Anda di halaman 1dari 113

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM


NEFROTIK DI RUANG KRONIK IRNA KEBIDANAN DAN
ANAK DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

FERA AZWAR
163110206

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM


NEFROTIK DI RUANG KRONIK IRNA KEBIDANAN DAN
ANAK DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Ahli Madya Keperawatan

FERA AZWAR
163110206

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2019

i
Poltekkes Kemenkes Padang
ii
Poltekkes Kemenkes Padang
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fera Azwar


Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 15 Desember
1998 Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. Mangga Raya No. 8 RT 01/ RW X
Perumnas Belimbing, Kecamatan Kuranji,
Kota Padang,Provinsi Sumatera Barat
Nama orang tua
Ayah : Nofi Azwar
Ibu : Yan
Yarni Riwayat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1. TK TK Amanah 2003-2004

2. SD SDN 50 Kuranji Padang, Belimbing 2004-2010

3. SMP SMP N 30 Padang, Simpang Haru 2010-2013

4. SMA SMA N 9 Padang, Pasar Baru 2013-2016

5. D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2016-2019

iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019”. Peneliti
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak peneliti tidak
akan bisa menyelesaikan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada, Yth:

1. Ibu Hj. Tisnawati, S. St, M. Kes selaku pembimbing I dan Ibu Delima,S. Pd,
M.Kes selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Ns. Sila Dewi Angreini, M. Kep Sp. KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep Sp. Jiwa selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
5. Bapak Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang beserta staf yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian.
6. Bapak Ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan
pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.
7. Bapak pembimbing akademik Tasman, S.Kp, M. Kep, Sp. Kom yang selalu
memberikan support dan arahan untuk peneliti dan rekan-rekan satu
bimbingan.
8. Teristimewa kepada orangtua dan saudara yang telah memberikan semangat
dan dukungan serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun.
9. Sahabat yang telah memberikan support dan nasehat yang membantu dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

vi
Poltekkes Kemenkes Padang
Akhir kata, peneliti berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Padang, Mei 2019

Peneliti

vii
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI
PADANG JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2019


Fera Azwar

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik Di Ruang


Kronik IRNA Kebidanan dan Anak Tahun 2019

Isi : x + 59 halaman, 1 bagan, 1 tabel, 13 lampiran

ABSTRAK
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang ditandai dengan
proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik bahkan kematian apabila tidak ditangani
dengan tepat. Data 3 bulan terakhir tahun 2018 ditemukan ada 3 orang anak
dengan sindrom nefrotik. Tujuan penelitian mendeskripsikan asuhan keperawatan
pada anak dengan sindrom nefrotik di ruang kronik IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Desain peneltian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan kasus


tanggal 19 – 23 Maret 2019 di ruang kronik anak. Populasi penelitian semua anak
dengan sindrom nefrotik berjumlah 2 orang. Sampel sebanyak 1 orang dengan
teknik purposive sampling. Instrumen pengumpulan data digunakan format
pengkajian anak dan alat pemeriksaan fisik. Cara pengumpulan data dengan
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumentasi. Analisis dengan
membandingkan semua temuan denganteori pada tahapan proses keperawatan.

Hasil penelitian, pada An. S ditemukan edema hampir seluruh badan, peningkatan
berat badan, dan penurunan nafsu makan. Diagnosa utama adalah kelebihan
volume cairan berhubungandengan gangguan mekanisme regulasi. Intevensi yaitu
manajemen cairan, monitor cairan dan monitor tanda-tanda vital. Implementasi
dilaksanakan selama lima hari. Evaluasi didapatkan edema pada palpebra, dan
tangan berkurang, frekuensi urine meningkat dari sebelumnya, penurunan berat
badan menjadi 35 kg, keseimbangan cairan intake dan output dan tanda-tanda
vital dalam batas normal.

Diharapkan kepada tenaga kesehatan di ruang klinik IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padangagar mengoptimalkan dalam memonitor cairan
intake dan output dan perubahan berat badan pada anak dengan sindrom nefrotik.

Kata kunci : Sindrom Nefrotik, Asuhan Keperawatan


Daftar Pustaka : 21 (2005 – 2017)

viii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………......... I
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................... iv
LEMBAR ORISINILITAS………………………………………………….. v
KATA vi
PENGANTAR........................................................................................ viii
ABSTRAK………………………………………………………………… ix
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... 1
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Konsep Sindrom Nefrotik ………………................................... 6
1. Pengertian ............................................................................... 6
2. Anatomi Fisiologi ..................................................................... 7
3. Peredaran Darah Ginjal .......................................................... 8
4. Etiologi...................................................................................... 10
5. Patofisiologi ............................................................................ 13
6. WOC ......................................................................................... 14
7. Manifestasi Klinis .................................................................. 15
8. Respon Tubuh ........................................................................ 16
9. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 16
10. Penatalaksanaan ....................................................................... 17
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Sindrom Nefrotik................. 17
1. Pengkajian……………………………………………………. 21
2. Diagnosis Keperawatan ............................................................ 28
3. Intervensi Keperawatan ........................................................... 28
4. Implementasi Keperawatan....................................................... 28
5. Evaluasi................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN 29
A. Desain Penelitian .......................................................................... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 30
C. Populasi dan Sampel...................................................................... 29
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data........................................... 29
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data............................................. 32
F. Prosedur Penelitian………………………………………………. 33
G. Analisa Data...................................................................................
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS 34
A. Deskripsi Kasus................................................................................... 34
1. Hasil Pengkajian............................................................................ 36
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................
ix
Poltekkes Kemenkes Padang
3. Intervensi Keperawatan........................................................................37
4. Implementasi Keperawatan...................................................................39
5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................40
B. Pembahasan.................................................................................................41
1. Pengkajian.............................................................................................41
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................42
3. Intervensi Keperawatan........................................................................46
4. Implementasi Keperawatan...................................................................48
5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................... 57
B. Saran...........................................................................................................59
.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan............................................................. 21

x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 WOC Sindrom Nefrotik......................................................................13

xi
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Format PengkajianPenelitian
Lampiran 2 Lembar Konsultasi KTI PenelitianPembimbing 1
Lampiran 3 Lembar Konsultasi KTI PenelitianPembimbing 2
Lampiran 4 Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed
Consent)
Lampiran 5 Surat Izin Pengambilan Data dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data dari Kepala RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Lampiran 7 Surat Izin Melakukan Survey Awal dari Ka. IRNA Anak
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari Kepala RSUP Dr M. Djamil
Padang Lampiran 10 Surat Izin Melakukan Penelitian dari Ka. IRNA Anak
Lampiran 11 Surat Selesai Penelitian dari Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 12 Daftar Hadir Penelitian di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 13 Jadwal Kegiatan Karya Tulis
Ilmiah

xii
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang paling sering
ditemukan. Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak
pertahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di
negara bekembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun pada anak usia kurang dari 14 tahun. Perbadingan anak
laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012).

Data rekam medik RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017, ditemukan
anak dengan sindrom nefrotik sebanyak 114 orang dengan hari rawatan
paling lama 57 hari. Sedangkan pada tahun 2016, ditemukan anak dengan
sindrom nefrotik sebanyak 81 orang dengan hari rawatan paling lama 49
hari.

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria masif (terutama albumin >40 mg/m2/jam), hipoalbuminemia
(albumin serum <3,0 g/Dl), hiperkolesterolinemia (>250 mg/dL), dan
edema (Marcdante dkk, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Mamesh, dkk di RSUP Prof.


DR.R.D.Kandou Manado (2016), menunjukkan proteinuria rerata pada
SNSS 288.89 mg/dl dan rerata pada SNRS 500 mg/dl.Kolesterol nilai
\rerata 379,50mg/dl pada SNSS dan 395,27mg/dl pada SNRS.Menurunnya
kadar albumin plasma akan menstimulus sintesis lipoprotein oleh hepar.
Keadaan hipoalbuminemia mungkin disebabkan oleh beberapa faktor

Poltekkes Kemenekes Padang


2

yaitu, kehilangan sejumlah protein dai tubuh melalui urin (proteinuria) dan
usus (protein losing enteropathy), katabolisme albumin, pemasukan
protein berkurang karena nafsu makan menurun, dan utilisasi asam amino
yang menyertai penurunan faal ginjal (Nuari & Widayati, 2017).

Sindrom nefrotik dapat menimbulkan kegawatan apabila tidak ditangani


dengan benar seperti syok hipovolemik, gagal ginjal akut, infeksi,
hipertensi, trombosis, gangguan elektrolit, malnutrisi dan gangguan
keterlambatan. Dampak terburuk dari sindrom nefrotik ini apabila tidak
dilakukan asuhan keperawatan secara tepat dan optimal pasien dapat
meninggal karena hipovolemia.

Kejadian infeksi meningkat serius terutama bakterimia dan peritonitis


yang disebabkan oleh hilangnya imunoglobulin dan komplemen di urin.
Efek samping steroid juga banyak ditemukan pada pasien yang resisten
steroid atau relaps sering. Hipovolemi dapat terjadi akibat diare atau
gangguan diuretik (Marcdante dkk, 2014).

Berdasarkan penelitian Pardede di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta


(2017), bahwa terapi suportif pada sindrom nefrotik meliputi terapi dietik,
tata laksana edema, hipertensi,hipovolemi,trombosis,hiperlipidemia, dan
infeksi. Anak dengan manifestasi klinis sindrom nefrotik pertama kali
sebaiknya dirawat dirumah sakit untuk mempercepat diagnosis,
pengaturan diit, tata laksana edema, edukasi orangtua, dan memulai
pemberian steroid. Pasien juga perlu dirawat jika terdapat edema
anasarka,syok, gagal ginjal, infeksi berat, hipertensi berat, atau muntah-
muntah.

Survey awal yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 2018 di ruang


KronikIRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
ditemukan 13 orang anak dirawat, 1 orang anak diantaranya dengan
diagnosa medis Sindrom Nefrotik. Pada anak dengan Sindrom Nefrotik

Poltekkes Kemenkes Padang


ditemukan adanya edema pada wajah, kaki, tangan dan asites. Diagnosa
keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan. Adapun
implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan adalah mencatat dan
monitor intake dan output, menilai tingkat keparahan edema.Anak dengan
edema yang berat perlu beristirahat di tempat tidur karena keadaan edema
yang berat menyebabkan anak kehilangan kemampuannya untuk bergerak
(Ngastiyah, 2014). Hal ini akan membuat anak merasa kurang nyaman
karena hanya berbaring di tempat tidur dan salah satu peran perawat
adalah memberikan terapi bermain yang dapat dilakukan anak di tempat
tidur untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada anak.

Peran perawat dalam penatalaksanaan sindrom nefrotik yaitu dalam


mengatasi edema yang berat klien perlu istirahat di tempat tidur karena
klien kehilangan kemampuan untuk bergerak dan perawat perlu untuk
pencatatan masukan dan keluaran cairan seama 24 jam. Perawat juga perlu
menilai tingkat keparahan edema, penambahan berat badan. Diet yang
diberikan tinggi kalori tinggi protein serta rendah garam. Keadaan daya
tahan tubuh penderita sindrom nefrrotik sangat rendah maka akan mudah
mendapat infeksi, oleh karena itu perlu menjaga kebersihan kulit dan alat-
alat tenun. Edukasi kepada orangtua juga perlu dilakukan, jika pasien telah
boleh pulang orang tua psien diberikan penjelasan bagaiman merawat anak
dengan sindrom nefrotik, dan orang tua perlu diterangkan aktivitas apa
yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu
diteruskan sampai dokter mengizinkan bebas diet.(Ngastiyah, 2014).

Berdasarkan masalah dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk


menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Sindrom
Nefrotik di ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus Sindrom Nefrotikdi ruang Kronik
IRNA Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil padang Tahun 2019 ?.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuahn keperawatan pada anak dengan
Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
a) Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan
kasus Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan
Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.
b) Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA
Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2019.
c) Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak
dengan kasus Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA
Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2019.
d) Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan
Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.
e) Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
kasus Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan
Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019
D. Manfaat Penulisan
1. Peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan danmenambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan
asuhan kperawatan pada anak dengan penyakit Sindrom Nefrotik di
Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2019.

2. Rumah Sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit
Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.

3. Instusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
untuk pengembangan ilmu pengetahuan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan anak dengan penyakit Sindrom Nefrotik di Ruang Kronik
IRNA Kebidanan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2019.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Sindrom Nefrotik


1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
proteinuria masif (terutama albumin >40mg/m2/jam), hipoproteinemia
(albumin serum <3,0 g/dL), hiperkolesterolemia (>250 mg/Dl), dan
edema (Marcdante, 2014).
Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein disebabkan
perubahan muatan negatif di membran bassals glomerulus yang pada
keadaan normal membatasi filtrasi protein serum.
Sindrom nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema,
proteinuria,hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang
terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah,
2014)

2. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan dalam tubuh secara baik dengan mengatur volume
cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme,
sisa pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifuddin,2016).
a. Struktur Ginjal
1) Bagian dalam (internal) medulasubstansia medularis terdiri
dari piramid renalis jumlahnya antara 8-16 buah yang
mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
mengahadap ke sinus renalis.
2) Bagian luar (eksternal) korteks. Substnsia bewana cokelat
merah, konsistensi lunak dan bergranula.
b. Struktur Mikroskopis Ginjal
1) Glomerulus, merupakan gulungan atau ayaman kapiler
yang terletak di dalam kapsula Bowman. Glomerulus

Poltekkes Kemenekes Padang


7

menerima darah dari arteriola aferen dan meneruskan


darah ke sistem vena melalui arteriola aferen.
2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung
berhubungan dengan kapsula Bowman.
3) Ansa Henle, klorida secara aktif diserap kembali pada
cabang asendens ansa henle dan natrium bergerak secara
pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
4) Tubulus distal konvulta, bagian tubulus ginjal yang
berkelok-kelok. Sekresi kalium terjadi secara murni . suatu
proes pasif yang terjadi karena gradien elektrokimia yang
ditimbulkan oleh perbedaan besar potensial pada segmen
nefron ini.
5) Duktus koligen medul, bukan merupakan saluran
metabolik tidak aktif, tetapi pengaturan secara halus
ekskresi natrium urine terjadi disini dengan aldosteron
yang paling berperan terhadap reabsorpsi natrium.

3. Peredaran Darah Ginjal


Ginjal mendapat darah dari arteri renalis merupakan cabang dari aorta
abdominalis, sebelum masuk ke dalam massa ginjal. Arteri renalis
mempunyai cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior dan yang
kecil arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk
ginjal anterior dan ventral.
Cabang posterior memberikan darah untuk ginjal posterior dan bagian
dorsal. Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis (Brudels line)
yang terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak
terdapat pembuluh darah sehingga, kedua cabang ini akan menyebar
sampai ke bagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula
ginjal, terletak dinatara piramid dan disebut arteri interlobularis.

Setelah sampai di daerah medula membelok 90o melalui basis piramid


yang disebut arteri Arquarta. Pembuluh ini akan bercabang menjadi

Poltekkes Kemenkes Padang


arteri interlobularis yang berjalan tegak kedalam korteks berakhir
sebagai :
1. Vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus
2. Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks tanpa
berhubungan dengan glomeralis
3. Pembuluh darah menembus kapsula Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen, selanjunya terdapat
suatu anyaman yang mengelilingi tubuli kontorti. Disamping itu ada
cabang yang lurus menuju ke pelvis renalis memberikan darah untuk
ansa Henle dan duktus koligen yang dinamakn arteri rektal. Dari
pembuluh rambut ini darah kemudian berkumpul dalam pembuluh
kapiler vena, bentuknya seperti bintang disebut vena stellata berjalan
ke vena interlumbalis.
Pembuluh limfe mengikuti perjalanan arteri renalis menuju nodi
limfatikus aorta lateral yang terdapat di sekitar pangkal arteri renalis,
dibentuk oleh pleksus yang berasal dari massa ginjal, kapsul fibrosa
dan bermuara di nodus lateral aortika (Syaifuddin, 2016).

4. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2014), penyebab sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya etiologi
dibagi menjadi :
1) Sindrom Nefrotik Bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya
edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan
ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meniggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a) Malaria kuartana atau parasit lainnya
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura, dan anafilaktoid.
c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik,
trombosis vena renalis
d) Bahan kima seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa
e) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,nefritis
membrano proliferatif hipokomplementemik
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut SN primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churg dkk, membagi dalan 4 golongan yaitu :
a) Kelainan minimal dengan menggunakan mikroskop
biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel
berpadu.
b) Nefropati membranosa. Semua glomerulus
menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel.
c) Glomerulonefritis proliferarif
1. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus,
terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel
polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma
endotel menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan
ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul
setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan
progresif dan pada sindrom nefrotik.
2. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk
thickening). Terdapat proliferasi sel mesangial yang
tersebar dan penebalan batang lobular.
3. Glomerulunefritis membranoproliferatif. Proliferasi
sel mesangial dan penempatan fibrin yang
menyerupai membran basalis di mesangium.
4) Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

5. Patofisiologi
Permeabilitas kapiler glomerulus terhadap albumin meningkat,
danpeningkatan pada beban hasil filtrasi ini akan melebihi kemampuan
sederhana tubulus untuk menyerap protein kembali, permeabilitas
berubah secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan
pengangkutan partikel yang bermuatan anion, seperti albumin, di
kapiler (Nuari & Widayati, 2017).

1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama
terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria
belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat
peningkatan permeabilitas membran basalis kapiler-kapiler
glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya
terjadi proteinuria (albuminuria). Beberapa faktor yang turut
menentukan derajat proteinuria (albuminuria) sangat komplek.
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian menempati
ruangan ekstra vaskular (EV). Plasma terutama terdiri dari albumin
yang berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh
kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non renal.
Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis
albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam
ruangan ekstravaskular (EV) dan intravaskular (IV).
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat
hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Bila kompensasi
sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan
diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-
renal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure.
Penurunaan faal ginjal ini kan mengurangi filtrasi natrium dan
glomerulus tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk
mencegah resorpsi natrium kedalam kapiler-kapiler pertibular.

3. Edema
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari
kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan ke
jaringan intertestial, klinis dinamakan sembab. Penurunan tekanan
onkotikmungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut
:
a) Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat
langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan
intertestial dan dinamakansembab
b) Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dan kapiler glomerulus dapat
menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan
konsekuensi berikut :
1) Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma renin dan angiotensin akan menyebabkan
rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormon
aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormon aldosteron akan
memepengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi
ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.

2) Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating


cathecolamines
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi
katekolamin, menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler
glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini
dapat diperberat oleh kenaikan plama renin dan angiotensin.
13

6. WOC

SN Bawaan SN Sekunder SN Idiopatik

Kerusakan glomerulus

Filtrasi ginjal terganggu

Imunoglobulin lolos dalam Protein dalam darah


filtrasi Protein dalam urine

MK Sintesis albumin dalam hati proteinuria


Ig G dan Ig A masuk ke urine
:Resiko
Hipoalbuminemia
Infeksi Merangsang sel hati Tekanan osmotik plasma
Sindrom Nefrotik membentuk
lipoprotein lipid Permeabilitas kapiler
MK : Kelebiham
Produksi lipid Edema Volume Cairan

S. pernafasan S. Pencernaan S. Perkemihan hiperlipidemia


S. Kardiovaskuler
Menekan diafragma
asites Volume cairan Hipoperfusi
Ekspansi paru intravaskuler ginjal S. Intergumen
Tekanan
Volume paru abdominal Hipovolemia Pelepasan renin Tirah baring
Dispnea angiotensin
Merangsang saraf Sirkulasi kulit
MK: Syok hipovolemia
simpatis abdomial Sekresi ADH Aldosteron terganggu
MK : Retensi Na dan air
Mual & muntah
Ketidakefektifan pola napas Luka/ lecet

Anoreksia Volume ekstravaskuler

MK : Jumlah urine yang MK:


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diekskresikan kerusakan
integritas kulit
MK :
Gagngguan
eliminasi urine Gambar : WOC Sindrom Nefrotik
Poltekkes Kemenkes Padan Sumber : Nuari & Widayati, (2017), Marcdante,
g
dkk (2014)
14

7. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditemukan adalah:
1) Edema Anasarka
2) Proteinuria >3,5 g/hari pada dewasa atau 0.05 g/kg BB/hari pada
anak-anak.
3) Hipoalbuminemia <30g/l
4) Edema generalisasi. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
edema muka, asites dan efusi pleura
5) Anoreksi
6) Fatique
7) Nyeri abdomen
8) Berat badan meningkat
9) Hiperlipidemia, umunya ditemukan hiperkolesterolemia
10) Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis
vena dan arteri.
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinis utama adalah
sembab, yang tampak ada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga
mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering
bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi
menyeluruh dan masif ( anasarka).
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan peyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif
yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan
sintesis albumin yang meningkat, atauedema atau keduanya. Nafsu
makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten steroid (Nuari & Widayati,2017).

Poltekkes Kemenkes Padang


8. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a) Sistem Pencernaan
Pindahnya cairan dari intravaskuler ke ruang intertisial yang dapat
mengakibatkan penigkatan tekanan pada aliran darah atau asites dan
merangsang saraf simpatis abdominal. Respon pada tubuh anak adalah
mual muntah dan anoreksia.
b) Sistem Pernafasan
Penumpukan cairan di ruang intertisial dapat mendesak diafragma
sehingga ekspansi paru menurun, respon pada tubuh anak adalah anak
mengalami sesak napas.
c) Sistem Kardiovaskuler
Penurunan tekanan osmotik plasma megakibatkan pindahnya cairan
dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial. Sehingga cairang di ruang
intravaskuler berkurang yang mengakibatkan hipovolemia. Respon
tubuh pada anak adalah pucat.
d) Sistem Perkemihan
Berkurangnya cairan ekstravaskuler sehingga terjadi syok hipovolemik
menurunnya aliran darah ke gnjal merangsang produksi renin
angiotensin sehingga sekresi ADH dan aldosteron meningkat. Hal ini
mengakibatkan retensi Na dan air sehingga volume cairan
ekstravaskuler meningkat dan jumlah urine yang diekskresikan
menurun. Respon tubuh pada anak adalah oliguria.
e) Siatem Intergumen
Edema pada tubuh mengakibatkan rusaknya jaringan epidermis kulit
sehingga timbul kemerahan pada kulit dan turgor kulit memburuk.
f) Sistem Imunitas
Kerusakan pada gomerulus ginjal sehingga filtrasi ginjal terganggu,
salah satu yang terjadi imunoglobulian lolos dalam filtrasi sehingga Ig
G dan Ig A lolos bersama urine. Respon tubuh pada anak adalah anak
demam dan badan lemah.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Urine
1) Urinalisis
a. Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari)
b. Bentuk hialin dan glanural
c. Hematuria
2) Uji dipstick urine (hasil positif untuk protein dan darah)
3) Berat jenis urine (meningkat palsu karena proteinuria)
4) Osmolalitas urine meningkat
b) Uji Darah
1) Kadar albumin serum menurun kurang dari 2 g/dl
2) Kadar kolesterol serum meningkat dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl
3) Kadar trigliserida serum meningkat
4) Kadar hemoglobin dan hematokrit meningkat
5) Hitung trombosit meningkat mencapai 500.000 sampai
1.000.000/µl
6) Kadar elktrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (Betz & Sowden, 2009).

10. Penatalaksanaan
a) Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8
minggu terapi. Kekambuhan diatasi denngan kortikosteroid dosis
tinggi untuk beberapa hari.
b) Penggantian protein (albumin dari makanan ataupun intravena).
c) Pengurangan edema
1. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat
untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular,
pembentukan trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).
2. Pembatasan natrium untuk mengurangi edema.
d) Mempertahankan keseimangan elektrolit
e) Pengobatan nyeri ( untuk mengatasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan edema dan terapi invasif).
f) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain).
g) Terapi imunosupresif ( siklofisfamid, klorambusil, atau siklosporin)
untuk anak yang gagal berespon terhadap steroid (Betz
&Sowden,2009).

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus sindrom nefrotik meliputi:
a) Identitas, seperti nama, tempat tanggal lahir, umur, nama ibu
kandung, jenis kelamin, berat badan lahir,panajng badan badan
lahir, apakah cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara.
b) Keluhan utama
Biasanya pada klien dengan sindroma nefrotk keluhan yang
dirasakan adanya edema pada badan, muka sembab, dan nafsu
makan menurun.
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak akan mengeluhkan sembab pada
beberapa bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, kaki,
tangan serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh
anak lemah.
2) Riwayat kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji apakah
anak pernah mengalami penyakit ginjal sebelumnya. Apakah
anak pernah mengalami edema sebelumnya. Apakah anak
pernah mengalami penyakit malaria dan terpapar bahan kimia.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit gagal ginjal akut dan gagal ginjal kornik.
4) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan
adakah menderita penyakit ginjal, malaria, dan terpapar bahan
kimia.
5) Riwayat Pertumbuhandan Perkembangan
Tentukan usia saat penanda kemampuan kontrol motorik kasar
dicapai, seperti duduk, berdiri, berjalan, bersepeda dan
seterusnya. Tanyakan apakah anak telah memiliki
keterampilan motorik halus seperti menggenggam,
melepaskan, menggenggam penjepit, krayon, atau
menggunakan sendok garpu, dan keterampilan menulis dengan
tangan.
6) Riwayat Psikoseksual
Anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba
dan merasakan kenikmatan dari bebrapa daerah erogennya,
senang bermain dengan berjenis kelamin beda, oedius
komplek untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra
komplek untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
7) Riwayat Psikososial
Anak berada pada fase pra sekolah yaitu memiliki inisiatif
untuk belajar mencari pengalaman baru.
8) Perkembangan Kognitif
Masuk tahap pra operasional yaitu mulai mempresentasekan
dunia dengan bahasa, bermain, dan meniru, menggunakan alat-
alat sederhana.
9) Perkembangan Fisik dan Mental
Melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan,
dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebutkan hari dalam seminggu, protes bila dilarang,
mengenai empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru
aktivitas orang dewasa.
10) Riwayat hospitalisasi
Sedih, perasaan, berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel gelisah, perasaan berpisah
dari orangtua,dan teman.
c) PemeriksaanFisik
1) Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah
Tekanan darah normal pada anak 100/60 mmHg. Biasanya anak
yang hipovolemik akan mengalami hipotensi 95/65 mmHg dan
dapat juga anak akan mengalami hipertensi ringan apabila
kolesterol meningkat.
b. Nadi
Nadi berdasarkan usia, frekuensi nadi usia 1-3 tahun 90-
150x/menit, usia 4-5 tahun 80-140x/menit, usia 5-12 tahun 70-
120x/menit, usia 12-18 tahun 60-100x/menit
c. Pernapasan
Pernapasan berdasarkan usia, frekuensi pernapasan 0-12 bulsn 25-
55x/menit, 1-3 tahun 20-30x/menit, usia 4-5 tahun 20-25x/menit,
usia 6-12 tahun 14-22x/menit, 12-18 tahun 12-18x/menit.
d. Suhu
Suhu tubuh normal 36,5oC-37,5OC, pada anak SN biasanya
mengalami hipertermi.
2) Kepala-Leher
Biasanya tidak ada kelainan pada kepala, pada wajah ditemukan
sembab diseluruh wajah.
3) Mata
Biasanya edema didaerah kelopak mata, terlihat jelas pada pagi hari
saat bangun tidur dan bengkak berkurang setelah siang atau sore hari.
4) Hidung
Biasanya pada anak SN ditemukan pernapasan cuping hidung dan
pola pernapasan tidak teratur.
5) Mulut
Biasanya anak akan mengalami sianosis apabila terjadi penurunan
saturasi oksigen.
6) Paru-paru
a) Inspeksi
Pada saat di inspeksi akan tampak retraksi pada dinding dada.
b) Palpasi
Dikaji apakah fremitus kiri dan kanan pasien sama. Apakah ada
nyeri saat disentuh.
c) Perkusi
Dikaji apakah ada massa atau tidak.
d) Auskultasi
Dikaji apakah ada suara nafas abnormal dan suara nafas tambahan.
7) Kardiovaskuler
a) Inspeksi
Biasanya tidak ada kelainan.
b)Palpasi
Iktus cordis teraba di RIC 3 dan 4, biasanya terjadi peningkatan
atau penurunan denyut jantung.
c) Perkusi
Dikaji apakah ada pembesaran jantung. Basanya tidak ada kelainan.
d)Auskultasi
Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 biasanya normal. Dikaji
apakah ada bunyi jantung tambahan.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Saat dikaji ditemukan adanya asites pada anak.
b) Palpasi
Saat dikaji biasanya ditemukan adanya distensi abdomen pada
anak.
c) Perkusi
Pada saat dikaji akan erdengar bunyi dullness karena adanya asites
pada anak.
d) Auskultasi
Pada saat dikaji didengar suara bising usus.
9) Kulit
Biasanya pada kulit akan tampak edema, kulit pucat, kulit mengenag
karena edema, CRT >2detik .
10) Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edama pada kedua ekstremitas dan
ditemukan CRT >2 detik.
11) Genitalia
Biasanya pada laki-laki akan terjadi edema pada skrotum dan pada
anak perempuan akan terjadi edema pada labia mayora.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan
onkotik akibat hilangnya protein dalam plasma.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekunder, imunosupresan.
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan protein albumin dalam darah.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
6) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan peningkatan volume
ekstravaskuler.
7) Syok hipovolemia berhubungan dengan penurunan cairan
intravaskuler.
8) Ansietas berhubungan dengan peubahan status kesehatan, hospialisai
pada anak.
9) Risiko gngguan perkembangan berhubungan dengan penyakit kronis,
kelainan kongenital,
10) Risiko gangguan pertumbuhan berhubunan dengan penyakit kronis,
kelainan kongenital, dan ketidakadekuatan nutrisi

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
1 Kelebihan volume a. Keseimbangan Manajemen cairan
cairan cairan :
Batasan 1) Keseimbangan 1) Timbang berat
karakteristik: intake dan output badan
1) Edema dalam 24 jam 2) Catat intake dan
2) Ketidakseim 2) Berat badan ouput
bangan stabil 3) Monitor status
elektrolit 3) Turgor kulit hidrasi (mislanya
3) Oliguria kembali normal mukosa lembab,
4) Penambahan 4) Kelembaban denyut nadi
berat badan membran adekuat)
dalam waktu mukosa tidak 4) Monitor hasil
singkat terganggu laboratorium
5) Gangguan 5) Hematokrit tidak 5) Monitor tanda-
pola napas terganggu tanda vital pasien
6) Dispnea 6) Berat jenis urin 6) Monitor
7) Perubahan tidak terganggu makanan/cairan
berat jenis 7) Tekanan darah yang dikosumsi
urine kembali normal 7) Monitor status
8) Penurunan hb 8) Asites tidak ada gizi
9) Penurunan Ht 9) Pusing tidak ada 8) Dukung pasien
10) Gelisah 10) Bola mata dan keluarga
Faktor yang cekung tidak ada untuk membantu
berhubungan: dalam pemberian
1) Gangguan makan dengan
mekanisme baik
regulasi 9) Tawari makanan
2) Kelebihan ringan (misalnya
asupan cairan minuman ringan
3) Kelebihan dan buah-buahan
asupan segar/jus buah)
natrium
NO Diagnosa NOC NIC

Monitor cairan :
1) Tentukan jumlah
dan jenis
intake/asupan
cairan serta
kebiasaan
eliminasi
2) Tentukan fakor-
faktor risiko
yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbang
an cairan
3) Monitor berat
badan
4) Monitor asupan
dan pengeluaran
5) Monitor nilai
kadar dan
elektrolit urin
6) Monitor kadar
serum albumin
dan protein total

Monitor tanda-
tanda vital :
1) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
2) Monitor irama
dan laju
pernapasan
3) Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
4) Monitor sianosis
dan perifer
NO Diagnosa NOC NIC
2. Ketidakefektifan Status pernapasan : Manajemen jalan
pola napas 1) Frekuensi pernapasan napas :
Batasan normal 1) Posisikan
karakteristik: 2) Irama pernapasan ppasien untuk
1) Dispnea normal memaksimalkan
2) Penggunaan otot 3) Kepatenan jalan ventilasi
bantu napas tidak terganggu 2) Bantu pasien
pernapasan 4) Saturasi oksigen untuk bernafas
3) Pernapasan tercukupi pelan dan dalam
cuping hidung 5) Penggunaan otot 3) Gunakan teknik
4) Pola nopas bantu napas tidak ada yang
abnnormal ( mis. 6) Retraksi dinding dada menyenangkan
Irama, frekuensi, tidak ada untuk memotivsi
kedalaman) 7) Sianosis tidak ada bernafas dalam
8) Suara nafas tambahan kepada anak-
Faktor yang tidak ada anak
berhubungan : 9) Pernpasan cuping 4) Ajarkan cara
1) Hiperventilasi hidung tidak ada melakukan batuk
2) Keletihan otot 10) Batuk tidak ada efektif
pernapasan 5) Posisikan untuk
3) Posisi tubuh yang meringankan
menghambat sesak nafas
ekspansi paru 6) Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi

Monitor
pernapasan :
1) Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan bernafas
2) Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu nafas,
dan retraksi
dinding dada
3) Monitor suara
NO Diagnosa NOC NIC
nafas tambahan
4) Monitor pola
napas
5) Monitor saturasi
oksigen

3. Resiko infeksi : Keparahan infeksi Kontrol infeksi :


Faktor resiko : 1) Demam tidak ada 1) Bersihkan
1) Malnutrisi 2) Suhu tubuh dalam lingkungan
2) Gagguan batas normal dengan baik
integritas kulit 3) Nyeri tidak ada 2) Batasi jumlah
3) Imunisupresi 4) Letargy tidak ada pasien
4) Leukopenia 5) Nafsu makan tidak 3) Ajarkan cara cuci
5) Penurunan terganggu tangan dengan
hemoglobin 6) Leukosit dalam batas tepat
6) Terpajan pada normal 4) Cuci tangan
wabah Kontrol resiko : proses sebelum dan
infeksi : sesudah kegiatan
1) Mengidentifikasi perawatan pasien
faktor resiko infeksi
2) Mengetahui perilaku Manajemen nutrisi
yang berhubungan :
dengan risiko infeksi 1) Tentukan status
3) Mengidentifikasi gizi pasien
tanda dan gejala 2) Tentukan jumlah
infeksi kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan
3) Atur diet yang
diperlukan
4. Keidakseimbangan Status nutrisi : Manajemen nutrisi
nutrisi : kurang dari 1) Asupan gizi tercukupi :
kebutuhan tubuh 2) Asupan makanan 1) Tentukan status
Batasan karakteristik tercukupi gizi pasien
: 3) Asupan cairan 2) Tentukan jumlah
1) Diare tercukupi kalori dan jenis
2) Penurunan berat 4) Berat badan dan nutrisi yang
badan tinggi badan normal dibutuhkan
3) Ketidakmampua 5) Hidrasi tidak ada 3) Atur diet yang
n memakan diperlukan
makanan Status nutrisi : Asupan
NO Diagnosa NOC NIC
4) Membran makanan dan cairan Monitor nutrisi :
mukosa pucat 1) Asupan makanan 1) Timbang berat
5) Nyeri abdomen secar oral adekuat badan pasien
2) Asupan cairan secra 2) Monitor
Faktor yang oral adekuat pertumbuhan
berhubungan : 3) Asupan nutrisi dan
1) Faktor parenteral adekuat perkembangan
biologis 3) Monitor turgor
2) Ketidakmam kulit
puan makan 4) Monitor adanya
3) Ketidakmam mual dan
puan muntah
mencerna 5) Monior diet dan
makanan asupan kalori
4) Ketidakmam 6) Identifikasi
puan perubahan nafsu
mengabsorps makan
i nutrien
5) Kurang
asupan
makanan

5. Kerusakan integritas Integritas jaringan : kulit Manajemen


kulit & membran mukosa : tekanan
Batasan karakteristik 1) Suhu kulit normal 1) Berikan pakaian
: 2) Hidrasi tidak ada yang tidak ketat
1) Kerusakan 3) Perfusi jaringan tidak pada pasien
integritas kulit terganggu 2) Monitor area
Faktor yang 4) Integritas kulit tidak kulit yang
berhubungan : terganggu mengalami
Eksternal : 5) Tidak ada lesi pada kemerahan dan
1) Hipertermia kulit pecah-pecah
2) Hipotermia 6) Tidak ada lesi pada 3) Monitor aktivitas
Internal : membran mukosa dan mobilitas
1) Gangguan 7) Wajah pucat tidak pasien
sirkulasi ada 4) Monitor sumber
2) Gangguan turgor 8) Pengerasan pada kulit tekanan dan
kulit tidak ada gesekan
3) Gangguan
volume cairan Pengecekan kulit :
4) Imunnodefisiensi 1) Amati warna,
NO Diagnosa NOC NIC
5) Nutrisi tidak kehangatan,
adekuat bengkak, pulsasi,
tekstur,
edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2) Monitor warna
dan suhu kulit
3) Monitor warna
kulit untuk
memeriksa
adanya ruam
atau lecet
4) Monitor kulit
untuk adanya
kekeringan atau
kelembaban
5) Monitor infeksi,
teruama dari
daerah edema

Manajemen cairan
:
1) Timbang berat
badan
2) Catat intake dan
ouput
3) Monitor status
hidrasi (mislanya
mukosa lembab,
denyut nadi
adekuat)
4) Monitor hasil
laboratorium
5) Monitor tanda-
tanda vital pasien
6) Monitor
makanan/cairan
yang dikosumsi
7) Monitor status
gizi
NO Diagnosa NOC NIC
8) Dukung pasien
dan keluarga
untuk membantu
dalam pemberian
makan dengan
baik
9) Tawari makanan
ringan (misalnya
minuman ringan
dan buah-buahan
segar/jus buah)

Sumber : SDKI, NANDA, NOC & NIC

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahapan keempat dalam proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Implementasi merupakan tindakan yang nyata mencapai hasil yang
diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah yang sedang
dihadapi. Pada tahap implementasi ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu
validasi rencana keprawatan, menuliskan dan mendokumentasikan rencana
keperawatan serta melanjutkan pengumpulan data (Mitayani, 2011).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri
klien dan menilai sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Perawat dapat
memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang
ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat
dimodifikasikan(Mitayani,2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dan jenis
penelitiannya adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian
ini menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
Sindrom Nefrotikdi ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2019.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dimulaiNovember 2018 – Maret
2019. Waktu untuk penelitian studi kasus dilakukan tanggal 19 Maret
2019 – 23 Maret 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi dari penelitian ini adalah semua anak yang dirawat dengan
Sindrom Nefrotik di ruangan Kronik IRNA Kebidanan RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jumlah populasi pasien anak dengan sindrom nefrotik
di ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang sebanyak 2 orang.
2. Sampel penelitian ini adalah anak dengan Sindrom Nefrotik di
ruangan Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2019 dengan jumlah sampel 1 orang. Teknik
pengambilan sampel dengan purposive sampling yaitu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasisesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah
dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2015).

29

Poltekkes Kemenekes Padang


30

Adapun kriteria dalam pengambilan sampel ini adalah :


a) Kriteria inklusi
1) Anak yang dirawat dengan Sindrom Nefrotik diruang Kronik
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2019.
2) Anak dan orang tua yang bersedia menjadi responden.
b) Kriteria eksklusi
1) Anak yang pulang apabila hari rawatan kurang dari 5 hari .
2) Anak dengan sindrom nefrotik yang mengalami perburukan
keadaan (penurunan kesadaran), komplikasi berat (penyakit
ginjal kronis, SLE).
Saat dilakukan penelitian ditemukan 2 orang pasien dengan
sindrom nefrotik, keluar 1 orang termasuk kriteria eksklusi karena
hari rawatan kurang dsri 5 hari, maka didapatkan 1 sampel anak
dengan sindrom nefrotik.

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data


Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik adalah
termometer, stetoskop, timbangan berat badan, dan penlight. Instrumen
yang digunakan dalam penleitian ini yaitu format asuhan keperawatan
anak (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi).

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


1) Jenis Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
responden (Sujarweni, 2014). Pada penelitian ini data primer peneliti
diperoleh dari hasil wawancara yaitu identitas pasien, riwayat
kesehatan, pola aktivitas sehari-hari dan keadaan lingkungan tempat
tinggal), pemeriksaan fisik secara head to toe, mulai dari wajah

Poltekkes Kemenkes Padang


sampai tungkai kaki, nilai tingkat keparahan edema, tanda- tanda vital
(tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu), dan turgor kulit.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data dari rekam medik serta dokumentasi di
ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP dr. M. Djamil
Padang. Pada penelitian ini datas sekunder peneliti yaitu data
penunjang ( hasil pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia klinis,
dan pemeriksaan urin).

2) Cara Pengumpulan Data


a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian antara pewawancara dan sumber
informasi melalui komunikasi langsung (Yusuf, 2014). Dalam
penelitian ini wawancara mengenai identitas pasien, keluhan utama
pasien, riwayat kesehatan pasien, dan pola aktivitas sehari-hari pasien.
b. PemeriksaanFisik
Pada penelitian ini peneliti melakukan pemeriksaan yang meliputi
keadaan umum pasien dan pemeriksaan fisik head to toemenggunakan
prinsip IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi).
Pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya edema pada kedua tangan
hingga siku, pada kedua kaki hingga paha, dan perut.
c. Observasi
Pada penelitian ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi
pasien dan juga mengobservasi respon tubuh terhadap tindakan yang
dilakukan yang dilakukan yaitumemantau keadaan edema dan
memantau intake dan output.
c. Pengukuran
Pada penelitian ini, dilakukan dengan metoda pengukuran
menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik, seperti menimbang berat
badan, mengukur tinggi badan, pengukuran tanda-tanda vital (nadi,
suhu, pernafasan, dan tekanan darah).
d. Dokumentasi
Dalam penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit sebagai
penunjang penelitian seperti hasil urinalisa meliputi kadar/jumlah
protein dalam urine, pemeriksaan darah rutin meliputi nilai
hemoglobin, hematokrit, trombosit , dan leukosit serta pemeriksaan
kimia klinik meliputi albumin serum, kolesterol, dan nilai elektrolit
dalam darah.

F. Prosedur Penelitian
Adapun langkah – langkah prosedur penelitian ini adalah :
a. Prosedur Administrasi
1. Peneliti meminta izin penelitian dari instalasi asal penelitian yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang
2. Meminta surat rekomendasi ke RSUP DR. M. Djamil Padang
3. Mmeinta izin ke Kepala RSUP DR. M. Djamil Padang
4. Memina izin ke Kepala Keperawatan IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang
5. Meminta izin kepada kepala ruangan rawat inap anak (Kronik)
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
6. Melakukan pemilihan sampel sebanyak 1 orang dari 2 orang
pasienanak dengan Sindrom Nefrotik. Pemilihan sampel dilakukan
dengan teknik purposive samplingsesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan.
7. Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan tentang
tujuan penelitian.
8. Responden dan keluarga memberikan persetujuan untuk dijadikan
responden dalam penelitian.
9. Responden dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya.
10. Responden atau orangtua menandatangani informed consent. Peneliti
meminta waktu responden untuk melakukan asuhan keperawatan.
b. Prosedur Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan yang dilakukan penelitia adalah :
1. Peneliti melakukan pengkajian kepada responden menggunakan
metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pengukuran.
2. Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada
responden
3. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden
4. Peneliti melakukan tindakan keperawatan pada responden.
5. Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian sampai
pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan terhadap
responden.

G. Analisa Data
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan meliputi analisa data
yang ditemukan dari hasil pengkajian, dimana analisa data bertujuan untuk
menegakkan diagnosa keperawatan dan untuk menganalisis semua
tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep teori
keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik.Data yang telah didapat
dari hasil melakukan asuhan keperawaan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan,melakaukan implementasi
sampai evaluasi hasil dari tindakan keperawatan dinarasikan dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan pada kasus sindrom
nefrotik.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
An. S perempuan berusia 12 tahun datang sendiri dibawa orangtuanya ke
RUSP. Dr. M. Djamil Padang pada 14 Maret 2019 pukul 13.00 WIB melalui
IGD RSUP Dr. M Djamil Padang. Ibu mengeluhkan anak mengalami sembab
pada kedua kaki, tangan dan perut. Anak tampak pucat dan mengalami mual
dan muntah. Diagnosa Medis anak adalah Sindrom nefrotik + Diare.

1. Hasil Pengkajian
An . S perempuan berusia 12 tahun dibawa ke RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 14 Maret 2019 pukul 13.00 WIB melalui IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan keluhan sembab pada kaki, tangan, dan perut anak
sejak 2 minggu yang lalu. Anak mual dan muntah serta tidak nafsu makan.
Anak pucat sejak 1 minggu yang lalu. Urine keluarsedikitdan bewarna
kecoklatan. Berat badan anak saa tini 36 kg, sebelumsakitberatbadananak 33
kg. An. S dirawat di ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan diagnosa medis Sindrom Nefrotik + Diare.

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 19 maret 2019 pada pukul 10.00 WIB
dengan hari rawatan ke-6, klien tampak sembab pada kaki, tangan, dan perut,
anak tampak pucat dan tidak nafsu makan. Ny. K mengatakan anak mual dan
muntah. Urine keluar sedikit dan bewarna coklat pekat. Berat badan anak
saat ini 36 kg dan sebelum sakit BB anak 33 kg. Anak tampak lemah dan
gelisah. Ny. K mengatakan anak sembab sejak 2 minggu yang lalu, sebelum
dibawa ke rumah sakit anak berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan
mendapatkan obat furosemid, spironolakton dan ondansentron.

Padariwayatkesehatandahulu, tiga bulan terakhir klien pernah mengalami


demam selama seminggu orang tua hanya memberikan obat yang
diberikanbidansaja.

34

Poltekkes Kemenekes Padang


35

Data hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut, pada tanggal 19 Maret 2019
suhu 37,3oC dan tanggal 21 Maret 2019 suhu 38oC , pernapasan 22x/m, dan
nadi 88x/m dan kesadaran compos mentis. Sembab pada palpebra sudah
mulai berkurang. Berat badan pasien saat ini 36 kg dan sebelum sakit 33 kg.
Pada ekstremitas atas, sembab pergelangan tangan hingga siku, pada lengan
atas sudah berukurang. Pada perut tampak asites dan menegang dengan
lingkar perut 64 cm. Pada ekstremitas bawah, sembab pada kedua pungung
kaki hingga tibia. Sembab pada femur sudah berkurang. Turgor kulit kembali
cepat dan CRT <2dtk.

Data pengkajian kegiatan sehari-hari, pasien mendapatkan diit MB Nefrotik


2000 kkal garam 1 gr/hari dan protein 40 gr/hari, minum ±800cc, tidur siang
±3 jam dan tidur malam ±8 jam pukul 22.00 WIB dan terbangun pukul 06.00
wib (8 jam). Dalam sehari BAK ± 5x (±900cc) berwarna coklat pekat. BAB
klien 1x sehari konsistensi lembek warna coklat. Pada tanggal 21 Maret 2019
BAB klien ±6x bewarna coklat, dengan konsistensi encer dan tidak berdarah.

Data hasil pemeriksaan penunjang, pada tanggal 16 Maret 2019 didapatkan


data hasil pemeriksaan darah nilai Hb8,0 g/dl ( 12,0 – 15,0 g/dl), nilai
leukosit 29.180/mm3 (4500 – 13.500/mm3), nilai eritrosit 3,27 juta (4,0-5,4
juta), nilai trombosit 433.000/mm3 (150.000-450.000/mm3), nilai hematokrit
27% (35-49%), N segmen 80% (23-53%) dan nilai limfosit 15% (23-53%).
Data hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 16 Maret 2019 didapatkan nilai
ureum 9 mg/dl (10,0-50,0 mg/dl), nilai kreatinin 0,5 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl),
nilai kalium 3,3 Mmol/L (3,5-5,1 Mmol/L), total protein 5,9 g/dl (6,6-8,7
g/dl), albumin 2,8 g/dl (3,8-5,0 g/dl), dan globulin 3,1 g/dl (1,3-2,7 g/dl).
Data hasil pemeriksaan urine tanggal 16 Maert 2019 didapatkan kekeruhan
urine positif, leukosit 60 – 80 L/PB (>5L/PB), eritrosit 1-2 L/PB (≤1L/PB),
dan pretoin dalam urine positif (+++).

Poltekkes Kemenkes Padang


2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data yang peneliti lakukan, maka masalah keperawatan
yang muncul tanggal 19 Maret 2019 pada An. S. Diagnosa 1.) Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(penurunan tekanan onkotik koloid), diagnosa 2.) resiko infeksi berhubungan
dengan proses penyakit, diagnosa 3.) ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan kurang asupan makanan. Dan pada tanggal 21
maret 2019 ditemukan dua masalah keperawatan baru pada An. S yaitu
1.) Diareberhubungandengan proses infeksi, dan 2.) hipertermi berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme

Pada diagnosa 1) kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi ( penurunan tekanan onkotik koloid) ditandai dengan
data subjektif : Ny. K mengatakan anaknya mengalami sembab pada kaki,
tangan dan perut, Ny. K mengatakan anak suka gelisah. Data objektif : intake
cairan ±1000cc, BAK ±800 cc, BB saat ini 36 kg dan sebelum sakit 33 kg,
An. S tampak sembab pada pergelangan tangan hingga siku, sembab pada
kedua punggung kaki hingga tibia, perut tampak asites dengan lingkar peur
64 cm, anak tampak gelisah, nilai albumin darah 2,8 g/dl (3,8-5,0 g/dl) , Total
protein 5,9 g/dl (6,6-8,7 g/dl), dan Protein urine positf (+++).

Pada diagnosa 2.) resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit, data
subjektif: Ny. K mengatakan anak demam, Ny. K mengatakan anak sering
gelisah, data objektif: suhu 37,3oC, urine keluar sedikit dan bewarna coklat
pekat, nilai leukosit 29,180/mm3, nilai albumin 2,8 g/dl, dan An. S tampak
gelisah.

Pada diagnosa 3.) ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan faktor biologis, data subjektif: Ny. K mengatakan anak
menghabiskan ½ porsi makanan yang diberikan, Ny. K mengatakan
terkadang An. S malas makan, Ny,. K mengatakan anak merasa mual dan
muntah. Data objektif: An. S hanya menghabiskan ½ porsi makan saja, nilai
albumin 2,8 g/dl, Hb 8,0 g/dl, IMT: 18,3 kg/m2, An. S tampak pucat dan
lemah.

Pada diagnosa 4.) Diare berhubungan dengan proses penyakit. Data subjektif:
Ny. K mengatakan anak BAB ± 6x warna coklat. Ny. K mengatakan BAB
anaknya encer. Ny.K mengatakan anak rewel dan gelisah. Data objektif:
suhu: 38oC, BB: 35 kg, konsistensi BAB encer, tidak ada ampas, dan tidak
berdarah, warna BAB coklat, mukosa bibir tampak kering dan pucat, intake
cairan: ± 1200 cc , output cairan : ± 600 cc.

Pada diagnosa 5.) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme. Data subjektif: Ny K mengatakan anak demam sejak tadi pagi
dan berkeringat. Data objektif: anak tampak demam, suhu: 38oC, RR: 20x/m
HR: 100x/m, kulit teraba hangat.

3. IntervensiKeperawatan
Berdasarkan masing-masing diagnosa yang telah peneliti rumuskan maka
dibuat intervensi keperawatan sebagai berikut:
1.) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi (penurunan tekanan onkotik koloid), Rencana
intervensinya adalah 1) manajemen cairan diantaranya menimbang berat
badan klien, catat intake dan output klien, monitor dan kaji luas edema,
monitor tanda-tanda vital klien, berikan terapi diuretik, berikan diit TKTP
rendah garam, 2) monitor cairan diantaranya monitor nilai kadar dan
elektrolit urin dan monitor kadar serum albumin dan protein total. Kriteria
hasil yang hendak dicapai yaitu : keseimbangan intake dan output 24 jam,
berat badan stabil, turgor kulit kembali normal, kelembaban mukosa tidak
terganggu, tekanan darah normal, asites tidak ada, bola mata tidak cekung.
2.) Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit. Rencana
intervensinya adalah 1) kontrol infeksi diantaranya bersihkan lingkungan
dengan baik, batasi jumlah pasien, ajarkan cuci tangan yang benar, cuci
tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien. 2) manajemen
nutrisi diantaranya yaitu tentukan status gizi pasien, tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang diberikan, berikan diit TKTP rendah garam yang telah
ditentukan. Kriteria hasinya adalah demam tidak ada, suhu tubuh dalam
batas normal, nyeri tidak ada, nafsu makan tidak terganggu, leukosit dalam
batas normal, identifikasi faktor resiko infeksi, identifikasi tanda dan gejala
infeksi.
3.) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan. Rencana intervensinya
yaitu 1) manajemen nutrisi diantaranya tentukan status gizi pasien, tentukan
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang diberikan, berikan diit TKTP rendah
garam, 2) monitor nutrisi diantaranya yaitu timbang berta badan pasien,
monitor pertumbuhan dan perkembangan, monitor turgor kulit, monitor
adanya mual dan muntah, dan identifikasi perubahan nafsu makan. Kriteria
hasinya adalah asupan nutrisi tercukupi, asupan makanan tercukupi, asupan
cairan tercukupi, berat badan normal, dan hidrasi tidak ada, asupan makanan
dan cairan secara oral adekuat.
4.) Diare berhubungan dengan proses infeksi. Rencana
intervensinya yaitu 1) manajemen diare diantaranya monitor tanda dan
gejala diare, evaluasi efek samping pengobatan, observasi intake makanan
yang dikonsumsi sebelumnya, identifikasi faktor penyebab diare, berikan
diit tinggi kalori rendah serat yang telah ditetapkan. 2) manajemen saluran
cerna diantaranya monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi
bentuk, volume dan warna, monitor bisisng usus, motivasi klien untuk
makan kamakanan yang berserat. Kriteria hasilnya adalah frekuensi BAB
normal, konsistensi feses baik, distensi abdomen tidak ada, tidak adan
peningkatan peristaltik usus, diare tidak ada.
5.) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Rencana intervensinya adalah 1) perawatan demam diantaranya yaitu pantau
suhu dan tanda-tanda vital, monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
kehilangan cairan yang dirasakan, dorong konsumsi cairan. 2) pengaturan
suhu diantaranya yaitu monitor suhu minimal tiap 3 jam, monitor suhu dan
warna kulit, monitor tanda-tanda hipertermi, tingkatkan intake cairand an
nutrisi yang adekuat, dan ajarkan cara kompres. Kriteria hasilnya yaitu suhu
normal, tidak ada peningkatan suhu tubuh, berkeringat tidak ada, dehidrasi
tidak ada, tekanan darah normal.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukaan untuk masalah keperawatan
didapatkan yaitu :
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi (penurunan tekanan onkotik koloid) yaitu
a) menimbang dan mencatat berat badan anak, b) Mencatat intake dan
output anak, c) Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital anak, d) Menilai
luas dan lokasi edema pada anak, e) Memberikan terapi obat diuretik lasix
1x18 mg
2) Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit yaitu
a) Memberikan terapi antibiotik : cefixime 2x100 mg, b) Menilai adanya
tanda-tanda infeksi, c) Mengukur dan mencatat suhu, d) Memberikan diit
MB nefrotik 2000 kkal, e) Mengajarkan pasien dan keluarga cara cuci
tangan 6 langkah.
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu a) Memberikan diit
MB nefrotik 2000 kkal, b) Mengedukasi klien dan keluaga untuk
menghabiskan diit yang diberikan, c) Menilai turgor kulit, kelembaban
mukosa mulut, d) Memantau mual dan muntah pada anak.
4) Diare berhubungan dengan proses infeksi yaitu a) Memberikan
cairan oralit 400cc, b) Memberikan terapi zinc 1x20 mg, c) Memantau mata
cekung, turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, CRT pada anak,
d) Memcatat warna, frekuensi, konsistensi dan jumlah feses setiap kali BAB
5) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme yaitu a) Mengukur suhu tubuh anak setiap 3 jam,
6) b) Memberikan paracetamol tablet 250 gram, c) Memeritahu ibu
untuk mengompres anak dengan kompres hangat di kening, lipatan paha dan
aksila, d) Memantau perubahnan suhu anak stelah diberikan paracetamol, e)
Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan anak minum sesering mungkin

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan evaluasi keperawatan selama 5 hari berturut-turut untuk
masing- masing diagnosa yang dapat teratasi dengan baik
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dapat teratasi sebagian pada hari ke-5 dengan
S: Ny.K mengatakan sembab sudah mulai berkurang, O: An. S tampak
sembab berkurang, berat badan: 35 kg, Suhu 37oC , RR: 20x/m, nadi:
80x/m, Intake cairan: ±1600 cc, Output: ± 1500 cc, A: Masalah teratasi
sebagian, P:Intervensi dilanjutkan.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit dapat
teratasi pada hari ke 2 dengan S : Ny. K mengatakan An. S tidak demam,
O: Suhu tubuh 37oC, Leukosit 11.740/mm3, An. S mendapatkan antibiotik
cefixime 2x100 mg, A: Masalah teratasi, P: Intervensi dihentikan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan dapat teratasi dengan
pada hari ke 4 dengan S: Ny. K mengatakan anak sudah mau mulai makan,
Ny. K mengatakan anak sudah hampir menghabiskan makanan yang
diberikan, O: An. S sudah menghabiskan makanan yang diberikan, Berat
badan: 35 kg, An. S mendapatkan diit MB nefrotik 2000kkal, A:masalah
teratasi, P: Intervensi dihentikan.
4) Diare berhubungan dengan proses infeksi dengan S :Ny. K
mengatakan BAB anak encer dan tidak berdarah, Ny. K mengatakan anak
sudah BAB ±3xsejak pagi, O: An. S mendapatkan oralit dan dan zinc sesuai
dengan order dokter, Turgor kulit kembali cepat, BAB tampak encer dan
tidak berdarah, A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan.
5) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme dengan S:Ny. K mengatakan badan anak panas, Ny. K
mengatakan anak rewel dan gelisah, Ny. K mengatakan anak sudah
diberikan paracetamol, Ny. K mengatakan anak sudah di kompres, O: anak
tampak rewel dan gelisah, Badan anak teraba panas, Suhu: 38oC, Anak
sudah diberikan paracemaol tablet 1x250 mg, A: masalah belum teratasi,
P:Intervensi dilanjutkan.

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 19 Maret 2019 pukul 10.00 WIB didapatkan
riwayat kesehatan yang peneliti temukan pada An. S tampak sembabpada
kaki, tangan, danperut,dan tidak nafsu makan. Urine keluar sedikit dan
bewarna coklat pekat. Data hasil pemeriksaan penunjang didapatkan nilai
albumin 2,8 g/dl ( 3,8 – 5,0 g/dl), total protein 5,9 g/dl (6,6 – 8,7 g/dl), dan
protein dalam urine positif (+++).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Elizabeth, 2015), tentang Sindrom
Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2 tahun, dimana pasien datang ke
rumah sakit dengan keluhan sembab pada seluruh tubuh sejak kurang lebih
2 minggu yang sebelum masuk rumah sakit. Bengkak kemudian menjalar ke
wajah, kaki, perut dan akhirnya seluruh tubuh. BAK sedikit dan bewarna
kecoklatan. Pemeriksaan penunjang didapatkan total protein 3,8 g/dl,
albumin 1,2 g/dl, dan protein urine 500 mg/dl.

Menurut Marchdante, dkk ( 2014) sindrom nefrotik keadaan klinis yang


ditandai dengan proteinuria masif (terutama albumin >40 mg/m2/jam),
hipoproteinemia (albumin serum <3,0 g/dl), hiperkolesterolemia (250
mg/dl), dan edema yang menyebabkan penurunan kadar protein serum,
terutama albumin. Sehingga tekanan onkotik plasma turun dan
menyebabkan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang intertisial.

Menurut Ngastiyah (2014), sindrom nefrotik merupakan penyakit dengan


gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia dan
kadang- kdang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-
antibodi.

Menurut Nuari dan Widayati (2017), reaksi antigen antibody menyebabkan


permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran
sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5
gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperlipidproteinemia, dan lipiduria.

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan salah satu penyebab utama


terjadinya sindrom nefrotik karena hilangnya muatan negatif yang biasanya
terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan
permeabilitas membran basalis disertai peningkatan filtrasi protein plasma
dan akhirnya terjadi proteinuria (albuminuria).

Menurut asumsi peneliti, dari tanda dan gejala sembab, proteinuria,


hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia yang dikemukakan dalam teori
ditemukan pada An. S baik melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Sembab yang muncul pada An. S disebabkan karena
hipoalbuminemia sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik plasma dalam
tubuh sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Hal ini mengakibatkan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke jaringan intertisial sehingga
terjadinya edema pada anak. Proteinuria pada anak terjadi karena
menurunnya protein dalam darah akibat dari kerusakan glomerulus sehingga
filtrasi ginjal terganggu dan protein ikut keluar bersama urine. Protein yang
kurang dalam darah merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid
sehingga produksi lipid meningkat hal ini juga mempengaruhi keadaan
hiperkolesterolemia.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan sembab mulai berkurang pada
palpebra, sembab pada pergelangan tangan hinga siku, sembab pada kedua
kaki hingga tibia dan asites pada perut.Pada penelitian hari ke-3 An. S
mengalami diare dengan frekuensi ± 6x, konsistensi encer dan bewarna
coklat.

Menurut Ngastiyah (2014), Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan


tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi
cairan kejaringan intertestial, klinis dinamakan sembab. Penurunan tekanan
onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia.

Menurut Nuari dan Widayati (2017), gangguan gastrointestinal sering


timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami
pasien sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps.

Menurut asumsi peneliti, sembab disebabkan karena penurunan tekanan


osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga cairan dari
ruang intravaskuler pindah keruang intertisial dan terjadi sembab. Diare
yang dialami oleh anak karena edema pada mukosa usus dan peningkatan
mortilitas usus sehingga daya tahan tubuh sebagai pertahanan sekunder
menurun dan merangsang hipotalamus dan respon tubuh menaikkan suhu
tubuh. Nafsu makan yang hilang karena protein yang rendah dalam tubuh
dan terjadi asites yang mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan
abdominal. Merangsang saraf simpatis abdomen dan repon tubuh mual
muntah dan nafsu makan berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kasus, peneliti
menegakkan 5 diagnosa yaitu 1) kelebihan volem cairan berhubungan
dengan gangguan makanisme regulasi, 2) resiko infeksi berhubungan
dengan proses penyakit, 3) ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan, 4) diare
berhubungan dengan proses infeksi, dan 5) hipertermi berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme.

Menurut Diagnosis Keperawatan NANDA 2015-2017 , diagnosa


keperawatan yang muncul pada anak dengan sindrom nefrotik adalah
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan, ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan keletihan otot pernafasan, resiko infeksi berhubungan
dengan tidak adekuat pertahanan sekunder, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan edema, penurunan pertahan tubuh, gangguan eliminasi
urine berhubungan dengan peningkatan volume ekstravaskuler, dan syok
hipovolemia berhubungan dengan penurunan cairan intravaskuler.

Kelebihan volume cairan pada sindrom nefrotik dikarenakan peningkatan


permeabilitas kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia sehingga tekanan osmotik plasma menurun
dan cairan intravaskuler berpindah ke dalam interrisial. Menurunnya aliran
darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Retensi natrium dan air akan menyebabkan edema (Suriadi & Yuliani,
2010).
Menurut asumsi peneliti, ditegakkan nya diagnosa kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi karena menurunnya
jumlah albumin dalam darah sehingga tekanan osmotik plasma menurun dan
terjadi pengkatan tekanan hidrostatik. Akibatnya terjadi perpindahn cairan
dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial yang menyebabkan terjadi
edema pada tubuh, berat badan meningkat, asites pada perut, dan gelisah
pada anak. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik yang ditetapkan teori
sehingga diagnosa ini dapat ditegakkan.

Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit, Menurut Nuari dan


Widayati (2017), reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas
membran basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah
protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari
menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik
seperti sembab, hiperlipidproteinemia, dan lipiduria.

Menurut asumsi peneliti, diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan


proses penyakit dapa ditegakkan karena sesuai dengan batasan karakteristik
dalam teori, terjadianya kerusakan golemerulus dan filtrasi ginjal terganggu
sehingga imunoglobulin lolos dalam filtrasi dan masuk ke dalam urine. Hal
ini di dukung juga dengan hasil laboratorium yaitu nilai albumin 2,8 g/dl (
3,8 – 5,0 g/dl), total protein 5,9 g/dl (6,6 – 8,7 g/dl), dan protein dalam urine
positif (+++), Nilai leukosit 29.180/mm3. Hipoalbuminemia membuat
hiperperfusi ginjal dan terjadi pelepasan renin angiotensin, sehingga terjadi
retensi natrium dan volume intravaskuler menjadi meningkat dan respon
jumlah urin yang keluar sedikit dan berwarna coklat karena proteinuria.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan makanan, Menurut Nuari dan Widayati (2017),
gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis
dan prolaps.

Menurut analisa peneliti menegakkan diagnosa ini ditandai dengan anak


tidak nafsu makan, anak terkadang mual dan muntah. Asites pada anak
sehingga terjadi peningkatan tekanan abdominal. Merangsang sel saraf
simpatis abdominal dan respon yang terjadi mual muntah dan kehilangan
nafsu makan.

Diare berhubungan dengan proses infeksi pada anak sindrom nefrotik,


Menurut Nuari dan Widayati (2017), gangguan gastrointestinal sering
timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami
pasien sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.

Menurut asumsi peneliti, masalah ini timbul karena edema pada mukosa
usus dan terjadi gangguan pada gastrointestinal maka motalitas usus
meningkat sehingga terjadinya diare.

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, berdasarkan


asusmsi peneliti An. S mengalami hipertermi diakibatkan oleh proses
infeksi pada mukosa usus akibat edema pada mukosa usus sehingga terjadi
pengkatan leukosit dan merangsang hipotalamus dan tubuh untuk merespon
kenaikan suhu tubuh.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang
muncul pada An. S pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi rencana intervesinya a) manajemen
cairan dengan aktivitas keperawatannya timbang berat badan, catat intake
dan output cairan 24 jam, monitor dan kaji luas edema, monitor tanda-tanda
vital, memberikan terapi diuretik furosemid, dan memberikan terpi diit
TKTP rendah garam, b) monitor cairan denagn aktivitas keperawatannya
menentukan jumlah dan jenis intake cairan, serta kebiasaan eliminasi,
tentukan faktor resiko yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan
cairan, monitor berat badan, monitor nilai elektrolit dan urine, monitor kadar
serum albumin dan total protein.

Menurut asumsi peneliti, intervensi keperawatan pada kelebihan volume


cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi karena
penurunan osmotik plasma, tindakan yang dilakukan bertujuan untuk
keseimbangan intake dan output dalam 24 jam, berat badan dalam batas
normal, dan edema berkurang.

Pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit rencana


intervensinya Rencana intervensinya adalah a) kontrol infeksi diantaranya
bersihkan lingkungan dengan baik, batasi jumlah pasien, ajarkan cuci tangan
yang benar, cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien. b)
manajemen nutrisi diantaranya yaitu tentukan status gizi pasien, tentukan
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang diberikan, berikan diit TKTP rendah
garam yang telah ditentukan. Kriteria hasinya adalah demam tidak ada, suhu
tubuh dalam batas normal, nyeri tidak ada, nafsu makan tidak terganggua,
leukosit dalam batas normal, identifikasi faktor resiko infeksi, identifikasi
tanda dan gejala infeksi.

Daya tahan tubuh pasien sindrom nefrotik rendah dan mudah mendapatkan
infeksi sebaiknya ruangan pasien tidak dekat dengan ruangan untuk pasien
yang menderita penyakit infeksi. Perawat harus mempertahankan cara
bekerja aseptik. Untuk cuci tangan agar disediakan desinfektan, sabun, dan
air bersih (Ngastiyah, 2014).

Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kurang asupan makanan rencana intervensinya yaitu a)
manajemen nutrisi diantaranya tentukan status gizi pasien, tentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang diberikan, berikan diit TKTP rendah garam, b)
monitor nutrisi diantaranya yaitu timbang berat badan pasien, monitor
pertumbuhan dan perkembangan, monitor turgor kulit, monitor adanya mual
dan muntah, dan identifikasi perubahan nafsu makan. Kriteria hasinya
adalah asupan nutrisi tercukupi, asupan makanan tercukupi, asupan cairan
tercukupi, berat badan normal, dan hidrasi tidak ada, asupan makanan dan
cairan secara oral adekuat.

Menurut asumsi peneliti, intervensi yang disusun sesuai dengan teori yang
ada dalam pemberian diit pada anak dengan sindrom nefrotik. Diit yang
diberikan diit tinggi kalori tinggi protein dan rendah garam untuk
mengurangi edema dan untuk mengganti protein yang kurang dalam tubuh.

Pada diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan proses infeksi


rencana intervensinya a) manajemen diare diantaranya monitor tanda dan
gejala diare, evaluasi efek samping pengobatan, observasi intake makanan
yang dikonsumsi sebelumnya, identifikasi faktor penyebab diare, berikan
diit tinggi kalori rendah serat yang telah ditetapkan. b) manajemen saluran
cerna diantaranya monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi
bentuk, volume dan warna, monitor bising usus, motivasi klien untuk makan
makanan yang berserat.

Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan penungkatan laju


metabolisme, rencana intervensinya a) perawatan demam diantaranya yaitu
pantau suhu dan tanda-tanda vital, monitor asupan dan keluaran, sadari
perubahan kehilangan cairan yang dirasakan, dorong konsumsi cairan. b)
pengaturan suhu diantaranya yaitu monitor suhu minimal tiap 3 jam,
monitor suhu dan warna kulit, monitor tanda-tanda hipertermi, tingkatkan
intake cairan dan nutrisi yang adekuat, dan ajarkan cara kompres.

4. Implementasi Keperawatan
Peneliti melakukan semua implementasi berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan pada intervensi keperawatan. Pada diagnosa Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(penurunan tekanan onkotik koloid) yaitu a) menimbang dan mencatat berat
badan anak, b) Mencatat intake dan output anak, c) Mengukur dan mencatat
tanda-tanda vital anak, d) menilai luas dan lokasi edema pada anak, e)
Memberikan terapi obat diuretik furosemid 1x18 mg.

Menurut Suriadi & Yuliani (2010), peningkatan permeabilitas kapiler


glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian
akan terjadi proteinuria. Lanjutan proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia sehingga tekana osmotik plasma menurun dan cairan
intravaskuler.

Berdasarkan analisa peneliti, pelaksanaan intervensi pada diagnosa ini


sangat penting untuk mengetahui perubahan yang status perkembangan pada
anak. adanya keseimbangan intake dan output cairan dalam 24 jam,
mengatahui adanya perubahan berat badan , mengetahui adanya perubahan
tekanan darah. Hal ini juga berkaitan dengan pola elimiasi urine, jumlah
urine dan warna urine. Perubahan-perubahan ini harus di monitor karena
berpengaruh terhadap pengobatan yang akan diberikan selanjutnya.

Pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit, tindakan


yang dilakukan pada An. S yaitu a) Memberikan terapi antibiotik : cefixime
2x100 mg, b) Menilai adanya tanda-tanda infeksi, c) Mengukur dan
mencatat suhu, d) Memberikan diit MB nefrotik 2000 kkal, e) Mengajarkan
pasien dan keluarga cara cuci tangan 6 langkah.

Menurut Ngastiyah (2014), sindrom nefrotik merupakan penyakit dengan


gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia dan
kadang- kdang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-
antibodi.
Menurut asumsi peneliti, resiko infeksi terjadi karena kerusakan
golemerulus dan filtrasi ginjal terganggu sehingga imunoglobulin lolos
dalam filtrasi dan masuk ke dalam urine. Kerusakan glomerulus juga
menyebabkan protein terfiltrasi dan ikut keluar bersama urine dan terjadi
hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah rendahnya daya tahan tubuh
pada anak. Pelaksanaan intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan
intervensi yang dibuat dengan monitor status nutrisi pada anak, memberikan
diit TKTP rendah garam pada anak, dan mengajarkan pasiendan keluarga
cara mencuci tangan yang benar untuk mencegah terjadinya dan penyebaran
kuman penyakit.

Pada diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu a) Memberikan diit MB
nefrotik 2000 kkal, b) Mengedukasi klien dan keluaga untuk menghabiskan
diit yang diberikan, c) Menilai turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, d)
Memantau adanya mual dan muntah pada anak.

Menurut Nuari dan Widayati (2017), gangguan gastrointestinal sering


timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Nafsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.

Menurut Ngastiyah, (2014) salah satu pelaksaan sindrom nefrotik pada anak
dengan pemberian diit tinggi protein 1,2 – 2,0 g/kg BB/hari dan kalori yaitu
35kkal/kg/hari serta rendah garam 1 gr/hari. Bentuk makanan sesuai dengan
keadaan pasien, dapat makanan lunak atau biasa. Yang perlu diperhatikan
pasien harus menghabiskan porsi yang disediakan dan jelaskan pada pasien
bahwa makanan memang kurang garam agar sembab pada tubuh dapat
menghilang.
Menurut Almatsier (2005), diit tinggi protein untuk pasien dengan sindrom
nefrotik dapat berasal dari telur, ikan segar, daging, dan susu. Energi cukup
untuk mempertahankan keseimbangan nirogen positif, yaitu 35 kkal/kg BB/
hari. Protein yaitu 1,0 g/kg BB atau 0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein
yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein bernilai
biologik tinggi.

Menurut asumsi peneliti, terjadinya peningkatan tekanan abdominal yang


merangsang saraf simpati abdominal sehingga merespon tubuh untuk terjadi
mual dan muntah sehingga tubuh kehilangan nutrisi. Nutrisi anak harus
terpenuhi agar anak tidak mengalami malnutrisi dan penurunan berat badan
drastis karena protein yang rendah di dalam tubuh. Diit tinggi protein
berguna untuk mengganti kehilangan protein terutama albumin. Rendah
garam untuk mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.

Pada diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi a) Memberikan


cairan oralit 400cc, b) Memberikan terapi zinc 1x20 mg, c) Memantau mata
cekung, turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, CRT pada anak,
d) Mencatat warna, frekuensi, konsistensi dan jumlah feses setiap kali BAB.

Zinc merupakan salah satu makronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (inducible nitric oxide synthase), dimana
ekskresi enzim ini menigkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
sepitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian zinc terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit berguna untuk mengganti cairan yang hilang
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan analisa peneliti, diare yang edema pada mukosa usus sehingga
keseimbangan cairan pada anak perlu diperhatikan. Tindakan yang
dilakukan dengan pemberian oralit yang berperan menggantikan cairan
elektrolit dan mineral di dalam tubuh yang terhidrasi akibat diare dan zinc
yang berperan untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada anak. Serta
monitor asupan cairan dan output cairan untuk menghindari terjadinnya
kekurangan volume cairan.

Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme yaitu a) Mengukur suhu tubuh anak setiap 3 jam,
b) Memberikan paracetamol tablet 250 gram, c) Memeritahu ibu untuk
mengompres anak dengan kompres hangat di kening, lipatan paha dan
aksila, d) Memantau perubahan suhu anak setelah diberikan paracetamol,
e) Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan anak minum sesering
mungkin.

Resiko anak terkena hipertermi terhadap suatu penyakit serius bervariasi


tergantung usia anak. pada anak-anak kebanyakan demam disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri yang akan menyebabkan bakterinimia, infeksi
saluran kemih, pneumonia, diare, meningitis dan osteomyelitis (Suriadi &
Yuliani, 2010).

Berdasarkan analisa peneliti, An. S mengalami hipertermi karena rendahnya


albumin di dalam darah yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh sehingga
bisa terjadi resiko infeksi dengan respon tubuh demam. Disamping itu anak
juga mengalami diare yang mengakibatkan kekurangan cairan dan
hipotalamus merespon untuk menigkatkan suhu tubuh. Pelaksanaan
intervensi yang telah dilakukan sudah baik dengan memantau kondisi suhu
tubuh pasien, respon pasien terhadap pemberian antipiretik dan
mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam memberikan kompres hangat
pada anak yang sakit.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan disusun dengan metoda SOAP. Evaluasi keperawatan
dilaksanakan selama 5 hari melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil
evaluasi dari diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi, tampak sembab pada anak berkurang, berat
badan 35 kg, Suhu 37oC , RR 20x/m, nadi 80x/m, Intake cairan : ± 1600cc,
Output : 1500cc, anak mendapatkan terapi diuretik furosemid.

Menurut analisa peneliti, apa yang ditemukan dikasus sama dengan apa
yang ada di teori. Masalah ini timbul karena terjadinya penurunan osmotik
plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga cairan pada ruang
intravaskuler pindah ke ruang intertisial yang mengakibatkan terjadinya
edema pada palpebra, ekstremitas, dan abdomen, peningkatan berat badan,
dan gelisah pada anak. Keluarga telah diberikan pendidikan kesehatan
mengenai pengaturan makanan pada anak dengan kebutuhan garam 1 gr/hari
protein 40 gr/hari. Kriteria hasil yang telah dicapai yaitu keseimbangan
intake dan output 24 jam baik, berat badan stabil, asites tidak ada, tanda-
tanda vital normal, dan edema berkurang.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. S selama 5 hari pada


diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit, masalah ini
teratasi pada hari ke 2 diamana An. S tidak demam, suhu tubuh 370C,
leukosit 11.740/mm3, dan tidak ditemukannya tanda dan gejala infeksi pada
anak.

Menurut analisa peneliti, diagnosa ini timbul akibat dari kondisi


hipoalbuminemia sehingga anak mengalami penurunan daya tahan tubuh
akibat imunoglobulin lolos dalam filtrasi dan masuk ke dalam urine. Hal ini
anak perlu mendapatkan terapi antibiotik dan menjaga kebersihan
lingkungan perawatan anak dengan mengajarkan keluarga cuci tangan 6
langkah. Dengan kriteria hasilnya adalah demam tidak ada, suhu tubuh
dalam batas normal, leukosit dalam batas normal, tanda dan gejala infeksi
tidak ada.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. S selama 5 hari pada


diagnosa ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan ditemukan data anak sudah
menghabiskan diit yang diberikan, anak sudah tidak malas makan, anak
tidak ditemukan adanaya mual dan muntah, berat badan 35 kg.

Menurut Ngastiyah, (2014) salah satu pelaksaan sindrom nefrotik pada anak
dengan pemberian diit tinggi protein 1,2 – 2,0 g/kg BB/hari dan kalori yaitu
35kkal/kg/hari serta rendah garam 1 gr/hari. Bentuk makanan sesuai dengan
keadaan pasien dapat makanan lunak atau biasa. Yang perlu diperhatikan
pasien harus menghabiskan porsi yang disediakan dan jelaskan pada pasien
bahwa makanan memang kurang garam agar sembab pada tubuh dapat
menghilang.

Menurut asumsi peneliti, masalah ini timbul dari asites yang mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal dan merangsang saraf simpatis abdomen
dan respon tubuh mual dan muntah dan anak mengeluh tidak nafsu makan.
Untuk menghindari terjadinya malnutrisi perlu di berikannya diit tinggi
kalori tinggi protein dan rendah garam untuk mengatasi edema. Kriteria
hasilnya adalah asupan nutrisi tercukupi, asupan makanan tercukupi, asupan
cairan tercukupi, berat badan normal, dan hidrasi tidak ada, asupan makanan
dan cairan secara oral adekuat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada diagnosa diare


berhubungan dengan proses infeksi ditemukan data An. S BAB encer dan
tidak berdarah, frekuensi BAB ±3x sejak pagi, turgor kulit kembali cepat,
anak mendapatkan oralit 400 cc dan zinc 1x20 mg .
Zinc merupakan salah satu makronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (inducible nitric oxide synthase), dimana
ekskresi enzim ini menigkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
sepitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian zinc terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit berguna untuk mengganti cairan yang hilang
(Kemenkes RI, 2011).

Menurut asumsi peneliti, masalah ini terjadi karena adanya edema pada
mukosa usus maka motilitas usus meningkat, sehingga pemberian oralit
yang berperan menggantikan cairan elektrolit dan mineral di dalam tubuh
yang terhidrasi akibat diare dan zinc diperlukan untuk keseimbangan cairan
dalam tubuh anak dan peningkatan sistem kekebalan tubuh pada anak agar
anak terhindar dari penyakit infeksi lainnya. Kriteria hasilnya adalah
frekuensi BAB normal, konsistensi feses baik, distensi abdomen tidak ada,
tidak adan peningkatan peristaltik usus, diare tidak ada.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada diagnosa


hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolimse didapatkan
data suhu dalam batas normal, anak tidak berkeringat banyak, badan anak
tidak teraba panas.

Asumsi peneliti berdasarkan masalah ini timbul karena hipoalbuminemia


dan diare yang dialami oleh anak dan merangsang hipotalamus dan tubuh
untuk merespon kenaikan suhu tubuh. Sehingga anak perlu diberikan obat
antipiretik dan dilakukan kompres air hangat agar suhu tubuh kembali
normal. Kriteria hasilnya yaitu suhu normal, tidak ada peningkatan suhu
tubuh, berkeringat tidak ada, dehidrasi tidak ada, tekanan darah normal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada An. S dengan
SindromNefrotik di ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan data bahwa anak tampak sembab pada
kedua tangan, kaki, dan perut. Anak tampak pucat dan mengalami mual
dan muntah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan sembab pada palpebra
sudah mulai berkurang, sembab pada pergelangan tangan hingga siku,
pada kedua punggung kaki hingga tibia, dan pada perut tampak asites,
berat badan 36 kg dan lingkar perut 64 cm. Pada hari ke-3 anak BAB
±6x, konsistensi encer, bewarna kecoklatan, dan suhu 38oC. Hasil
pemeriksaan penunjang didapatkan total protein 5,9 g/dl (6,6-8,7 g/dl),
albumin 2,8 g/dl (3,8-5,0 g/dl).
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada sindrom nefrotik sebanyak 5
diagnosa. Berdasarkan kasus, diagnosa yang muncul pada An. S adalah,
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (penuruna tekanan onkotik koloid), resiko infeksi berhubungan
dengan proses penyakit, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan, diare
berhubungan dengan proses infeksi, dan hipertermi berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan tergantung pada masalah
keperawatan yang ditemukan. Berikut beberapa intervensi keperawatan
berdasarkan diagnosa 1) kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi (penuruna tekanan onkotik koloid)
dengan altivitas keperawatannya manajemen cairan dan monitor cairan
Kriteria hasil yang hendak dicapai yaitu : keseimbangan intake dan
output 24 jam, berat badan stabil, turgor kulit kembali normal,
kelembaban mukosa tidak terganggu, tekanan darah normal, asites tidak
ada, bola mata tidak cekung. Pada diagnosa 2) Resiko infeksi

57

Poltekkes Kemenekes Padang


58

berhubungan dengan proses penyakit. Rencana intervensinya adalah a)


kontrol infeksi dan manajemen nutrisi. Kriteria hasinya adalah demam
tidak ada, suhu tubuh dalam batas normal, nyeri tidak ada, nafsu makan
tidak terganggu, leukosit dalam batas normal, identifikasi faktor resiko
infeksi, identifikasi tanda dan gejala infeksi. Pada diagnosa 3)
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan dan rencana intervensinya yaitu
manajemen nutrisi dan monitor nutrisi. Kriteria hasinya adalah asupan
nutrisi tercukupi, asupan makanan tercukupi, asupan cairan tercukupi,
berat badan normal, dan hidrasi tidak ada, asupan makanan dan cairan
secara oral adekuat. Pada diagnosa 4) Diare berhubungan dengan proses
infeksi dengan rencana intervensinya yaitu manajemen diare dan
manajemen saluran cerna. Kriteria hasilnya adalah frekuensi BAB
normal, konsistensi feses baik, distensi abdomen tidak ada, tidak adan
peningkatan peristaltik usus, diare tidak ada. Pada diagnosa 5)
Hipertermi berhubungan dengan peninglatan laju metabolisme dngan
rencana intervensinya adalah perawatan demam dan pengaturan suhu.
Kriteria hasilnya yaitu suhu normal, tidak ada peningkatan suhu tubuh,
berkeringat tidak ada, dehidrasi tidak ada, tekanan darah normal.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai renncana keperawatan
yang telah disusun yang dilaksanakan selama lima hari. Pada 19 Maret
– 23 maret 2019. Sebagian besar rencana tindakan kerepawatan dapat
dilaksanakan pada implementasi keperawatan.
5. Hasil evaluasi pada An. S selama lima hari dalam bentuk SOAP. pada
diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dapat teratasi sebagian pada hari ke lima. Resiko
infeksi berhubungan dengan proses penyakit teratasi pada hari ke dua.
Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan teratasi pada hari ke
empat. Diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada
hari ke enam. Diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan
laju metabolimse teratasi pada hari ke lima.

Poltekkes Kemenkes Padang


B. Saran
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Peneliti merekomendasikan kepada pihak rumah sakit agar dilakukan
penyegaran asuhan keperawatan khususnya pada anak dengan sindrom
nefrotik bagi perawat di ruangan. Melalui pimpinan diharapkan dapat
memberikan motivasi kepada semua staf agar memberikan pelayanan
kepada pasien secara optimal dan meningkatkan mutu dalam pelayanan
di rumah sakit.
2. Bagi Ruang Rawat Inap Anak
Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi perawat di ruang kronik IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
profesional.
3. Bagi Insitusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan
perawat yang profesional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti merekomendasikan agar peneliti selanjutnya melakukan
penelitian lebih lanjut tentang monitoring kelebihan cairan pada psien
diare. Diharapkan peneliti melakukan pengkajian secara tepat dan
mengambil diagnosa secara tepat menurut pengkajian yang di dapatkan
dan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, harus
mendokumentasikan hasil tindakan tang telah dilakukan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Dr. Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia

Betz, Cecity Ilnn & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC

Bulechek,et. al. 2016. Nursingg Intervention Classification (NIC) Edisi Keenam.


Singapore: Elseiver

Elizabeth, Rosdiama. 2015. Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2
Tahun.http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1378
Diaksses pada 19 Mei 2019 pukul 20.00 WIB.

IDAI. 2012. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.


http://www.idai.or.id. Diaksespada 5 November 2018 pukul 16.00 WIB.

Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

Kyle, Terri & Susan Carman. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC

Mamesh, Robin S,Adrian Umboh, Stevanus Gunawan. 2016. Hubungan Aspek


Klinisdan LaboratorikdenganTipeSindromNefrotikPadaAnak.https://ejourn
al.unsrat.ac.id.Diaksespada 16 November 2018 padapukul 19.00 WIB

Marcdante, Karen J, dkk. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
Jakarta: Elseiver

Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead,et. al. 2016. Nursing Outcomes Classification (noc) Edisi Kelima.


Singapore: Elseiver

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta:EGC

Nuari, Nian Afrian & Dhina Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem
Perkemihan &Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan


Praktis Ed 3. Jakarta: Salemba Medika

Pardede, Sudung O. 2017. Tata Laksana Imunosupresan Sindrom Nefrotik Pada


Anak. https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1133.
Diakses pada 5September 2018 pukul 16.30 WIB
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

Sujarweni, V Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Gava Media

Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta::
Sagung Seto

Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi


Untuk Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: EGC

Yusuf, A Muri. 2014. Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan


Penelitian Gabungan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana

Poltekkes Kemenkes Padang


Lampiran 1

FORMAT PENGKAJIAAN KEPERAWATAN ANAK


Waktu Hari Tanggal Jam
pengkajian Selasa 19 Maret 2019 10.00 WIB

Rumah sakit/ k—
linik/ puskesmas : RSUP Dr. M. Djamil Padang
Ruangan : Kronik IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal masuk RS : 14 Maret 2019
No. Rekam Medik 01041953
Sumber informasi : Keluarga dan status
I. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
1. IDENTITAS ANAK
Nama/ panggilan An. S
Tanggal lahir/ umur 24 April 2006
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan SD
Anak ke/ jumlah saudara 1/4
Diagnose Medis Sindrom Nefrotik + diare

2. IDENTITAS IBU AYAH


ORANGTUA
Nama Ny. K Tn. M
Umur 34 tahun 42 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Ibu rumah tangga Karyawan Swasta
Alamat Mandailing Natal

3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH


No Nama Usia Jenis Hub. pendidikan Status ket
(inisial) (bl/th) kelamin Dg KK kesehatan
1. An. S 12 th Pr Anak SD Pasien -
2. An. P 11 th Pr Anak SD Sehat -
3. An. K 4 th Pr Anak Belum Sehat -
sekolah
4. An. T 3 th Lk Anak Belum Sehat -
sekolah

Poltekkes Kemenkes Padang


II. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN An. S masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui ke
UTAMA
IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 14 Maret
2019 pukul 13.00 WIB dengan keluhan sembab pada
kaki, tangan dan perut sejak 2 minggu yang lalu. An.
S mengalami mual dan muntah dan tampak pucat.
BAK
keluar sedikit bewarna coklat pekat

1. Riawayat Kesehatan Sekarang


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 19 maret 2019 pada pukul 10.00 WIB
dengan hari rawatan ke-6, klien tampak sembab pada kaki, tangan, dan perut,
dan anak tampak pucat. Ny. K mengtakan anak sembab pada kaki, tangan dan
perut dan tidak nafsu makan. Ny. K mengatakan anak mual dan muntah, An. S
hanya menghabiskan ½ porsi makan saja. Urine keluar sedikit dan berwarna
coklat pekat. Berat badan anak saat ini 36 kg dan sebelum sakit BB anak 33 kg..
Ny K mengatakan anak rewel dan gelisah. Ny. K mengatakan anak sembab
sejak 2 minggu yang lalu, sebelum dibawa ke rumah sakit anak berobat ke
dokter spesialis penyakit dalam dan mendapatkan obat furosemid, spironolakton
dan ondansentron.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Tiga buan terakhir klien pernah mengalami demam selama seminggu orang tua
hanya memberikan obat yang diberikan bidan saja.
a. Prenatal
Riwayat gestasi G4P4A0
Pemeriksaan kehamilan Bidan
Frekuensi Teratur
Masalah waktu hamil Tidak ada
Sikap ibu sewaktu kehamilan Positif
Emosi ibu sewaktu hamil Stabil
Obat- obat yang digunakan Tablet Fe dan vit C
Perokok Tidak
Alkohol Tidak
b. Intranatal
Tanggal persalinan 24 April 2006
BBL/PBL BBL: 3500 gr PBL: 42 cm
Usia gestasi saat lahir 36 minggu
Tempat pesalinan Rumah bidan
Penolong persalinan Bidan
Jenis persalinan Spontan
Penyulit persalinan Tidak ada
c. Post natal (24 jam)
APGAR skor
Inisiasi menyusui dini (IMD) Ada
Kelainan congenital Tidak ada
d. Penyakit yang pernah diderita anak
An. S pernah mengalami batuk dan pilek 1 bulan yang lalu

3. Riwayat kesehatan keluarga


Anggota keluarga pernah sakit Anggota keluarga pernah sakit ispa dan diare

Riwayat penyakit keturunan Tidak ada

Genogram
Ket:
: laki- laki :
perempuan

© :C : Klie
: meninggal
---- : menikah
C
: Cerai

: Saudara
: Serumah

III. RIWAYAT IMUNISASI


BCG (√) Simpulan:
DPT (√) Imunisasi dasar lengkap
Polio (√)
Hepatitis B (√)
Campak (√)
IV. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Ussai anak saat:
1. Berguling : 4 bln
2. Duduk : 7 bln
3. Merangkak : 10 bln
4. Berdiri : 12 bln
5. Berjalan : 15 bln
6. Tersenyum pertama kali kepada orang tua : 20 bln
7. Bicara pertama kali (satu kosa kata) : 24 bln
8. Berpakaian tanpa bantuan : 6 th
V. LINGKUNGAN
Rumah An. S berada di perkampungan yang padat penduduk. Keluarga
mengatakan jarak rumah dengan rumah tetangga tidak terlalu dekat.
Pekarangan rumah ditanami pohon kelapa sawit. Keluarga biasanya
membakar sampah di halaman depan rumah. Keluarga mengatakan
rumah memiliki ventilasi yang cukup. Sumber air untuk keperluan
sehari-hari menggunakan air sumur. Untuk air keluarga An. S
menggunakan air galon isi ulang dan air yang dimasak. Jamban/WC
berada di dalam rumah dan menggunakan septik tank. Pembuangan
sampah biasanya keluarga meletakkannya di sudut luar rumah.

VI. PENGKAJIAN KHUSUS


A. ANAK
1. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran Compos mentis
GCS: E: 4 M : 6 V: 5 jumlah: 15
b. tanda vital Suhu
Saat pengkajian 19 maret 2019: 37,3oC
Saat tanggal 21 maret 2019 : 38oC
RR: 22 x/m
HR: 88 x/m
c. posture BB: 36 kg PB/TB: 140 Cm
d. kepala Bentuk : normal
Kebersihan : bersih

e. mata Simetris
Sklera: tidak ikterik
Refleks cahaya: positif
Pupil: isokor
Konjungtiva: Tidak anemis
Palpebra: sembab sudah sedikit berkurang
f. hidung Letak: simetris
Pernafasan cuping hidung tidak ada
Kebersihan: bersih
g. mulut warna bibir, lidah, palatum: merah muda
Data lain : mukosa bibir lembab
h. telinga Bentuk : normal
Kebersihan : bersih
Posisi puncak pina : sejajar kantus mata
Pemeriksaan pendengaran : baik

i. leher Pembesaran kelenjar getah bening: tidak ada


Pembesaran vena junggularis: tidak ada
j. dada
- thoraks Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor

- Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat


Auskultasi : irama jantung reguler, tidak ada
suara jantung tambahan
Palpasi : iktus kordis teraba RIC 1V kiri
k. Abdomen Inspeksi : asites, tampak menegang
Auskultasi : bising usus 15x/m
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas
Perkusi : timpani
Lingkar perut : 64 cm
l. Kulit Turgor : kembali cepat, kuit tegang pada tangan ,
kaki dan perut
m. ekstremitas atas Sembab pada pergelangan tangan hingga siku, pada
lengan atas sudah berukurang
Capillary refil: <2dtk
Akral teraba hangat
n. ekstremitas bawah Sembab pada kedua pungung kaki hingga tibia.
Sembab pada femur sudah berkurang
An. S terpasang threeway di kaki kanan
o. genitalia dan anus Tidak ada sembab pada labiya mayora
2. kebiasaan sehari- hari
a. nutrisi dan Sehat
cairan Jenis: makanan biasa (nasi+lauk pauk+kadang-
kadang dengan sayur)
Frekuensi : 2-3x sehari
Pola makan: makan tidak teratur, kadang habis
kadang tidak. Anak suka makan cemilan seperti
ciki, coklat dan wafer.
Pola Minum : anak minum ±6 gelas per hari
(±300cc), anak suka minum yang manis-manis
seperti susu coklat
Sakit
Pola makan :
Klien mendapatkan diit MB Nefrotik 2000 kkal
garam 1 gr/hari dan protein 40 gr/hari. An. S hanya
menghabiskan setengah porsi makanan yang
diberikan. Saat hari pertama dirawat An. S sulit
makan hanya makan 3-5 suap maka saja.

Pola minum :
An. S minum air putih ±5 gelas ( ±800cc).

b. istrahat dan tidur Siang: Malam:


Sehat : Sehat :
Pola tidur: tidak teratur Pola tidur: teratur
Jmlh jam tidur: ±3 jam Jmlh jam tidur: ±8 jam

Sakit : Sakit:
Pola tidur : tidak teratur Pola tidur : teratur
Jumlah jam tidur : ±3jam Jumlahjam tidur : ±8
jam
c. eliminasi BAK: BAB:
Sehat : Sehat :
Jumlah: frek 5x/hari Jumlah : frek 1x/hari
Bewarna kuning Konsistensi padat
bewarna coklat

Sakit : Sakit:
Jumlah: frek 5x/hari. Jumlah: frek 1x/hari
Jumlah ±600cc, dengan konsistensi
berwarna coklat pekat lembek
Warna: coklat

Pada tanggal 21 maret


2019 BAB klien ±6x
bewarna coklat, dengan
konsistensi encer dan
tidak berdarah

d. personal hygiene Mandi: 2x/ hari, teratur


Cuci rambut: 3x/ hari
Sikat gigi: 2x/ hari
e. aktifitas bermain An. S jika disekolah bermain dengan teman sekolah
sedangkan dirumah An. S bermain dengan adik dan
teman sebaya
f. rekreasi Pola rekreasi keluarga: 1/sebulan tidak teratur

VII. DATA PENUNJANG


Laboratorium Hasil pemeriksaan darah tanggal 16 maret 2019
Pemeriksaa Hasil Nilai rujukan
n
Hb 8,0 g/dl 12,0 – 15,0 g/dl
3
leukosit 29.180/mm 4.500 – 13.500
/mm3
eritrosit 3,27 juta 4,0 – 5,4 juta
3
trombosit 433.000/mm 150.000 – 450.000/
mm3
Ht 27% 35- 49 %
N segmen 80% 23 – 53 %
limfosit 15% 23 – 53 %

Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 16


maret 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Ureum 9 mg/dl 10,0 – 50,0 mg/
dl
kreatinin 0,5 mg/dl 0,6 – 1,2 mg/ dl
kalium 3.3 Mmol/L 3,5 – 5,1 Mmol/L
total protein 5,9 g/dl 6,6 – 8,7 g/dl
albumin 2,8 g/dl 3,8 – 5,0 g/dl
globulin 3,1 g/dl 1,3 – 2,7 g/dl

Hasil pemeriksaan urine tanggal 16 maret 2019


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Makroskopis :
Kekeruhan Positif Negatif

Mikroskopis :

Leukosit 60-80 L/PB >5 L/PB


Eritrosit 1-2 L/PB ≤ 1 L/PB
Kimia:
Protein : positif (+++) Negatif

Terapi medis Diet MB Nefrotik 2000 kkal


garam 1 gr/hari protein 40 gr/hari.
IVFD kaen 1B 20 tpm
Prednison 3x2 tab
Cefixime 2x 100 mg
Lasix 1x18 mg
Oralit 400cc
Zinc 1x20 mg

Perawat Yang
Melakukan
Pengkajian

Fera Azwar
163110206
2. Analisa Data
DATA MASALAH ETIOLOGI
DS : Kelebihan volume Gangguan
 Ny. K mengatakan anak cairan mekanisme regulasi
rewel dan gelisah (Penurunan
 Ny. K mengatakan anak tekanan onkotik
sembab pada kaki, tangan, koloid)
dan perut

DO :
 Intake cairan ±1000 cc
 Dan BAK ±800 cc
 BB saat ini 36 kg, sebelum
sakit 33 kg
 An. S tampak sembab
pada pergelangan tangan
hingga siku
 Sembab pada kedua
punggung kaki
hingga tibia
 Perut tampak asites
dengan lingkar perut 64
cm
 Anak tampak gelisah
 Albumin darah 2,8
g/dl (3,8-5,0 g/dl)
 Total protein 5,9 g/dl (6,6-
8,7 g/dl)
 Protein urine positf (+++)
DS : Resiko nfeksi Proses penyakit
 Ny. K mengatakan anak
demam
 Ny. K mengatakan anak
sering gelisah

DO:
 Suhu 37,3oC
 Urine keluar sedikit dan
bewarna coklat pekat
 Nilai leukosit 29.180/mm3,
 Nilai albumin 2,8g/
DATA MASALAH ETIOLOGI
dl
 An. S tampak gelisah

DS : Ketidakseimbang Kurang asupan


 Ny. K mengatakan anak an nutrisi makan
menghabiskan ½ porsi
makanan yang diberikan
 Ny. K mengatakan
terkadang An. S tidak
nafsu makan
 Ny. K mengatakan anak
merasa mual dan muntah

DO :
 An. S hanya
menghabiskan ½ porsi
makan saja
 Nilai albumin 2,8 g/dl
 Hb 8,0 g/dl
 IMT : 18,3 kg.m2
 An. S tampak pucat dan
lemah
Diagnosa yang ditemukan Tanggal 21 Maret 2019
DS : Diare Proses Infeksi
 Ny. K mengatakan anak
BAB ± 6x warna coklat
 Ny. K mengatakan BAB
anaknya encer
 Ny. K mengatakan anak
rewel dan gelisah

DO :
 An. S tampak gelisah dan
rewel
 Suhu : 38oC
 BB: 35kg
 Konsistensi BAB encer,
tidak ada ampas, dan tidak
berdarah, warna BAB
coklat
DATA MASALAH ETIOLOGI
 Mukosa bibir tampak
kering dan pucat
 Intake cairan : ± 1200cc
 Output cairan : ±600cc
 An. S terpasang threeway
di kaki kanan

DS : Hipertermi Peningkatan laju


 Ny K megatakan anak metabolisme
demam sejak tadi pagi
 Ny. K mengatakan anak
gelisah dan rewel

DO :
 Anak tampak demam
 Suhu 38oC
 RR : 20x/m
 HR : 100x/m
 Kulit teraba hangat
 An. S tamapak rewel dan
gelisah
 Leukosit 29.180/mm3

3. Diagnosa Keperawatan
No TANGGAL Diagnosa Keperawatan
1. 19 Maret 2019 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
Gangguan mekanisme regulasi ( penurunan tekanan
onkotik koloid)
2. 19 Maret 2019 Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
3. 19 Maret 2019 Ketidakeimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan
4. 21 Maret 2019 Diare berhubungan dengan proses infeksi
5. 21 Maret 2019 Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Kelebihan volume b. Keseimbangan cairan Manajemen cairan :
cairan berhubungan Setelah dilakukan 1) Timbang berat
dengan penurunan tindakan keperawatan badan
tekanan onkotik koloid diharapkan 2) Catat intake cairan
keseimbangan cairan dan ouput cairan
klien tidak terganggu (BAK )
dengan kriteria hasil : 3) Monitor dan kaji
luas edema
1) Keseimbangan
intake dan output 4) Monitor status
dalam 24 jam hidrasi (mislanya
2) Berat badan stabil mukosa lembab,
3) Turgor kulit denyut nadi
kembali normal adekuat)
4) Kelembaban 5) Monitor hasil
membran mukosa laboratorium
tidak terganggu 6) Monitor tanda-
5) Hematokrit tidak tanda vital pasien
terganggu 7) Monitor
6) Berat jenis urin makanan/cairan
tidak terganggu yang dikosumsi
7) Tekanan darah 8) Berikan diuretik
kembali normal furosemid
8) Asites tidak ada 9) Berikan diit TKTP
9) Pusing tidak ada rendah garam
10) Bola mata cekung 10) Monitor status gizi
tidak ada
Monitor cairan :
b. Eliminasi Urine 1) Tentukan jumlah
Setelah dilakukan tindakan dan jenis
keperawatan diharapkan intake/asupan
eliminasi urine tidak cairan serta
terganggu dengan kriteria kebiasaan
hasil : eliminasi
1) Pola eliminasi tidak 2) Tentukan fakor-
terganggu faktor risiko yang
2) Jumlah urine tidak mungkin
terganggu menyebabkan
3) Warna urine normal ketidakseimbanga
4) Intake cairan tidak n cairan
terganggu
Diagnosa NOC NIC
5) Tidak ada darah 3) Monitor berat
dalam urine badan
4) Monitor asupan
dan pengeluaran
5) Monitor nilai
kadar dan
elektrolit urin
6) Monitor kadar
serum albumin
dan protein total

Monitor tanda-tanda
vital :
1) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
2) Monitor irama dan
laju pernapasan
3) Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
4) Monitor sianosis
dan perifer
Resiko infeksi Keparahan infeksi Kontrol infeksi :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1) Bersihkan
proses penyakit keperawatan diharapkan lingkungan dengan
keseimbangan cairan klien baik
tidak terganggu dengan 2) Batasi jumlah
kriteria hasil : pasien
3) Ajarkan cara cuci
1) Demam tidak ada tangan dengan
2) Suhu tubuh dalam batas tepat
normal 4) Cuci tangan
3) Nyeri tidak ada sebelum dan
4) Letargy tidal ada sesudah kegiatan
5) Nafsu makan tidak perawatan pasien
terganggu
6) Leukosit dalam batas Manajemen nutrisi :
normal 1) Berikan diit TKTP
rendah garam yang
telah ditentukan
Diagnosa NOC NIC
Kontrol resiko : proses 2) Tentukan status
infeksi : gizi pasien
1) Mengidentifikasi faktor 3) Tentukan jumlah
resiko infeksi kalori dan jenis
2) Mengetahui perilaku nutrisi yang
yang berhubungan dibutuhkan
dengan risiko infeksi
Mengidentifikasi tanda dan
gejala infeksi
Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen nutrisi :
nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan diit
kebutuhan tubuh keperawatan diharapkan TKTP rendah
berhubungan dengan status nutrisi klien tidak garam yang telah
kurang asupan terganggu dengan kriteria ditentukan
makanan hasil :
2. Tentukan status
1) Asupan gizi tercukupi gizi pasien
2) Asupan makanan 3. Tentukan jumlah
tercukupi kalori dan jenis
3) Asupan cairan tercukupi nutrisi yang
4) Berat badan dan tinggi dibutuhkan
badan normal
5) Hidrasi tidak ada Monitor nutrisi :
1) Timbang berat
Status nutrisi : Asupan badan pasien
makanan dan cairan 2) Monitor
Setelah dilakukan tindakan pertumbuhan dan
keperawatan diharapkan perkembangan
status nutrisi asupan 3) Monitor turgor
makanan dan cairan klien kulit
tidak terganggu dengan 4) Monitor adanya
kriteria hasil : mual dan muntah
1) Asupan makanan secara 5) Monior diet dan
oral adekuat asupan kalori
2) Asupan cairan secara 6) Identifikasi
oral adekuat perubahan nafsu
3) Asupan nutrisi makan
parenteral adekuat
Diare berhubungan Kontinensi usus Manajemen Diare :
dengan proses Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan
penyakit keperawatan diharapkan gejala diare
Diagnosa NOC NIC
kontinensi usus klien tidak 2. Evaluasi efek
terganggu dengan criteria samping
hasil : pengobatan
terhadp
1. Diare gastrointestinal
2. Mengeluarkan feses 3. Observasi intake
paling tidak 3 kali makanan yang
per hari dikonsumsi
3. Minum cairan secara sebelumnya
adekuat 4. Identifikasi factor
4. Mengkonsumsi serat penyebab diare
secara adekuat 5. Berikan diit tinggi
protein, tinggi
Fungsi gastrointestinal kalori, rendah
Setelah dilakukan tindakan serat, yang telah
keperawatan diharapkan
ditetapkan
fungsi gastrointestinal klien
Manajemen saluran
tidak terganggu dengan
cerna :
criteria hasil :
1. Monitor buang air
1. Frekuensi BAB besar termasuk
2. Kontinensi feses frekuensi,
baik konsistensi,
3. Distensi abdomen bentuk, volume
tidak ada dan warna, dengan
4. Peningkatan cara yang tepat
peristaltik usus 2. Monitor bising
5. Diare tidak ada usus
3. Motivasi pasien
untuk makan
makanan yang
berserat tinggi
Hipertermi Termoregulasi Perawatan demam:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1) Pantau suhu dan
peningkatan laju keperawatan diharapkan tanda-tanda vital
metabolisme termoregulasi klien tidak alainnya
terganggu dengan kriteria 2) Monitor asupan
hasil : dan keluaran,
sadari perubahan
1) Berkeringat saat kehilangan cairan
panas tidak ada yang dirasakan
2) Pernafasan normal 3) Dorong konsumsi
Diagnosa NOC NIC
3) Melaporkan suhu cairan
normal 4) Lembabkan bibir
4) Peningkatan suhu dan mukosa yang
tubuh tidak ada kering
5) Dehidrasi tidak ada Pengaturan Suhu :
Tanda-tanda vital 1) Monitor suhu
Setelah dilakukan tindakan minimal tiap 3
keperawatan diharapkan jam
tanda-tanda vital klien tidak 2) Monitor suhu dan
terganggu dengan kriteria warna kulit
hasil : 3) Monitor tekanan
darah, nadi dan
1) Suhu tubuh normal pernafasan
2) Tekanan darah 4) Monitor tanda-
sistolik normal tanda hipertermi
3) Tekanan darah 5) Tingkatkan
diastolik normal intake cairan dan
4) Tekanan nadi normal nutrisi yang
5) Pernafasa normal adekuat
6) Ajarkan cara
kompres

5. Implementasi dan Evaluasi


N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
1 Selas Kelebihan 1. Menimbang dan S:
a / 19 volume mencatat berat a) Ny. K
maret cairan badan anak mengatakan anak
2019 berhubung 2. Mencatat intake masih
an dengan cairan : infus, sembabpadatanga
gangguan minum per oral n, kaki danperut
mekanisme dan output b) Ny. K
regulasi ( cairan anak : mengatkananakre
penurunan BAK dalam 24 wel
tekanan jam O:
onkotik 3. Mengukur dan a) An. S tampak
koloid) mencatat tanda- sembab pada
tanda vital anak tangan, kaki dan
4. Menilai luas perut
dan lokasi b) Berat badan : 36
edema pada kg
anak c) Suhu 37, 3oC
5. Memberikan d) RR : 22x/m
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
terapi obat e) HR : 88x/m
diuretik lasix f) Intake cairan:
1x18 mg ±1000cc
g) Output : ±800cc
A: masalah belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
Resiko 1. Memberikan S:
infeksi terapi a) Ny. K
berhubung antibiotik : mengatakan anak
an dengan cefixime gelisah dan
proses 2x100 mg badanpanas
penyakit 2. Menilai
adanya tanda- O :
tanda infeksi a) An. S tampak
3. Mengukur dan gelisah
mencatat suhu b) Urine keluar
4. Memberikan sedikit dan
diit MB bewarna coklat
nefrotik pekat
2000kkal c) Suhu : 37,3oC
5. Mengajarkan d) Leukosit : 28.
pasien dan 180/mm3
keuarga cara e) An.S
cuci tangan 6 mendapatkan
langkah anti biotik
cefixime 2x
100mg
A: masalah belum
teratasi
P:Intervnsi
dilanjutkan

Ketidaksei 1. Memberikan S:
mbangan diit MB a) Ny. K
nutrisi: nefrotik 2000 mengatakan anak
kurang kkal malas makan
dari 2. Mengedukasi b) Ny. K
kebutuhan klien dan mengatakan anak
tubuh keluaga untuk hanya
berhubung menghabiskan menghabiskan
an kurang diit yang 1/2 porsi
asupan diberikan makanan yang
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
makanan 3. Memantau diberikan
mual dan c) Ny. K
muntah pada mengatakan
anak anakterkadang
merasa mual

O:
a) An. S hanya
menghabiskan ½
porsi makanan
yang diberikan
b) Berat badan : 36
kg:
c) Anak tampak
rewel dan gelisah
d) An. S
mendapatkan diit
MB nefrotik
2000kkal
e) Hb : 8,0 g/dl
A: Masalah belum
teratasi
P:Intervensi
dilanjutkan

2. Rabu Kelebihan 1. Menimbang dan S :


/ 20 volume mencatat berat a) Ny. K
Mare cairan badan anak mengatakan masih
t 2019 berhubung 2. Mencatat intake sembab pada
an dengan cairan : infus, tangan,kaki dan
gangguanm minum per oral perut
ekanisme dan output
regulasi cairan anak :
(penuruna BAK dalam 24 O:
n tekanan jam b) An. S masih
onkotik 3. Mengukur dan tampak sembab
koloid) mencatat tanda- pada kaki,
tanda vital anak tangan dan
4. Menilai luas perut
dan lokasi c) Berat badan :
edema pada 36kg
anak d) Intake cairan:
5. Memberikan ± 1000cc
terapi obat e) Output : ±700cc
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
diuretik lasix f) Suhu : 37oC
1x18 mg RR : 20x/m
Nadi :
80x/m
A: Masalah belum
teratasi
P: Intervennsi
dilanjutkan
Resiko 1. Memberikan S:
infeksi terapi a) Ny. K
berhubung antibiotik : mengatakan An.
an dengan cefixime S tidak demam
proses 2x100mg
penyakit 2. Menilai O:
adanya tanda- a) Suhu tubuh 37oC
tanda infeksi b) Leukosit
3. Mengukur dan 11.740/mm3
mencatat suhu c) An. S
4. Memberikan mendapatkan
diit MB antibiotik
nefrotik cefixime 2x100
2000kkal mg
5. Mengajarkan A : Masalah teratasi
pasien dan P:Intervensi
keuarga cara dihentikan
cuci tangan 6
langkah
Ketidaksei 1. Memberikan S:
mbangan diit MB a) Ny. K
nutrisi: nefrotik 2000 mengatakan anak
kurang kkal malas makan
dari 2. Mengedukasi b) Ny. K
kebutuhan klien dan mengatakan anak
tubuh keluaga untuk hanya
berhubung menghabiskan menghabiskan
an kurang diit yang 1/2 porsi
asupan diberika makanan yang
makanan 3. Menilai turgor diberikan
kulir, c) Ny. K
kelembabann mengatakan anak
mukosa mulut mual dan muntah
4. Memantau
mual dan O:
muntah pada a) An. S hanya
anak menghabiskan ½
porsi makanan
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
yang diberikan
b) Beart badan : 36
kg:
c) Anak tampak
rewel dan gelisah
d) An. S
mendapatkan diit
MB nefrotik
2000kkal
e) Hb : 8,0 g/dl
f) An. S tampak
mual dan muntah
A: Masalah belum
teratasi
P:Intervensi
dilanjutkan
3. Kami Diare 1. Memberikan S:
s / 21 berhubung cairan oralit a) Ny. K
Mare an dengan 400cc mengatakan BAB
t 2019 proses 2. Memberikan anak encer, tidak
infeksi terapi zinc 1x20 ada ampas, dan
mg tidak berdarah
3. Memantau mata b) Ny. K
cekung, turgor mengaakan anak
kulit, sudah BAB ±6x
kelembaban sejak pagi
mukosa mulut, c) Ny. K mengatkan
CRT pada anak anak rewel dan
4. Memcatat gelisah
warna,
frekuensi, O:
konsistensi dan a) An. S tampak
jumlah feses rewel dan lesu
setiap kali BAB b) An. S
mendapatkan
oralit dan dan
zinc sesuai
dengan order
dokter
c) Turgor kulit
kembali lambat
d) CRT < 2 dtk
e) Mukosa mulut
tampak kering
f) BAB tampak
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
encer dan tidak
berdarah
A: masalah belum
teratasi
P:intervensi
dilanjutkan
Kelebihan 1. Menimbang dan S:
volume mencatat berat a) Ny. K
cairan badan anak mengatakan anak
berhubung 2. Mencatat intake masih sembab
an dengan cairan : minum O:
gangguanm per oral dan An. S tampak
ekanisme output cairan sembab pada tangan,
regulasi anak : BAK kaki dan perut
(penuruna dalam 24 jam Berat badan : 35 kg
n tekanan 3. Mengukur dan Suhu 38oC ,
onkotik mencatat tanda- RR : 20x/m,
koloid) tanda vital anak nadi: 100x/m
4. Menilai luas Intake cairan:
dan lokasi ±1200cc
edema pada Output : ± 600cc
anak
5. Memberikan A: masalah belum
terapi obat teratasi
diuretik lasix P:Intervensi
1x18 mg dilanjutkan
Hipertermi S:
berhubung 1. Mengukur suhu a) Ny. K
an dengan tubuh anak mengatakan
peningkata setiap 3 jam badan anak panas
n laju 2. Memberikan b) Ny.k mengatakan
metabolism paracetamol anak rewel dan
e tablet 250 gram gelisah
3. Memeritahu ibu c) Ny. K mengatkan
untuk anak sudah
mengompres diberikan
anak dengan paracetamol
kompres hangat d) Ny. K
di kening, lipata mengatakan anak
paha dan aksila sudah di kompres
4. Memantau
perubahna suhu O:
anak stelah a) anak tampak
diberikan rewel dan gelisah
paracetamol b) Badan anak
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
5. Menganjurkan teraba panas
ibu untuk tetap c) Suhu : 38oC
memberikan d) Anak sudah
anak minum diberikan
sesering paracemaol tablet
mungkin 1x250 mg

A: masalah belum
teratasi

P:Intervensi
dilanjutkan
Ketidaksei 1. Memberikan S:
mbangan diit MB nefrotik a) Ny. K
nutrisi: 2000 kkal mengatakan
kurang 2. Mengedukasi anak masih
dari klien dan malas makan
kebutuhan keluaga untuk b) Ny. K
tubuh menghabiskan mengatakan
berhubung diit yang anak hanya
an kurang diberikan menghabiskan
asupan 3. Menilai turgor 1/2 porsi
makanan kulir, makanan yang
kelembababn diberikan
mukosa mulut c) Ny. K
4. Memantau mual mengatakan
dan muntah anak mual dan
pada anak muntah
O:
a) An. S hanya
menghabiskan
½ porsi
makanan yang
diberikan
b) Beart badan : 35
kg:
c) Mukosa mulut
tampak kering
d) Anak tampak
rewel dan
gelisah
e) An. S
mendapatkan
diit MB nefrotik
2000kkal
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
f) Hb : 8,0 g/dl
g) An. S tampak
mual dan
muntah

A :masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
4. Juma Diare 1. Memberikan S:
t/ 22 berhubung cairan oralit a) Ny. K
Mare an dengan 400cc mengatakan
t 2019 proses 2. Memberikan BAB anak
infeksi erapi zinc encer, tidak ada
1x20 mg ampas, dan
3. Memantau tidak berdarah
mata cekung, b) Ny. K
turgor kulit, mengaakan
kelembabab anak sudah
mukosa mulut, BAB ±3x sejak
CRT pada nak pagi
4. Mencatat c) Ny. K
warna, mengatkan naak
frekuensi, rewel dan
konsistensi gelisah
dan jumlah O:
feses setiap a) An. S ampak
kali BAB rewel dan lesu
b) An. S
mendapatkan
oralit dan dan
zinc sesuai
dengan order
dokter
c) Turgor kulit
kembali lambat
d) Mukosa mulut
tampak kering
e) BAB tampak
encer dan tidak
berdarah
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
Kelebihan 1. Menimbang dan S:
volume mencatat berat Ny. K mengatakan
cairan badan anak anak masih sembab
berhubung 2. Mencatat intake O: Am. S tampak
an dengan cairan : minum sembab pada tangan,
gangguanm per oral dan kaki dan perut
ekanisme output cairan Berat badan : 35 kg
regulasi anak : BAK Suhu 37oC
(penuruna dalam 24 jam RR : 20x/m,
n tekanan 3. Mengukur dan nadi: 80x/m
onkotik mencatat tanda- Intake cairan
koloid) tanda vital anak :±1400cc
4. Menilai luas Output : ±800cc
dan lokasi
edema pada A: masalah belum
anak teratasi
5. Memberikan P:Intervensi
terapi obat dilanjutkan
diuretik lasix
1x18 mg
Ketidaksei 1. Memberikan S:
mbangan diit MB nefrotik a) Ny. K
nutrisi: 2000 kkal mengatakan
kurang 2. Mengedukasi anak
dari klien dan sudahmaumulai
kebutuhan keluaga untuk makan
tubuh menghabiskan b) Ny. K
berhubung diit yang mengatakan
an kurang diberikan anak sudah
asupan 3. Menilai turgor hamper
makanan kulir, menghabiskanm
kelembababn akanan yang
mukosa mulut diberikan
4. Memantau mual O:
dan muntah a) An. S
pada anak sudahmenghabi
skanmakanan
yang diberikan
b) Berat badan : 35
kg:
c) An. S
mendapatkan
diit MB nefrotik
2000kkal
A : Masalah teratasi
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
P : Intervensi
dihentikan
5. Sabtu Kelebihan 1. Menimbang dan S:
/ 23 volume mencatat berat a) Ny. K
Mare cairan badan anak mengatakan
t 2019 berhubung 2. Mencatat intake sembab sudah
an dengan cairan, minum mulai berkurang
gangguanm per oral dan O:
ekanisme output cairan a) An. S tampak
regulasi anak : BAK sembab
(penuruna dalam 24 jam berkurang
n tekanan 3. Mengukur dan b) Berat badan : 35
onkotik mencatat tanda- kg
koloid) tanda vital anak c) Suhu 37oC , RR
4. Menilai luas : 20x/m, nadi:
dan lokasi 80x/m
edema pada d) Intake cairan:
anak ±1600cc
5. Memberikan e) Output :
terapi obat ±1500cc
diuretik lasix A: masalah teratasi
1x18 mg sebagian
P:Intervensi
dilanjutkan

Diare 1. Memberikan S:
berhubung cairan oralit a) Ny. K
an dengan 400cc mengatakan BAB
proses 2. Memberitahu anak encer dan
infeksi ibu tuntuk tidak berdarah
memberikan b) Ny. K
anaknya minum mengatakan anak
sesering sudah BAB ±3x
mungkin sejak pagi
3. Memberikan
erapi zinc 1x20 O:
mg a) An. S
4. Memantau mata mendapatkan
cekung, turgor oralit dan dan
kulit, zinc sesuai
kelembabab dengan order
mukosa mulut, dokter
CRT pada nak b) Turgor kulit
5. Mencatat kembali cepat
warna, c) BAB tampak
N Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
o tangg
al
frekuensi, encer dan tidak
konsistensi dan berdarah
jumlah feses
setiap kali BAB A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai