat resep dokter secara teratur.

d.

Sediakan obat anti kejang lewat dubur di rumah jika kejang membuat
penderita tidak mungkin meminum obat.

e.

Sedia selalu obat penurun panas di rumah seperti parasetamol.

2. Pertolongan Pertama Untuk Epilepsi


a.

Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari benda


keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya. Jika
pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.

b.

Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya


kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan. Jangan
berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu.

c.

Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras


diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Jika aira
mendahului kejang, masuka spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigigigi untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.

d.

Penyandang akan bingung atau mengantuk setelah kejang.


Biarkan penderita beristirahat.

e.

Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting


untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

f.

Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau


penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.

25

3. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita
akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan
menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) serta
beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Farmakoterapi anti konvulsion untuk mengontrol kejang. Obatobatan ini mengontriol kejang 50% sampai 60% mengalami kejang berulang
dan memberikan control parsial 15% sampai 35%.
Pembedahan

untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista

atau adanya anomali vaskuler. Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat


jaringan otak sesedikit mungkin sehingga aktivitas kejang akan tereliminasi
atau berkurang secara bermakna.
Jenis obat yang sering digunakan:

26

a. Phenobarbital (luminal)Paling sering dipergunakan, murah harganya,


toksisitas rendah.
b. Primidone (mysolin)Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital
dan phenyletylmalonamid.
c. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin:
1.

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai


ialah DPH.

2.

Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus


temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal.

3.

Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi


gingiva dan gangguan darah.

d. Carbamazine (tegretol):
1.

Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan


pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga
carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.

2.

Sifat

ini

menguntungkan

penderita

epilepsi

lobus

temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.


3.

Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus,


vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi
hati.

f. Diazepam:

27

1.

Biasanya

dipergunakan

pada

kejang

yang

sedang

berlangsung (status konvulsi).


2.

Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena


penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.

g. Nitrazepam (inogadon)Terutama dipakai untuk spasme infantil dan


bangkitan mioklonus.
h. Ethosuximide (zarontine)Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi
petit mal.
i. Na-valproat (dopakene):
1.

Obat pilihan kedua pada petit mal.

2.

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

3.

Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

4.

Efek samping mual, muntah, anorexia.

j. Acetazolamide (diamox):
1.

Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam


pengobatan epilepsi.

2.

Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH


otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.

k. ACTHSeringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme


infantil.

28

J. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya
sehingga menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan
pada fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat
gigitan tersebut
b. Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi
mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase posiktal, klien
mengalami apneu

c. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
d. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung,
dan tidak teringat kejadian saat kejang
e. Exposure

29

Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah


ada cedera tambahan akibat kejang
2. Pengkajian sekunder
a. Identitas. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-spiritual.
Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada
factor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obatobat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena
malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan
selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
d. Riwayat kesehatan
1.

riwayat keluarga dengan kejang

2.

riwayat kejang demam

3.

tumor intrakranial

30

4.

trauma kepal terbuka, stroke

e. Riwayat kejang :
1.

berapa sering terjadi kejang.

2.

gambaran kejang seperti apa

3.

apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.

4.

Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan

5.

Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

6.

Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.

f. Pemeriksaan fisik
1. Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
g. Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas

h. Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
i. Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada
posiktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
j. Sistem pencernaan

31

Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan


dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

32

Anda mungkin juga menyukai