Oleh:
Yesy Indrini
92022040133
2.1.1 Definisi
otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau
2.1.2 Etiologi
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,
2) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
d. Lokasi benturan
e. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang
4
mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS
a. Disoerientasi ringan
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak traumatis
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau
mendadak.
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga
e. Gangguan pendengaran
oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau keras.
a. Oedema pulmonal
5
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru
yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala sulit
bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam saraf
pusat.
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser dari
posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat cedera
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan
yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit untuk
digerakkan.
1. Gangguan otak
2) Muntah-muntah
3) Pusing
6) Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat berlangsung >2-3 hari
setelah cedera
6
7) Muntah-muntah
8) Amnesia
a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam dan meningen
sampai koma
penurunan TTV
b) Ptosis
3. Hematom subdural
4. Hematom intrakranial
akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
2) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal (resiko
perdarahan)
b. Fraktur basiler
2.1.4 Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat
menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi segera
setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera
kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan
darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan
tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada
1. Pemeriksaan diagnostik
a. X ray/CT Scan
1) Hematom serebral
2) Edema serebral
3) Perdarahan intrakranial
2. Pemeriksaan laboratorium
AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau
komposisi, tekanan).
kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.
2) CT scan abnormal
5) Kesadaran menurun
7) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
10
8) Fraktur tengkorak
9) Rhinorea/otorea
11) Amnesia
b. Rawat jalan
cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah ini maka penderita
3) Kejang
8) Gangguan penglihatan
menuruti perintah-perintah.
Pemeriksaan awal:
a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana
11
c. Dirawat untuk
observasi Perawatan:
b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita
akan dipulangkan
a. Pulang
b. Kontrol di poli
Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera lakukan pemeriksaan
menurun.
a. Airway
tekanan intrakranial
2) Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari lender, darah atau
kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk intubasi endotrakeal, berikan
disingkirkan
b. Sirkulasi
12
2) Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk adanya cedera
2.1.7 Pathway
Cedera Kepala
Penurunan
Peningakatan Iskemia kesadaran
TIK
Hipoksia
Bedrest Akumulasi
Peregangan Kompresi total cairan
doramen dan batang otak
Risiko
pembuluh darah
ketidakefektifan Ketidakefektifan
perfusi jaringan bersihan jalan nafas
otak
Nyeri akut
Risiko gangguan Gangguan
integritas kulit mobilitas fisik
2.1.8 Pengkajian
1. Identitas
Mengkaji biodata pasien yang berisi kan nama klien dan nama penanggung jawab,
umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, golongan darah, pendidikan
a. Umur
Cedera kepala berdasarkan umur biasanya sering terjadi pada umur 15-24 tahun
(Riskesdas, 2018).
b. Jenis kelamin
Cedera kepala berdasarkan jenis kelamin sering dialami oleh laki-laki (Riskesdas,
2018).
c. Pekerjaan
Biasanya pelajar adalah penderita terbanyak pada kasus cedera kepala karena
2. Keluhan utama
Terjadi penurunan kesadaran, letargik, mual dan muntah, nyeri kepala, wajah tidak
simetris, lemah, sulit beristirahat, sulit mencerna dan menelan makanan (Yessie dan
Andra, 2013).
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual, muntah, sakit kepala, wajah tidak
kejadian, sulit beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
Pasien pernah mengalami penyakit system persarafan, riwayat cedera masa lalu,
Andra, 2013).
a. Nutrisi
c. Istirahat
d. Aktivitas
7. Pemeriksaan Fisik
Secara umum keadaan umum klien dapat dilakukan pengkajian dengan 3 kriteria,
kebutuhan mandiri.
2) Sedang: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan apatis, tanda-tanda vital
3) Berat: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan samnolen, tanda-tanda vital
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi,
tersedak
tekan abdomen.
Nyeri berat terjadi tiba-tiba atau bahkan terlokalisasi pada area jaringan yang
1) Olfaktorius
Pada saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman.
2) Optikus
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan cedera yang
4) Trigeminus
5) Fasialis
6) Toklearis
8) Aksesorius
Jika tidak melibatkan cedera pada leher, mobilitas klien cukup baik dan tidak
9) Hipoglosus
2.1.10Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi dan fungsi motorik /
sensori.
b. Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan
Intervensi :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan
TIK.
Rasional :
Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
dalam pemilihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu
perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan/atau
pembedahan.
b. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(misalnya skala normal Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan
kerusakan SSP.
c. Pantau TD
Rasional :
Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat
ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
d. Frekuensi jantung, catat adanya pradikardia, takikardia, atau bentuk disritmia
lainnya.
Rasional :
19
Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
e. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajakan, kesamaan antara kiri dan kanan,
dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional :
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial akulomotor (III) dan berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik.UKuran/kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simatis dan parasimpatis. Respons terhadap cahaya
mencerminan fungsi yang terkombinasi dari saraf cranial optikus (II) dan
akulomotor (III).
f. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda,
lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
Rasional :
Gangguan penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada
otak, memunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
g. Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan
gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantak besar pada
kepala.
Rasional :
Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan bena jugularis dan menghambat
aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
h. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku
yang tidak sesuai lainnya.
Rasional :
Petunjuk nonverbal ini mengidentifikasikan adanya peningkatan TIK atau
menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya
secara berbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi pemacu.
i. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional :
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningktkan vasodilatasi dan volume
darah derebral yang meningkatkan TIK.
2. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
Tujuan dan criteria hasil :
a. Mempertahankan normotemia, bebas tanda-tanda infeksi.
b. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi :
20
a. Berikan perawatan aseptic dan antiseptic, pertahankan teknik cuci tangan yang
baik.
Rasional :
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan),
daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infuse dan sebagainya), catat
karakteritrik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan cara dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil diaforesis, dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Rasional :
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
d. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang
mengalami infeksi saluran napas bagian atas.
Rasional :
Menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman penyebab infeksi”.
e. Kolaborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :
Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma
(perlukaan), kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi nosokomial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melakukan kembali atau memperhatahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi
persepsi.
b. Mengkaji perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
c. Mendemonstrasikan perubahan perilaku atau gaya hidup untuk
mengkompensasi/defisit hasil.
Intervensi :
a. Evaluasi/pantau secara teratur prubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam
perasaan/afektif, sensorik, dan proses pikir.
Rasional :
Fungsi serbral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan
sirkulasi, oksogenasi.
21
b. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul
dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain.
c. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan Rasional :
Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur
REM (ketidakadaan tidur REM ini).
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan oleh tak
adanya kontraktuas, footdrop.
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
dan atau kompensasi.
c. Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan dilakukannya
kembali aktivitas.
Intervensi :
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
Rasional :
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
b. Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.
Rasional :
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis.
c. Instruksi/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Tingkatkan aktivitas dan dan partidipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan.
Rasional :
Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan
pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program
pemulihan tersebut. Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah
sangat penting untuk meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu
program tersebut.
d. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, dan ganti
linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari
kerutan.
22
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan risiko terjadinya
ekskoriasi kulit.
e. Pantau saluran urine. Catat warna dan bau dari urine. Bantu dengan latihan
kandung kemih jika memungkinkan.
Rasional :
Pemakaian kateter Foley selama fase akut mungkin dibuuthkan untuk jangka wakut
yang panjang sebelum memungkinkan untuk melakukan latihan kandung kemih.
f. Pantau pola eliminasi dan berikan/bantu untuk dapat melakukan defekasi secara
teratur.
Rasional :
Defekasi yang teratur merupakan kebutuhan yang sederhana tetapi merupakan
tindakan yang amat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi.
5. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan pemeliharaan atau kemajuan peningkatan berat badan sesuai
tujuan
b. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rnatang
normal.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyak, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
Rasional :
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindungi dari aspirasi.
b. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
c. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala
tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat lewat selang NGT.
Rasional :
Menurunkan resiko reguritasi dan/atau terjadinya aspirasi.
d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional :
Meningkarkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama apsien saat makan.
e. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
Rasional :
23
Perdarahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus Cushing) dan perlu intervensi dan
metode alternative pemberian makan.
f. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional :
Meningkarkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama apsien saat makan.
g. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya
Rasional :
Perdarahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus Cushing) dan perlu intervensi dan
metode alternative pemberian makan.
h. Kolaborasi : Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional :
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang
(trauma, penyakit jantung/masalah metabolisme).
24
DAFTAR PUSTAKA
Cholik, Harun. (2013). Buku Ajar Keperawatan Cidera Kepala Dan Penyakit Stroke.
Yogyakarta : Ardina Madia
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta 2013.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI; 2016.
Departemen Kesehatan RI.2017.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5.
Jakarta:Depkes RI,p441-448
Hickey, V. J. (2013). The Clinical Practice Of Neurological andNeurosurgical Nursing,
4thEdition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Hudak dan Gallo.2013. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi -VIII Jakarta:
EGC.
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns.
Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.
PERDOSSI. (2015). Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia
Pierce A.G, Neil R.B., 2014. At A Glance Ilmu BedahEd.3. Surabaya. Airlangga University
Press.
Riyadina, W, Suhardi, Permana M. 2014. Pola Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Maj Kedokt Indon, 59 (10): pp. 464–472.
Sjahrir, Hasan. 2012. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jogjakarta: Pustaka Cendekia Press
Tarwoto, Wartona, dkk. (2015). KeperawatanMedical Bedah Gangguan SystemPersarafan
Edisi1.Jakarta: CV. Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.
25