Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CKR


(CEDERA KEPALA RINGAN)

DI RUANG SAAD PRIA


RSI SUNAN KUDUS

Oleh:
Yesy Indrini
92022040133

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KUDUS
2022/2023
2

Konsep Cedera Kepala

2.1.1 Definisi

Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang

secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang

mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput

otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan

neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya

cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan

kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Nail, 2014).

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit

kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau

benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran

(Susan Martin, 2013).

2.1.2 Etiologi

Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):

1. Trauma tajam

Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera

lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan

otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

2. Trauma tumpul

Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi):

kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,

kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer serebral,

batang otak atau kedua-duanya.

Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :

a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).


3
b. Akselerasi dan deselerasi.

c. Cup dan kontra cup

1) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.

2) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan

benturan.

d. Lokasi benturan

e. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan

robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang
4

mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS

mengalir keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian terkontaminasi

CSS lalu terjadi infeksi dan mengakibatkan kejang.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :

1. Cedera kepala ringan-sedang

a. Disoerientasi ringan

Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang yang

mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,

bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.

b. Amnesia post traumatik

Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak traumatis

ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.

c. Sakit kepala

Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau

mendadak.

d. Mual dan muntah

Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,

sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga

menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.

e. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya disebabkan

oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau keras.

2. Cedera kepala sedang-berat

a. Oedema pulmonal
5

Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru

yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala sulit

bernafas.

b. Kejang infeksi

Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam saraf

pusat.

c. Tanda herniasi otak

Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser dari

posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat cedera

kepala, stroke, atau tumor otak.

d. Hemiparase

Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan

yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit untuk

digerakkan.

e. Gangguan akibat saraf

kranial Manifestasi klinis spesifik :

1. Gangguan otak

a. Comosio cerebri (gegar otak)

1) Tidak sadar <10 menit

2) Muntah-muntah

3) Pusing

4) Tidak ada tanda defisit neurologis

5) Contusio cerebri (memar otak)

6) Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat berlangsung >2-3 hari

setelah cedera
6

7) Muntah-muntah

8) Amnesia

9) Ada tanda-tanda defisit neurologis

2. Perdarahan epidural (hematoma epidural)

a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam dan meningen

paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal

b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental

sampai koma

c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan, bradikardi,

penurunan TTV

d. Herniasi otak yang menimbulkan :

Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang

a) Isokor dan anisokor

b) Ptosis

3. Hematom subdural

a. Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera

b. Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera

c. Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera

4. Hematom intrakranial

a. Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak

b. Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru, gerakan

akselerasi-deselerasi tiba-tiba

5. Fraktur tengkorak

a. Fraktur linier (simple)

1) Melibatkan Os temporal dan parietal


7

2) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal (resiko

perdarahan)

b. Fraktur basiler

1) Fraktur pada dasar tengkorak

2) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk

2.1.4 Patofisiologi

Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat

menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi segera

setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera

kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan

kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran

darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan

metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis menyebabkan

peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan

tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan

hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat

menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada

daerah kepala (Padila, 2012).

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :

1. Pemeriksaan diagnostik

a. X ray/CT Scan

1) Hematom serebral

2) Edema serebral

3) Perdarahan intrakranial

4) Fraktur tulang tengkorak


8
b. MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras

c. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral

d. EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis


9

2. Pemeriksaan laboratorium

a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan

AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau

untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.

b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi

natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis Na,

peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.

c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.

d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,

komposisi, tekanan).

e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan

kesadaran.

f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif

mengatasi kejang.

2.1.6 Penatalaksanaan cedera kepala

Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018):

1. Penatalaksanaan cedera kepala ringan

a. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit

1) CT scan tidak ada

2) CT scan abnormal

3) Semua cedera tembus

4) Riwayat hilang kesadaran

5) Kesadaran menurun

6) Sakit kepala sedang-berat

7) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
10

8) Fraktur tengkorak

9) Rhinorea/otorea

10) Tidak ada keluarga dirumah

11) Amnesia

b. Rawat jalan

Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan kembali ke RS

jika memburuk dan berikan lembar observasi

Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga maupun penderita

cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah ini maka penderita

harus segera dibawa ke RS:

1) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan

2) Mual dan muntah

3) Kejang

4) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga

5) Sakit kepala hebat

6) Kelemahan pada lengan atau tungkai

7) Bingung atau perubahan tingkah laku

8) Gangguan penglihatan

9) Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat

10) Pernafasan tidak teratur

2. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)

Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu

menuruti perintah-perintah.

Pemeriksaan awal:

a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana
11

b. Pemeriksaan CT scan kepala

c. Dirawat untuk

observasi Perawatan:

a. Pemeriksaan neurologis periodic

b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita

akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%)

a. Pulang

b. Kontrol di poli

Bila kondisi memburuk (10%)

Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera lakukan pemeriksaan

CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol cedera kepala berat.

3. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)

Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena kesadarannya

menurun.

a. Airway

1) Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu menurunkan

tekanan intrakranial

2) Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari lender, darah atau

kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk intubasi endotrakeal, berikan

oksigenasi 100% yang cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial

3) Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera servikal dapat

disingkirkan

b. Sirkulasi
12

1) Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk resusitasi

korban. Jangan memberikan cairan berlebih atau yang mengandung Glukosa

karena dapat menyebabkan odema otak.

2) Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk adanya cedera

di tempat lain yang tidak tampak.

3) Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl.


13

2.1.7 Pathway
Cedera Kepala

Ekstra cranial Tulang cranial Intra cranial

Terputusnya Jaringan otak


kontunuitas Terputusnya rusak,kontatio,
Jaringan otot, kontunuitas laserasi
kulit jaringan tulang
,
Perubahan
protoregulasi
Perdarahan Gangguan Risiko Infeksi
dan hematoma suplai darah
Kejang

Penurunan
Peningakatan Iskemia kesadaran
TIK

Hipoksia
Bedrest Akumulasi
Peregangan Kompresi total cairan
doramen dan batang otak
Risiko
pembuluh darah
ketidakefektifan Ketidakefektifan
perfusi jaringan bersihan jalan nafas
otak

Nyeri akut
Risiko gangguan Gangguan
integritas kulit mobilitas fisik

Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala


14

2.1.8 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpuldan dan analisis informasi secara sistematis dan

berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan menempatkan data

ke dalam format yang terorganisir (Roshdahl dan Kawolski, 2014)

1. Identitas

Mengkaji biodata pasien yang berisi kan nama klien dan nama penanggung jawab,

umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, golongan darah, pendidikan

terakhir, tanggal masuk RS, agama, status perkawinan, pekerjaan, nomor

register,dan diagnosa medis.

a. Umur

Cedera kepala berdasarkan umur biasanya sering terjadi pada umur 15-24 tahun

(Riskesdas, 2018).

b. Jenis kelamin

Cedera kepala berdasarkan jenis kelamin sering dialami oleh laki-laki (Riskesdas,

2018).

c. Pekerjaan

Biasanya pelajar adalah penderita terbanyak pada kasus cedera kepala karena

disebabkan oleh kecelekaan lalu lintas (Riskesdas, 2018).

2. Keluhan utama

Terjadi penurunan kesadaran, letargik, mual dan muntah, nyeri kepala, wajah tidak

simetris, lemah, sulit beristirahat, sulit mencerna dan menelan makanan (Yessie dan

Andra, 2013).

3. Riwayat kesehatan sekarang


15

Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual, muntah, sakit kepala, wajah tidak

simetris, lemah, paralisis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, amnesia seputar

kejadian, sulit beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit

menelan/mencerna makanan (Yessie dan Andra, 2013).

4. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien pernah mengalami penyakit system persarafan, riwayat cedera masa lalu,

riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler dan metabolic (Yessie dan

Andra, 2013).

5. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat penyakit menular (Yessie dan Andra, 2013).

6. Pola kesehatan sehari-hari

a. Nutrisi

Mual dan muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji bising usus

(Yessie dan Andra, 2013).

b. Eliminasi BAK dan BAB

Terjadi inkontinensia, konstipasi (Yessie dan Andra, 2013).

c. Istirahat

Terjadi gangguan pola tidur, mobilisasi (Yessie dan Andra, 2013).

d. Aktivitas

Lemah, kelelahan (Yessie dan Andra, 2013).

7. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum (Kartikawati, 2013).

Secara umum keadaan umum klien dapat dilakukan pengkajian dengan 3 kriteria,

yaitu ringan, sedang, berat.


16

1) Ringan: terdiri dari kesadaran penuh, tanda-tanda vital stabil, pemenuhan

kebutuhan mandiri.

2) Sedang: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan apatis, tanda-tanda vital

stabil, pemenuhan kebutuhan dibantu sebagian atau sepenuhnya.

3) Berat: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan samnolen, tanda-tanda vital

tidak stabil, memakai alat bantu organ vital, melakukan tindakan

pengobatan yang intensif.

b. Pemeriksaan kepala (Kartikawati, 2013)

Terjadi ketidaksimetrisan, edema pada wajah.

c. Pemeriksaan mulut dan faring (Yessie dan Andra, 2013)

Terjadi ketidaksimetrisan, sulit menelan makanan.

d. Pemeriksaan paru (Yessie dan Andra, 2013)

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi,

tersedak

Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas.

Ronki, mengi positif.

e. Pemeriksaan abdomen (Yessie dan Andra, 2013)

Konstipasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri

tekan abdomen.

f. Sistem perkemihan (Yessie dan Andra, 2013)

Meliputi disuria (nyeri saat berkemih).

g. Pemeriksaan anggota gerak (Yessie dan Andra, 2013)

Nyeri berat terjadi tiba-tiba atau bahkan terlokalisasi pada area jaringan yang

dapat mempengaruhi mobilisasi.

h. Pemeriksaan status neurologi (Yessie dan Andra, 2013)


17

Pemeriksaan pada saraf:

1) Olfaktorius

Pada saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman.

2) Optikus

Akan menurunkan lapang penglihatan dan menggaung fungsi nervus optikus.

3) Okulomotoris, toklearis, dan abdusen

Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan cedera yang

merusak rongga orbital. Pada cedera kepala akan dijumpai anisokoria.

4) Trigeminus

Didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

5) Fasialis

Terjadi perubahan pada persepsi pengunyahan.

6) Toklearis

Terjadi perubahan fungsi pendengaran pada klien.

7) Glosofaringeus dan vagus

Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut.

8) Aksesorius

Jika tidak melibatkan cedera pada leher, mobilitas klien cukup baik dan tidak

ada atrofi otot sternokleidomastoieus dan trapezius.

9) Hipoglosus

Indra pengecapan terjadi perubahan.


18
2.1.9 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.


2. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.

2.1.10Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi dan fungsi motorik /
sensori.
b. Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan
Intervensi :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan
TIK.
Rasional :
Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
dalam pemilihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu
perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan/atau
pembedahan.
b. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(misalnya skala normal Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan
kerusakan SSP.
c. Pantau TD
Rasional :
Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat
ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
d. Frekuensi jantung, catat adanya pradikardia, takikardia, atau bentuk disritmia
lainnya.
Rasional :
19
Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
e. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajakan, kesamaan antara kiri dan kanan,
dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional :
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial akulomotor (III) dan berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik.UKuran/kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simatis dan parasimpatis. Respons terhadap cahaya
mencerminan fungsi yang terkombinasi dari saraf cranial optikus (II) dan
akulomotor (III).
f. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda,
lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
Rasional :
Gangguan penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada
otak, memunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
g. Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan
gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantak besar pada
kepala.
Rasional :
Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan bena jugularis dan menghambat
aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
h. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku
yang tidak sesuai lainnya.
Rasional :
Petunjuk nonverbal ini mengidentifikasikan adanya peningkatan TIK atau
menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya
secara berbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi pemacu.
i. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional :
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningktkan vasodilatasi dan volume
darah derebral yang meningkatkan TIK.
2. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
Tujuan dan criteria hasil :
a. Mempertahankan normotemia, bebas tanda-tanda infeksi.
b. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi :
20
a. Berikan perawatan aseptic dan antiseptic, pertahankan teknik cuci tangan yang
baik.
Rasional :
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan),
daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infuse dan sebagainya), catat
karakteritrik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan cara dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil diaforesis, dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Rasional :
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
d. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang
mengalami infeksi saluran napas bagian atas.
Rasional :
Menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman penyebab infeksi”.
e. Kolaborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :
Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma
(perlukaan), kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi nosokomial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melakukan kembali atau memperhatahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi
persepsi.
b. Mengkaji perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
c. Mendemonstrasikan perubahan perilaku atau gaya hidup untuk
mengkompensasi/defisit hasil.
Intervensi :
a. Evaluasi/pantau secara teratur prubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam
perasaan/afektif, sensorik, dan proses pikir.
Rasional :
Fungsi serbral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan
sirkulasi, oksogenasi.
21
b. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul
dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain.
c. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan Rasional :
Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur
REM (ketidakadaan tidur REM ini).
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan oleh tak
adanya kontraktuas, footdrop.
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
dan atau kompensasi.
c. Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan dilakukannya
kembali aktivitas.

Intervensi :
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
Rasional :
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
b. Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.
Rasional :
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis.
c. Instruksi/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Tingkatkan aktivitas dan dan partidipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan.
Rasional :
Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan
pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program
pemulihan tersebut. Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah
sangat penting untuk meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu
program tersebut.
d. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, dan ganti
linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari
kerutan.
22
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan risiko terjadinya
ekskoriasi kulit.
e. Pantau saluran urine. Catat warna dan bau dari urine. Bantu dengan latihan
kandung kemih jika memungkinkan.
Rasional :
Pemakaian kateter Foley selama fase akut mungkin dibuuthkan untuk jangka wakut
yang panjang sebelum memungkinkan untuk melakukan latihan kandung kemih.
f. Pantau pola eliminasi dan berikan/bantu untuk dapat melakukan defekasi secara
teratur.
Rasional :
Defekasi yang teratur merupakan kebutuhan yang sederhana tetapi merupakan
tindakan yang amat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi.
5. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan pemeliharaan atau kemajuan peningkatan berat badan sesuai
tujuan
b. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rnatang
normal.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyak, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
Rasional :
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindungi dari aspirasi.
b. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
c. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala
tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat lewat selang NGT.
Rasional :
Menurunkan resiko reguritasi dan/atau terjadinya aspirasi.
d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional :
Meningkarkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama apsien saat makan.
e. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
Rasional :
23
Perdarahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus Cushing) dan perlu intervensi dan
metode alternative pemberian makan.
f. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional :
Meningkarkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama apsien saat makan.
g. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya
Rasional :
Perdarahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus Cushing) dan perlu intervensi dan
metode alternative pemberian makan.
h. Kolaborasi : Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional :
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang
(trauma, penyakit jantung/masalah metabolisme).
24
DAFTAR PUSTAKA

Cholik, Harun. (2013). Buku Ajar Keperawatan Cidera Kepala Dan Penyakit Stroke.
Yogyakarta : Ardina Madia
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta 2013.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI; 2016.
Departemen Kesehatan RI.2017.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5.
Jakarta:Depkes RI,p441-448
Hickey, V. J. (2013). The Clinical Practice Of Neurological andNeurosurgical Nursing,
4thEdition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Hudak dan Gallo.2013. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi -VIII Jakarta:
EGC.
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns.
Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.
PERDOSSI. (2015). Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia
Pierce A.G, Neil R.B., 2014. At A Glance Ilmu BedahEd.3. Surabaya. Airlangga University
Press.
Riyadina, W, Suhardi, Permana M. 2014. Pola Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Maj Kedokt Indon, 59 (10): pp. 464–472.
Sjahrir, Hasan. 2012. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jogjakarta: Pustaka Cendekia Press
Tarwoto, Wartona, dkk. (2015). KeperawatanMedical Bedah Gangguan SystemPersarafan
Edisi1.Jakarta: CV. Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.
25

Anda mungkin juga menyukai