Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA BERAT

1. Definisi

 Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau dalam keadaan

koma (Mansjoer, A,dkk, 2001 : 3). Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak

mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada

periode tidak sadarkan diri (Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2002 : 2212).

 Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala berat adalah

cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8, dimana otak mengalami memar dengan

kemungkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan meskipun

neuron-neuran terputus.

2. Etiologi

 Penyebab cedera kepala antara lain adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh

dan cedera olah raga, peluru atau pisau pada cedera kepala terbuka ( Corwin, J.E,

2001)

1
3. Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala, tulang kepala, jaringan

otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi luasnya cedera kepala

adalah lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang,

permukaan dari kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.

Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak luka terbuka

dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan indikasi berat

ringannya gangguan, pengaruh umum cedera kepala dari ringan sampai berat ialah

edema otak, defisit sesorik, dan motorik, peningkatan intrakranial. Hal ini akan

mengakibatkan perubahan perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjutnya timbul

herniasi otak, iskemi otak dan hipoksia, ( Long, B.C, 1996 : 203 ). Pada saat otak

mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses

metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada cedera

kepala berat hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob yang menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Produksi asam

laktat akan merangsang reseptor nyeri sehingga timbul sakit kepala.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi . Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui

proses oksidasi . Otak tidak punya cadangan oksigen , jadi kekurangan aliran darah ke

otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Dari gangguan fungsi otak

akan muncul berbagai gejala antara lain penurunan fungsi nervus vagus yang akan
membuat penurunan fungsi otot menelan dan beresiko tinggi terjadi perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh ( Pahria,T,dkk, 1996 : 50 ).

Kerusakan otak yang di jumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 cara

yaitu 1) efek langsung trauma pada fungsi otak , 2) efek-efek kerusakan dari sel-sel otak

yang bereaksi terdapat trauma. Kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu

benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh

kekuatan yang diteruskan ke otak dan oleh efek perhambatan otak yang terbatas dalam

kompartemen yang kaku.

Derajat kerusakan targantung kekuatan yang menimpa semakin besar kekuatan

semakin parah kerusakan. Ada dua macam kakuatan yaitu pertama,cedera setempat

karena benda tajam dengan kecepatan rendah dan tenaga kecil. Kerusakan fungsi

neurologik terjadi pada tempat terbatas dan disebakan oleh benda / fragmen tulang yang

menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera menyeluruh pada trauma tumpul

kepala, kerusakan terjadi waktu kekuatan diteruskan pada otak.

Banyak energi diserap oleh lapisan pelindung ( rambut, kulit kepala, tengkorak )

tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi

diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang

dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.

Efek sekunder trauma yang menyebabkan neurologik berat, disebabkan oleh

reaksi jaringan terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami cedera responnya dapat

diperkirakan sebelumnya dengan perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel, ekstravasasi
darah, peningkatan suplai darah ketempat itu dan mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki

dan membuang debris seluler.

Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada

suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat peka terhadap

cedera metabolik apabila suplai terhenti sebagai akibat cedera, sirkulasi otak dapat

kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah beredar yang tersedia,

menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak, ( Price, 1999 : 1016 ).

4. Diagnosa Keperawatan

a) Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari

kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral

hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.

b) Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat

pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal

karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan

ventilator.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi,

penurunan kekuatan.

c) Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas

buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk

efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.


5. Intervensi Keperawatan

DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema.
TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan
individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan atau tindakan pembedahan.
dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari
autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolic)
maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakrinial. Adanya
peningkatan tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan reaksi Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
terhadap cahaya. gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh
saraf III cranial (okulomotorik) yang menunjukkan keseimbangan antara
parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan kombinasi
fungsi dari saraf cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan. Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan menunjang peningkatan
TIK/ICP (Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada
bantal yang tinggi pada kepala. vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intracranial.

5
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
batasi lamanya prosedur. rangsangan kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi
seperti masase punggung, lingkungan yang tenang. respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK
Sentuhan yang ramah, dan suasana / pembicaraan yang yang rendah.
tidak gaduh.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava maneuver. Mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkat laku. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, Dapat meningkatkan repons otomatis yang potensial menaikkan TIK.
pertahankan drainase urine secara paten jika di gunakan
dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga Meningkatkan kerja sama dalam meningakatkan perawatan klien dan
tentang sebab-sebab TIK meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral,
volume darah, dan menaikkan TIK.
Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila kemungkinan
dalam intracranial. terdapat tanda-tanda deficit neurologis yang menandakan peningkatan
ntrakranial.
Berikan cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic contohnya : manitol, Diuretic mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel
furoscide. otak dan mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan steroid contohnya : dexamethason, methyl Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
prenidsolon.
Berikan analgesic narkotik contoh : kodein. Mungkin di indikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek
negatif pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah
dan menurunkan sensasi nyeri.
Berikan antipiretik contohnya : asetaminofen. Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi Membantu memberikan informasi tentang efektifitas pemberian obat.
seperti prothrombin, LED.
DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan,
ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif
mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Rasionalisasi
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru
kepala tempat tidur. Balik kesisi yang sakit. Dorong klien dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
untuk duduk sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda- Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
tanda vital. sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkan
terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan
menjamin keamanan. kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor pencetus adanya Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
sesak atau kolaps paru-paru. mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien untuk control diri Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan. Jangan Ventilator yang memiliki alarm yang bias dilihat dan didengar
mematikan alarm. misalnya alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Tarulah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk
manual ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat digunakan. mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada
alat ventilator secara mendadak.
Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator Melatih klien untuk mengatur napas seperti napas dalam, napas
tiba-tiba berhenti. pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dan system pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin. Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer setelah
dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai cadangan.
batas/kadar oksigen.

Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi


spirometer.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi
Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Pemberian antibiotik.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi
sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif,
tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa
cairan mucus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi dari
endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar
paru (bilateral). dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran
napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara napas
seperti ronkhi atau wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beri tanda batas bibir. Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam bronchus kanan,
Lekatkan tube secara hati-hati dengan memakai perekat khusus. menyebabkan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan dan
Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur mengakibatkan klien mengalami pneumothoraks.
posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari Selama intubasiklien mengalami refleks batuk yang tidak efektif,
ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui atau klien akan mengalami kelemahan otot-otot pernapasan
endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi. (neuromuscular/neurosensorik), keterlambatan untuk batuk.
Semua klien tergantung dari alternatif yang dilakukan seperti
mengisap lender dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, batasi durasi Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan terus-menerus, dan
pengisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter pengisap durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
yang sesuai, cairan fisiologis steril. Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50% diameter
Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan dengan endotracheal/tracheostomy tube untuk mencegah hipoksia.
ambu bag (hiperventilasi). Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen
100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk selama pengisapan seperti Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas.
waktu bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap 2jam). Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru,
mengurangi risiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan. Membantu pengenceran sekret, mempermudah pengeluaran
sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan. kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk pengontrolan Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
batuk. dapat menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahap napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, Meningkatkan volume udara dalam paru, mempermudah
dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. pengeluaran sekresi sekret.
Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
melakukan 2 batuk pendek dan kuat. klien.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mucus, yang mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi. : Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan saluran napas pada bagian atas.
cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. Higine mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. Ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
Pemberian ekspektoran. mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
Pemberian antibiotic. parunya.
Fisioterapi dada.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran sekret.
drainage, perkusi/penepukan.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai indikasi seperti Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi
aminophilin, meta-proterenol sulfat (alupent), adoetharine muscle/bronchospasme.
hydrochloride (bronkosol).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC

Kurniati , Amelia dkk.. 2013. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy. Singapore:
Elsevier

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem


persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC

13

Anda mungkin juga menyukai