CEDERA KEPALA
A. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000)
mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan
menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan
otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah
serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma
tembus.
B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat
bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian
Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral
dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30
menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24
jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena
aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata
edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka
reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan
traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai
“T”.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat
menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii
secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan
kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat
erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill
hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii
dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,
misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan
sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga,
jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody
otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan
kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan
karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi
pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan
tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak
diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd
dan antegrad).
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli
bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih
dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat
dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang
berkepanjangan.
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan
rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang
paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi
kejadian cidera kepala.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai
dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang
mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk
yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter
akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya.
Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti
pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah
atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir
aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan
pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau
arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter
bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis
haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat
terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan,
dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
C. ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa
penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan
menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan
pada saat olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan
normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan
otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung
terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan
rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya,
kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,
goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari
obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum
dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur
bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang
tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat
berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi
dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya
timbul masa lesi, pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”
dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi
tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika
sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu
menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma
epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan
mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen
berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi
otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K
(Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan
muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.
H. KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema serebral dan herniasi
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen,
sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan,
kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Penurunan Perubahan
Kapasitas outoregulasi
Adaptif -Perdarahan Gangguan suplai Resti
-Hematoma darah infeksi
Intrakranial
Kejang
Peregangan Kompresi
duramen dan batang otak Risiko Bedrest Akumulasi
pembuluh darah Perubahan total cairan
perfusi
jaringan
serebral
Nyeri Bersihan
jalan napas
tidak
Resti gangguan efektif
integritas kulit
Gangguan
mobilisasi
fisik
KOMPRESI
BATANG OTAK
REFLEK
MUNTAH CHYNES
STOKES/ATAX
IA
RESTI BREATHING
KEKURANGA
N VOLUME
POLA
NAPAS
TIDAK
EFEKTIF
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd
ed. Philadelpia : F.A. Davis Company.
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Surabaya : Airlangga Univ. Press.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : An H
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Semarang, 16 Desember 1999
Golongan Darah : O
Pendidikan terakhir : TK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
TB/BB : 100 cm/36 Kg
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran
Semarang barat
Tanggal masuk RS : 2 Desember 2007
Tanggal pengkajian : 3 Desember 2007 jam 08.00
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. E
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan klien : Ibu
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran
Semarang barat Telepon : 08152238509
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
- - - - - : Tinggal serumah
E. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Lemah
Tingkat Kesadaran : Composmetis
Skala Koma Glasgo : E4V5M6
TTV : TD 110/70 mmHg RR 24 x/mnt
Nadi 104 x/mnt Suhu 39, 2 0C
1. Sistem Pernapasan
Gejala (Subyektif)
a. Tidak Dispnea
b. Tidak mempunyai riwayat penyakit system pernapasan, seperti
bronkithis, asma, TBC, Emfisema, Pneumonia
c. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan
Tanda (obyektif)
a. Pernapasan : Frekuensi 24x/mnt, cepat, dangkal
b. Tidak menggunakan otot bantu napas
c. Traktil fremitus teraba sama kanan kiri
d. Bunyi napas vesikuler
e. Tidak sianosis
f. Klien tampak gelisah dan bicara kacau
2. Sistem Kardiovaskuler
Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat hipertensi/masalah jantung
b. Tidak ada riwayat edema kaki, batuk darah maupun
penyembuhan lambat
c. Tidak ada nyeri dada
Tanda (obyektif)
a. TD : TD 110/70 mmHg
b. Nadi/pulsasi
1) Karotis : teraba
2) Temporalis : teraba
3) Juguralis : teraba
4) Radialis : teraba
5) Femoralis : teraba
6) Popliteal : teraba
7) Posyibial : teraba
8) Dorsal pedis : teraba
c. Bunyi jantung : S1 dan 2 murni, frekuensi 22x/menit,
ireguler, dangkal
d. Ekstremitas : Warna coklat, pengisisan kapiler < 2 detik,
tidak ada varises maupun phlebitis
e. Warna : Membrane mukosa lembab, konjungtiva
tidak anemis, bibir lembab, sklera putih
3. Sistem Integumen
Gejala (Subyektif)
a. Tidak ada riwayat gangguan kulit
b. Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Tidak ada lesi, kuku dan rambut normal.
4. Sistem Perkemihan
Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat penyakit ginjal/kandung kemih
b. Tidak ada riwayat penggunaan deuretik
c. Tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK
d. Tidak ada kesulitan BAK
Tanda (obyektif)
a. Pola BAK : 6-7x/hari, spontan, tidak ada retensi
b. Tidak ada distensi kandung kemih
c. Karakteristik urin : warna kuning, jumlah ± 2.000 ml/hari, bau
khas
5. Sistem Gastrointestinal
Gejala (Subyektif)
a. Makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, lauk, buah, susu
dan klien sering ngemil. Minum 6-8 gelas/hari.
b. Tidak ada ganguan nafsu makan, tidak mual muntah, tidak ada
nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan, tidak ada masalah
mengunyah/menelan
Tanda (obyektif)
a. TB/BB : 100cm/36 cm
b. Turgor kulit : baik
c. Tidak ada asites
d. Kondisi mulut : gigi bersih, mukosa mulut lembab, lidah
putih
e. Inspeksi : Datar
f. Auskultasi : Bising usus 15 x/ menit
g. Perkusi : Timpani
h. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6. Sistem Eliminasi
Gejala (Subyektif)
a. Klien mengatakan belum BAB selama 2 hari
b. Tidak ada kesulutan BAB
c. Tidak penggunaan laksantif
d. Tidak ada riwayat perdarahan maupun inkontenensia alvi
Tanda (obyektif)
a. Pola BAB : dorongan spontan, frekuensi 2x/hari, tidak
ada retensi
b. Karakteristik feses : warna kuning kecoklatan, bau khas
7. Sistem Endokrin
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe
8. SistemMuskuloskeletal
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluhan tangan kiri sakit jika digerakkan
Tanda (obyektif)
a. Kekuatan otot : 5 3
5 5
b. Kemampuan aktifitas : Aktivitas dibantu keluarga
c. Tidak terjadi deformitas
9. Sistem Reproduksi
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Klien berjenis kelamin perempuan
10. Sistem Persarafan
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluh nyeri kepala
Tanda (obyektif)
a. GCS E4V5M6 = 15
b. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
Tidak ada masalah penciuman
N.II (optikus)
Tidak ada gangguan penglihatan
N.III (okulomotorius)
Bola mata dapat digerakkan ke atas-bawah
N.IV (troklearis)
Bola mata dapat digerakkan ke kanan-kiri
N.V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan mengunyah
N.VI (abdusen)
Bola mata dapat menyudut
N.VII (fasialis)
Klien dapat tersenyum, cemberut, dapat membedakan rasa
manis, asam, asin
N.VIII (auditoriusvestibularis)
Tidak ada masalah pendengaran, ketika bejalan klien mau
jatuh, tidak ada gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
Klien membedakan rasa pahit
N.X (vagus)
Tidak ada gangguan menelan
N.XI (asesori)
Bahu kanan dapat diangkat dan bahu kiri tidak dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
Klien dapat menggerakkan lidah
11. Sistem Penglihatan
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
a. Visus : mata kanan dan kiri 6/6
b. Lapang pandang : dapat melihat kesegala arah
c. Konjungtiva : anemis
d. Pupil : peka terhadap cahaya
e. Sclera : putih
f. Penampilan bola mata : baik
g. Klien tampak mengangtuk, mata merah, terdapat kantung mata,
klien sering menguap
12. Sistem Pendengaran
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (Obyektif)
a. Daun telinga : warna coklat, simetris, tidak ada tanda
peradangan
b. Liang telinga : tidak ada serumen dan kotoran
c. Membrane timpani : abu-abu
d. Fungsi pendengaran : baik
13. Sistem Pengecapan
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
a. Klien dapat membedakan rasa manis, asam, asin, pahit
b. Warna lidah putih
14. Sistem Penciuman
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Membedakan bau minyak kayu putih dan parfum
F. DATA TAMBAHAN
1. Pengkajian nyeri
P : Nyeri Kepala dalam keadaaan apapun, nyeri tangan kiri jika
tersentuh atau digerakkan.
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di bagian kepala dan tangan kiri
S : Skala nyeri 8
T : Nyeri berlangsung terus-menerus
2. Pola Aktivitas
a. Sebelum di RS
Klien dapat melakukan aktivitas sendiri
b. Selama di RS
Aktivitas dibantu keluarga
3. Pola tidur dan istirahat
a. Sebelum di RS
Waktu : 21.00-05.30
Lama tidur : 8,5 jam
Kebiasaan pengantar tidur : nonton TV
Kesulitan tidur : tidak ada
b. Selama di RS
Waktu : 20.00-06.00
Lama tidur : tiap 5-10 menit terbangun karena
pusing dan takut mendengar teriakan
pasien lain
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Kesulitan tidur : sulit tidur dikarenakan pusing dan
takut mendengar teriakan pasien lain
G. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 2 Desember 2007
Hematologi
Hemoglobin 11,4 gr% 13,00 – 16,00
Hematokrit 34,3 % 40,00 – 54,00
Eritrosit 4,26 juta/ mmk 4,50 – 6,50
MCH 26,80 pg 27,00 – 32,00
MCV 80,60 fL 76,00 – 96,00
MCHC 33,20 g/dL 9,00 – 36,00
Leukosit 18,50 ribu/mmk 4,00 – 11,00
Trombosit 426 ribu/mmk 150,0 – 400,0
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 131 mg/dl 80 – 110
Ureum 13 mg/dl 15 – 39
Creatinin 0,61 mg/dl 0,60 – 1,30
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 - 145
Kalium 3,5 mmol/L 3,5 – 5,1
Chlorida 111 mmol/L 98 – 107
Kalsium 2,37 mmol/L 2,12-2,52
2. CT Scan tanggal 2 Desember 2007
Tidak ada perdarahan
3. X- Foto Thorax tanggal 3 Desember 2007
COR & Pulmo dalam batas normal ; tak tampak fraktur kosta /
klavikula
4. Terapi tanggal 3 Desember 2007
a. Infus RL 20 tetes/menit
b. Parasetamol sirup 3xsendok takar
c. Injeksi Cefotaxime 3x500 mg i.v
d. Injeksi Asam mefenamat 3x250 mg i.v
e. Diet biasa
H. ANALISA DATA
No. DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH TTD
1. DS: Trauma Gangguan rasa
- Klien mengatakan pusing dan nyeri Jaringan nyaman : nyeri
pada tangan kiri dengan skala nyeri
8
DO:
P: Nyeri Kepala dalam keadaaan
apapun, nyeri tangan kiri jika
tersentuh atau digerakkan.
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk.
R: Nyeri di bagian kepala dan tangan
kiri
T: Nyeri berlangsung terus-menerus.
- Klien tampak mringis menahan
sakit.
- Klien tampak hati- hati dalam
melakukan setiap gerakan.
TTV: TD: 110/70 mmHg
RR: 24 x/menit
Nadi: 104 x/menit
Suhu 39,2oC
2. DS: Proses Hipertermia
- Keluarga mengatakan dua hari ini Infeksi
klien panas tinggi.
DO:
- Suhu : 39,2oC, TD : 110/70 mmHg
Nadi : 104 x/menit, RR : 24x/menit
- Leukosit : 18,5 ribu/mmk
- Klien berbicara kacau
- Klien tampak gelisah
3. DS: - Nyeri
- Klien mengatakan tidak bisa tidur - Situasi Perubahan pola
karena nyeri kepala. lingkungan tidur
- Klien mengatakan sering terbangun
dari tidur karena mendengar
teriakan pasien lainnya.
DO:
- Klien tampak mengantuk
- Mata merah
- Terdapat kantung mata
- Sering menguap
4 DS: Penurunan Gangguan
- Klien mengatakan seluruh badannya kekuatan mobilitas fisik.
masih terasa sakit dan lemas. otot.
DO
- Kekuatan otot 5 3
5 5
III.Intervensi Keperawatan
No.
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TTD.
DP
1. Setelah dilakukan 1. Teliti keluhan - Nyeri merupakan
asuhan keperawatan nyeri. Catat pengalaman
selama tiga hari, intensitas, subjektif dan harus
nyeri hilang atau karakteristik, dijelaskan oleh
terkontrol. lokasi, lamanya, individu.
KH: faktor yang Identifikasi
1. memperburuk dan karakteristik nyeri
Klien melaporkan meredakan. dan faktor yang
nyeri hilang atau berhubungan
terkontrol. merupkan satu hal
2. yang amat penting
Klien menunjukkan untuk memilih
postur rileks dan intervensi yang
mampu tidur. cocok dan untuk
mengevaluasi
keefektifan sari
terapi yang
diberikan.
2. Observasi - Merupakan
adanya tanda-tanda indikator atau
nyeri non-verbal, derajat nyeri yang
seperti gelisah, tidak langsung.
ekspresi wajah,
menangis, mringis,
perubahan
frekuensi jantung
atau pernapasan
dan tekanan darah.
3. Berikan - Menurunkan
lingkungan yang stimulasi
tenang untuk berlebihan yang
istirahat. dapat mengurangi
rasa nyeri.
4. Berikan - Meningkatkan rasa
kompres dingin nyaman dan
pada kepala. menurunkan
vasodilatasi.
4. Instruksikan - Membantu
tindakan relaksasi. menginduksi tidur.
5. Kurangi - Memberikan situasi
kebisingan dan kondusif untuk
lampu. tidur.
6. Hindari - Tidur tidak
mengganggu bila terganggu lebih
mungkin (misal: menimbulkan rasa
untuk obat atau segar dan klien
terapi. mungkin tidak bisa
kembali tidur
setelah terbangun.
4. Setelah dilakukan 1. Periksa - Mengidentifikasi
asuhan keperawatan kembali kemungkinan
selama tiga hari, klien kemampuan dan kerusakan secara
tidak mengalami keadaan secara fungsional dan
gangguan mobilitasi fungsional pada memperngaruhi
fisik. kerusakan yang pilih intervensi
KH: terjadi. yang akan
1. dilakukan.
Kekuatan otot 2. Kaji ulang - Skala 0.
meningkat. derajat mobilitasi Pasien mampu
2. oasien mandiri.
Klien dapat menggunakan - Skala 1
membedakan skala Klien
APL sesuai ketergantungan (0- memerlukanbantua
toleransi. 4) n atau peralatan
3. mobilisasi yang
Melakukan kembali minimal.
atau - Skala 2
mempertahankan Memerlukan
posisi fungsi bantuan sedang
optimal. atau diajarkan.
4. - Skala 3
Mempertahankan Memerlukan
atau bantuan atau
meningkatkan peralatan secara
kekuatan dan terus-menerus dan
fungsi tubuh alat khusus.
pada bagian - Skala 4
yang sakit. Tergantung secara
total pada
permberi asuhan.
Seseorang dalam
skala 2 - 4
mempunyai resiko
yang besar bahaya
sehubungan
dengan
imobilisasi.
3. Berikan atau - Mempertahankan
bantu melakukan mobilisasi dan
latihan tentang fungsi sendi atau
gerak. posisi normal
ekstremik dan
menurunkan
terjadinya vena
statis
4. Pertahankan - Meningkatkan
linen tetap bersih, sirkulasi dan
kering dan bebas elastisitas kulit
dari kerutan. serta menurunkan
resiko terjadinya
ekskoriasi kulit.
5. Anjurkan - Stimulus vena
klien untuk return dan
melatih tangan mencegah trombus
kiri. vena.
6. Berikan - Mencegah pasien
tindakan cidera atau jatuh.
pengamanan atau
pasang pengaman
tempat tidur.
7. Anjurkan - Menngkatkan
klien untuk tetap kesembuhan dan
ikut serta dalam membentuk
ADL sesuai kekuatan otot.
dengan
kemampuan.
IV.CATATAN KEPERAWATAN.
No. HARI/TGL/
IMPLEMENTASI RESPON HASIL TTD
DP JAM
SENIN, 3 DESEMBER 2007
2,4 07:30 1. Merapikan dan - Linen bersih dan
membersihkan linen atau bebas kerutan.
tempat tidur klien - Klien merasa lebih
nyaman.
4 07:35 2. Memasang pengaman - Klien merasa
tempat tidur. terlindungi.
1 09:00 3. Mengkaji ulang - Klien mengatakan
riwayat nyeri. kepala sakit sekali,
pusing terus-
menerus.
- Skala nyeri 8.
- Tangan kiri sakit bila
digerakkan.
- Klien tampak
merintih menahan
sakit.
1 09:30 4. Mengajarkan klien - Klien mengatakan
teknik relaksasi napas kepala masih sakit,
dalam. pusing.
- Klien masih tampak
tegang menahan
sakit.
1 09.45 5. Menganjurkan klien - Klien setuju
untuk menumbuhkan
semangat sembuh dalam
hati.
1 10:00 6. Memberikan injeksi - Obat asam
asam mefenamat 250 mg, mefenamat 250 mg
injeksi cefotaxime 500 dan cefotaxime 500
mg mg masuk lewat
selang infus/iv
2 11:00 7. Mengukur TTV - TD: 110/70 mmHg,
suhu: 39oC, nadi: 88
x/menit, RR: 22
x/menit.
2 11:10 8. Memberikan - Obat masuk.
parasetamol 2 sendok
takar
2 11:15 9. Meminta keluarga - Keluarga setuju.
untuk memberikan - Klien dikompres
kompres dan air minum dengan air biasa di
yang banyak. leher dan ketiak.
- Klien minum dua
gelas air.
4 11:20 10. Mengkaji ulang - Tangan kiri sakit bila
kemampuan fungsional diangkat.
tangan kiri klien.
4 11:30 11. Mengkaji ulang - Klien termasuk
derajat imobilitas pasien dalam kategori 2,
dengan menggunakan yaitu memerlukan
skala ketergantungan. bantuan sedang.
4 11:45 12. Membantu klien - Tangan kanan dan
melakukan latihan rom kedua kaki mampu
ROM aktif, yaitu fleksi dan ekstensi,
meminta klien untuk tangan kiri tidak
melakukan fleksi, mampu melakukan
ekstensi. fleksi dan ekstensi.
4 12:00 13. Meminta klien untuk - Klien hanya sedikit
melatih tangan kiri mampu mengangkat
dengan cara mengangkat tangan kiri
tangan kiri. - Kien menolak untuk
melakukan lagi
karen sakit.
3 12:05 14. Menganjurkan klien - Klien mengatakan
untuk istirahat. tidak bisa tidur
karena pusing dan
suasana lingkungan
ramai.
- Mata merah, ada
kantung mata, sering
menguap
3 12:10 15. Menannyakan - Klien mengatakan
kebiasaan tidur klien menonton tv dulu
sebelum tidur.
3 12:15 16. Meletakkan bantal - Klien merasa
kesayangan klien nyaman.
didekatnya.
4 12:20 17. Menganjurkan klien - Kien dan keluarga
dan keluarga untuk terus setuju.
melatik tangan kiri klien
SELASA, 4 DESEMBER 2007
2,4 07:30 1. Merapikan dan - Linen bersih dan
membersihkan linen bebas kerutan.
tempat tidur klien.
4 07:40 2. Memasang pengaman - klien terlindungi.
tempat tidur.
3 07:45 3. Menanyakan klien - Klien sudah bisa
kualitas tidur semalam. tidur karena kemarin
sore dibawakan tv
kecil oleh keluarga
hingga bisa tidur
seperti kebiasaan
klien di rumah.
- Klien tampak
senang.
1 08:00 4. Menanyakan klien - Klien mengatakan
tantang sakit kepala dan masih pusing tetap
pusingnya. sudah berkurang
karena senang akan
hiburan menonton tv
sebelum tidur.
- Klien mengatakan
pasti sembuh.
4 08:15 5. Meminta klien utuk - Klien dapat
mengangkat tangan kiri. mengangkat tangan
kiri lebih tinggi dari
hari kemarin.
- Klien tampak
merintih.
- Keluarga
mengatakan tiap
waktu keluarga
meminta klien untuk
latihan, klien
bersedia melakukan
latihan.
- Klien mengatakan
tangan kirinya masih
sakit.
1,3 10:00 6. Mlelakukan injeksi - Obat asam
asam mefenamat 250 mg mefenamat 250 mg
dan cefotaxime 500 mg dan cefotaxime
masuk lewat selang
infus.
2 11:30 7. Mengukur TTV - TD: 110/70 mmHg,
suhu: 37,7oC, nadi:
80 x/menit, RR: 22
x/menit.
NO. HARI/TGL/
EVALUASI TTD
DP JAM
SENIN, 3 DESEMBER 2007
Jam 13.00
1 S: - Klien mengatakan sakit kepala dan pusing
terus-menerus
- Klien mengatakan tangan kiri sakit bila
digerakkan
O: - Diberikan injeksi asam mefenamat 250 mg i.v
- Wajah merintih.
- TD: 110/170 mmHG,
Nadi: 88 x/menit
RR: 22 x/menit.
Suhu: 39oC
- Skala Nyeri 8
A: - Masalah belum teratasi.
P: - Lanjutkan intervensi 1-7.