A. Konsep Medis
1. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas
otak. Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktifitas fisik, intelektual,
emosional, sosial dan pekerjaan (Krisanty et all, 2009).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi &Yuliani, 2001).
Cidera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
2. Mekanisme cedera
Trauma kepala terjadi bila ada kekuatan mekanik yang ditransmisikan ke jaringan
otak. Mekanisme yang berkontribusi terhadap trauma kepala:(Krisanty et all, 2009)
a. Akselerasi: kepala yang diam (tak bergerak) ditabrak oleh benda yang bergerak
b. Deselerasi: kepala membentur benda yang tidak bergerak
c. Deformasi: bentuk pada kepala (tidak menyebabkan fraktur tulang tengkorak)
menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena terdapat dipermukaan kortikal
sampai ke dura sehingga terjadi perdarahan subdural.
3. Etiologi
Trauma kapitis paling sering dijumpai pada kecelakaan lalulintas (60%).
Disamping itu dapat pula dijumpai pada kecelakaan yang terjadi sewaktu
berolahraga, jatuh dari pohon, kejatuhan kelapa dll. Setiap trauma kapitis dapat
menimbulkan kerusakan pada otak (brain damage), disamping itu dapat pula
dijumpai luka pada kepala atau mungkin suatu factor kranii atau hanya luka memar
saja.
Suatu fraktor kranii membuktikan bahwa trauma kapitis tersebut adalah
trauma yang cukup berat, dan trauma yang demikian berat biasanya menimbulkan
pula kerusakan pada otak, namun demikian tidak jarang kita lihat adanya kerusakan
pada otak tanpa tanda-tanda adanya fraktur kranii pada foto rotgen.Bila kepala itu
terbentur pada jalan aspal misalnya maka gaya akselerasi deselerasi yang mencakup
seluruh otak akan dapat menimbulkan kerusakan sel-sel neuron, perdarahan, laserasi
serebri dan kontusio serebri pada otak.
Setiap trauma kapitis yang telah menimbulkan kesadaran menurun/koma,
walaupun sangat singkat selalu/telah memberikan suatu kerusakan struktural pada
otak. Kerusakan dapat beruipa kelainan yang reversible tetapi dapat pula menjadi
kerusakan yang permanen misalnya sel-sel ganglion dalam nucleus vestibularis
tampak berkurang.
Disamping kesadaran yang menurun, suatu trauma kapitis dapat pula
menimbulkan amnesia yang terbagi dalam :
a. Amnesia Retrograd; yaitu amnesia tentang hal-hal yang terjadi beberapa saat
sampai beberapa hari terjadi trauma kapitis.
b. Amnesia pasca traumatic (PTA = Post Traumatik Amnesia) yaitu amnesia
tentang hal-hal yang terjadi sesudah trauma kpitis.
Dari panjangnya PTA ini secara retrospektif kita dapat mengetahui tentang berat
ringannya trauma kapitis tersebut. Walaupun penderita telah dapat bicara spontan
namun ia tidak ingat bahwa waktu itu telah dilakukan pemeriksaan rotgen, EEG dan
lain-lain. Selain dari pada itu penderita tidak ingat lagi siapa yang bertamu
danbmenengoknya pada waktu itu. Suatu trauma kapitis dapat menimbulkan
kesadaran menurun tetapi apa yang menimbulkan kesadaran itu menurun sampai
kini masih belum jelas.
4. Klasifikasi
a. Menurut penyebabnya
1) Trauma tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat
ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-deselerasi,
kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat
menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat
otak bergeser akan terjadi pergesekan antara permukaan otak dengan
tonjolan-tonjolan yang terdapat dipermukaan dalam tengkorak laserasi
jaringan otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
2) Trauma tajam
Disebabkan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda
tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada
area dimana benda tersebut merobek otak. Obyek dengan velocity tinggi
(peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka
terbuka menyebabkan risiko infeksi.
3) Coup dan contracoup
Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan sedangkan
pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan
cedera coup.
b. Menurut berat ringannya trauma
Hudak et all (1996) membagi cedera kepala sebagai berikut:
Penentuan
Deskripsi Frekuensi
keparahan
Minor GCS 13 15 55 %
d) Hematoma Epidural
Adalah suatu haematom yang terjadi diantara duramater tulang, timbul
karena telah terjadi sobekan pada arteri meningen media atau pada
salah satu cabangnya dari artericarotis ekterna yang masuk dalam
rongga tengkotak melalui foramen spinosum. Sobekan dapat terjadi
bila ada garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalannya arteri
meningen media.
e) Haematoma Subdural
Timbul oleh karena adanya sobekan pad Biridgins Veins, dapat akau
atau kronis. Diagnosis yang kronis tidak gampang dan gejalanya sangat
menyerupai gejalatumor serebri serta terletak diantara duramater dan
arachnoid yang dapat menyerap cairan sekitarnya, oleh karena itu
simptomatologi sangat menyerupai gejala tumor serebri.
Trauma kapitis ringan sehingga penderita tidak ingat kapan dan dimana
kepalanyaterbentur, tidak menimbulkan kesadaran menurun.
Diantaranya trauma kapitis dan timbulnya haematoma subdural
terdapat jarak yang cukup panjang.
f) Haematoma Intraserebral dan hematom
Perdarahan kedalam substansi otak. Hemoragi biasanya terjadi pada
cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah
kecil. Hemoragi ini mungkin disebabkan oleh hipertensi sistemik, yang
menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah pembuluh darah;
ruptur kantung aneurima; anomali vaskuler; tumor intra kranial;
penyebab sistemik, termasuk gangguan perdarahan seperti leukemia,
hemofilia, anemia aplastik dan trombositopenia; dan komplikasi terapi
antikoagulan.
g) Fraktur Kranii
Fraktur Impresi ( fraktur depresi )
Bagian yang patah menonjol kedalam rongga tengkorak, nampak
pada foto kepala utamanya proyeksi tangensial pada tempat fraktur
, tidak jarang ditemukan juga fraktur bentuk bintang (stellate
fracture). Dikemudian hari dapat menimbulkan epilepsy, apalagi
bila menekan girus prensentralis, perlu reposisi (operatif atau
disedot vakum ) agr tulang kembali kedudukannya semula.
Fraktur Basis Cranii :
Fraktur fossa kranii media, tampak :
Perdarahan liang telinga
Lesi N. VII, VIII dan VI (atau N.IV III dan V)
Mungkin otoroe(keluar liquor dari liang telinga)
Fraktur fossa kranii anterior, tampak :
Anosmi
Lesi N Optikus dekstra/sinistra atau keduanya
Mungkin Rinorhea (keluar liquor dari hidung)
2) Trauma Kapitis Terbuka
a) Trauma Spirai
Lesi spiral terutama servikal memerlukan tindakan penanganan ekstra
karena transportasi dan pembuatan foto leher dapoat mencelakakan
penderita, terutama lesi servikal atau misalnya akibat fraktur atau
spordilostesis C1 C2 C3. Sebaiknya leher segera difiksasi sejak
dijalan raya. Pembuatan foto sangat hati-hati atau ditunda dahulu dan
dipasang kawat likasi atau traksi leher secepatrnya, jangan dilakukan
funksi lumbal atau pemeriksaan kaku kuduk dan valsava. Umumnya
tidak diperlukan obat khusus tetapi anti oedema dapat menolong. Lesi
spiral lain yang sering adalah ovulsi radialis terutama dari regio fleksus
brachialis yang sangat nyeri, secara dermatomal jelas dan dapat
mengakibatkan paresis anggota badan terkait. Diagnosis ovulsi
diperkuat oleh EEG, evaked potensial, mielografi dan MRI
5. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen. Jadi kekurangan aliran darah
keotak tidak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan as. Laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini menyebabkan timbulnya
metabolik asidosis.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 5060 ml/menit /
100gr jaringan otak yang merupakan 15% dari curah jantung (CO).Trauma kepala
menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
ventrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
6. Manifestasi klinik
7. Pemeriksaan diagnostik
9. Penatalaksanaan
B. ASKEP TEORI
1. Dasar Data Pengkajian Pasien
Data tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas dan Istiharat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan,
Tanda: perubahan kesadaran/letargi, hemiparese, quadraplegi, ataksia, cara
berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma ) orthopedic,
kehilangan tonus otot spastic.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan TD atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung,
bradikardi, takikardi, diselingi dengan bradikardi, disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian, tenang atau dramatis
Tanda : cemas, meudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif
d. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
e. Makanan dan Cairan
Gejala : mual muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkop, tinnitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas, perubahan
pada penglihatan seperti ketajaman, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, fotophobia.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori, perubahan pupil(respon terhadap
cahaya), deviasi pada mata, genggaman lemah, tidak seimbang.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda dan biasanya
lama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangfsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : perubahan pola napas (apnea yang dselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna kulit. Adanya aliran cairan
(drainage) dari telinga/hidung
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL, haemoragik (hematoma) edema serebral, penurunan tekanan
darah sistemik/hipoksia.
b. Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak), obstruksi trachea bronchial
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan adanya trauma atau defisit
neurologis.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan/tahanan, terapi
pembatasan
e. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan kulit rusak, prosedur
invasive.
f. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan, tidak mengenal sumber-sumber informasi, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif ditandai dengan meminta informasi, pernyataan
salah konsepsi, ketidakakuratan mengikuti instruksi.
3. Intervensi keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL (hemoragi dan hematom), edema serebral, penurunan
TD/hipoksia
Tujuan: mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sesnsorik.
Intervensi :
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial
peningkatan TIK.
R/ : menentukkan pilihan intervensi, penurunan tanda gwjala neurologis atau
kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukan
bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau
TIK dan atau pembedahan
2) Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar (misalnya Skala Coma Glascow)
R/ : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
3) Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh),
membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri, atau tetap tertutup (koma).
R/ : Menentukan tingkat kesadaran.
4) Kaji respon verbal; catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang,
waktu dan tempat baik atau malah bingung; menggunakan kata-kata/frase
yang tidak sesuai
R/ : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menentukan tingkat
kesadaran.
5) Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, gerakan yang
bertujuan (patuh terhadap perintah, berusaha untuk menghilangkan rangsang
nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan (kelainan postur
tubuh). Catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara
terpisah .
R/ : Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuam untuk
berespon pada rangsangan eksternal dan merupakan petunjuk keadaan
kesadaran terbaik pada pasien yang matanya tertutup sebagai akibat pasien
trauma atau afasia. Pasien dikatakan sadar apabila pasien dapat meremas atau
melepas tangan pemeriksa atau dapat menggerakan tangan sesuai dengan
perintah. Gerakan yang bertujuan dapat meliputi mimik kesakitan atau
gerakan menarik atau menjauhi rangsangan nyeri. Gerakan lain (fleksi
abnormal dari ekstremitas tubuh) biasanya sebagai indikasi kerusakan
serebral yang menyebar. Tidak adanya gerakan spontan pada salah satu sisi
tubuh yang menandakan kerusakan pada jalan motorik pada hemisfer otak
yang berlawanan (kontralateral).
6) Pantau TD:
a) Catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tenaga nadi
yang semakin berat; observasi terhadap hipertensi pada pasien yang
mengalami trauma multiple.
R/ : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan pada saat ada fluktasi tekanan darah sistemik. Kehilangan
autoregulasi dapat mengikuti kerusakakan vaskularisasi serebral lokal
atau menyebar. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh
penurunan tekanan darah diastole merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat juga mengakibatkan kerusakan/iskemia
serebral.
b) Frekwenai jantung, catat adanya bradikardia, takikardia, atau bentuk
disritmia lainnya.
R/ : Perubahan pada ritme (paling sering bradikaria) dan disritmia dapat
timbul yang mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak
pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
c) Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya, seperti adanya periode
apnue setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan cheynestokes.
R/ : Napas yang tidak teratur dapat menunjukan adanya gangguan
serebral/peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut
termasuk kemungkinan dukungan napas buatan.
7) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketjaman, kesamaan antara kiri dan
kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.
R/ : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (N.III) dan berguna
untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan
ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis.
Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkoordinasi dari saraf
cranial optikus dan okulomtorius.
8) Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur,
ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
R/ : Gangguan penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan
mikroskopik pada otak, mempunyai konsekwensi terhadap keamanan dan
juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
9) Kaji letak/gerakan mata, catat apakah pada posisi tengah atau ada deviasi
pada satu sisi atau kebawah. Catat pula hilangnya refleks dolls eye
(refleks okulosefalik).
R/ : Posisi dan gerakan mata membantu menemukan lokasi area otak yang
terlibat. Tanda awal dari peningkatan TIK adalah kegagalan dalam kegagalan
dalam abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf
cranial V.Hilangnya dolls eye mengindikasikan adanya penurunan pada
fungsi batang otak dan prognosisnya jelek.
10) Catat ada tidaknya refelks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
Babinski dan sebagainya.
R/ : Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak
tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap pasien.
Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur
piramida pada otak
11) Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah/posisi netral, sokong dengan
gulungan handuk kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
R/ : Kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jugularis dan
menghambat aliran darah venayang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
12) perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah
laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ petunjuk nonverbal mengindikasikan adanya peningkatan TIK atau
menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan
keluhannya secara verbal.
13) Kolaborasi :
a) Tinggikan kepala pasien 15 45derajat sesuai indikasi yang dapat
ditoleransi.
b) R/ : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan
mengurangi kongesti dan edema atau risiko terjadinya peningkatan TIK.
c) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
d) R/ : menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Diuretik (manitol, furosemid)
R/ : Diuretik dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air
dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Steroid (dexametason, metilprednisolon).
R/ : menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema
jaringan.
Antikonvulsan (Fenitoin).
R/ : untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
Analgetik (Kodein).
R/ : Untuk menghilangkan nyeri.
Sedatif (Difenhidramin).
R/ : untuk mengendalikan kegelisahan.
Antipiretik ( asetaminofen).
R/ : Mengendalikan demam.
b. Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronchial.
Tujuan : mempertahankan pola pernapasan normal/efektif, bebas sianosis dengan
GDA dalam batas normal pasien.
Intervensi :
1) Pantau frekwensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
R/ : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya
mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi /luasnya keterlibatan otak.
Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
R/ : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
3) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
R/ : mencegah/menurunkan atelektasis.
4) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
R/ : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
Penghisapapan pada trachea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati, karena hal tersebut dapat mengakibatkan hipoksia yang
menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup
besar terhadap perfusi serebral.
5) Kolaborasi :
a) Pantau atau gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri
R/ : Menentukan kecukupan pernapasan. Keseimbangan asam basa dan
kebutuhan akan terapi.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedahBrunner&Suddathvol 3.Edisi
8. EGC : Jakarta.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4. Buku 2.
EGC: Jakarta.
Krisanty et all. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. TIM. Trans Info Media: Jakarta.
Wirjoatmodjo et all. 2007. Materi Pelatihan GELS; General Emergency Life Support dan
PPGD; Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. Seri Medis Teknis Dasar. RSU Dr.
Soetomo- FK UNAIR: Surabaya.