CEDERA KEPALA
NIM : 2130282067
CI AKADEMIK CI KLINIK
( ) ( )
T.A 2021/2022
A. LANDASAN TEORI
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent
(PERDOSSI, 2007).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Snell, 2006).
Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak (Hudak & Gallo, 2010).
Cedera kepala primer merupakan cedera mekanis pada otak dan terjadi pada saat
benturan (yaitu, kontusio atau komusio). Sedangkan cedera kepala sekunder terjadi
dalam waktu beberapa detik, jam atau hari setelah cedera primer. Penyebab cedera
sekunder meliputi hipoksemia, hipotensi sistemik, dan tekanan intrakranial yang terus
meningkat. Penyebab cedera mikroskopik mencakup radikal bebas dan reaksi
inflamasi (Oman, McLain, & Scheetz, 2002).
2. ETIOLOGI
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat & menimbulkan
cedera local. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil,
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer,
cerebral., batang otak atau kedua-duanya (Wijaya, 2013)
3. KLASIFIKASI
Cedera kepala menurut Dewantoro, dkk (2007) di klasifikasikan menjadi 3kelompok
berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu:
a. CKR (Cedera Kepala Ringan)
1) GCS > 13
2) Tidak ada fraktur tengkorak
3) Tidak ada kontusio serebri, hematom
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
5) Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
6) Tidak memerlukan tindakan operasi
b. CKS (Cedera Kepala Sedang)
1) GCS 9-13
2) Kehilangan kesadaran (amnesia) >30 menit tapi < 24 jam
3) Muntah
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
5) Ditemukan kelainan pada CT scan otak
6) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
7) Dirawat di RS setidaknya 48 jam
c. CKB (Cedera Kepala Berat)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran > 24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/ hematoma intracranial
Menurut Wijaya dan Putri (2013) jenis cedera kepala:
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan
jaringan otak. Luka kepala terbuka akibat cedera kepala pecahnya tenkorak atau
luka penetrasi, besarnya cedera pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan
bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan
oedem serebral yang luas
Sedangkan menurut Morton, dkk (2012), Cedera kepala diklasifikasikan
menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera primer adalah
akibat cedera awal. Cedera awal menyebakan gangguan integritas fisik, kimia dan
listrik dari sel area tersebut, yang menyebabkan kematian sel. Cedera sekunder
meliputi meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, iskemia
serebral, perubahan biokomia, dan perubahan hemodinamika serebral.
a. Cedera otak primer
1) Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering menyebabkan perdarahan dalam jumlah besar
karena vaskularitas kulit kepala, dan sering menunjukkan adanya cedera lain
pada tuang tengkorak dan jaringan otak.
2) Fraktur tulang tengkorak (fraktur basis Cranii)
Tulang tengkorak memberikan perlindungan pada otak dengan
mendistribusikan tekanan keluar, yang mengurangi dampak langsung pada
otak. Penting untuk diingat bahwa pembuluh darah menjalar sepanjang
lekukan tulang permukaan dalam tulang tengkorak. Fraktur yang langsung
mengenai pembuluh darah tersebut dapat mencederai pembuluh darah yang
mengakibatkan hematoma epidural.Fraktur basis kranii (fraktur dasar
tengkorak) dapat menimbulkan perembesan cairan serebrospinal lewat
duramater yang robek. Perembesan cairan serebrospinal yang terus-menerus
dapat mengakibatkan meningitis atau abses (Oman, McLain, & Scheetz,
2012).
Tanda-tanda dan gejala-gejala fraktur basis cranii (Oman, McLain, &
Scheetz, 2012):
a) Sakit kepala
b) Perubahan tingkat kesadaran
c) Ekimosisi
d) Rinore atau otore cairan serebrospinal
Penanganan fraktur basis cranii (Umar Kasan : 2000).
a) Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah
batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
b) Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
c) Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea
penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang
sehat
3) Komusio (Gegar otak)
Gegar otak dikalsifikasikan sebagai cedera otak traumatik ringan dan
didefinisikan sebagai setiap perubahan status mental yang disebkan oleh
trauma yang dapat/ tidak dapat menimbulkan kehilangan kesadaran.
4) Kontusio (Memar otak)
Kontusio serebral adalah cedera fokal yang derajat keparahannya tergantung
pada ukuran dan luasnya cedera jaringan otak. Kontusia terjadi akibat laserasi
pembuluh darah kecil.
5) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah akumulasi darah diantara dural dan strukutur
bagian dalam otak, yang biasanya disebakan oleh laserasi arteri ekstradural.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
yang telah merobek arteri. Dara di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi
sehingga lebih cepat memancar.
6) Hematoma subdural
Hematoma subdural adalah akumulasi darah dibawah dura dan diatas araknoid
yang menutupi otak. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bias terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala
berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadi cedera kepala yang lebih
ringan.
7) Hematoma intraserebral
Hematoma intraserebral adalah akumulasi darah dalam jaringan otak.
Penyebabnya yaitu adanya ffraktur tulang terdepresi, cedera tembak, dan
akselerasi-deselerasi mendadak.
8) Hemoragi subaraknoid traumatic
Hemoragi subaraknoid traumatic terjadi karena robek/ terpotongnya pembuluh
darah mikro pada lapisan araknoid.
9) Cedera aksonal difus
Cedera aksonal difus ditandai dengan sobeknya/ terpotongnya akson secara
langsung, yang memburuk selama 12-24 jam pertama karena adanya edema
difus dan lokal.
10) Cedera serebrovaskular
Cedera atau diseksi arteri ditandai dengan perdarahan kedalam dinding
pembuluh darah, yang menyebabkan kerusakan pada lapisan endotelial paling
dalam (intima). Kerusakan intima dapat menyebabkan pembentukan bekuan
darah/ flap intima, yang menyebabkan peyumbatan pembuluh darah sehingga
terjadi stroke.
b. Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder mencakup semua kejadian yang menyebabkan kerusakan
otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma.
1) Edema serebral
Edema serebral umumnya dialami oleh pasien cedera kepala saat 24-48 jam
setelah gangguan primer dan terutama memuncak pada 72 jam. Edema
serebral dapat memperburuk kondisi pasien sebelum kondisinya membaik.
2) Iskemia
Iskemia serebral terdiri dari kelas cedera sekunder yang serius dan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas. Iskemia serebral muncul pada saat kondisi
aliran darah berkurang atau tidak adekuat dalam memenuhi kebutuha
metabolic. Akhir dari iskemia yang tidak teratasi adalah infark/ kematian
jaringan, yang mendorong terjadinya edema tambahan.
3) Sindrom herniasi
Sindrom herniasi menggambarkan kondisi dengan struktur serebral bergeser
didalam cranium karena tekanan yang tinggi. Triad cushing menggambarkan
tiga tanda akhir herniasi, peningkatan tekanan darah sistolik, penurunan
frekuensi jantung, dan pola napas tidak teratur.
Perbandingan hasil pemeriksaan TIK dan sindrom herniasi
7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
a. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses).
b. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
c. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosa organisme khusus.
d. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosa keadaan.
e. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosi
f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
g. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosa dan mengangkat benda asing (Meadow,
2015).
9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena halitu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Wong (2009), asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia meliputi :
a. Identitas
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur , Agama, Jenis Kelamin ,Pekerjaan, Status
perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim, Cara masuk RS, dan Diagnosa
medis dan nama Identitas Penanggung Jawab meliputi : Nama, Umur, Hub dengan
1) Keluhan utama
1) Inspeksi:
e) Gerakan dada
2) Palpasi
a) Gerakan pernapasan
3) Auskultasi
4) Perkusi
d. Pola Kebutuhan
1) Aktivitas/istirahat
2) Sirkulasi
3) Makanan/cairan
Tanda : Kistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
4) Neurosensori
5) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgi
Tanda : Melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
6) Pernafasan
7) Keamanan
demam.
2. DIAGNOSA
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, amin huda. 2015. Nanda: aplikasi Asuhan Keperawatan nic-noc. Mediaction
Jogja : Yogyakarta
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Suriadi, Skp. MSN & Rita Yuliani, Skp. M.Psi. (2010) ”Asuhan Keperawatan Pada
Anak” , Edisi 2. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta :
EGC