PARE – KEDIRI
2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan.......................................................................................
2.1
2.2 ..................................................................................................
2.3 ..................................................................................................
2.4 ..................................................................................................
2.5 ..................................................................................................
2.6 ..................................................................................................
2.7 ..................................................................................................
2.8 ..................................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
CEDERA KEPALA
A. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang
tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi
oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan
pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit
kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul
maupun trauma tembus.
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi
3, yaitu :
Ø GCS 13 - 15
Ø Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Ø GCS 9 - 12
Ø Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Ø Dapat mengalami fraktur tengkorak
Ø GCS 3 – 8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi
tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya
maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan
intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
3. Berdasarkan Morfologi
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah
basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada
tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan
durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi
nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak
menyebabkan sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht)
pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang
dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma
berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama
dengan rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan
N. Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya
tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka
merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen media atau
cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal,
occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah
kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri
meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian
dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater.
Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak,
karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah
otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang
besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak,
komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
C. ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena
adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistemik.
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.
4. Jatuh
D. MANIFESTASI KLINIK
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea)
bila fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di
dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak
akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan
15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak.
Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan
pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa
seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena
benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada
lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila
kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik dan
motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya
timbul masa lesi, pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera
kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya
bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang
diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan
haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada
sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan
menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang
berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid
adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia
sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
F. Pathway
Kecelakaan, jatuh
Jaringan otak rusak
(kontusio, laserasi)
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Nyeri
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan
dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan
tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial
G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya
trauma.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan
cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.
Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
H. KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
I. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah,
luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit
sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat
berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi kemudian takikardi.
8). SistemMuskuloskeletal
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan
penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta
tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
5 Orientasi baik
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
4 Spontan
c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Gerakan trace 1
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
a. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Kaji - Ronki, mengi
diharapkan klien dapat mempertahanakan patensi napas dengan kepatenen menunjukan
kriteria hasil : jalan napas aktivitas sekret
yang dapat
a. Bunyi napas vesikuler 2. Beri posisi menimbulkan
semifowler. penggunaan otot-
b. Tidak ada spuntum
3. Lakukan otot asesoris dan
c. Masukan cairan adekuat. penghisapan meningkatkan
lendir dengan kerja pernapasan.
hati-hati - Membantu
selama 10-15 memaksimalkan
menit. Catat ekspansi paru dan
sifat-sifat, menurunkan
warna dan upaya pernapasan.
bau
sekret. Lakuka - Pengisapan dan
n bila tidak membersihkan
ada retak jalan napas dan
pada tulang akumulasi dari
basal dan sekret. Dilakukan
robekan dural. dengan hati-hati
untuk menghindari
4. Berikan terjadinya
posisi semi iritasi saluran dan
pronelateral/ reflek vagal.
miring atau
terlentang - Posisi semi
prone dapat
setiap dua
jam. membantu
keluarnya sekret
5. Pertahanka dan mencegah
n masukan aspirasi.
cairan sesuai Mengubah posisi
kemampuan untuk merangsang
klien. mobilisi sekret dari
saluran
6. Berikan
pernapasan.
bronkodilator
IV dan aerosol - Membantu
sesuai mengencerkan
indikasi. sekret,
meningkatkan
pengeluaran
sekret.
- Meningkatkan
ventilasi dan
membuang sekret
serta relaksasi otot
halus/spsponsne
bronkus.
- Memaksimalkan
O2 pada darah
arteri dan
membantu dalam
mencegah
hipoksia.
- Menentukan
kecukupan
pernapasan,
keseimbangan
asam basa.
c. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Kaji status - Hasil dari
diharapkan klien mempunyai perfusi jaringan adekuat dengan neurologis pengkajian dapat
kriteria hasil: yang diketahui secara
berhubungan dini adanya tanda-
a. Tingkat kesadaran normal (composmetis). dengan tanda- tanda peningkatan
tanda TIK sehingga dapat
b. TTV Normal. peningkatan menentukn arah
(TD: 120/80 mmHg, suhu: 36,5-37,50C, Nadi: 80-100 x/menit, RR: TIK, terutama tindakan
16-24 x/m) CGS. selanjutnya serta
manfaat untuk
2. Monitor menentukan
TTV; TD, lokasi, perluasan
denyut nadi, dan
suhu, minimal perkembangan
setiap jam
keruskan SSP.
sampai klien
stabil. - Dapat
mendeteksi secara
3. Tingggikan dini tanda-anda
posisi kepala peningkatan TIK,
dengan sudut misalnya hilangnya
15-45o tanpa autoregulasidapat
bantal dan mengikuti
posisi netral. kerusakan
4. Monitor vaskularisasi
suhu dan atur selenral lokal.
suhu Napas yang tidak
lingkungan teratur dapat
sesuai menunjukkan
indikasi. lokasi adanya
Batasi pemak gangguan serebral.
aian selimut - Posisi kepala
dan kompres dengan sudut 15-
bila de mam. 45o dari kaki akan
5. Monitor meningkatkan dan
asupan dan memperlancar
keluaran aliran balik vena
setiap delapan kepala sehingga
jam sekali. mengurangi
kongesti
6. Berikan cerebrum, dan
O2 tambahan mencegah
sesuai penekanan pada
indikasi. saraf medula
spinalis yang
7. Berikan
obat-obatan menambah TIK.
antiedema
seperti - Deman
manito, menandakan
adanya gangguan
gliserol dan
losix sesuai hipotalamus:
indikasi. peningkatan
kebutuhan
metabolik akan
meningkatkan TIK.
- Mencegah
kelibahan cairan
yang dapat
menambah edema
serebri sehingga
terjadi
peningkatan TIK.
- Mengurangi
hipokremia yang
dapat
meningkatkan
vasoditoksi
cerebri, volume
darah dan TIK.
- Manitol/gliserol
merupakan cairan
hipertonis yang
berguna untuk
menarik cairan
dari intreseluler
dan ekstraseluler.
Lasix untuk
meningkatkan
ekskresi natrium
dan air yang
berguna untuk
mengurangi
edema otak.
d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Kaji respon - Informasi yang
diharapkan klien mengalami perubahan persepsi sensori dengan sensori penting untuk
kriteria hasil: terhadap keamanan kllien ,
panas atau semua sistem
a. Tingkat kesadaran normal. E4 M6V5. dingin, raba sensori dapat
b. Fungsi alat-alat indera baik. atau terpengaruh
sentuhan. dengan adanya
c. Klien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, Catat perubahan yang
waktu dan tempat. perubahan- melibatkan
perubahan kemampuan untuk
yang terjadi. menerima dan
berespon sesuai
2. Kaji
stimulus.
persepsi klien,
baik respon - Hasil pengkajian
balik dan dapat
koneksi menginformasikan
kemampuan susunan fungsi
klien otak yang terkena
beroerientasi dan membantu
terhadap intervensi
orang, tempat sempurna.
dan waktu.
- Merangsang
3. Berikan kembali
stimulus yang kemampuan
berarti saat persepsi-sensori.
penurunan
- Gangguan
kesadaran.
persepsi sensori
4. Berikan dan buruknya
keamanan keseimbangan
klien dengan dapat
pengamanan meningkatkan
sisi tempat resiko terjadinya
tidur, bantu injury.
latihan jalan
dan lindungi
dari cidera. - Pendekatan
5. Rujuk pada antar disiplin
ahli fisioterapi dapat
, terapi menciptakan
deuposi, rencana
wicara, terapi penatalaksanaan
kognitif. terintregasi yang
berfokus pada
peningkatan
evaluasi, dan
fungsi fisik,
kognitif dan
ketrampilan
perseptual.
e. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, nyeri 1. Tentukan - Informasi akan
berkurang atau terkendali dengan kriteria hasil: riwayat nyeri, memberikan data
lokasi, dasar untuk
a. Pelaporan nyeri terkontrol. intensitas, membantu dalam
b. Pasien tenang, tidak gelisah. keluhan dan menentukan
durasi. pilihan/keeferktifa
c. Pasien dapat cukup istirahat. n intervensi.
2. Monitor
TTV. - Perubahan TTV
merupakan
3. Buat posisi indikator nyeri.
kepala lebih
tinggi (15- - Meningkatkan
45o). dan melancarkan
aliran balik darah
4. Ajarkan vena dari kepala
latihan teknik sehingga dapat
relaksasi mengurangi
seperti latihan edema dan TIK.
napas dalam.
- Latihan napas
5. Kurangi
dapat membantu
stimulus yang pemasukan O2
tidak kebih banyak ,
menyenangka
terutama untuk
n dari luas dan oksigenasi otot.
berikan
tindakan yang - Respon yang
menyenangka tidak menyenangk
n seperti an menambah
masase. ketegagngan saraf
dan mamase akan
mengalihkan reng
sang terhadap
nyeri.
f.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Periksa - Mengidentifikasi
diharapkan klien mampu melakukan aktifitas fisik dan ADL dengan kembali kemungkinan
kriteria hasil: kemampuan kerusakan yang
dan keadaan terjadi secara
a. Klien mampu pulih kembali pasca akut dalam mempertahankan secara fungsional dan
fungsi gerak. fungsional mempengaruhi
b. Tidak terjadi komplikasi , seperti dekubitus, bronkopnemonia pada pilihan intervensi
tromboplebitis dan kontraktur sendi. kerusakan yang akan
yang terjadi dilakukan
c. Mampu mempertahankan keseimbangan fungsi tubuh.
- Seseorang
dalam setiap
kategori
2. Kaji tingkat mempunyai resiko
kemampuan kecelakaan,
mobilitas namun dengan
dengan kategori nilai 2-4
skala 0-4 menpunyai resiko
yang terbesar
0: Klien tidak untuk terjadinya
bergantung bahaya.
orang lain.
1: Klien butuh
sedikit
bantuan.
2: Klien butuh
bantuan
sederhana.
3: Klien butuh
bantuan atau
peralatan - Dapat
yang banyak. meningkatkan
sirkulasi seluruh
4: Klien butuh tubuh dan
sangat mencegah adanya
bergantung tekanan pada
pada orang organ yang
lain. menonjol.
-
Mempertahanka
3. Atur posisi n fungsi sendi dan
klien dan ubah mencegah resiko
posisi secara
tromboplebitis.
teratur tiap
dua jam sekali - Meningkatkan
bila tidak ada sirkulasi dan
kejang atau meningkatkan
setelah empat elastisitas kulit dan
jam pertama. menurunkan
resiko terjadinya
4. Bantu klien ekskariasi kilit
melakukan
gerakan sendi -
secara teratur. Mempertahanka
n mobilisasi dan
fungsi sendi/posisi
5. Pertahanka normal
n linen tetap ekstremitas dan
bersih dan menurunkan
bebas kerutan terjadinya vena
statis
- Meningkatkan
kesembuhan dan
membentuk
kekuatan otot
6. Bantu
untuk
melalukan
latihan
rentang gerak
aktif/pasif
7. Anjurkan
klien untuk
tetap ikut
serta dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADL sesuai
kemampuan
4. Pertahanka - Menurunkan
n agar lidah terjadinya trauma
tidak tergigit
5. Berikan - Mengendalikan
obat sesuai kejang
dengan
indikasi, misal
antikonvulsan
2. Pantau - Peningkatan
suhu secara suhu merupakan
teratur salah satu
indikator
terjadinya infeksi
4. Batasi/hind - Menurunkan
ari prosedur resiko kontaminasi
invansif
5. Beri -
antibiotik Mengidentifikasi
sesuai indikasi infeksi
i.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Inspeksi - Kulit biasanya
diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: seluruh area cenderung rusak
kulit. Catat karena perubahan
a. Mengidentifikasi faktor resiko individual. adanya sirkulasi perifer,
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakan kemerahan tekanan
3. Pertahanka -
n linen tetap mengurangi/me
kering, bersih ncegah adanya
dan bebas iritasi kulit
kerutan
4. Tinggikan - Meningkatkan
ekstremitas arus balik vena,
bawah secara mencegah/mengu
periodik rangi
pembentukan
edema
5. Masase - Meningkatkan
penonjolan sirkulasi ke
tulang dengan jaringan,
lembut meningkatkan
menggunakan tonus vaskuler dan
krim/lotion mengurangi
edema jaringan
3. Pantau - Pengurangan
tekanan darah dalam sirkulasi
dan denyut volume cairan
jantung dapat mengurangi
tekanan darah,
mekanisme
kompensasi awal
takikardi untuk
meningkatkan
curah jantung dan
tekanan darah
sistemik
5. Kaji - Merupakan
membran indikator dari
mukosa, kekurangan
turgor kulit, volume cairan dan
dan rasa haus sebagai pedoman
untuk
penatalaksaan
rehidrasi
6. Berikan - Memperbaiki
tambahan kebutuhan cairan
cairan
parenteral
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed. Philadelpia : F.A. Davis
Company.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St. Louis : Cv.
Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu
Napas. Jakarta.
Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC
Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah
Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga Univ. Press.
I. PENGKAJIAN
IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : An H
Umur : 7 tahun
Golongan Darah : O
Pendidikan terakhir : TK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Nama : Ny. E
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran Semarang barat Telepon : 08152238509
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
- - - - - : Tinggal serumah
D. STATUS KESEHATAN
a. Alasan masuk RS
Klien terjatuh saat bersepeda di komplek rumahnya dengan posisi miring ke kiri dan kepala membentur aspal.k
Klien sempat pingsan dan kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit Banyumanik dan akhirnya di rujuk ke RSUP
Dr. Karyadi. Pada saat pengkajian, kondisi klien masih lemah dan mengeluh pusing dan sakit si tangan kirinya.
c. Klien belum pernah di rawat rumah sakit dan belum pernah menjalani operasi
e. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hepatitis, DM dan penyakit keturunan lainnya.
E. TINJAUAN SISTEM
1. Sistem Pernapasan
Ø Gejala (Subyektif)
a. Tidak Dispnea
b. Tidak mempunyai riwayat penyakit system pernapasan, seperti bronkithis, asma, TBC, Emfisema,
Pneumonia
Ø Tanda (obyektif)
e. Tidak sianosis
2. Sistem Kardiovaskuler
Ø Gejala (Subyektif)
b. Tidak ada riwayat edema kaki, batuk darah maupun penyembuhan lambat
Ø Tanda (obyektif)
a. TD : TD 110/70 mmHg
b. Nadi/pulsasi
1) Karotis : teraba
2) Temporalis : teraba
3) Juguralis : teraba
4) Radialis : teraba
5) Femoralis : teraba
6) Popliteal : teraba
7) Posyibial : teraba
d. Ekstremitas : Warna coklat, pengisisan kapiler < 2 detik, tidak ada varises maupun phlebitis
e. Warna : Membrane mukosa lembab, konjungtiva tidak anemis, bibir lembab, sklera putih
3. Sistem Integumen
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
4. Sistem Perkemihan
Ø Gejala (Subyektif)
5. Sistem Gastrointestinal
Ø Gejala (Subyektif)
a. Makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, lauk, buah, susu dan klien sering ngemil. Minum 6-8
gelas/hari.
b. Tidak ada ganguan nafsu makan, tidak mual muntah, tidak ada nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan, tidak
ada masalah mengunyah/menelan
Ø Tanda (obyektif)
a. TB/BB : 100cm/36 cm
e. Inspeksi : Datar
g. Perkusi : Timpani
6. Sistem Eliminasi
Ø Gejala (Subyektif)
7. Sistem Endokrin
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
8. SistemMuskuloskeletal
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
a. Kekuatan otot : 5 3
5 5
9. Sistem Reproduksi
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
Ø Gejala (Subyektif)
a. GCS E4V5M6 = 15
b. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
N.II (optikus)
N.III (okulomotorius)
N.IV (troklearis)
N.V (Trigeminus)
N.VI (abdusen)
N.VII (fasialis)
Klien dapat tersenyum, cemberut, dapat membedakan rasa manis, asam, asin
N.VIII (auditoriusvestibularis)
Tidak ada masalah pendengaran, ketika bejalan klien mau jatuh, tidak ada gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
N.X (vagus)
N.XI (asesori)
Bahu kanan dapat diangkat dan bahu kiri tidak dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
c. Konjungtiva : anemis
e. Sclera : putih
g. Klien tampak mengangtuk, mata merah, terdapat kantung mata, klien sering menguap
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (Obyektif)
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
Ø Gejala (Subyektif)
Ø Tanda (obyektif)
F. DATA TAMBAHAN
1. Pengkajian nyeri
P : Nyeri Kepala dalam keadaaan apapun, nyeri tangan kiri jika tersentuh atau digerakkan.
S : Skala nyeri 8
2. Pola Aktivitas
a. Sebelum di RS
b. Selama di RS
a. Sebelum di RS
Waktu : 21.00-05.30
b. Selama di RS
Waktu : 20.00-06.00
Lama tidur : tiap 5-10 menit terbangun karena pusing dan takut mendengar teriakan pasien lain
Kesulitan tidur : sulit tidur dikarenakan pusing dan takut mendengar teriakan pasien lain
G. DATA PENUNJANG
Hematologi
Kimia klinik
Ureum 13 mg/dl 15 – 39
Elektrolit
COR & Pulmo dalam batas normal ; tak tampak fraktur kosta / klavikula
a. Infus RL 20 tetes/menit
e. Diet biasa
H. ANALISA DATA
RR: 24 x/menit
Suhu 39,2oC
3. DS: - Peru
Ny baha
- Klien mengatakan tidak bisa tidur karena eri n
nyeri kepala. pola
-
- Klien mengatakan sering tidur
Sit
terbangun uasi
dari tidur karena mendengar teriakan pasien lingk
lainnya. unga
n
ÿÿ1033ÿÿgnp1ÿÿÿÿinÿÿsiÿÿ91ÿÿ28ÿÿharrsid8340306 ÿÿÿÿnd20ÿÿs22ÿÿÿs
DO:
- Mata merah
- Terdapat kantung mata
- Sering menguap
DO
5 3 - Kekuatan otot
5 5
T
RASIO T
No. DP TUJUAN INTERVENSI
NAL D
.
10. -
Berikan kompres. Men
urunk
an
dema
m.
3. Tingkatkan regimen -
kenyaman sebelum tidur, Meni
misalnya masase, susu hangat. ngkatk
an
efek
relaks
asi.
4. Instruksikan tindakan -
relaksasi. Mem
bantu
mengi
nduksi
tidur.
Pasien
mamp
u
mandi
ri.
-
Skala
1
Klien
meme
rlukan
bantu
an
atau
perala
tan
mobili
sasi
yang
minim
al.
-
Skala
2
Meme
rlukan
bantu
an
sedan
g atau
diajark
an.
-
Skala
3
Meme
rlukan
bantu
an
atau
perala
tan
secara
terus-
mener
us dan
alat
khusus
.
-
Skala
4
Tergan
tung
secara
total
pada
permb
eri
asuha
n.
Seseor
ang
dalam
skala 2
-4
memp
unyai
resiko
yang
besar
bahay
a
sehub
ungan
denga
n
imobili
sasi.
6. Berikan tindakan -
pengamanan atau pasang Men
pengaman tempat tidur. cegah
pasien
cidera
atau
jatuh.
IV.CATATAN KEPERAWATAN.
- Skala nyeri
8.
- Tangan kiri
sakit bila
digerakkan.
- Klien
tampak
merintih
menahan
sakit.
2 11:00 7. Menguk -
ur TTV TD: 110/70
mmHg, suhu:
39oC, nadi: 88
x/menit, RR:
22 x/menit.
- Klien
minum dua
gelas air.
- Mata
merah, ada
kantung
mata, sering
menguap
- Klien
tampak
senang.
- Klien
mengatakan
pasti sembuh.
- Klien
tampak
merintih.
- Keluarga
mengatakan
tiap waktu
keluarga
meminta
klien untuk
latihan, klien
bersedia
melakukan
latihan.
- Klien
mengatakan
tangan kirinya
masih sakit.
2 11:30 7. Menguk -
ur TTV TD: 110/70
mmHg, suhu:
37,7oC, nadi:
80 x/menit,
RR: 22
x/menit.
V. CATATAN PERKEMBANGAN
N
HARI/TGL/ TT
O. EVALUASI
JAM D
DP
Jam 13.00
1 S: - Klien
mengatakan sakit
kepala dan pusing
terus-menerus
- Klien
mengatakan tangan
kiri sakit bila
digerakkan
O: - Diberikan injeksi
asam mefenamat
250 mg i.v
- Wajah merintih.
-
TD: 110/170 mmH
G,
Nadi: 88
x/menit
RR: 22 x/menit.
Suhu: 39oC
- Skala Nyeri 8
A: - Masalah belum
teratasi.
P: - Lanjutkan
intervensi 1-7.
2 S: - Keluarga
mengatakan klien
masih demam.
O: - Klien dikompres
air biasa di leher
dan ketiak.
- Klien diberi
parasetaamol sirup
2 sendok takar.
A: - Masalah belum
teratasi.
P: - Lanjutkan
intervensi 1-4
3 S: - Klien
mengatakan tidak
bisa tidur karena
ramai dan pusing.
O: - Mata merah
- Sering menguap
- Ada kantung
mata
A: - Masalah belum
teratasi.
P: - Lanjutkan
intervensi 1-6.
4 S: - Klien
mengatakan tangan
kiri dakit bila
diangkat.
O: - Klien dapat
mengangkat tangan
kiri sedikit.
- Klien tampak
kesakitan sewaktu
mengangkat tangan
kirinya.
- Skala
ketergantungan
klien 2.
- ADL dibantu
keluarga.
A: - Masalah belum
teratasi.
P: - Lanjutkan
intervensi 1-7.
Jam 13.00
1 S: - Klien
mengatakan sakit
kepala berkurang
tetapi tangan kiri
masih sakit bila
digerakkan.
O: - Skala nyeri 6
- Nyeri dibagian
kepala.berkurang,
sedangkan nyeri
dibagian tangan kiri
masih dan
bertambah bila
digerakkan.
- Klien tampak
rileks.
A: - Masalah teratasi
sebagian
P: - Observasi adanya
tanda-tanda nyeri
- Beri analgesik
2 S: - Keluarga
mengatakan panas
sudah turun.
O: - Suhu: 37.7oC
- Klien tidak
menggigil.
A: - Masalah teratasi.
P: Pertahankan dan
atau tingkatkan
kondisi klien.
3 S: - Klien
mengatakan
semalam dapat
tidur nyenyak
karena menonoton
tv dahulu sebelum
tidur.
O: - Wajah klien
tampak segar.
- Tidak
mengantuk.
- Tidak ada
kantuung mata.
A: - Masalah teratasi.
P: - Pertahankan dan
atau tingkatkan
kondisi klien
4 S: - Keluarga
mengatakan klien
sering melatih
tangan kirinya.
- Kekuatan otot
A: - Masalah belum
teratasi.
- Bantu latihan
rentang gerak.
- Anjurkan klien
untuk melatih
tangan kiri
- Anjurkan klien
untuk tetap ikut
serta dalam
pemenuhan ADL
sesuai toleransi.