Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA BERAT

Dosen Kordinator :

Ns. Yarwin Yari, S. Kep., M. Biomed.

Dosen pembimbing:

Ns. Veronica Yeni Rachmawati, M.Kep., Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :

Ova Rohmatullailiyah (191075)

3B

STIKES RS HUSADA

Jl. Raya Mangga Besar No.124, RT.6/RW.1, Kartini, Kec. Sawah Besar

Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tulang tengkorak, dan otak, paling sering
terjadi dan merupakan penyakit neurologik yamg serius diantara penyakit neurology.
Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat merubah kemampuan otak
dalam menghasilkan keseimbangan aktifitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
pekerjaan atau suatu gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan fungsi
otak.
Perdarahan Intrakranial pada Cedera Kepala :
a. Hematom Epidural
Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dengan meningen paling luar (durameter) Hematom ini terjadi karena robekan
arteri meningeal tengah atau meningeal bagian frontal. Tanda dan gejala klasik
terdiri dari: Penurunan kesadaran ringan waktu terjadi benturan yang diikuti oleh
periode lucid dari beberapa menit sampai jam dan diikuti oleh penurunan
neurology dari kacau mental sampai dengan koma, dari bentuk gerakan bertujuan
sampai pada bentuk tubuh dekortikasi atau deserebrasi dan dari pupil isokor
sampai anisokor.
b. Hematom Subdural
Adalah akumulasi darah dibawah lapisan meningeal dan diatas lapisan arachnoid
yang menutupi otak. Penyebabnya biasanya robekan pembuluh darah vena yang
ditemukan diarea ini. Hematom ini terbagi menjadi :
1) Akut :
 Menunjukkan gejala dalam 24-48 jam setelah cedera
 Tanda klinis : TD meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan
pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat
2) Sub Akut :
 Mempunyai gejala klinis dari 2 hari- 2 minggu setelah cedera
 Awitan gejala klinis lebih rendah dan lebih tidak berbahaya dari pada
yang akut
3) Kronis :
 Terjadi 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera awal,
hemoragi awal mungkin sangat kecil
 Dalam satu minggu atau lebih dari hemoragi, bekuan membentuk
membrane mukosa yang berbentuk kapsul
 Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang,
kadang-kadang disfagia
c. Hematom Intracerebral
Adalah pengumpulan darah 25 ml atau lebih dalam parenkim otak dan sulit
dibedakan secara radiologist antara kontusio otak dengan perdarahan dalam di
dalam substansi otak. Penyebab utama adalah fraktur depresi tulang tengkorak,
cidera penetrasi peluru, dan getaran akselerasi-deselerasi tiba-tiba
2. Klasifikasi Cedera Kepala
1) Berdasarkan patologi
a) Komosio Cerebri :
 Hilangnya fungsi neurology sementara tanpa kerusakan struktur,
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu
yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit,
 Jika terjadi kecelakaan, kesadaran mungkin hanya beberapa
detik/menit
 Setelahnya pasien mungkin ,engalami disorientasi dalam waktu yang
relatif singkat
 Gejala kecil : sakit kepala, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan
memori sementara, pasif dan peka
b) Kontusio Cerebri:
 Merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada
keadaaan tidak sadarkan diri.
 Gejala muncul lebih khas :Pasien terbaring, kehilangan gerakan,
denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat
 Defekasi dan berkemih tidak disadari
 Tekanan darah dan suhu tidak normal
2) Berdasarkan derajat kesadaran
a) Cedera Kepala Ringan
 GCS 13- 15
 Pusing <10 menit, tidak ada deficit neurology
 Gambaran scaning otak normal
b) Cedera Kepala Sedang
 GCS 9-12
 Pingsan > 10 menit sampai dengan 6 jam
 Terdapat deficit neurology
 Gambaran scanning otak abnormal
c) Cedera Kepala Berat
 GCS 3-8
 Pingsan > 6 jam
 Defisit neurology terjadi
 Gambaran scaning otak abnormal
3. Manifestasi Klinis
 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
 Kebingungan
 Iritabel
 Pucat
 Mual dan muntah
 Pusing kepala
 Terdapat hematoma
 Kecemasan
 Sukar untuk dibangunkan
 Bila fraktur mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
 Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
4. Komplikasi
 Perdarahan intracranial
 Kejang
 Parese saraf cranial
 Meningitis atau abses otak
 Infeksi pada luka atau sepsis
 Edema cerebri
 Timbulnya edema pulmonum neurogenik akibat peninggian intracranial
 Kebocoran cairan serebrospinal
 Nyeri kepala setelah penderita sadar
5. Etiologi Cedera Kepala
 Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan kekepala).
 Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
 Cedera Akselerasi-Deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasan fisik.
 CederaCoup-Countre Coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
 Cedera Rotasional terjadi jika pukulan/ benturan menyebakkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
6. Patofisiologi Cedera kepala
 Benturan langsung atau tidak langsung pada kepala terjadinya Kompresi,
akselerasi, deselerasi
 Kelainan dapat berupa cedera otak fokal/difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak
 Cedera otak fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, sub
dural, dan intracerebral
 Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional atau cedera struktural
yang difus
 Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan keseluruh arah, bila
tekanan cukup besar makan akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan (coup) atau di tempat yang berseberangan dengan daerah benturan
(contracoup)
Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah.
 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
 MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
 Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun
thorak.
 CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
 ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
8. Penatalaksanaan
a. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan
1) Simple head injury bila tanpa deficit neurology
 Dilakukan rawat luka
 Pemeriksaan radiology
 Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
2) Kesadaran terganggu sesaat
 Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma dan saat
diperiksa sudah sadar kembali
 Lakukan foto kepala dan perawatan luka
 Pulangkan dan bila kesadaran menurun di rumah, segera bawa ke
rumah sakit
b. Pasien dengan Penurunan Kesadaran CKR (GCS 13-15) dengan :
1) Perubahan orientasi tanpa disertai deficit fokal cerebral
 Lakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat
baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien
disertai terapi simptomatis
 Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan
hematom intracranial seperti sakit kepala, muntah, kesadaran menurun,
gejala lateralisasi (pupil anisolor, refleks patologis positif)
 Jika dicurigai adanya hematom, lakukan scaning otak
2) CKS (GCS 9-`12)
Pada kondisi ini, pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, urutan
tindakan sebagai berikut:
 Periksa dan atasi gangguan nafas (ABC)
 Lakukan pemeriksaan kesadaran, pupil, tanda fokal cerebral dan cedera
organ
 Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh lainnya
 Scaning otak bila dicurigai hematoma intracranial
 Observasi TTV, kesadaran, pupil dan defisit fokal cerebral lainnya
3) CKB ( GCS 3-8)
 Biasanya disertai cidera multiple
 Bila dicurigai fraktur cervical pasang kolarneck
 Bila ada luka terbuka dan ada perdarahan dihentikan dengan balut
tegas untuk pertolongan pertama
 Observasi kelainan cerebral dan kelainan sistemik
 Hipokapnia, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan
cardiopulmonal

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

1. PENGKAJIAN
A. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, Hemiparese, quadreplegia, ataksia, cara
berjalan yang tak tegak, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
B. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
Tanda : perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia)
C. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
D. Eliminasi
Gejala : intontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi
E. Makanan atau cairan
Gejala : mual, muntah, mengalami perubahan selera
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)
F. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandangan, fotofobia.
Gangguan pengecapan juga penciuman
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/ tingkah laku dan memori), perubahan pupil (respon terhadap cahaya
simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti kehilangan pengindraan
(pengecapan, penciuman dan pendengaran), wajah tidak simetri
genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah,
apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang,
sensitif terhadap gerakan dan sentuhan, kehilangan sensasi sebagian tubuh,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
G. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak dapat beristirahat, merintih
H. Pernapasan
Gejala : perubahan pola nafas (apnea yang diselingi dengan hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor, tersedak
Tanda : ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)
I. Keamanan
Gejala : trauma baru/ trauma akibat kecelakaan
Tanda : fraktur atau dislokasi
Gangguan penglihatan
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccon eye”, tanda batle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma. Adanya aliran cairan (drainase)
dari telinga dan hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
J. Interaksi social
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria, anomia.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah :
1) Ketidakefektifan pola nafas bd trauma pada pusat napas di otak.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd penumpukan sputum.
3) Perfusi serebral tidak efektif bd odema otak
4) Hambatan mobilitas fisik bd penurunan kesadaran (soporos - coma)
5) Resiko Kerusakan integritas kulit bd immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi
perifer.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola nafas bd trauma pada pusat napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria hasil : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau
tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
 Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
 Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam
pemberian tidal volume.
 Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
panjang dariinspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
 Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.
 Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
 Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan
ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd penumpukan sputum
Tujuan :Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Hasil : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan
bunyi alarm karena peninggiansuara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
 Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau
masalah terhadap tube.
 Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan
yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang
tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
 Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi
untuk mencegah hipoksia.
 Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum
3) Perfusi serebral tidak efektif bd odema otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
 Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS.Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat
kesadaran.Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap
stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
 Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk
menentukan refleks batang otak.Pergerakan mata membantu menentukan
area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah
terganggunya abduksi mata.
 Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.Peningkatan sistolik dan
penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
 Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.Perubahan
kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis
dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
 Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.Dapat
mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
 Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang. Kejang
terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakrania.
 Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.Dapat menurunkan hipoksia
otak.
 Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
(kolaborasi). Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi /
kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga
dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan
inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk
menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif
dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas
yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
4) Hambatan mobilitas fisik bd penurunan kesadaran (soporos - coma)
Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
 Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
 Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama
yang dilakukanpada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
 Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
 Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata
dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan
yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman,
mencegah infeksi dan keindahan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
 Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus
dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
 Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan yangaman dan bersih.
 Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien -
keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang
ada di ruangan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
 Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan
5) Resiko Kerusakan integritas kulit bd immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi
perifer.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
 Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk
menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
 Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
 Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah
yang menonjol
 Ganti posisi pasien setiap 2 jam
 Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan
memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
 Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
 Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
 Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8
jam.
 Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam
dengan menggunakan H2O2

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini & Hafifah. 2014. Hubungan Antara Oksigenasi Dan Tingkat Kesadaran Pada
Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di ICU RSU Ulin Banjarmasin. Semarang :
Program Studi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Diponegoro.
AR, Iwan et al. 2015. Terapi Hiperosmolar Pada Cadera Otak Traumatika. Jurnal Neurologi
Indonesia diunduh pada tanggal 03 Desember 2015. Arief, Mansjoer. 2010. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Arifin, M. Z. 2013. Cedera
Kepala : Teori dan Penanganan. Jakarta : Sagung Seto.
Bayu, Irmawan. 2017. Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen
Perifer Pada Pasien Yang Di Rawat Di Ruang ICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Jurnal Ilimiah Sehat Bebaya Vol. 1No. 2 Mei 2017. STIKES
muhammadiyah
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai