Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Cidera Kepala
a. Pengertian

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma


langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan
kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2007).

Cedera kepala adalah adanya deformitas berupa


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan
pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran
pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010).

Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan


mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Wijaya dan Putri, 2013).

b. Etiologi
Etiologi terjadinya cidera kepala yaitu (Ginsberg, 2008) :
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakaan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom

c. Klasifikasi

Klasifikasi dari cedera kepala menurut Wijaya dan Putri


(2013), adalah:
Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera kepala ringan (CKR)
(1) Tidak ada frakrur tengkorak.
(2) Tidak ada kontusio serebri, hematom.
(3) GCS 13-15.
(4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit.
2) Cedera kepala sedang (CKS)
(1) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi kurang
dari 24 jam.
(2) Muntah.
(3) GCS 9-12.
(4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung).
3) Cedera kepala berat(CKB)
(1) GCS 3-8.
(2) Hilang kesadaran > 24 jam.
(3) Adanya kontosio serebri, laserasi / hematoma intracranial

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada cidera kepala adalah (Setiawan dan
Intan, 20l0) :
1) Hilangnya kesadaran kurang dari l0 menit hilangnya
fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan kerusakan lainnya.
2) Amnesia pasca cedera kurang dari 24 jam
3) Mual, Muntah
4) Nyeri kepala terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan karena edema serebri
maupun perdarahan atau hematoma serebral
5) Vertigo

e. Patofisiologi
Pada umumnya cedera kepala dapat diakibatkan
karena terjatuh, kecelakaan, dipukul atau tertimpa beban yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya trauma tumpul pada
otak. Otak pada keadaan normal akan mensuplai oksigen dan
nutrisi keseluruh tubuh. Pada cedera kepala akan mengalami
trauma yang mengakibatkan otak tidak mampu mensuplai
oksigen, sehingga otak tidak mempunyai cadangan oksigen
dan bahan bakar metabolisme otak berkurang. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksia. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh akan berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Dilatasi
pembuluh darah menyebabkan asidosis metabolik yang
menurunkan fungsi tubuh seperti gangguan berkomunikasi.
Gangguan ini disebabkan karena terjadi obstruksi jalan nafas
yang menghambat saraf vagus untuk berfungsi secara
normal. Obtruksi tersebut dapat juga mengakibatkan pasien
susah menelan dan mengakibatkan pola nafas tidak efektif
(Smeltzer, 2007).
Cedera kepala juga mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan nyeri dan
penurunan aliran darah ke otak. Ketika aliran darah keotak
menurun maka akan terjadi penurunan kesadaran pasien.
Cedera kepala dapat menyebabkan perlukaan lapisan kranial
dan menyebabkan terjadi laserasi kulit kepala atau pembuluh
darah, jika laserasi terjadi maka akan mengakibatkan
terserang kuman sehingga akan menyebabkan risiko infeksi
(Smeltzer, 2007).
f. WOC
g.
h. Kecelakaan, Jatuh, Trauma benda tumpul dan tajam ,
Trauma tembak dan pecahan bom

i. Trauma pada kepala


j. Trauma pada jaringan lunak Cidera Kepala
Laserasi/Robekan Di Sekitar Kepala
k. Rusaknya Jaringan Kepala Cidera
jaringan Inflamasi Pada Daerah Sekitar Robekan
l. Luka Terbuka Hematoma
Nyeri Akut
m.
n. Resiko Infeksi Perubahan Pada Cairan Intra Dan
Ekstra Sel(Edema)
o. Peningkatan Suplai Darah Ke
Daerah Trauma(Vasodilatasi)
p.

q. Tekanan Intrakranial

r. Aliran Darah Ke Otak

s. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral

t. Komplikasi

u. Komplikasi dari cedera kepala menurut Wijaya dan Putri


(2013), adalah:

v. 1) Epilepsi pasca trauma


w. Epilepsi pasca trauma adalah suatu
kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah
otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang
beberapa baru terjadi bebrapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera kepala. Kejang terjadi pada sekitar 10%
penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa
adanya luka tembus dikepala dan pada sekitar 40%
penderita memiliki luka tembus dikepala.

x. 2) Afasia
y. Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk
menggunakan bahasa karena terjadinya cedera kepala
pada area bahasa diotak. Penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata- kata.

z. 3) Apraksia
aa. Apraksia adalah ketidakmampuan untuk
melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan.

ab. 4) Agnosis
ac. Agnosis merupakan suatu kelainan dimana
penderita dapat melihat dan merasakan benda tetapi tidak
dapat menghubungkannya dengan peran dan fungsi
normal dari benda tersebut.

ad. 5) Amnesia
ae. Amnesia adalah hilangnya sebagian atau
seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang terjadi
sesaat sebelum (amnesia retrograd) terjadinya kecelakaan
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya
kecelakaan (amnesia pasca trauma).

af. 6) Edema serebral dan herniasi


ag. Penyebab paling umum dari peningkatan
intrakranial, puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera.
Perubahan tekanan darah, frekuensi nadi, pernafasan tidak
teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan
intrakranial.

ah. Pemeriksan Diagnostik


ai. Beberapa pemeriksaan dignostik untuk memperkuat
diagnosa cedera kepala ringan, meliputi:
1) CT-Scan: digunakan untuk melihat adanya lesi, perdarahan
dan perubahan jaringan otak. Dapat juga digunakan untuk
mengetahui jika terjadi infark atau iskemia.
2) MRI: alat yang mempunyai kegunaan seperti CT.Scan yang
menggunakan atau tanpa dengan radio aktif.
3) Cereberal angiography: pemeriksaan yang akan menunjukan
adanya perubahan jaringan otak sekunder karena udema,
perdarahan yang di akibatkan karena trauma.
4) EEG: dengan pemeriksaan EEG akan dapat menunjukan
perkembangan gelombang yang patologis karena trauma.
5) X.Ray: berguna untuk mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang kepala berdasarkan struktu garis dan fragmen tulang.
6) BAER(Brain Audiometri Evoked Response): pemeriksaan
yang digunakan untuk mengoreksi batas fungsi antara corteks
dan otak kecil.
7) PET (Positron Emission Tomography): digunakan untuk
mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolik pada otak.
8) CSF (Cerebrospinal Fluid): pemeriksaan ini dilakukan jika
diduga adanya perdarahan pada subarachnoid.
9) ABGs (Artery Blood Gases): pemeriksaan yang dilakukan
untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau adanya
oksigenasi jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
10) Kadar elektrolit: pemeriksaan yang digunakan untuk
mendekteksi keseimbangan kadar elektrolit dalam otak
sebagai akibat dari peingkatan tekanan inrakranial.
11) Screen toxiologi: pemeriksaan yang berguna untuk
mendeteksi adanya pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran (Musliha, 2010).
aj.
ak. Penatalaksaan Medis

al. Penataksanaan di rumah sakit menurut Padila (2012), adalah:

1) Berikan infuse dengan cairan normoosmotik (kecuali dextrose oleh


karena dexstrose cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2
sehingga dapat menimbulkan edema serebri )
am.
2) Diberikan analgesia / antimuntah secara intravena
an.
3) Berikan posisi kepala dengan sudut 15 450 tanpa bantal
kepala ,dan posisi netral, karena degan posisi yang tersebut dari
kaki dapat meningkatkan dan memperlancar aliranbalik vena
kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum dan mencegah
penekanan pada syaraf medula spinalis yang dapat menambah
TIK.
ao.
ap.
aq.
ar.
as.
at.
au.
av.
aw.
ax.
ay.
az. Penatalakasanaan Keperawatan

ba. Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2012), adalah :

1) Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah


memperbaiki perfusi jaringan serebral, karena organ otak sangat
sensitif terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa diperlukan
keseimbangan antara suplay dan demand yaitu dengan
meningkatkan suplai oksigen dan glukosa otak, dan dengan cara
menurunkan kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Untuk
meningkatkan suplai oksigen di otak dapat dilakukan melalui
tindakan pemberian oksigen, mempertahankan tekanan darah
dan kadar hemoglobin yang normal. Sementara upaya untuk
menurunkan kebutuhan (demand) oksigen otak dengan cara
menurunkan laju metabolismne otak seperti menghindari
keadaan kejang, stres, demam, suhu lingkungan yang panas,
dan aktivitas yang berlebihan.
2) Untuk menjaga kestabilan oksigen dan glukosa otak juga
perlu diperhatikan adalah tekanan intrakranial dengan cara
mengontrol cerebral blood flow (CBF) dan edema serebri.
Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan
darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO2. Pada
keadaan hipertensi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
otak hal ini akan menghambat oksigenasi otak. Demikian juga
pada peningkatan metabolisme akan mengurangi oksigenasi
otak karena kebutuhan oksigen meningkat. Disamping itu
pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema serebral,
memperbaiki metabolisme otak dan mengurangi gejala seperti
nyeri kepala sangat diperlukan
bb.
bc.
bd.
be.
bf.
3) Latihan Slow Deep Breathing pada Nyeri Akut

bg. Slow deep breathing merupakan tindakan yang

disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat

yang dapat menimbulkan efek relaksasi (Tarwoto, 2012).

Penelitian Tarwoto (2012) menyatakan ada perbedaan yang

bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan setelah

intervensi slow deep breathing pada kelompok intervensi, dan

juga ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri

kepala sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol.

bh. Penurunan intensitas nyeri kepala pada kedua

kelompok tersebut tidak terlepas dari pengaruh pemberian obat

analgetik dan perbaikan jaringan serebral seperti adanya

pemulihan edema serebri. Dilihat dari perbedaan selisih mean

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai

yang signifikan. Terapi analgetik yang dikombinasi dengan teknik

latihan slow deep breathing lebih efektif menurunkan nyeri

kepala akut pada pasien cedera kepala ringan dibandingkan

dengan hanya menggunakan terapi analgetik saja.

bi.
bj.

bk.

bl.

bm.

bn. Langkah-langkah dalam slow deep breathing

(University Of Pittsburgh Medical Center 2003 dalam Tarwoto,

2012):

a)Atur pasien dengan posisi duduk.


b)Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut.
c) Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam

melalui hidung.
d)Tarik napas selama tiga detik, rasakan abdomen

mengembang saat menarik napas.


e)Tahan napas selama tiga detik.
f) Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan

napas secaraperlahan selama enam detik. Rasakan

abdomen bergerak ke bawah.


g)Ulangi langkah satu sampai lima selama 15 menit.

bo.

bp.
bq.
br.
bs.
bt.
bu.
bv.
bw.
bx.
by.
bz.
ca.
cb.
cc.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

cd. Pengumpulan data klien baik subyektif atau


obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan
dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data
yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama,


umur, jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah,
hubungan klien dengan keluarga.
2) Keluhan Utama : Klien mengatakan mengalami nyeri pada
kepalanya akibat trauma yang dialaminya
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
ce. tingkat kesadaran/GCS (< 15), muntah,
dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris /
tidak,lemah, luka pada kepala, akumulasi pada saluran
nafas, kejang.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
cf. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi
adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasolidator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol
berlebihan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
cg. Mengkaji adanya anggota generasi
terdahuluyan menderita hipertensi dan diabetes melitus.
ch.
ci.
cj.
ck.
cl.
cm.
cn.
4) Pemeriksaan Fisik
co. Pemeriksaan Head to-Toe
cp. a). Kepala meliputi bentuk kepala, keadaan kulit
kepala dan keadaan rambut.
cq. b). Muka meliputi dari:
(1) Pemeriksaan mata: bagaimana keadaan konjungtiva
apakah anemis atau tidak, sklera apakah ikterik atau
non ikterik, keadaan pupil, dan apakah pasien
memakai alat banru penglihatan.
(2) Pemeriksaan hidung : kesimetrisan, ada tidaknya
polip, ada tidaknya nafas cuping hidung,
(3) Pemeriksaan mulut : kesimetrisan mulut dan ada
tidaknya stomatitis.
(4) Pemeriksaan gigi : kebersihan gigi, keadaan gusi,
apakah gigi masih lengkap atau ada yanhg tanggal.
(5) Pemeriksaan telinga : kesimetrisan telinga kanan dan
kiri dan ada tidaknya serumen.
cr. c). Leher meliputi ada tidaknya pembesaran
kelenjar tyroid, ada tidaknya pendengaran vena jugularis.
cs. d) Dada
(1) Paru paru :
Inspeksi yang diperiksa meliputi kersimetrisan,
ada tidaknya jejas luka, kesimetrisan ekspansi
paru.
Palpasi yang diperiksa meliputi kesamaan vokal
vremitus paru kanan dan kiri di seluruh lapang
paru.
Perkusi pemeriksaannya meliputi suara sonor
ataukah pekak
Auskultasi pemeriksaannya meliputi ada tidaknya
bunyi nafas tambahan (gargling, stridor, wheezing,
rhonchi).
ct.
cu.
(2) Jantung :
Inspeksi meliputi bentuk dada, kenampakan ictus
cordis. Palpasi meliputi perabaan letak ictus
cordis.
Perkusi meliputi suara yang dihasilkan apakah
sonor atau pekak.
Auskultasi meliputi apakah bunyi jantgung 1 dan 2
murni dan reguler.
cv. e). Pemeriksaan abdomen meliputi :
(1) Inspeksi pada abdomen apakah ascites dan apakah
ada pembesaran hepar.
(2) Auskultasi memeriksa jumlah bising usus selama 60
detik.
(3) Palpasi untuk menandakan apak pasien ada nyeri
tekan di kuadran I, II, III atau IV.
(4) Perkusi untuk menunjukan bagaimana bunyi pada
kuadran I dan kuadran II, III, IV.
cw. f). Pemeriksaan Genetalia meliputi kebersihan
daerah genetalia dan apakah pasien terpasang Catetter.
cx. g). Pada pemeriksaan Rectum meliputi kebersihan
rectum dan apakah ada pembesaran kelenjar prostat.
cy. h). Pemeriksaan ektremitas
(1) Ekstremitas atas: bagaimana warna kulit kedua
tangan, adakah deformitas tulang, adakah edema
pada salah satu tangan, bagimana CRT (Capillary
Refill Time), periksa kemampuan pasien untuk fleksi
dan ekstensi, kaji kemampuan menggenggam.
(2) Ekstremitas bawah: palpasi pada kedua kaki apakah
ada edema, kaji adanya luka atau bekas luka, kaji
keuatan otot kaki, apakah ada deformitas tulang,
bagaimana CRT (Capillary Refill Time).
cz. (Debora, 2013)

da.

db. Pemeriksaan Per Sistem


a) Sistem Pernafasan
dc. Pasien dengan cedera kepala ringan biasanya
terjadi perubahan pola nafas dengan frekuensi yang relatif
cepat dan dangkal, baik dilihat dari segi irama, irama pola
pernafasan pasien cedera kepala ringan tidak teratur.
Adanya bunyi nafas tambahan seperti Ronchi, wheezing,
stridopr juga termasuk dalam pengkajian sistem pernafasan
pasien.
b) Sistem Kardiovaskuler

dd. Pada pasien dengan cedera kepala ringan


terdapat perubahan tekanan darah yaitu menurunnya
tekanan (hipotensi), jika pasein mengalami peningkatan
tekanan intrakanial maka pasien mengalami tekanan darah
yang meningkat, serta denyut nadi bradikardi kemudian
takikardi atau irama jantungnya tidak teratur. Pasien juga
dikaji jika adanya keluaran cairan dari mulut, hidung atupun
mulut.
c) Sistem Persyarafan

de. Secara fisik pasien dengan cedera kepala ringan


dikaji tingkat kesadaran pasien kurang dari 15. gejala
biasanya kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syincope,
titinus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan. Tanda biasanya perubahan
kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang,
kehilangan sensasi sebagian tubuh.

df. Nervous cranial

dg. N I : biasanya penurunan daya penciuman

dh. N II : biasanya pada trauma frontalis terjadi penurunan


penglihatan

di. N III, N IV, N IV : biasanya penurunan lapang pandang,


refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata
tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

dj. N V : biasanya terjadi gangguan mengunyah.

dk. N VII, N XII : biasanya lemahnya penutupan kelopak


bola mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah.

dl. N VIII : biasanya penurunan pendengaran dan


kesimbangan tubuh.

dm. N IX, N X, N XI : biasanya jarang ditemukan masalah.

d) Sistem Perkemihan
dn. Buang air besar atau kecil pasien juga menjadi
sistem pengkajian pada pasien dengan cedera kepala
ringan, baik dilihat dari sebelum pasien masuk rumah sakit
dan pada saat pasien masuk rumah sakit.

e) Sistem Pencernaan

do. Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan


menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
dp.
dq.
dr.
ds.
dt.
du.
dv.
dw.
dx.
5) Analisa Data
dy. Data dz. Etiologi ea.
Masalah
eb. DS: ed. Kecelakaan, eo.
Klien mengatakan nyeri Jatuh, Nyeri Akut
pada kepalanya Trauma
ec. DO:
benda
TD meningkat
RR diatas tumpul dan
Normal tajam ,
Nadi Meningkat ee.
Skala nyeri
ef. Trauma
diatas normal
Tampak meringis pada kepala
eg.
eh. Cidera
Kepala
ei.
ej. Laserasi/Ro
bekan Di
Sekitar
Kepala
ek.
el. Inflamasi
Pada
Daerah
Sekitar
Robekan
em.
en. Nyeri
Akut
ep. DS : er. Kecelakaan, ff.
Klien mengatakan Jatuh, Gangguan
kepalanya sakit Trauma Perfusi
eq. DO :
benda Jaringan
Mual, Muntah
Kesadaran tumpul dan Serebral
Menurun tajam
es. ,
Nyeri kepala
et. Trauma
hebat
pada kepala
TD Meningkat
RR diatas normal eu.
ev. Cidera
Kepala
ew.
ex. Cidera
jaringan
ey.
ez. Perubahan
Pada
Cairan Intra
Dan
Ekstrasel(E
dema)
fa. Peningkata
n Suplai
Darah
KeDaerahTr
auma(Vaso
dilatasi)

fb. Tekanan
Intrakranial

fc. Aliran
Darah Ke
Otak

fd. Gangguan
Perfusi
Jaringan
Serebral

fe.

fg. DS : fi. Kecelakaan, fv.


Klien Mengatakan Jatuh, Resiko
terdapat luka Trauma Infeksi
dikepalanya benda
fh. DO :
tumpul dan
Terdapat
tajam ,
Laserasi di
fj.
bagian kepala
Adanya proses fk. Trauma
peradangan pada kepala
Peningkatan fl.
leukosit fm. Cidera
Kepala
fn.
fo. Trauma
Pada
Jaringan
Lunak
fp.
fq. Rusaknya
Jaringan
Kepala
fr.
fs. Luka
Terbuka
ft.
fu. Resiko
Infeksi
fw.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik(trauma pada kepala) dibuktikan dengan TD meningkat,
Terlihat Meringis, Skala Nyeri diatas normal.
2) Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial dibuktikan dengan
kesadaran menurun, nyeri kepala hebat, TD meningkat
3) Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
organisme patogen lingkungan ditandai dengan terdapat
laserasi di bagian kepala, adanya proses peradangan,
peningkatan leukosit.

c. Intervensi keperawatan

fx. fy. fz. ga. Interv


No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria ensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
gc. gd. ge. 1. Kaji pola nyeri dengan
1 Nyeri Akut Tujuan : Setelah PQRST
gf.
dilakuan tindakan
keperawatan selama 2. Observasi tanda-tanda vital
3. Berikan informasi tentang
3x24 jam rasa nyeri
nyeri
dapat berkurang/
4. Ajarkan tehnik
hilang dengan Kriteria
nonfarmakologis (relaksasi
Hasil:
Deep Slow Breathing atau
Skala nyeri
Guide Imagery Relaxation)
berkurang dalam 5. kolaborasi dengan dokter
rentang normal untuk pemberian analgesik
Klien mengatakan
atau obat anti nyeri
nyeri mulai gg.
berkurang,
ekspresi wajah
klien rileks
gh. gi. gj. 1. Pantau tanda-tanda vital
gl. .
2 Gangguan Tujuan: Setelah
2. Kaji adanya tekanan
Perfusi dilalukan tindakan
intrakranial.
Jaringan keperawatan selama 3. Atur posisi pasien (semi
Serebral 3x24 jam diharapkan fowler 450)
4. Berikan edukasi tentang
perfusi jaringan
trauma kepala
serebral kembali
gm.
normal 5. Kolaborasi dengan dokter
gk.
tentang pemberian obat
Kiteria Hasil:
saraf
Klien melaporkan
gn.
tidak ada pusing
atau sakit kepala
Tidak terjadi
peningkatan
tekanan
intracranial
Peningkatan
kesadaran, GCS
13
Fungsi sensori dan
motorik membaik,
tidak mual, tidak
ada
go. gp. gq. 1. Berikan perawatan aseptik
3 Resiko Tujuan : Tidak terjadi dan antiseptik, pertahankan
Infeksi infeksi setelah teknik cuci tangan
2. Observasi daerah kulit
dilakukan tindakan
yang mengalami
keperawatan selama
kerusakan, kaji keadaan
3x 24 jam
gr. luka, catat adanya
Kiteria Hasil: kemerahan, bengkak, pus
Bebas tanda-
daerah yang terpasang alat
tanda infeksi, invasi dan TTV
Mencapai 3. Anjurkan klien untuk
penyembuhan memenuhi nutrisi dan
luka tepat hidrasi yang adekuat
4. Batasi pengunjung yang
waktu
suhu tubuh dapat menularkan infeksi
5. Pantau hasil pemeriksaan
dalam batas
lab, catat adanya
normal (36,5-
leukositosis
37,5C0) 6. Kolaborasi pemberian
gs.
antibiotik sesuai indikasi
3. Nyeri

a. Pengertian
gt. Nyeri merupakan suatu rangsangan atau stimulus yang
subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
serta berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial yang dirasakan oleh seseorang dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan (IASP, 2007).
gu. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996
dalam Mubarak dan chayati, 2008).
gv. Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak di kepala yang
terletak di bagian tertentu atau bahkan menyeluruh, dapat menjalar
hingga ke wajah, mata, gigi, rahang bawah dan leher (Padila, 2012).
b. Fisiologi nyeri
gw. Fisiologi nyeri menurut Lyndon (2013), adalah cara nyeri
merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Namun,bisa tidaknya nyeri dirasakan dan
derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh system algesia
tubuh dan tranmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
Nosissepsi Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik primer
yang berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan
beberapa sensasi, salah satunya adalah nyeri. Nyeri dihantarkan
oleh reseptor yang disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung
saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki
sedikit mielin. Reseptor ini tersebar dikulit dan mukosa, khususnya
pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu.
Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis,
termal, listrik, atau kimiawi (misalnya histamin, bradikinin, dan
prostaglandin).
gx. Proses fisiologi yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini
terdiri dari 4 tahap yaitu :
a) Transduksi
gy. Rangsangan yang membahayakan memicu
pelepasan mediator biokimia (misalnya histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P) mediator ini kemudian
mensentitasi nosiseptor.
b) Tranmisi
gz. Tahap tranmisi ada 3 bagian yaitu sebagai
berikut : Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan
berupa implus nyeri dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis.Jenis nosiseptor yang terlibat dalam transmisi ada
dua jenis, yaitu serabut C dan serabut A-delta. Serabut C
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, sedangkan
serabut A-delta menstransmisikan nyeri yang tajam dan
terlokalisasi.
(1) Nyeri ditransmisikan dari medulla spinalis kebatang otak dan
thalamus melalui jalur spinotalamikus (spinotalamic tract atau
STT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi
stimulus ke thalamus.
(2) Sinyal diteruskan kekorteks sensorik (tempat nyeri
dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan melalui SST
mengaktifkan respon otonomik dan limbik.
(a) Persepsi
ha. Individu mulai menyadari dan tampaknya persepsi
tersebut terjadi distuktur korteks sehingga memungkinkan
timbulnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk
mempengaruhi komponen sensorik dan afektif nyeri.
(b) Modulasi atau system desenden
hb. Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-sinyal
kembali ketanduk dorsal melalui medulla spinalis yang
terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif. Serabut
desenden tersebut melepas substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat
impuls asenden yang membahayakan dibagian dorsal
medulla spinalis.
c. Bentuk nyeri
hc. Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri
akut dan nyeri kronis :
hd. 1) Nyeri akut
he. merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat hilang.Umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari
enam bulan.Penyebab nyeri dan lokasi nyeri biasanya sudah
diketahui.Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tekanan otot
dan kecemasan .
hf. 2) Nyeri Kronis
hg. merupakan nyeri yang berlangsung
berkepanjangan, berbulan atau menetapselama lebih dari enam
bulan.Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri ini
tidak dapat disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis (Lyndon,2013).
hh.
d. Faktor faktor yang mempengaruhi nyeri
hi. Menurut Kartikawati (2011) menjelaskan bahwa ada 4
faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya meliputi:
hj. 1) Jenis Kelamin
hk. Menyebutkan bahwa sebagian besar wanita
memiliki sensivitas yang lebih tinggi terhadap nyeri dari pada
para pria. Maka dalam hal ini dapat menyebabkan adanya ciri
genetik tertentu yang mana sesuai dengan jenis kelamin dan
perubahann hormonal dapat menyebabkan atau mempengaruhi
nyeri. Dilihat dari segi psokologis juga berpengaruh, dimana
para pria tidak menunjukan nyeri.
hl.
hm.
hn.
ho. 2) Umur
hp. Dijelaskan bahwa otak mengalami degeneratif yang
mana seiring dengan adanya pertambahan umur baik pria
ataupun wanita. Maka dapat disimpulkan bahwa orang yang
tergolong sudah berusia lanjut mempunyai ambang nyeri yang
lenih rendah karena kebanyakan seorang usia lanjut
mengalami penurunan sensasi nyeri.

hq. 3) Kelelahan
hr. Seorang individu yang sedang mengalami
gangguan tidur, stres, dan kelelahan sering merasakan nyeri
yang secara tiba tiba dapat muncul dimanapun tempatnya.

hs. 4) Memori
ht. Faktor memori seseorang yang pernah mengalami
nyeri, akan dirasakan kembali dan mempunyai pengaruh pada
neural seseorang karena stimulus ini berasal dari sistem limbik.

e. Pemeriksaan Nyeri
hu. Pemeriksaan nyeri menurut Mubarack dan
chayathin (2008), harus dilakukan pada saat pasein sampai di UDG.
Pemeriksaan akan memudahkan rencana penangan terhadap
pasien. Setiap pasien harus diperiksa agar penyebab nyeri dapat
diketahuai dan bukan hanya terpusat pada rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Mnemonic PQRST dibuat untuk membantu
pemeriksaan terhadap nyeri dan pengguanaannya secara rutin
akan memudahkan pemeriksaan. Adapaun PQRST dapat
dijabarkan sebagai berikut :
hv. P : Provoking atau factor yang memicu timbulnya
nyeri
hw. Q : Quality atau kualitas nyeri (misal tumpul,tajam)
hx. R : Region atau daerah yaitu daerah perjalanna ke
daerah lain
hy. S : Saverity atau keganasan, yaitu intensitas
hz. T: Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan.
ia.
ib.
f. Pengukuran skala nyeri
ic. Skala Analog Visual (VAS) sangat berguna
dalam mengkaji intensitas nyeri. Skla nyeri tersebut berbentuk garis
horisontal sepanjang 10 cm. Ujung kiri biasanya menandakan tidak
nyeri sedangkan ujung kanan biasanya menandakan nyeri berat.
id. Cara kerjanya dengan meminta pasien
untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri
terjadi disepanjang rentang tersebut (Smeltzer dan Bare,
2002).Beberapa skala yang dapat digunakan untuk mengukur
intensitas nyeri, menurut Smeltzer & Bare (2002), adalah sebagai
berikut:
ie. 1) Skala intensitas nyeri deskriptif
if.
ig.
ih.
ii. Gambar 2.1 (Skala intensitas nyeri deskriptif )
ij.2) Skala identitas nyeri numeric
ik.
il.
im.
in. Gambar 2.2 ( Skala identitas nyeri numeric)
io.
ip.
iq.
ir.
is. 3) Skala analog visual
it.
iu.
iv.
iw. Gambar 2.3 (Visual Analog Scale)
ix. Keterangan :
iy. 0 : Tidak nyeri
iz. 1-3 :Nyeri ringan (Secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik)
ja. 4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
jb. 7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
jc. 10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
jd. 4). Wong-Baker Faces Rating Scale
je.
jf.
jg.
jh.
ji.Gambar 2.4 ( Skala wajah Wong-Baker Faces Rating Scale)
jj.Keterangan :

1. Wajah nol : Sangat senang karena tidak merasa nyeri sama


sekali
2. Wajah Pertama : Sakit hanya sedikit
3. Wajah Kedua : Sedikit lebih sakit
4. Wajah Ketiga : Jauh lebih sakit
5. Wajah Keempat : Jauh sangat lebih sakit
6. Wajah kelima : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai
menangis

jk. g. Penatalaksanaan Nyeri

jl. Penatalaksanaan nyeri non farmakologi dapat


diterapkan pada pasien dengan cedera kepala ringan sebagai
metode terapi yang berguna untuk menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien. Contoh dari tindakan non farmakologi adalah
sebagai berikut:

1) Lakukan relaksasi agar pasien dapat senyaman mungkin.


2) Jangan gerakkan area yang nyeri untuk meminimalkan rasa
nyeri.
3) Pusatkan perhatian pasien pada hal-hal lain, misalnya dengan
mengajak mendengarkan musik, melihat video, menceritakan
cerita, dan bercakap-cakap.
4) Buatlah alat-alat yang dapat mengalihkan perhatian anak dari
rasa sakitnya, misal: tongkat sihir, bola, mainan berbentuk
hewan, gelembung udara.
5) Majalah, film, permainan, televisi dan puzzle adalah alat yang
digunakan efektif pada anak maupun dewasa.
6) Perhatikan hipnotis, guide imagery, dan relaksasi.
7) Guide Imagery Relaxation dapat membantu pasien untuk
membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang
berhubungan dengan ketenangan.
8) Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik
untuk mengurangi kekhawatiran. Menarik napas dalam adalah
salah satu teknik yang dapat diajarkan dengan cepat di UGD.
9) Terapi kutaneus menstimulus kulit agar terasa ringan.
10) Menyalurkan panas buatan, misalkan dengan menyalurkan
kompres hangat.
11) Menyalurkan dingin buatan (kantong es) dapat diterapkan
pada fraktur atau sprains yang dapat meringankan nyeri, serta
bengkak.
12) Stimulasi saraf elektrik transkuntaneous kadang-kadang di
gunakan di UGD. Prosedur ini membutuhkan pengetahuan
sebelum dan sesudah tindakan (Kartikawati, 2013).

jm.
B. Kerangka Konsep

jn. Pengkajian:

jo.

Slow Deep
Nyeri Ringan
Breathing

Slow Deep
Pasien CKR Nyeri Sedang Breathing
Kompres Hangat

Kolaborasi
Nyeri Berat Pemberian
Analgetik

Gambar 2.5 ( Kerangka Konsep)

jp.
jq.

Anda mungkin juga menyukai