Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN SENSORI, PERSEPSI DAN KOGNITIF
DI RUANG INTERNA 1 RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

Di Susun Oleh :

Fariza Indana Zulfa

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR

LOMBOK TIMUR-NTB

2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PROFESI BIDAN STASE KDPK DI RUANG


INTERNA 1 RSUD DR.R. SOEDJONO SELONG

Telah disahkan dan disetujui pada

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

(Fariza Indana Zulfa)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Supiani, S.S.T., M.Keb.) (Azmanuddin Anwar, S.Kep. Ns)

Kepala Ruangan

(Azmanuddin Anwar, S.Kep. Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Sensori terbagi menjadi 2 yaitu resepsi dan persepsi.
Sensori resepsi adalah proses menerima stimulus atau data,
baik eksternal atau internal dari tubuh. Stimulus eksternal
termasuk visual (penglihatan), auditori (pendengaran), olfactori
(penghidu), taktil (perabaan) dan gustatori (pengecap).
Sedangkan stimulus internal merujuk pada kesadaran
pergerakan tubuh (kinestetik) dan organ-organ besar dalam
tubuh (visceral). Persepsi adalah kemampuan untuk merasakan,
mengenal, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan
stimulus sensori yang diterima.
Persepsi sensori adalah respon terhadap reseptor
sensoris mengorganisasi dan mengartikan data dari indera ke
informasi yang berarti atau kemampuan untuk menerima kesan
sensori. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris
terhadap stimulus. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat
maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu.
Persepsi sering berhubungan dengan kognitif yaitu
aktifitas mental individu untuk mampu berpikir (pengertian
emosional akan objek yang dirasakan). Kognitif adalah proses
penggunaan ingatan, cara belajar, berpikir, memecahkan
masalah, abstraksi, penilaian, pengetahuan, kapasitas
intelektual, kalkulasi dan bahasa. Gangguan persepsi dapat
terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
B. Fisiologis Sensori, Persepsi dan Kognitif
Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses
atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya
proses ini terjadi secara otomatis, misalnya ketika mendengar
suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai
bahasa atau suara binatang.
Proses sensorik diawali dengan penerimaan input
(registration), yaitu individu menyadari akan adanya input.
Proses selanjutnya adalah orientasi, yaitu tahap dimana
individu memperhatikan input yang masuk. Tahap berikutnya,
kita mulai mengartikan input tersebut (interpretasi).
Selanjutnya adalah tahap organisasi, yaitu tahap dimana otak
memutuskan untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini.
Tahap terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata yang
dilakukan terhadap input sensorik tadi.
Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu
dalam mengorganisasikan sensasi dari dalam diri dan dari
lingkungan sekitar dan dapat digunakan secara efektif dalam
lingkungannya. Melalui panca indra, manusia memperoleh
informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan yang berada di
sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke
otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi
masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti :
1. Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.
Fungsinya menyampaikan semua informasi visual tentang
benda dan menusia.
2. Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian
dalam. Fungsinya meneruskan informasi suara. Terdapat
hubungan antara sistem auditor dengan perkembangan
bahasa. Apabila sistem auditory mengalami gangguan,
maka perkembangan bahasanya juga akan terganggu.
3. Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir
hidung, fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-
bauan (bunga, parfum, bau makanan).
4. Lidah (Gustatory)
Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya
meneruskan informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan
lain-lain) dan tektur di mulut (kasar, halus, dan lain-lain).
5. Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan
sebagian dari selaput lendir. Bayi yang baru lahir,
menerima informasi untuk pertama kalinya melalui indera
peraba ini.
6. Otot dan persendian (Proprioceptive)
Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam
tubuh manusia, yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan
reseptor yang berhubungan dengan tulang. Input
proprioseptif ini menyampaikan informasi ke otak tentang
kapan dan bagaimana otot berkontraksi (contracting) atau
meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan
(bending), diperpanjang (extending), ditarik (being pull)
atau ditekan (compressed). Melalui informasi ini, individu
dapat mengetahui dan mengenal bagian tubuhnya dan
bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak.
7. Keseimbangan / balance (Vestibular)
Sistem vestibular disebut juga “business center”, karena
semua sistem sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem
vestibular ini terletak pada labyrinth di dalam telinga
bagian tengah. Fungsinya meneruskan informasi mengenai
gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat mempengaruhi
gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan
gerakan cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor),
tingkat kewaspadaan dan emosi.
C. Nilai-Nilai Normal
Resepsi dan persepsi sensori adalah dua komponen dari
proses sensori, yang keduanya dikontrol oleh sistem saraf.
Normalnya sistem saraf dapat menerima ratusan stimulus.
Diawali oleh stimulus yang memacu reseptor sensori, stimulus
kemudian akan diteruskan oleh neuron sensori I kepada sistem
saraf pusat. Dari spinal cord atau batang otak, impuls kemudian
diteruskan oleh neuron sensori II kepada thalamus. Disini
neuron sinaps dengan neuron sensori III bertemu dan
menghantarkan impuls dari thalamus ke area somatosensori
dari postcentral gyrus lobus parietal otak, yang juga disebut
dengan area sensori primer. Segera setelah itu, jaras sensori
mulai berproses dan meneruskan sensasi dari sisi yang
berlawanan dari tubuh. Biasanya proses tersebut terjadi pada
tingkat neuron sensori II.
Kesadaran terhadap stimulus terletak pada korteks
serebri, dimana stimulus dipersepsikan dan diinterpretasikan.
Untuk dapat menerima dan menginterpretasikan stimulus, otak
harus terjaga. Reticular activating system (RAS) pada batang
otak berperan dalam menyalurkan mekanisme desakan
(arousal). Tingkat aktivitas dari RAS tergantung dari besarnya
stimulus sensori yang diterima. Nyeri, dapat meningkatkan
aktivitas RAS. Setelah stimulus ditangkap oleh RAS kemudian
diteruskan ke korteks serebri. Peran dari korteks adalah
memproses, menginterpresikan, menggunakan dan menyimpan
data yang masuk dan mengorganisasikannya. Peran dari
thalamus adalah pusat distribusi sinyal dan sinyal kembali dan
selanjutnya diantara korteks serebri dan thalamus.
Area lainnya yang dapat menggambarkan aktivitas
penting di otak adalah reticular inhibitory area (RIA) yang
berlokasi pada medulla. Area ini dapat menurunkan jumlah
sinyal nervus yang sedang turun pada spinal cord ke otot dan
menurunkan aktivitas yang lebih tinggi dari pusat otak. Otak
mempunyai kapasitas adaptasi terhadap stimulus sensori.
D. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Sensori , Persepsi dan
Kognitif
1. Usia
a. Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur
sarafnya masih belum matang.
b. Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup
presbiopia (ketidak mampuan memfokuskan pada objek
dekat) dan kebutuhan kaca mata baca (biasanya terjadi
dari usia 40-50).
c. Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang
termasuk penurunan ketajaman pendengaran, kejelasan
bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan ambang
pendengaran. Tinitus sering kali menyertai hilangnya
pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia
mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi
mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan
latar belakang yg berisik.
d. Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal
(F,S,TH,CH). Suara bicara bergetar, dan terdapat
perpanjangan persepsi dan reaksi bicara.
e. Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan
dalam jumlah ujung saraf pengecap dalam tahun
terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pada usia
50. Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadap
bau adalah umum.
f. Proprioseptif berubah setelah usia 60 tahun termasuk
kesulitan dengan keseimbangan, orientasi mengenal
tempat, dan koordinasi.
g. Lansia mengalami perubahan taktil, termasuk
perubahan sensitivitas terhadap nyeri, tekanan, dan
suhu.
2. Medikasi
Beberapa antibiotik (misalnya : streptomosin dan
gentamisin) adalah ototoksik dan secara permanen dapat
merusak saraf pendengaran, kloramfenikol dapat
mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesik, narkotik,
sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi
stimulus.
3. Lingkungan
Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya :
peralatan yang bising dan percakapan staf didalam unit
perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban sensori yang
berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan
ketidak mampuan membuat keputusan. Stimulus
lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat
mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan
yang buruk (misalnya penerangan yang buruk, lorong yang
sempit, latar belakang yang bising) dapat memperburuk
kerusakan sensori.
4. Tingkat Kenyamanan
Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang
berpersepsi dan bereaksi terhadap stimulus.
5. Penyakit Yang Ada Sebelumnya
Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan
penurunan sensasi pada ektremitas dan kerusakan kognisi.
Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan
pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering
menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa
kerusakan neurologi dapat merusak fungsi motorik dan
penerimaan sensori.
6. Merokok
Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan
atropi ujung-ujung saraf pengecap berkurang persepsi rasa.

7. Tingkat Kebisingan
Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisingan yang
tinggi (misalnya pada lokasi pekerjaan konstruksi) dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran.
8. Intubasi Endotrakea
Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat
pemasukan selang endotrakea melalui mulut atau hidung
kedalam trakea.
E. Jenis Gangguan
1. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media
komunikasi yang paling sering digunakan ialah media
visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang
dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak
bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan
komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat
ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat
digunakan klien dengan gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh
klien atau memposisikan diri di depan klien.
b. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir
anda.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien
dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang
lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang
mengunyah sesuatu.
e. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan
gerakan sederhana dan wajar.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa
dan diperlukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan,
cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau
gambar (simbol).

2. Klien dengan gangguan penglihatan


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena
kerusakan organ, misal., kornea, lensa mata, kekeruhan
humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat
persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak.
Semua ini mengakibatkan penurunan visual hingga dapat
menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat
kerusakan visual, kemampuan menagkap rangsang ketika
berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan
harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan
karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui
indra yang lain.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
penglihatan :
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien.
bila klien mengalami kebutaan parsial atau sampaikan
secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika
anda berada didekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan
peran) anda.
c. Berbicara menggunakan nada suara normal karena
kondisi klien tidak memungkinkanya menerima pesan
verbal secara visual. Nada suara anda memegang
peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan
kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e. Informasikan kepada klien ketika anda akan
meninggalkanya/memutus komunikasi.
f. Orientasikan klien dengan suara-suara yang terdengar
disekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien
dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.

3. Klien dengan gangguan wicara


Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan
wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan
gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
wicara, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
a. Perhatikan mimik dan gerak bibir klien.
b. Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan
mengulang kembali.
c. Batasi topik pembicaraan.
d. Suasana rilek dan pelan.
e. Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.

4. Klien dengan gangguan kematangan kognitif


Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan
kematangan kognitif, antara lain akibat penyakit : retardasi
mental, sindrom down ataupun situasi sosial, misal,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan
sebagainya.
Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami
gangguan kematangan, sebaiknya anda memperhatikan
prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan
pendekatan komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah
sesuai kemampuan audiens (capability of audience )
sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan kognitif :
a. Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas.
b. Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti
yang mudah dimengerti, Gambar, Simbol.
c. Nada bicara yang relatif datar dan pelan.
d. Bila perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali
pesan untuk memastikan maksud pesan sudah diterima.
e. Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat
menimbulkan interpretasi yang beda pada klien.

5. Klien Tidak Sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan
motorik klien mengalami penurunan sehingga sering kali
stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak
dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan
organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan,
kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang
terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul
pernyataan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan kesadaran diri ini.
Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai-
nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi
pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
kesadaran, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
a. Berhati-hati ketika menggunakan pembicaraan verbal
dekat klien,ada pendapat bahwa organ pendengaran
adalah organ terakhir yang mengalami penurunan
penerimaan rangsang individu yang tidak sadar. Klien
dapat mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia
tidak bisa meresponya.
b. Ucapkan kalimat dengan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan
didekat klien.
c. Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan
merupakan komunikasi yang efektif pada klien
gangguan kesadaran.

6. Klien Halusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk
mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang
lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadran yang
tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan mengevaluasi
perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya
secara teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang
mengalami halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati,
terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak
boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien
alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan halusinasi :
a. Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien,
jujur / tepat janji, empati dan menghargai (BHSP).
b. Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal,
menyokong hallusinasinya (Validasi persepsi sensoris
klien).
c. Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik
yang singkat (Menghadirkan realitas).
d. Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda
mendengar suara itu, saya sendiri tidak mendengar“,
Dorong untuk mengungkapkan perasaan dengan tenang,
perawat hangat, empati dan kalem (Menurunkan
anxietas klien).
e. Hati – hati, Space (melindungi klien dan orang lain dari
bahaya).

F. Pengkajian
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko
perubahan sensori maka perawat mempertimbangkan semua
factor yang mempengaruhi fungsi sensori khususnya factor
usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang juga mengkaji
status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori
mempengaruhi gaya hidup klien, penyesuaian psikososial,
kemampuan perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian harus
juga berfokus pada kualitas dan kuantitas stimulus lingkungan.
Hal-hal penting selama pengkajian dalam sistem sensori
persepsi:
1. Biodata
2. Kebiasaan promosi kesehatan, misal: kebiasaan
membersihkan mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan
dalam bekerja misalnya orang yang bekerja dalam suatu
keadaan yang terdapat kemungkinan terjadi cedera mata,
misalnya terpapar zat kimia, pengelasan, penggosokan gelas
atau batuan.
3. Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan
jiwa.
4. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat
mengkaji kemampuan fungsional klien di lingkungan
rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan.
Meliputi aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri dan
berdandan.
5. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, misalnya:
tangga, kran air panas/dingin yang tidak bertanda, lantai
yang licin, benda tajam.
6. Status mental, meliputi:
a. Penampilan dan perilaku fisik.
1) Aktifitas motoric
2) Postur
3) Ekspresi wajah
4) Kebersihan
b. Kemampuan kognitif
1) Tingkat kesadaran
2) Alasan abstrak
3) Kalkulasi
4) Perhatian
5) Penilaian
6) Kemampuan untuk melakukan percakapan
7) Kemampuan untuk membaca, menulis, dan
mengkopi gambar
8) Memori yang baru dan mengingat memori
c. Stabilitas emosional
1) Agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau
suasana hati yang melebar.
2) Halusinasi, auditori, visual, dan taktil.
3) Ilusi.
4) Delusi
d. Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat
mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi, rasa dan
kemampuan untu membedakan cahaya, sentuhan,
temperature, nyeri dan posisi.
1) Penglihatan
a) Minta pasien untuk membaca koran atau
majalah.
b) Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen
chart.
c) Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar.
d) Minta pasien mengidentifikasi warna pada
grafik berwarna atau crayon.
2) Pendengaran
a) Lakukan tes suara bisik atau garpu tala.
b) Kaji persepsi klien gangguanakan kemampuan
pendengaran dan riwayat tinnitus.
c) Observasi pasien yang berbincang-bincang
dengan orang lain.
d) Inspeksi adanya serumen yang keras pada
saluran pendengaran.
3) Sentuhan
a) Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya
atau temperatur.
b) Periksa kemampuan klien untuk membedakan
antara stimulus tajam dengan stimulus penuh.
c) Kaji apakah klien dapat membedakan objek
ditangan dengan mata tertutup.
d) Tanya apakah klien merasakan sensasi yang
tidak seperti biasanya.
4) Penciuman
Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi
beberapa bau yang tidak mengiritasi seperti kopi,
vanilla,dll.
5) Rasa
a) Minta klien untuk mencotohkan dan
membedakan rasa yang berbeda misalnya
lemon, gula, garam.
b) Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan
akhir-akhir ini.
6) Indra posisi
Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan
indra posisi.

G. Diagnosa Keperawatan ( NANDA)


1. Gangguan persepsi sensori (spesifik: visual, auditori,
kinestetik, gustatori, taktil dan olfaktori).
2. Gangguan ingatan.
3. Kerusakan memori.
4. Gangguan proses pikir.
5. Risiko jatuh
H. Rencana Keperawatan (NANDA, NOC, NIC)

NANDA NOC NIC


Gangguan persepsi Klien dapat : 1. Mempertahankan
sensori (spesifik: 1. Mempertahanka fungsi optimal
visual, auditori, n fungsi optimal indera
kinestetik, gustatori, indera.  Penglihatan:
taktil dan olfaktori) 2. Membangun  Simpan
Definisi karakteristik lingkungan kacamata dan
: yang aman. kontak lensa
 Konsentrasi rendah 3. Berkomunikasi bersih dan
efektif. berfungsi.
 Distorsi auditori 4. Mencapai  Gunakan alat
 Perubahan respon perawatan diri. bantu
terhadap stimulus tambahan.
 Irritabilitas  Tulis label
 Disorientasi obat dengan
waktu, tempat dan huruf besar.
orang  Ajarkan klien
 Perubahan dalam dengan
kemampuan pamflet
memecahkan tulisan besar
masalah dan kontras.

 Perubahan pola  Pendengaran:

perilaku  Lakukan tes

 Gangguan pola pendengaran.

komunikasi  Irigasi telinga

 Halusinasi  Modifikasi

 Distorsi visual lingkungan


 Saat
berkomunikas
i matikan
televisi atau
tape
 Perasa
 Lakukan oral
hygiene
 Makanan
berasa dan
tekstur
berbeda-beda
 Sentuhan
 Terapi
sentuhan:
menyisir
rambut,
backrub,
menyentuh
lengan atau
bahu
 Reposisi
 Tekanan
lembut bila
sensasi
berkurang
 Linen bersih
 Pembau
 Stimulasi bau
menyenangka
n
 Membaui
makanan
sebelum
makan
2. Membangun
lingkungan yang
aman
 Kehilangan
penglihatan:
 Ambulasi
 Jangan
tinggalkan
klien sendiri
di tempat
asing
 Sediakan bel
 Objek penting
letakkan
dekat klien
 Pasang side
rail
 Pindahkan
barang
berbahaya
 Kehilangan
pendengaran:
 Ajarkan klien
menggunakan
penglihatan
untuk
menemukan
bahaya
 Kunjungi
klien secara
teratur
 Gangguan bicara:
 Perlu
alternatif
komunikasi
 Sediakan bel
panggil
3. Berkomunikasi
efektif
 Dengarkan
klien
 Jangan
berteriak
 Gunakan
pertanyaan
pendek,
mudah dan
bahasa tubuh
 Beri klien
waktu untuk
memahami
 Jangan
menekan atau
memaksa
 Gunakan alat
bantu untuk
memperjelas
 Berhadapan
dengan klien
4. Mencapai
perawatan diri
 Jelaskan letak
susunan
makanan
yang
disajikan
 Bantu klien
dengan
gangguan
penglihatan
ke kamar
mandi
 Beri
kesempatan
klien
melakukan
ADL sendiri.
Gangguan ingatan Ingatan, dengan 1. Ingat kembali
Definisi karakteristik kriteria hasil klien bersama pasien
: mampu: pengalaman yang
 Ketidakmampuan 1. Mengingat telah lalu
untuk mengingat kembali 2. Sediakan waktu
informasi yang informasi yang untuk
factual sekarang dengan berkonsentrasi
 Ketidakmampuan benar 3. Sediakan
untuk mengingat 2. Mengingat kesempatan
kejadian yang telah kembali untuk mengingat
lalu informasi yang kejadian yang
 Ketidakmampuan baru saja baru saja terjadi
untuk mempelajari diterima dengan 4. Monitor tingkah
keterampilan atau benar laku pasien
informasi yang 3. Mengingat
baru. kembali

 Melupakan informasi yang

kegiatan yang sudah lama

seharusnya dengan benar

dilakukan.
Kerusakan memori Memory Memory training
Definisi : Kriteria Hasil : 1. Mengidentifikasi
Ketidakmampuan 1. Dapat merecall dengan pasien
untuk mengingat informasi lama dan kelurga
kembali informasi secara akurat masalah memori
atau perilaku 2. Dapat merecall 2. Menstimulasi
Batasan karakteristik : informasi yang memori dengan
 Tidak mampu baru saja terjadi mengulang
mengingat secara akurat pikiran pasien
informasi factual terakhir
 Tidak mampu 3. Implementasi
mengingat tehnik memori
kejadian yang baru yang sesuai
saja terjadi atau 4. Menyediakan
masa lampau latihan orientasi
 Tidak mampu 5. Menyediaan
belajar atau kesempatan
menyimpan berkonsetrasi
ketermapilan atau 6. Monitor perilaku
informasi baru pasien saat

 Tidak mampu latihan

untuk menentukan
perilaku yang
sudah
dilaksanakan
 Melaporkan atau
menunjukkan
pengalaman lupa
 Tidak mampu
menampilkan
keterampilan yang
pernah dipelajari
 Lupa dalam
menampilkan
perilaku pada
jadwal yang telah
dilakukan
Faktor yang
berhubungan :
 Ketidakseimbanga
n cairan dan
elektrolit
 Gangguan
neurologis
 Lingkungan yang
mengganggu
 Anemia
 Hipoksia
kronis/akut
 Penurunan curah
jantung.
Gangguan proses Kemampuan 1. Beri kesempatan
pikir kognitif, dengan kepada klien
Definisi karakteristik kriteria hasil klien untuk
: mampu: menyampaikan
 Dissonansi 1. Berkomunikasi pendapatnya.
kognitif dengan lancar 2. Beri kesempatan
 Defisit memori / sesuai umur dan kepada klien
masalah kemampuan untuk
 Ketidakakuratan 2. Memiliki memusatkan
menginterpretasika perhatian yang perhatian
n lingkungan penuh 3. Jangan beri klien

 Egosentris 3. Berkonsentrasi informasi yang

 Berfikir tidak 4. Memiliki berlebihan dalam

berdasarkan realita orientasi satu waktu


5. Membuat 4. Orientasikan
keputusan yang lingkungan
tepat sekitar klien.
Risiko jatuh Klien dapat Pencegahan jatuh
menunjukkan Aktivitas :
perilaku yang 1. Identifikasi
aman untuk keterbatasan fisik
mencegah jatuh dan
dengan indikator : 2. kognitif pasien
1. Menggunakan yang dapat
alat bantu meningkatkan
dengan benar potensi jatuh
2. Menempatkan 3. Identifikasi
penghalang karakteristik
untuk mencegah lingkungan yang
jatuh meningkatkan
3. Menggunakan potensi jatuh
prosedur 4. Sediakan alat
berpindah yang bantu seperti
ama walker
4. Menggunakan 5. Ajarkan pasien
restrain jika meminimalkan
diperlukan injuri ketika jatuh
6. Gunakan restrain
fisik untuk
membatasi
pergerakan yang
dapat
membahayakan
klien
7. Gunakan side rail
pada bagian kiri
dan kanan untuk
mencegah jatuh
dari tempat tidur
8. Sediakan
pencahayaan
yang adekuat
untuk
meningkatkan
penglihatan

I. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan tindakan
implementasi untuk menilai kemajuan asuhan yang telah
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Dwi Widiarti, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta :


Buku Kedokteran EGC.

Herdinan, Heather T. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Buku Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Perry & Potter. 2013. Fundamental of Nursing Edisi 8, volume 1


Elsevier Health Sciences. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai