Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)

OLEH :

SATIA INDAH PRAMESTI

NIM.02026022

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA

PRODI D3 KEPERAWATAN

2020/2021
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

 Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau
permanent. (Irwana,2009)

 Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.(Budi,hendri,2008)

 Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
2. Etiologi

a. Kecelakaan Lalu Lintas


Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya .
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala (Smeltzer, 2001:2210;


Long,1996:203), antara lain :
1) Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
2) Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3) Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun bukan dari pukulan
4) Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
5) Kecelakaan lalu lintas
6) Jatuh
7) Kecelakaan industri
Serangan yang disebabkan karena olah raga
8) Perkelahian
Mekanisme cedera
Mekanisme cedera / trauma kepala, meliputi :
a) Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempar.
b) Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala yang
terbentur.
c) Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada
jaringan otak.

3. Manifestasi Klinis
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang yang
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,
bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak traumatis
ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau
mendadak.
d. Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga
menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya disebabkan
oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru
yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala
sulit bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam
saraf pusat.
c. Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser dari
posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat cedera
kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan
yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit untuk
digerakkan.
e. Gangguan akibat saraf kranial

4. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan
dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi
segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi.
Cedera kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi
peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan
terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan darah.
Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan
tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat
menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada
daerah kepala (Padila, 2012).
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala
( Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009 ). Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi
yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan
kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Akselerasi-
deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat
terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak
(substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra
kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan
dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup) (Hickey,
2003 dalam Israr dkk,2009).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan


iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak.
Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal.
Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu
yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan
ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan,
kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding
sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan
otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada
suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan
terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya
kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak ( Lombardo, 2003).
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
 AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan sub arakhnoid.
 Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan mental.
b. Radiology
 CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 MRI : sama dengan CT Scan
 Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
 EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
 Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),
pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya
fragmen tulang.
 BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
 Myelogram :Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya
bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
 Thorax X ray :Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
c. Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
d. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
e. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
f. Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
7. Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula
adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Selain itu perlu pula dikontrol
kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri.
Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk
menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan
PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini
mungkin kepala klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang
meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intracranial.
 Penangan khususnya pada klien dengan CKB yang mengalami perdarahan atau
hematom di kepala baik pada bagian EDH maupun SDH dilakukan tindakan
trepanasi. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala
yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural
Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan
duramater.
 Kontusio berat observasi dan tirah baring, dilakukan pembersihan / debridement
dan sel-sel yang mati (secara bedah terutama pada cedera kepala terbuka)
 Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika untuk mencegah terjadinya
infeksi
 Dilakukan metode-metode untuk menurukan tekanan intracranial termasuk
pemberian diuretic dan anti inflamasi
 Lakukan pengkajian neurologik
a. Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
b. TTV ( TD, nadi)
c. Fungsi motorik dan sensorik
 Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan memindahkan pasien
sampai kemungkinan cedera servikal telah disingkirkan / ditangani. Tinggikan
kepala tempat tidur sampai 30 derajat jika tidak terdapat cedera servikal.
 Pantau adanya komplikasi
a. Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
b. Periksa adanya peningkatan TIK
c. Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
8. Komplikasi
a. Koma.
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi
ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative
state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya.
Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh

b. Seizure.
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy

c. Infeksi.
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain

d. Kerusakan saraf.
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda

e. Hilangnya kemampuan kognitif.


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran
B. Konsep Dasar Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. A No Mr : 522417

Umur : 62 th Ruang Rawat : Mawar lt. 3

Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal masuk : 15-06-2021

Status : Sudah Menikah Tanggal : 19-06-2021

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Alamat : Kp. Beting GG. Flamboyan No. 15, JAKUT

Penanggung Jawab

Nama : Tn. S

Umur : 65 th

Hub. Keluarga : Suami

Pekerjaan : Buruh
2. Alasan Masuk

Pasien datang ke IGD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi pada tanggal 15 juni 2019
dengan keluhan hidung berdarah, telinga berdarah, pasien sempat pingsan saat
kecelakaan, bengkak di belakang kepala bagian kanan, lecet di batang hidung

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Juni
2019, pasien mengatakan sudah hari ke 6 dirawat di ruang ambun suri lantai 2,
pasien mengatakan nyeri pada bagian kepala belakang. nyeri seperti di tusuk-tusuk.
Skala nyeri 4, pasien mengatakan tidak ada mandi selama dirawat di RS, rambut
pasien tampak kotor ditandai dengan adanya ketombe, mulut dan gigi pasien kotor
ditandai dengan mulut berbau dan telinga pasien tampak kotor ditandai dengan
adanya serumen, pasien mengatakan badan terasa lemas, pasien mengatakan BB
sebelum sakit 57 kg dan Lingkar lengan atas 2,35 cm, pasien mengatakan nafsu
makan menurun dan menghabiskan porsi makan sebanyak ½ saja, pasien
mengatakan tidur tidak nyenyak, mata pasien tampak cekung, Tidur siang selama 3-
5 jam, sedangkan malam hari hanya 2-4 jam karena nyeri pada kepala bagian
belakang tersebut sering dirasakan pada malam hari.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Keluarga pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya di RS.Yarsi Padang
Panjang 5 bulan yang lalu dengan diagnosa asam lambung

c. Riwayat kesehatan keluaraga


Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan pasien, baik itu penyakit kronik seperti jantung, ginjal, DM,
stroke dan lain-lain.
Genogram

Keterangan :

: laki laki

: Perempuan

: Klien

--------- : Tinggal serumah

: Meninggal
1. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran : Compos mentis

b. GCS : E4 V5 M6 = 15

c. BB/TB : 50 Kg/ 150 cm

d. Keadaan umum : compos mentis

e. Tanda-tanda vital : TD = 120/70 mmHg

N = 80x/i Rr =
22x/i S = 36 º C
2.

a. Kepala
Inspeksi : rambut pasien tampak berwarna hitam, rambut pasien tampak
kotor ditandai dengan adanya ketombe
Palpasi : terdapat benjolan di belakang kepala sebelah kanan

b. Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera normal tidak ada
perubahan warna, tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan (
kacamata ), reflek pupil isokor, saat dilakukan pemeriksaan dengan cara
lapang pandang pasien bisa menyebutkan apa yang diperagakan dengan
dilihat sama.

c. Telinga
Simetris kiri dan kanan, telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya
serumen, telinga pasien kurang berfungsi dengan baik
d. Hidung
hidung pasien berfungsi dengan baik, terdapat luka di batang hidung pasien

e. Mulut dan gigi


Mukosa bibir tampak kering, keadaan mulut dan gigi tampak kotor
ditandai dengan mulut berbau, tidak ada gangguan menelan

f. Leher
Simetris kiri dan kanan, vena jugularis tidak terlihat tapi teraba, dan tidak
ada pembengkakan kelenjar tiroid dan tidak ada terdapat lesi

3. Thorax
a. Paru-paru
I : dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada normal, frekuensi nafas
22x/i, irama pernafasan teratur, tidak ada penonjolan tulang dan lesi,
tidak ada terdapat sianosis, tidak ada penarikan dinding dada ( retraksi ),
tidak ada bekas luka lecet, tidak ada menggunakan otot bantu pernafasan
seperti otot perut.
P : tidak ada nyeri tekan
P : terdengar bunyi sonor di kedua lapang paru
A : terdengar bunyi nafas vesikuler , tidak ada suara tambahan

b. Jantung
I : dada simetris kiri dan kanan, iktus kordis tidak tampak, tidak ada
bekas luka, tidak terdapat sianosis
P : tidak ada pembengkakan/ benjolan

P : bunyi jantung redup pada batas jantung


Batas jantung kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS IV Line Sternalis Dextra Batas
jantung kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Batas jantung kiri bawah : ICS IV Medio Clavicularis Sinistra
A : bunyi jantung I (lup) dan bunyi jantung II (dup), tidak ada bunyi
tambahan

c. Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas operasi, tidak ada terdapat lesi
A : bising usus 12x/i di kuadran ke 3 kanan bawah abdomen
P : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan abdomen
P : terdengar bunyi timpani pada lapang abdomen

d. Punggung
Tidak teraba bengkak, simetris kiri dan kanan, dan tidak ada lesi pada
punggung, dan juga tidak ada dekubitus pada punggung

e. Ekstermitas
Bagian atas : Tangan sebelah kiri dan kanan masih bisa bergerak normal,
terpasang infus sebelah kiri Nacl 0,9 20 tetes . keadaan selang infus bersih
Bagian bawah : tidak terdapat luka lecet, tidak ada massa
Kekuatan otot

5555 5555
5555 5555
5555 5555

a. Genetalia

pasien terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia, keadaan

genetalia bersih

b. Integumen

Kulit tampak kotor, kulit pasien sawo matang, turgor kulit kering,

pasien tidak berkeringat, Capiler Refill Time 3 detik


a) DS :

1. Pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian belakang

2. Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4

3. Pasien mengatakan tidur tidak nyenyak

4. Pasien mengatakan tidak ada mandi selama dirawat di RS

5. pasien mengatakan BB sebelum sakit 57 kg

6. Pasien mengatakan badan terasa lemas

7. Pasien mengatakan nafsu makan menurun

8. Pasien mengatakan menghabiskan porsi makan sebanyak ½ saja

b) DO :

1. pasien tampak meringis

2. pasien tampak menghabiskan ½ porsi makanan

3. pasien tampak lemas

4. Mata pasien tampak cekung

5. Rambut pasien tampak kotor ditandai dengan adanya ketombe

6. Gigi dan mulut pasien tampak kotor ditandai dengan mulut berbau

7. Telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya serumen

8. Skala nyeri 4

TD = 120/70 mmHg Rr = 22x/i


N = 80x/i S = 36º C
ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi


.
1 DS
- Pasien mengatakan nyeri pada
kepala bagian belakang
- Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk – tusuk Nyeri Akut Agen pencedera
DO fisik
- Pasien tampak meringis
- Skala nyeri 4
- TD : 120/70 mmHg

2 DS
- Pasien mengatakan belum ada
mandi selama di rawat di RS
DO
- Rambut pasien tampak kotor Defisit Perawatan Kelemahan
d.d adanya ketombe Diri
- Gigi dan mulut pasien tampak
kotor d.d mulut berbau
- Telinga pasien tampak kotor
d.d adanya serumen

3 DS
- Pasien Mengatakan Lemas
- Pasien Mengatakan nafsu
makan menurun Resiko Defisit Peningkatan
DO Nutrisi kebutuhan
- Pasien tampak lemas metabolisme
- Pasien tampak menghabiskan
makanan ½ saja
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis


2. Defisit Perawatan Diri b.d kelemahan di d.d tidak mampu an mandi/
mengenakan pakaian ke toilet / berhias secara mandiri
3. Resiko defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolism

C. INTERVENSI
NO. DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN

1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi :


pencedera intervensi keperawatan  Identifikasi skala nyeri
selama 1x24 jam, maka  Identifikasi respon nyeri
fisiki d.d tampak
nyeri akut membaik non verbal
meringis
dengan kriteria hasil:  Identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri memperberat dan
menurun memperingan nyeri
2. Meringis Teraupetik :
menurun  Berikan teknik
3. Gelisah nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi
4. Kesulitan tidur rasa nyeri
menurun  Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 Defisit perawatan Setelah dilakukan Observasi :
diri b.d kelemahan intervensi
 Identifikasi kebiasaan
d.d tidak mampu keperawatan selama
aktivitas perawatan diri
mandi/mengenakan 1x24 jam maka
sesuai usia
pakaian ke toilet/ defisit perawatan diri
 Monitor tingkat
berhias secara membaik dengan
kemandirian
mandiri kriteria hasil :
1. Kemampuan
mandi
Teraupetik :
meningkat
2. Kemampuan  Sediakan lingkungan
mengenakan
pakaian yang teraupetik
meningkat  Damping dalam
3. Kemampuan melakukan perawatan
makan
meningkat diri sampai mandiri
4. Kemampuan
toilet
(BAB/BAK) Edukasi :
meningkat
 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
3 Resiko defisit Setelah dilakukan Observasi :
nutrisi b.d intervensi Keperawatan  monitor asupan dan
peningkatan selama 1x24 jam maka keluarnya makanan dan
kebutuhan resiko defisit nutrisi cairan serta kebutuhan
metabolisme membaik dengan kalori
kriteria hasil:
1. porsi makanan Teraupetik :
yang dihabiskan  Timbang berat badan secara
meningkat rutin
2. perasaan cepat
 Diskusikan perilaku
kenyang
makan dan jumlah
menurun
aktivitas fisik
3. berat badan
membaik
Edukasi :
4. nafsu makan  Ajarkan pengaturan diet
membaik yang tepat

 Ajarkan keterampilan
koping untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan
kalori dan pilihan
makanan
D. EVALUASI

1. S : Nyeri pada kepala bagian belakang sudah berkurang

O : Pasien tampak tidak meringis

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

2. S : Klien mengatakan sudah bisa mandi sendiri

O : Rambut klien tampak bersih

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

3. S:

 pasien mengatakan tidak lemas lagi

 pasien mengatakan sudah nafsu makan

O: Pasien tampak tidak lemas lagi

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai