TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Cidera Kepala
a. Pengertian
b. Etiologi
Etiologi terjadinya cidera kepala yaitu (Ginsberg, 2008) :
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakaan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom
c. Klasifikasi
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada cidera kepala adalah (Setiawan dan
Intan, 20l0) :
1) Hilangnya kesadaran kurang dari l0 menit hilangnya
fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan kerusakan lainnya.
2) Amnesia pasca cedera kurang dari 24 jam
3) Mual, Muntah
4) Nyeri kepala terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan karena edema serebri
maupun perdarahan atau hematoma serebral
5) Vertigo
e. Patofisiologi
Pada umumnya cedera kepala dapat diakibatkan
karena terjatuh, kecelakaan, dipukul atau tertimpa beban yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya trauma tumpul pada
otak. Otak pada keadaan normal akan mensuplai oksigen dan
nutrisi keseluruh tubuh. Pada cedera kepala akan mengalami
trauma yang mengakibatkan otak tidak mampu mensuplai
oksigen, sehingga otak tidak mempunyai cadangan oksigen
dan bahan bakar metabolisme otak berkurang. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksia. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh akan berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Dilatasi
pembuluh darah menyebabkan asidosis metabolik yang
menurunkan fungsi tubuh seperti gangguan berkomunikasi.
Gangguan ini disebabkan karena terjadi obstruksi jalan nafas
yang menghambat saraf vagus untuk berfungsi secara
normal. Obtruksi tersebut dapat juga mengakibatkan pasien
susah menelan dan mengakibatkan pola nafas tidak efektif
(Smeltzer, 2007).
Cedera kepala juga mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan nyeri dan
penurunan aliran darah ke otak. Ketika aliran darah keotak
menurun maka akan terjadi penurunan kesadaran pasien.
Cedera kepala dapat menyebabkan perlukaan lapisan kranial
dan menyebabkan terjadi laserasi kulit kepala atau pembuluh
darah, jika laserasi terjadi maka akan mengakibatkan
terserang kuman sehingga akan menyebabkan risiko infeksi
(Smeltzer, 2007).
f. WOC
g.
h. Kecelakaan, Jatuh, Trauma benda tumpul dan tajam ,
Trauma tembak dan pecahan bom
q. Tekanan Intrakranial
t. Komplikasi
x. 2) Afasia
y. Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk
menggunakan bahasa karena terjadinya cedera kepala
pada area bahasa diotak. Penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata- kata.
z. 3) Apraksia
aa. Apraksia adalah ketidakmampuan untuk
melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan.
ab. 4) Agnosis
ac. Agnosis merupakan suatu kelainan dimana
penderita dapat melihat dan merasakan benda tetapi tidak
dapat menghubungkannya dengan peran dan fungsi
normal dari benda tersebut.
ad. 5) Amnesia
ae. Amnesia adalah hilangnya sebagian atau
seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang terjadi
sesaat sebelum (amnesia retrograd) terjadinya kecelakaan
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya
kecelakaan (amnesia pasca trauma).
bi.
bj.
bk.
bl.
bm.
2012):
melalui hidung.
d)Tarik napas selama tiga detik, rasakan abdomen
bo.
bp.
bq.
br.
bs.
bt.
bu.
bv.
bw.
bx.
by.
bz.
ca.
cb.
cc.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
da.
d) Sistem Perkemihan
dn. Buang air besar atau kecil pasien juga menjadi
sistem pengkajian pada pasien dengan cedera kepala
ringan, baik dilihat dari sebelum pasien masuk rumah sakit
dan pada saat pasien masuk rumah sakit.
e) Sistem Pencernaan
fb. Tekanan
Intrakranial
fc. Aliran
Darah Ke
Otak
fd. Gangguan
Perfusi
Jaringan
Serebral
fe.
c. Intervensi keperawatan
a. Pengertian
gt. Nyeri merupakan suatu rangsangan atau stimulus yang
subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
serta berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial yang dirasakan oleh seseorang dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan (IASP, 2007).
gu. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996
dalam Mubarak dan chayati, 2008).
gv. Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak di kepala yang
terletak di bagian tertentu atau bahkan menyeluruh, dapat menjalar
hingga ke wajah, mata, gigi, rahang bawah dan leher (Padila, 2012).
b. Fisiologi nyeri
gw. Fisiologi nyeri menurut Lyndon (2013), adalah cara nyeri
merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Namun,bisa tidaknya nyeri dirasakan dan
derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh system algesia
tubuh dan tranmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
Nosissepsi Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik primer
yang berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan
beberapa sensasi, salah satunya adalah nyeri. Nyeri dihantarkan
oleh reseptor yang disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung
saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki
sedikit mielin. Reseptor ini tersebar dikulit dan mukosa, khususnya
pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu.
Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis,
termal, listrik, atau kimiawi (misalnya histamin, bradikinin, dan
prostaglandin).
gx. Proses fisiologi yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini
terdiri dari 4 tahap yaitu :
a) Transduksi
gy. Rangsangan yang membahayakan memicu
pelepasan mediator biokimia (misalnya histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P) mediator ini kemudian
mensentitasi nosiseptor.
b) Tranmisi
gz. Tahap tranmisi ada 3 bagian yaitu sebagai
berikut : Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan
berupa implus nyeri dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis.Jenis nosiseptor yang terlibat dalam transmisi ada
dua jenis, yaitu serabut C dan serabut A-delta. Serabut C
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, sedangkan
serabut A-delta menstransmisikan nyeri yang tajam dan
terlokalisasi.
(1) Nyeri ditransmisikan dari medulla spinalis kebatang otak dan
thalamus melalui jalur spinotalamikus (spinotalamic tract atau
STT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi
stimulus ke thalamus.
(2) Sinyal diteruskan kekorteks sensorik (tempat nyeri
dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan melalui SST
mengaktifkan respon otonomik dan limbik.
(a) Persepsi
ha. Individu mulai menyadari dan tampaknya persepsi
tersebut terjadi distuktur korteks sehingga memungkinkan
timbulnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk
mempengaruhi komponen sensorik dan afektif nyeri.
(b) Modulasi atau system desenden
hb. Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-sinyal
kembali ketanduk dorsal melalui medulla spinalis yang
terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif. Serabut
desenden tersebut melepas substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat
impuls asenden yang membahayakan dibagian dorsal
medulla spinalis.
c. Bentuk nyeri
hc. Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri
akut dan nyeri kronis :
hd. 1) Nyeri akut
he. merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat hilang.Umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari
enam bulan.Penyebab nyeri dan lokasi nyeri biasanya sudah
diketahui.Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tekanan otot
dan kecemasan .
hf. 2) Nyeri Kronis
hg. merupakan nyeri yang berlangsung
berkepanjangan, berbulan atau menetapselama lebih dari enam
bulan.Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri ini
tidak dapat disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis (Lyndon,2013).
hh.
d. Faktor faktor yang mempengaruhi nyeri
hi. Menurut Kartikawati (2011) menjelaskan bahwa ada 4
faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya meliputi:
hj. 1) Jenis Kelamin
hk. Menyebutkan bahwa sebagian besar wanita
memiliki sensivitas yang lebih tinggi terhadap nyeri dari pada
para pria. Maka dalam hal ini dapat menyebabkan adanya ciri
genetik tertentu yang mana sesuai dengan jenis kelamin dan
perubahann hormonal dapat menyebabkan atau mempengaruhi
nyeri. Dilihat dari segi psokologis juga berpengaruh, dimana
para pria tidak menunjukan nyeri.
hl.
hm.
hn.
ho. 2) Umur
hp. Dijelaskan bahwa otak mengalami degeneratif yang
mana seiring dengan adanya pertambahan umur baik pria
ataupun wanita. Maka dapat disimpulkan bahwa orang yang
tergolong sudah berusia lanjut mempunyai ambang nyeri yang
lenih rendah karena kebanyakan seorang usia lanjut
mengalami penurunan sensasi nyeri.
hq. 3) Kelelahan
hr. Seorang individu yang sedang mengalami
gangguan tidur, stres, dan kelelahan sering merasakan nyeri
yang secara tiba tiba dapat muncul dimanapun tempatnya.
hs. 4) Memori
ht. Faktor memori seseorang yang pernah mengalami
nyeri, akan dirasakan kembali dan mempunyai pengaruh pada
neural seseorang karena stimulus ini berasal dari sistem limbik.
e. Pemeriksaan Nyeri
hu. Pemeriksaan nyeri menurut Mubarack dan
chayathin (2008), harus dilakukan pada saat pasein sampai di UDG.
Pemeriksaan akan memudahkan rencana penangan terhadap
pasien. Setiap pasien harus diperiksa agar penyebab nyeri dapat
diketahuai dan bukan hanya terpusat pada rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Mnemonic PQRST dibuat untuk membantu
pemeriksaan terhadap nyeri dan pengguanaannya secara rutin
akan memudahkan pemeriksaan. Adapaun PQRST dapat
dijabarkan sebagai berikut :
hv. P : Provoking atau factor yang memicu timbulnya
nyeri
hw. Q : Quality atau kualitas nyeri (misal tumpul,tajam)
hx. R : Region atau daerah yaitu daerah perjalanna ke
daerah lain
hy. S : Saverity atau keganasan, yaitu intensitas
hz. T: Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan.
ia.
ib.
f. Pengukuran skala nyeri
ic. Skala Analog Visual (VAS) sangat berguna
dalam mengkaji intensitas nyeri. Skla nyeri tersebut berbentuk garis
horisontal sepanjang 10 cm. Ujung kiri biasanya menandakan tidak
nyeri sedangkan ujung kanan biasanya menandakan nyeri berat.
id. Cara kerjanya dengan meminta pasien
untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri
terjadi disepanjang rentang tersebut (Smeltzer dan Bare,
2002).Beberapa skala yang dapat digunakan untuk mengukur
intensitas nyeri, menurut Smeltzer & Bare (2002), adalah sebagai
berikut:
ie. 1) Skala intensitas nyeri deskriptif
if.
ig.
ih.
ii. Gambar 2.1 (Skala intensitas nyeri deskriptif )
ij.2) Skala identitas nyeri numeric
ik.
il.
im.
in. Gambar 2.2 ( Skala identitas nyeri numeric)
io.
ip.
iq.
ir.
is. 3) Skala analog visual
it.
iu.
iv.
iw. Gambar 2.3 (Visual Analog Scale)
ix. Keterangan :
iy. 0 : Tidak nyeri
iz. 1-3 :Nyeri ringan (Secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik)
ja. 4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
jb. 7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
jc. 10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
jd. 4). Wong-Baker Faces Rating Scale
je.
jf.
jg.
jh.
ji.Gambar 2.4 ( Skala wajah Wong-Baker Faces Rating Scale)
jj.Keterangan :
jm.
B. Kerangka Konsep
jn. Pengkajian:
jo.
Slow Deep
Nyeri Ringan
Breathing
Slow Deep
Pasien CKR Nyeri Sedang Breathing
Kompres Hangat
Kolaborasi
Nyeri Berat Pemberian
Analgetik
jp.
jq.