Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

A. Pengertian Cedera Kepala

Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera paling
sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit
neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. (Bruner & Suddart, 2002)
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu benda
atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh
pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan akhirnya
oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen
yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006)
Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal karena
trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan lalulintas.
(Arif Mansjoer, dkk. 1999)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan. (http//www.staroncology.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera atau
trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, merupakan
penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis karena menyebabkan
kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia produktif.

B. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
b. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan lain-
lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan terjadi
ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi diserap oleh
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn otak.

C. Klasifikasi cedera kepala


Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Menurut jenis luka atau cedera
1) Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema
serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang
dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
2) Cedera kepala sedang: (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral,
laserasi atau hematoma intracranial.
c. Menurut aktif tidaknya kepala
1) Akselerasi
Kepala diam, benda aktif mendekati kepala benda
2) Deselerasi
Kepala aktif mendekati kepala benda

D. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
a. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan durameter.
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena
itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari.
Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
1) Penurunan kesadaran
2) Nyeri kepala
3) Muntah
4) Hemaparesis
5) Dilatasi pupil ipsilateral
6) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
7) Penurunan nadi
8) Peningkatan suhu
b. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid.
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena atau jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat
terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berpikir lambat
6) Kejang
7) Odem perut
c. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan piameter.
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah
dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk
d. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler,
vena. Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Perubahan tanda-tanda vital
4) Dilatasi pupil
E. PATOFISOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala
berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat
masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio,
laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak
dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan
bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat
ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung
melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang
temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS
keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang
bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk
memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat
diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja
dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik
sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena,
pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal
dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal,
kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah
akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang
epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat
tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan
tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal,
hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
2. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural
lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah
kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi
akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang
terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut:
dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau
laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan
dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma
kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor
dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe
ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
Hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak
kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi
dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor
infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.

F. KOMPLIKASI
1. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK
2. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
3. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
4. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi gangguan
strukrutal
b. MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
c. X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur
d. AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi
e. Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
f. Lumbal fungsi : untuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS.
g. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
i. EEG : untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
j. BAER (Brain Auditory Evoked Respon) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
k. PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
l. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab
terhadap penurunan kesadaran.

H. PENATALAKSANAAN
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral
adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas darah
dipertahankan pada nilai yang diinginkan.

a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal


1) Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien cedera
orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak.
Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas
spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotorak. Pasang
oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen
minimun 95%.
3) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan secara khusus
adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur
intravena yang besar, ambil darah vena untuk meperiksaan darah perifer
lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan analisa gas darah arteri.
4) Menilai tingkat kesadaran :
a) Cedera kepala ringan (GCS13-15)
b) Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
c) Cedera kepala berat (GCS 3-8)

b. Mengontrol TIK pada cedera kepala :


1) Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat
2) Pertahankan kepala dan leher pasien dalam kesejajaran sentral (tidak memutar).
3) Memberikan medikasi yang diserarkan untuk menurunkan TIK (misal :
diuretik, kortikosteroid)
4) Mempertahankan suhu tubuh normal
5) Hiperventilasi pasien pada ventilasi mekanik : memberikan O2
6) Mempertahankan pembatasan cairan
7) Memberikan sedasi untuk menurunkan kebutuhan metabolik
c. Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau
diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
2) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat bertahan,
susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih) tetapi
tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
3) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa
posisi fleksi abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi
tangan mengepal (postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan
biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.
d. Pemeriksaan sistem motorik
Mencakup pengkajian pada ukuran otot, tonus atot, kekuatan otot,
koordinasi dan keseimbangan.
Pasien diintruksikan untuk berjalan menyilang di dalam ruangan,
sementara pengkaji mencatat postur dan gaya berjalan. Lihat keadaan ototnya,
dan bila perlu lakukan palpasi untuk melihat ukuran dan keadaan simetris.
Keadaan atrofi atau gerakan tidak beraturan (tremor) perlu dicatat. Tonus otot
dievaluasi dengan palpasi yaitu dengan berbagai variasi pada saat otot istirahat
dan selama gerakan pasif. Pertahankan seuruh gerakan tetap dicatat dan
didokumentasikan . keadaan tonus yang tidak normal mencakup spastisitas
(kejang), rigititas (kaku atau fleksiditas).
1) Kekuatan otot
Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk
melakukan fleksi dan ekstremitas sambil dilakukan penahanan.
Beberapa dokter mempunyai lima angka untuk menilai ukuran
kekuatan otot. Nilai 5 adalah indikasi terhadap kekuatan konstraksi
maksimal, nilai 4 untuk kekuatan sedang, nilai 3 indikasi kekuatan hanya
cukup untuk mengatasi kekuatan gravitasi, nilai 2 menunjukkan
kemampuan untuk menggerakkan tapi tidak dapat mengatasi kekuatan
gravitasi, nilai 1 mengindikasikan kekuatan kontraksiminimal, dan 0
mengindikasikan ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan
kontraksi.
TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
CEDERA KEPALA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. Umur
d. No RM
2. Primary Survey
a. Keluhan utama
b. Mekanisme cedera
c. Airway
 Jalan nafas : paten, tidak paten
 Obstruksi
 Suara nafas
d. Breathing
 Gerakan dada : simetris, asimetris
 Irama nafas : cepat, dangkal, normal
 Pola nafas : teratur, tidak teratur
 Retraksi otot dada: ada, tidak
 Sesak nafas : ada, tidak ada
 Frekuensi nafas
e. Circulation
 Nadi : teraba, tidak teraba
 Sianosis : ya, tidak
 CRT : <2 dtk, > 2 dtk
 Perdarahan: ya, tidak
f. Disability
 Respon : AVPU
 Kesadaran : CM, Delirium, Somnolen
 GCS
 Pupil : isokor, unisokor
 Refleks cahaya: ada, tidak
 Lateralisasi
g. Eksposure
 Deformitas : ya, tidak
 Contusio : ya, tidak
 Abrasi : ya, tidak
 Penetrasi : ya, tidak
 Laserasi : ya, tidak
 Edema : ya, tidak
3. Secondary Survey
a. Anamnesa
 Riwayat penyakit saat ini
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Sign dan symptom
 Alergi
 Medikasi
 Past medical history
 Makan minum terakhir
 Penyebab peristiwa
 Tanda Vital
b. Pemeriksaan fisik
 Kepala dan leher
 Dada
 Abdomen
 Pelvis
 Ekstrimitas bawah dan atas
 Punggung
 Neurologis
c. Pemeriksaan diagnostik

B. DIAGNOSA
1) Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri
2) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan
penurunan kekuatan/tahanan.
5) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan
invasif

C. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Circulatory care
perfusi - Perfusi jaringan  Monitor vital sign  Mengetahui
jaringan cerebral  Monitor status adanya resiko
serebral - Balance cairan neurologi peningkatan
 Monitor status TIK
Client Outcome : hemodinamik  Peningkatan
- Vital sign membaik  Posisikan kepela aliran vena
- Fungsi motorik klien head Up 30o dari kepala
sensorik membaik  Kolaborasi menyebabkan
pemberian manitol penurunan
sesuai order TIK
 Mengurangi
edema
cerebri
2. Ketidakefekt NOC Outcome : NIC : Manajemen jalana
ifan jalan - Status respirasi : napas  Mengetahui
napas pertukaran Gas 1. Monitor status kepastian dan
- Status respirasi : respirasi dan kepatenan
kepatenan Oksigenasi kebersihan
jalan napas 2. Bersihkan jalan jalan napas
- Status respirasi : napas  Membebaska
ventilasi 3. Auskultasi suara n jalan napas
- Kontrol aspirasi pernapasan terhadap
4. Berikan Oksigen akumulasi
Client Outcome : sesuai Program sekret guna
-Jalan napas paten terpenuhinya
- Sekret dapat NIC : Suctioning air way kebutuhan
dikeluarkan 1. Observasi sekret oksigenasi
- Suara napas bersih yang keluar klien
2. Auskultasi seblum
dan sesudah
melakukan suction
3. Gunakan pealatan
steril pada saat
melakukan suction
4. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang tindakan
suction

3. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Perawatan luka dan


integritas - Integritas jaringan pertahanan kulit  Mengetahui
kulit 1. Observasi lokasi seberapa luas
Client Outcome : terjadinya kerusakan
- Integritas kulit utuh kerusakan integritas
kulit integritas
2. Kaji faktor resiko kulit klien
kerusakan integritas  Mencegah
kulit terjadinya
3. Lakukan perawatan penekanan
luka pada area
4. Monitor status dekubibus
nutrisi
5. Atur posisi klien
tiap 1 jam Sekali
6. Pertahankan
kebersihan alat
Tenun
4. Intolerasi NOC Outcome : NIC : Terapi latihan  Dengan latihan
aktivitas - Pergerakan sendi (pergerakan sendi) pergerakan akan
aktif 1. Observasi KU klien mencegah
- Tingkat mobilisasi 2. Tentuka ketebatasan terjadinya
- Perawatan ADLs gerak Klien kontraktur otot
3. Lakukan ROM sesuai  Meminimalkan
Client Outcome : Kemampuan terjadinya
- Peningkatan 4. Kolaborasi dengan kerusakan
kemampuan dan terapis dalam mobilitas fisik
kekuatan otot dalam melaksanakan latihan
bergerak NIC : Terapi latihan
- Peningkatan (kontrol otot)
aktivitas fisik 1. Evaluasi fungsi
sensori
2. Tingkatkan
aktivitas motorik
sesuai kemampuan
3. Gunakan sentuhan
guna
meminimalkan
spasme otot

5. Resiko terjadi NOC Outcome : NIC : Kontrol infeksi


infeksi - Status imunologi 1. Pertahankan kebersihan  Meminimalkan
- Kontrol infeksi Lingkungan invasi
- Kontrol resiko 2. Batasi pengunjung mikroorganisme
 Anjurkan dan penyebab infeksi
Client Outcome : ajarkan pada kedalam tubuh
- Bebas dari tanda- keluarga untuk cuci  Mencegah
tanda Infeksi tangan sebelum dan terjadinya infeksi
- Angka lekosit sesudah kontak lanjutan
dalam batasNormal dengan klien  Memberikan
- Vital sign dalam  Gunakan teknik perlindungan
batas normal septik dan aseptik pada klien
dalam perawatan tehadap paparan
klien mikroorganisme
 Pertahankan intake penyebab infeksi
nutrisi yang  Memastikan
adekuat pengobatan yang
 Kaji adanya tanda- diberikan sesuai
tanda infeksi program
 Monitor vital sign
 Kolaborasi terapi
antibiotika
NIC : Pencegahan infeksi
 Monitor vital sign
 Monitor tanda-
tanda infeksi
 Monitor hasil
laboratorium
 Manajemen
lingkungan
 Manajemen
pengobatan

D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan atau implementasi merupakan palaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan klien, hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
pelaksaan validasi, penguasaan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal,
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamana fisik dan psikologis dilindungi oleh dokumentasi keperawatan berupa
pencatatan dan pelaporan

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah
melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai
dengan rencana tujuna yaitu :
1. Tidak terjadi kerusakan perfusi jaringan serebral
2. Berishan jalan nafas efektif
3. Tidak terjadi kerusalakan integritas kulit
4. Aktivitas pasien terpenuhi
5. Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Nanda NIC-NOC, 2013, Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
Nanda Jilid , Medi Action. Yogyakarta
Doenges, ME, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta; EGC
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3 edisi keempat.
Internal Publishing. Jakarta
JudithM. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9;
EGC

Anda mungkin juga menyukai