LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Meurut Smeltzer, S.C & Bare, B.C, (2002 : 2212) Cedera kepala berat adalah
cedera kepala dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah
hemoragi, pasien berada pada periode tidak sadarkan diri.
Sedangkan menurut Doenges, (1989) Cidera kepala yaitu adanya deformasi
berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak,
percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh
otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya dibagi menjadi 3, yaitu :
a.
b.
c.
tampon
steril
(consul
ahli
tht)
pada
bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita
tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.
c. Cedera Otak
1. Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena terkenanya
benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi
gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,
muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera
tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya
pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).
terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada
durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala
ringan, memar otak dan laserasi.
Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia,
hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ
tubuh yang lain.
C. Etiologi
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60
ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul
rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala
kena benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan
cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur
bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi,
pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan
menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar,
kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin
besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia
aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu
menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma
epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi
pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi
hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi
otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan
Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam
lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga
masukan nutrisi kurang.
E. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. Pemeriksaan Diagnostik.
1. X Ray tengkorak
Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
2. CT Scan
Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan
mati.
3. MRI (Magnetic Resonan Imaging)
Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang elektomagnetik.
4. Pemeriksaan Laboratorium Kimia darah
Untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.
5. Pemeriksaan analisa gas darah
6. Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksanaan Medis
struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak
irreversible, kematian.
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak
punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
c. Fistel Karotis-Kavernosus,
Ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi
diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling
efektif dan
dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
d. Diabetes Incipidus
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan
sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.
e. Kejang Pascatrauma,
Dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk
kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.
Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
3.
4.
5.
6.
7.
abses otak)
Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Peningkatan TIK
Hemorarghi
Kegagalan nafas
Diseksi ekstrakranial
PATHWAY
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Ekstra kranial
Tulang kranial
Intrakranial
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Terputusnya
kontinuitas jaringan
tulang
-Perdarahan
-Hematoma
Peningkatan
TIK
Gangguan
suplai darah
Kompresi
batang
otak
Resti
infeksi
Kejang
Iskemia
Hipoksia
Peregangan
duramen dan
pembuluh
darah
Perubahan
outoregulasi
Resti
injuri
Perubahan
perfusi
jaringan
serebral
Penurunan
kesadaran
Bedrest
total
Akumulasi
cairan
Bersihan
jalan napas
tidak
efektif
Nyeri
Resti gangguan
integritas kulit
Gangguan
mobilisasi
fisik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b.
c.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
d.
Pengkajian persistem
1).
Keadaan umum
2).
3).
TTV
4).
Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5).
Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera
8).
SistemMuskuloskeleta
Kelemahan otot, deformasi
9).
Sistem Persarafan
Gejala
Tanda
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan saluran nafas.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan .dengan trauma jaringan, prosedur
invasi.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
a) NOC
Pain level
Pain control
Comfort level
Kriteria Hasil
predisposisi.
Observasi reaksi nn verbal dari ketidak nyamanan
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Kurangi faktor prestisipitasi nyeri
Pillih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,
dan interpersonal)
Ajarakan untuk teknik nonfarmakologi
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration.
pemberian obat.
Cek riwayat alergi
Tentukan pilihan analgesik ketika pemeberian lebih tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
Evalusi efektifias analgesik, tanda dan gejala
Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu bernafas
b) NIC :
Airway management
Buka jalan nafas.
Posisikan pasien untuk memkasimalkan ventilasi.
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status okesigen
Oxygen therapy
b) NIC :
dengan kebutuhan
Ajarkan pasien tekhnik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
Latih papsien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Ajrkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan .dengan trauma jaringan, prosedur
invasi.
a) NOC
Immune Status
Knowledge : Infection Cintrol
Risk Control
Kriteria Hasil
Klien bebas dari tanda dan gejal infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
b) NIC
Infection Controol
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Infection protection ( proteksi terhadap infeksi )
Monitoring tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Inspeksi kulit dan membran mukosa
Ajrkan pasien dan keluarga tanda dan gejal infeksi
Ajrka cara menghindari in feksi
Laporkan kecurigaan ijnfeksi
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
a) NOC
Tissue Integrity : Skind and Mucous
Membranes
Hemodyalis
Krteria Hasil
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak.
Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka
yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan
cedera perlambatan (deselerasi). Cedera kepala primer pada trauma kepala
menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala
sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi
pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah
dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera
otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh
KEPERAWATAN KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA
CIDERA KEPALA
Dosen pengampu : Farida Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep., Sp.KMB
Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
Aisah Bibi
Alfian Arif Mahmudi
Dhinartika Dwi Lestari
Kadek Ria Gangga D.
(010114A003)
(010114A007)
(010114A024)
(010114A051)
disebabkan karna bakteri, virus, jamur serta penyakit yang disebakan akibat tabrakan
lalu lintas, adapuns salah satunya adalah cidera kepala. Adapun pengertian dari cidera
kepala itu sendiri adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. Peneyebab cidera kepala itu senderi berbagai macam, Menurut
Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah
karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu diantaranya trauma
primer, terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi) dan trauma sekunder yaitu terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson)
yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik,penyebab lainya diakibatkan karena trauma akibat persalinan, Kecelakaan,
kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga, jatuh dan
cedera akibat kekerasan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian,
klasifikasi,
etiologi,patofisiologi,
manisfestasi
klinis,
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed.
Philadelpia : F.A. Davis Company.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) sixth edition. St.
Louis : Elsevier.
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. St. Louis :
Elsevie