Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PROFESI (KDP)

OLEH :

WILLY MUTIARA IDRA,S.KEP


2008149010094

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2020/2021
SENSORI PERSEPSI DAN KOGNITIF

A. PENGERTIAN
Proses sensori dibagi menjadi dua komponen yakni resepsi dan persepsi.
Sensori resepsi adalah proses menerima stimulus atau data, baik eksternal
atau internal dari tubuh. Stimulus eksternal termasuk visual (penglihatan),
auditori (pendengaran), olfactori (penghidu), tactile (perabaan) dan gustatori
(pengecap). Stimulus gustatory juga termasuk ke dalam stimulus internal.
Tipe lain dari stimulus internal adalah kinesthetic atau visceral. Kinesthetic
merujuk kepada kesadaran terhadap posisi dan pergerakan bagian tubuh.
Stereognosis adalah kesadaran terhadap ukuran objek, bentuk dan teksture.
Visceral merujuk kepada organ-organ besar dalam tubuh.
Persepsi adalah kemampuan untuk merasakan, mengenal,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimuli sensori. Persepsi sering
berhubungan dengan kognitif yaitu kemampuan intelektual untuk berpikir.
Proses organisasi dan interpretasi seseorang tergantung pada tingkat fungsi
intelektualnya. Kognitif termasuk elemen memori, penilaian dan orientasi.
Persepsi sensori adalah proses sadar terhadap seleksi, organisasi dan
mengartikan data dari indera ke informasi yang berarti atau kemampuan
untuk menerima kesan sensori, melalui asosiasi kortikal, menghubungkan
stimuli ke pengalaman masa lalu dan membentuk kesan dasar dari stimuli..
Macam-macam indera antara lain: olfaktori (penghidu), visual (penglihatan),
taktil (perabaan), auditori (pendengaran), gustatori (pengecap), kinestetik
(merasakan posisi tubuh) dan viseral (merasakan organ-organ dalam tubuh).
Faktor yang mempengaruhi fungsi sensori diantaranya:
a. Tahap Perkembangan
b. Budaya
c. Stess
d. Medikasi Dan Kondisi Sakit
e. Gaya Hidup Dan Kepribadian
B. FISIOLOGI
Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau
mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi
secara otomatis, misalnya ketika mendengar suara kicauan burung, otak
langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara binatang.
Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu
individu menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation,
yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk. Tahap
berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation). Selanjutnya
adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan untuk
memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah execution,
yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap input sensorik tadi (Williamson
dan Anzalone, 1996). Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu
dalam mengorganisasikan sensasi dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar
dan dapat digunakan secara efektif dalam lingkungannya.
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik
dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima
akan masuk ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi
masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti :
a. Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya
menyampaikan semua informasi visual tentang benda dan menusia.
b. Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam.
Fungsinya meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara
sistem auditor ydengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory
mengalami gangguan, maka perkembangan bahasanya juga akan
terganggu.
c. Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung,
fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum,
bau makanan).
d. Lidah (Gustatory)
Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan
informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di
mulut (kasar, halus, dan lain-lain).
e. Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari selaput
lendir. Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya
melalui indera peraba ini.
f. Otot dan persendian (Proprioceptive)
Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh manusia,
yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang berhubungan
dengan tulang. Input proprioseptif ini menyampaikan informasi ke otak
tentang kapan dan bagaimana otot berkontraksi (contracting) atau
meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan (bending),
diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan (compressed).
Melalui informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian
tubuhnya dan bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak.
g. Keseimbangan / balance (Vestibular)
Sistem vestibular disebut juga “business center”, karena semua sistem
sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak pada
labyrinth di dalam telinga bagian tengah. Fungsinya meneruskan
informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat
mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan
gerakan cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat
kewaspadaan dan emosi.
C. NILAI – NILAI NORMAL
Resepsi dan persepsi sensori adalah dua komponen dari proses sensori,
yang keduanya dikontrol oleh sistem saraf. Normalnya sistem saraf dapat
menerima ratusan stimulus. Diawali oleh stimulus yang memacu receptor
sensori, stimulus kemudian akan diteruskan oleh neuron sensori I kepada
sistem saraf pusat. Dari spinal cord atau batang otak, impuls kemudian
diteruskan oleh neuron sensori II kepada thalamus. Disini neuron sinaps
dengan neuron sensori III bertemu dan menghantarkan impuls dari thalamus
ke area somatosensori dari postcentral gyrus lobus parietal otak, yang juga
disebut dengan area sensori primer. Segera setelah itu, jaras sensori mulai
berproses dan meneruskan sensasi dari sisi yang berlawanan dari tubuh.
Biasanya proses tersebut terjadi pada tingkat neuron sensori II.
Kesadaran terhadap stimulus terletak pada korteks serebri, dimana
stimulus dipersepsikan dan diinterpretasikan. Untuk dapat menerima dan
menginterpretasikan stimulus, otak harus terjaga. Reticular activating system
(RAS) pada batang otak berperan dalam menyalurkan mekanisme desakan
(arousal). Tingkat aktivitas dari RAS tergantung dari besarnya stimulus
sensori yang diterima. Nyeri, dapat meningkatkan aktivitas RAS. Setelah
stimulus ditangkap oleh RAS kemudian diteruskan ke korteks serebri. Peran
dari korteks adalah memproses, menginterpresikan, menggunakan dan
menyimpan data yang masuk dan mengorganisasikannya. Peran dari thalamus
adalah pusat distribusi sinyal dan sinyal kembali dan selanjutnya diantara
korteks serebri dan thalamus.
Area lainnya yang dapat menggambarkan aktivitas penting di otak adalah
reticular inhibitory area (RIA) yang berlokasi pada medulla. Area ini dapat
menurunkan jumlah sinyal nervus yang sedang turun pada spinal cord ke otot
dan menurunkan aktivitas yang lebih tinggi dari pusat otak. Otak mempunyai
kapasitas adaptasi terhadap stimulus sensori.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
a. Usia
1) Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya
masih belum matang.
2) Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia
(ketidak mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan
kaca mata baca (biasanya terjadi dari usia 40-50)
3) Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk
penurunan ketajaman pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola
tinggi suara, dan ambang pendengaran. Tinitus sering kali menyertai
hilangnya pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia
mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi mempunyai
kesulitan mendengar percakapan dengan latar belakang yg berisik.
4) Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH).
Suara bicara bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi
bicra.
5) Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam
jumlah ujung saraf pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan
serabut saraf olfaktori pd usia 50. Penurunan diskriminasi rasa dan
sensifitas terhadapbau adalah umum.
6) Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan
keseimbangan, orientasi mengenal tempat, dan koordinasi
7) Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas
terhadapnyeri, tekanan, dan suhu
b. Medikasi
Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah
ototoksik dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ;
kloramfenikol dapat mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic
narkotik, sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi stimulus.
c. Lingkungan
Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik
dan percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat
menghasilkan beban sensori yanga berlebihan, ditandai dengan
kebingungan, disorientasi, dan ketidak mampuan membuat keputusan.
Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat
mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk
(misalnya penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang
yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori.
d. Tingkat Kenyamanan
Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi
terhadap stimulus.
e. Penyakit yang Ada Sebelumnya
Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada
ektremitas dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada
penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering
menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakan
neurologi dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.
f. Merokok
Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung
saraf pengecap, mengurang persepsi rasa.
g. Tingkat kebisingan
Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi (misalnya
pada lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran.
h. Intubasi endotrakea
Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang
endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea. (Perry&Potter,
2005)
E. JENIS GANGGUAN
a. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir
lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan
gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien
dengan gangguan pendengaran :
1) Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau
memposisikan diri di depan klien
2) Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
3) Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim
4) Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu (permen karet)
5) Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana
dan wajar
6) Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
7) Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
b. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal.,
kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea,
serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat
persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visusu hingga dapat menyebabkan kebutaan,
baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menagkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi
penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1) Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia
mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya.
2) Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3) Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara
anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4) Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5) Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya /
memutus komunikasi.
6) Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
7) Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke
lingkungan / ruangan yang baru.
c. Klien dengan gangguan wicara
Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan
kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan
gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal
berikut perlu diperhatikan :
1) Perhatikan mimik dan gerak bibir klien
2) Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan mengulang
kembali.
3) Batasi topik pembicaraan.
4) Suasana rilek dan pelan.
5) Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.
d. Klien gangguan kematangan kognitif
Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif,
antara lain akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun
situasi sosial, misal., pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan
sebagainya.
Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kematangan, sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa
komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu
mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens ( capability of audience )
sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kognitif :
1) Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas
2) Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah
dimengerti, Gambar, Simbol.
3) Nada bicara yang relatif datar dan pelan
4) Bila perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk
memastikan maksud pesan sudah diterima.
5) Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan
interpretasi yang beda pada klien.
e. Klien tidak sadar
Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien
mengalami penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak,
trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun
gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul
pernyataan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi dengan klien
yang mengalami gangguan kesadaran diri ini. Bagaimanapun, secara etika
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran, hal-
hal berikut perlu diperhatikan :
1) Berhati –hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada
pendapat bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang
mengalami penurunan penerimaan rangsang individu yang tidak sadar.
Klien dapat mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia tidak
bisa meresponya.
2) Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan didekat klien.
3) Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan
komunikasi yang efektif pada klien gangguan kesadaran.
f. Klien Hallusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar
untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus
mempunyai kesadran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya
secara teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu
memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal
halusinasi yang klien alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
halusinasi :
1) Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat
janji, empati dan menghargai. ( BHSP).
2) Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong
hallusinasinya (Validasi persepsi sensoris klien)
3) Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat
(Menghadirkan realitas)
4) Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar suara
itu, saya sendiri tidak mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan
perasaan dengan tenang, perawat hangat, empati dan kalem.
(Menurunkan anxietas klien)
5) Hati – hati, Space ( melindungi klien dan orang lain dari bahaya.
F. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Adalah alasan mengapa klien melakukan rujukan dan memerlukan
bantuan tenaga medis. Pada klien dengan gangguan system persepsi
sensori klien dapat mengeluhkan hal berikut:
1) Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal dan
tidak nyaman pada telinga, nyeri
2) Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut / berkabut,
double vision, penurunan visus, ada kilatan cahaya, keluar air
mata terus menerus (misal pada pekerja las besi, adanya butir
besi pada mata)
3) Pembau: sinusitis
4) Pengecap: stomatitis
Pada mata, terdapat gejala :
1) Abnormal Vision: perubahan penglihatan yang tak normal,
seperti kelainan refraksi, lid ptosis, kekeruhan pada kornea,
lensa, rongga aqueous/vitreous, malfungsi retina, saraf optikus.
2) Abnormal Appereance: tampilan organ mata tak normal
seperti, mata merah (iritasi), perdarahan sub conjunctiva,
infeksi, alergi, trauma dan keadaan lain : lesi, edema, abnormal
posisi.
3) Abnormal Sensation: sensari tak nyaman pada mata. Nyeri
mata : Sulit ditentukan lokasinya, seperti ditarik, ditekan, sakit
kepala. Mata gatal : reaksi alergi. Mata berair : iritasi,
gangguan sistem lakrimalis. Sekresi meningkat : iritasi, infeksi,
alergi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Tanyakan pada klien kapan timbulnya keluhan, mendadak,
hilang timbul atau progresif.
2) Kaji sifat keluhan, menetap ataukah kadang-kadang
3) Tanyakan faktor eksternya terjadinya keluhan, misal akibat
ISPA, setelah naik pesawat (gangguan pendengeran akibat
perubahan tekanan), berenang (telinga kemasukan air),
lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan tinggi,
4) Apakah keluhan timbul denga gejala lain seperti: mual,
muntah, keringat dingin, tumor, gatal, dll.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat ISPA, Alergi (bersin-bersin), hidung berair, sinusitis.
2) Usia berapa dapat berbicara, menirukan gerakan
3) Hypertensi
4) Diabetikum
5) Myestenia gravis – kelemahan pada otot akibat gangguan
neuromuskular
6) Pemakaian obat-obatan mata tanpa resep dokter, misal obat
tetes mata atau telinga tidak sesuai indikasi.
7) Riwayat operasi pada telinga, mata, hidung & tenggorokan, &
trauma kepala ?
8) Apakah ada perubahan pola bicara, melihat, makan, dan
mendengar ?
d. Riwayat Kesehatan Ibu (Keluarga)
1) Kaji riwayat kehamilan. Adakah gangguan kemahilan,
tanyakan pada trimester berapa. Karena trimester berhubungan
dengan waktu pertumbuhan dan perkembangan janin.
2) Kaji obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, karena ada
obat yang dapat menimbulkan deformitas atau gangguan pada
saraf dan sensori

2. Riwayat Sosial
a. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
b. Anggota keluarga yang punya masalah pendengaran, penglihatan,
penciuman,dan pengecapan
c. Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun (SLB, Alat bantu
yang digunakan type, lama)
3. Riwayat Psikologis
a. Bagaimana persepsi dan perassan klien mengenai gangguan dan
bagaimana klien menyesuaikan diri
b. Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan terhadap
lingkungan
c. Reaksi anggota keluarga terhadap ganggua sensori
4. Pemeriksaan Fisik
a. Penglihatan
1) Minta pasien untuk membaca koran atau majalah.
2) Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart
3) Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar
4) Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau
crayon.
b. Pendengaran
1) Lakukan tes suara bisik atau garpu tala
2) Kaji persepsi klien gangguanakan kemampuan pendengaran dan
riwayat tinnitus.
3) Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
4) Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
c. Sentuhan
1) Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya atau temperature
2) Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus
tajam dengan stimulus penuh
3) Kaji apakah klien dapat membedakan objek ditangan dengan mata
tertutup
4) Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya
d. Penciuman
Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang
tidak mengiritasi seperti kopi, vanilla,dll.
e. Rasa
1) Minta klien untuk mencotohkan dan membedakan rasa yang
berbeda misalnya lemon, gula, garam.
2) Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA)


1. Gangguan persepsi sensori (spesifik: visual, auditori, kinestetik, gustatori,
taktil dan olfaktori)
2. Gangguan ingatan
3. Kerusakan memori
4. Gangguan proses pikir
5. Risiko jatuh
H. RENCANA KEPERAWATAN
1 Gangguan persepsi sensori (spesifik: NOC: NIC:
visual, auditori, kinestetik, gustatori, Klien dapat : a. Mempertahankan fungsi optimal indera
taktil dan olfaktori) a. Mempertahankan fungsi optimal indera 1) Penglihatan:
b. Membangun lingkungan yang aman  Simpan kacamata dan kontak
Definisi karakteristik : c. Berkomunikasi efektif lensa bersih dan berfungsi
a. Konsentrasi rendah d. Mencapai perawatan diri  Gunakan alat bantu tambahan
b. Distorsi auditori  Tulis label obat dengan huruf
c. Perubahan respon terhadap stimulus besar
d. Irritabilitas  Ajarkan klien denagn pamflet
e. Disorientasi waktu, tempat dan orang tulisan besar dan kontras
f. Perubahan dalam kemampuan 2) Pendengaran:
memecahkan masalah  Lakukan tes pendengaran
g. Perubahan pola perilaku  Irigasi telinga
h. Gangguan pola komunikasi
 Modifikasi lingkungan
i. Halusinasi
 Saat berkomunikasi matikan
j. Distorsi visual
televisi atau tape
3) Perasa
 Lakukan oral hygiene
 Makanan berasa dan tekstur
berbeda-beda
4) Sentuhan
 Terapi sentuhan: menyisir
rambut, back rub, menyentuh
lengan atau bahu
 Reposisi
 Tekanan lembut bila sensasi
berkurang
 Linen bersih
5) Pembau
 Stimulasi bau menyenangkan
 Membaui makanan sebelum
makan
 Lingkungan bersih
b. Membangun lingkungan yang aman
1) Kehilangan penglihatan:
 Ambulasi
 Jangan tinggalkan klien sendiri di
tempat asing
 Sediakan bel
 Objek penting letakkan dekat
klien
 Pasang side rail
 Pindahkan barang berbahaya
2) Kehilangan pendengaran:
 Ajarkan klien menggunakan
penglihatan untuk menemukan
bahaya
 Kunjungi klien secara teratur
3) Gangguan bicara:
 Perlu alternatif komunikasi
 Sediakan bel panggil
c. Berkomunikasi efektif
1) Dengarkan klien
2) Jangan berteriak
3) Gunakan pertanyaan pendek, mudah
dan bahasa tubuh
4) Beri klien waktu untuk memahami
5) Jangan menekan atau memaksa
6) Gunakan alat bantu untuk
memperjelas
7) Berhadapan dengan klien
d. Mencapai perawatan diri
1) Jelaskan letak susunan makanan
yang disajikan
2) Bantu klien dengan gangguan
penglihatan ke kamar mandi
3) Beri kesempatan klien melakukan
ADL sendiri
2 Gangguan ingatan NOC: NIC:
Definisi karakteristik : Ingatan, dengan kriteria hasil klien mampu: a. Ingat kembali bersama pasien
a. Ketidakmampuan untuk mengingat a. Mengingat kembali informasi yang sekarang pengalaman yang telah lalu
informasi yang factual dengan benar b. Sediakan waktu untuk berkonsentrasi
b. Ketidakmampuan untuk mengingat b. Mengingat kembali informasi yang baru saja c. Sediakan kesempatan untuk mengingat
kejadian yang telah lalu diterima dengan benar kejadian yang baru saja terjadi
c. Ketidakmampuan untuk mempelajari c. Mengingat kembali informasi yang sudah lama d. Monitor tingkah laku pasien
keterampilan atau informasi yang dengan benar
baru
d. Melupakan kegiatan yang seharusnya
dilakukan

3 Kerusakan memori NOC : Memory NIC : Memory training


Definisi : Kriteria Hasil : a. Mengidentifikasi dengan pasien dan
Ketidakmampuan untuk mengingat a. Dapat merecall informasi lama secara akurat kelurga masalah memori
kembali informasi atau perilaku b. Dapat merecall informasi yang baru saja terjadi b. Menstimulasi memori dengan
Batasan karakteristik : secara akurat mengulang pikiran pasien terakhir
a. Tidak mampu mengingat informasi c. Implementasi tehnik memori yang
factual sesuai
b. Tidak mampu mengingat kejadian d. Menyediakan latihan orientasi
yang baru saja terjadi atau masa e. Menyediaan kesempatan berkonsetrasi
lampau f. Monitor perilaku pasien saat latihan
c. Tidak mampu belajar atau
menyimpan ketermapilan atau
informasi baru
d. Tidak mampu untuk menentukan
perilaku yang sudah dilaksanakan
e. Meleporkan atau menunjukkan
pengalaman lupa
f. Tidak mampu menampilkan
keterampilan yang pernah dipelajari
g. Lupa dalam menampilkan perilaku
pada jadwal yang telah dilakukan
h. Faktor yang berhubungan
i. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
j. Gangguan neurologis
k. Lingkungan yang mengganggu
l. Anemia
m. Hipoksia kronis/akut
n. Penurunan curah jantung
4. Gangguan proses pikir NOC: NIC:
Definisi karakteristik : Kemampuan kognitif, dengan kriteria hasil klien a. Beri kesempatan kepada klien untuk
a. Dissonansi kognitif mampu: menyampaikan pendapatnya.
b. Deficit memori / masalah a. Berkomunikasi dengan lancar sesuai umur dan b. Beri kesempatan kepada klien untuk
c. Ketidakakuratan menginterpretasikan kemampuan memusatkan perhatian
lingkungan b. Memiliki perhatian yang penuh c. Jangan beri klien informasi yang
d. Egosentris c. Berkonsentrasi berlebihan dalam satu waktu
e. Berfikir tidak berdasarkan realita d. Memiliki orientasi d. Orientasikan lingkungan sekitar klien
e. Membuat keputusan yang tepat
5. Risiko jatuh NOC : NIC : Pencegahan jatuh
Klien dapat menunjukkan perilaku yang aman untuk Aktivitas :
mencegah jatuh dengan indikator : a. Identifikasi keterbatasan fisik dan
a. Menggunakan alat bantu dengan benar kognitif pasien yang dapat
b. Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh meningkatkan potensi jatuh
c. Menggunakan prosedur berpindah yang ama b. Identifikasi karakteristik lingkungan
d. Menggunakan restrain jika diperlukan yang meningkatkan potensi jatuh
c. Sediakan alat bantu seperti walker
d. Ajarkan pasien meminimalkan injuri
ketika jatuh
e. Gunakan restrain fisik untuk
membatasi pergerakan yang dapat
membahayakan klien
f. Gunakan side rail pada bagian kiri dan
kanan untuk mencegah jatuh dari
tempat tidur
g. Sediakan pencahayaan yang adekuat
untuk meningkatkan penglihatan
TINDAKAN PEMERIKSAAN FISIK PADA ORGAN PERSEPSI SENSORI

A. Mata
1. Inspeksi Mata
a. Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata lentik,
kebawah atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk mencegah
mauknya benda asing (debu) untuk mencegah iritasi atau mata
kemerahan.
b. Lihat sclera dan konjungtiva.
1) Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta
klien melihat keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah ada
benda asing atau tidak
2) Sclera, dengan menarik palpebral superior dan meminta klien
melihat ke bawah. Amati kemerahan pada sclera, icterus, atau
produksi air mata berlebih.
c. Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola mata
keluar (eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
d. Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau
hiperaktivitas palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus
berkedip tak terkontrol. Observasi celah palpebral. Minta klien
memandang lurus ke depan lalu perhatikan kedudukan kelopak mata
terhadap pupil dan iris. Normal jika simetris. Adanya kelainan jika
celah mata menyempit (ptosis, endoftalmus, blefarospasmus) atau
melebar (eksoftalmus, proptosis)
e. Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus untuk
mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang artinya
lakrimasi berfungsi baik ( Schime test).
f. Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu dengna
menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal lakrimal.
2. Reflek Pupil
a. Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke medial.
Amati respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil mengecil
dan jika gelap pupil membesar.
b. Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang ada
pada badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut, isokor atau
anisokor.
c. Interpretasi:
1) Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm – 5
mm, Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri Isokor,
Reflek cahaya langsung (+) dan Reflek cahaya konsensuil atau
pada cahaya redup (+)
2) Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan
kelainan reflek cahaya dan ukuran pupil kecil atau besar dari
normal (3-4 mm)

3. Lapang Pandang / Tes Konfrontasi


a. Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan pemeriksa.
Maka sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang pandang normal.
LP klien = LP pemeriksa
b. Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat
temporal, 50 derajat , dan atas 70 derajat bawah.
c. Cara pemeriksaan :
1) Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan bola
mata.
2) Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi
dengan klien. Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan klien,
yaitu kanan. Lapang pandang pemeriksa dianggap sebagai
referensi (LP pemeriksa harus normal)
3) Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan tangan
pemeriksa) dari delapan arah pada bidang ditengah pemeriksa dan
klien
4) Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu
lanjutkan pada mata berikutnya

4. Pemeriksaan Otot Ekstraokuler


a. Minta klien melihat jari, dan anda menggerakkan jari anda. Minta klien
mengikuti gerak jari, dengan 8 arah dari central ke perifer.
b. Amati gerakan kedua mata, simetris atau ada yang tertinggal

5. Sensibilitas Kornea
a. Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan
menggunakan kapas steril.
b. Cara pemeriksaan :
1) Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
2) Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat
kornea disentuh
3) Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang
halus dan runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea,
mulai pada mata yang tidak sakit.
c. Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip. Nilai
dengan membandingkan sensibilitas kedua mata klien.
6. Pemeriksaan Visus / Ketajaman Penglihatan
a. Snellen Card
1) Menggunakan kartu snellen dengan menggantungkan kartu pada
jarak 6 atau 5 meter dari klien.
2) Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, maka minta klien untuk
tutup dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan
bolamata
3) Pasien disuruh membaca huruf SNELLEN dari baris paling atas
ke bawah. Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk
mata sebelahnya.
4) Hasil :
a) VOD 6/6 &VOS 6/6
b) 6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada
snellen chart
c) 6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada snellen
chart
d) 6/30 pasien bisa membaca sampai baris 6/30 pada snellen
chart

b. Hitung Jari
1) Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta
menghitung jari pemeriksa pada jarak 3 meter
2) 3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.
3) 1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter
c. Pergerakan Jari
1) Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan gerakan
tangan didepan pasien dengan latar belakang terang. Jika pasien
dapat menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 m:
2) VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sudah perlu
menentukanmarah proyeksinya
d. Penyinaran
1) Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran
dengan penlight ke arah mata pasien
2) Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari
dari segala posisi (nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam
penglihatan V = 1/ ~ proyeksi baik (Light Perception/LP).
3) Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~
(LP, proyeksi salah).
4) Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0
(NLP). Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut Buta Total
(tulis 00/000)
e. Pemeriksaan Dengan Pinhole
1) Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu
Snellen atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang Pinhole
2) Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai
baris normal (20/20) berarti responden tersebut Gangguan
Refraksi
3) Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan
bacaannya maka disebut Katarak
4) Bila responden dapat membaca sampai baris normal 20/20 tanpa
pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan pinhole
f. Pemeriksaan Buta Warna
1) Pasien diminta menyebutkan berapa angka yang tampak di kartu
2) Orang normal mampu meyebutkan angka 74 buta waran merah
hijau menyebutkan angka 21

g. Memeriksa Tekanan Intra Okuler


 Rerata Tekanan Intra Okular normal ± 15 mmHg, dengan batas
antara 12-20 mmHg
 Alat yang digunakan: Tonometer Schiotz, Lidocaine 2%/
Panthocaine tetes mata, Chloramphenicol zalf mata 2% ,Kapas
alkohol 70%
1) Pemeriksaan Subjektif
a) Klien duduk tegak, melirik ke bawah dan menutup mata
b) Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola
mata pada kelopak atas ke arah bawah (45º) dengan halus. Tiga
jari yang lain bersandar pada tulang pipi, bandingkan kanan dan
kiri
c) Hasil TN, TN+1, TN+2, TN+3, TN-1, TN-2, TN-3
2) Pemeriksaan Objektif
Persiapan Alat :Tonometer ditera dg meletakkan di perm datar,
jarum menunjukkan angka 0, Perm Tonometer dibersihkan dengan
kapan alkohol

B. Telinga
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian tes.
Seperti otoskop, garpu tala, ear speculum, dan head lamp untuk membantu
pemeriksa mendapat sinar yang cukup

1. Otoskop
a. Untuk meluruskan kanal pada orang dewasa/anak besar tarik
aurikula ke atas dan belakang, pada bayi tarik aurikula ke belakang
dan bawah Masukkan otoskop ke dalm telinga ± 1,-1,5 cm
b. Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut
halus
c. Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen
padat
d. Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya,
mengkilat, abu-abu dan tampak seperti mutiara, utuh.
2. Tes Berbisik
a. Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari
menebak, dapat dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau
kata kerja.
b. Cara:
1) Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak
1,2,3,4,5,6 meter.
2) Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.
3) Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama.
Bila jawaban benar mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar
80% jarak tajam pendengaran sesungguhnya
4) Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua
maju 2–1 M.
c. Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
1) 6 meter : normal
2) 4-6 meter : praktis normal/ tuli ringan
3) 1-4 meter : tuli sedang
4) < 1 meter : tuli berat
5) Berteriak didepan telinga tidak mendengar : Tuli Total
d. Interfensi secara Kualitatif
1) Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) Tuli
Konduksi. Misal Susu : terdengar S S.
2) Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi) Tuli
Sensori. Misal : Susu terdengar U U.
3. Tes Suara Bisik Modifikasi
Pelaksanaan :
a. Dilakukan diruang kedap suara.
b. Pemeriksa duduk dibelakang klien sambil melakukan masking.
c. Bisikan 10 kata dengan intensitas suara yg lebih rendah.
d. Untuk memperpanjang jarak jauhkan mulut pemeriksa dari klien.
e. Bila mendengar 80 % pendengaran normal.
4. Tes Rinne

a. membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui


tulang
b. Garpu tala deng frek 128, 256, dan 512 Hz
c. Tekan garpu tala di tulang mastoid smpai tdk terdengar lalu
pindahkan ke dpn telinga
d. Rinne + (dpn telinga masih terdengar)
e. Interpretasi :
 Normal HU : HT = 2:1
 Masih terdengar Rinne (+) : intensitas HU > HT Telinga
normal atau tuli saraf
 Tidak terdengar Rinne (-) : intensitas HU < HT Tuli
Konduktif
5. Tes Weber
a. Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan
b. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, asar penala diletakkan pada
garis tengah kepala : ubun-ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi
seri paling sensitif)
c. Normal mendengar bunyi sama di kedua telinga
d. Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sehat (tuli saraf)
e. Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sakit (tuli konduksi)

6. Tes Schwaback
a. Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan
telinga (kond udara)
b. Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di tlg
mastoid (kond tulang)

C. Penciuman
1. Pemeriksaan N.I Olfaktorius
a. Membau
1) Siapkan bahan-bahan berbau seperti kopi, jeruk, kamper, dll.
2) Minta klien menutup mata
3) Lalu minta klien membau dan meneba hasilnya
b. Tes Odor stix
Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang
menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6
inci dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien
secara kasar.
c. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar
terhadap bau, tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol
isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak sekitar 12
inci dari hidung pasien.
d. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and
sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara
kasar.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
DeLaune S.C., Patricia K.L. 2002. Fundamental of Nursing:Standarts and
Practice. USA: Delmar
Ganong, William F. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnosis :
Definition and Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Kozier & Erb’s. 2008. Fundamental of Nursing,Concept, Process, and Practice.
Pearson: Prentice Hall: New Jersey.
North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2007-2008. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai