Anda di halaman 1dari 10

BAB I

KONSEP DASAR

MEDIS

A. Defenisi

Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada


kulit kepala, tulang tengkorak dan pada otak.

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara


langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen

B. Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain : Benda tajam,
Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat ;Benda tumpul,
dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan
diteruskan kepada otak 

Penyebab lain

1. kecelakaan lalulintas
2. Jatuh
3. Pukulan
4. Kejatuhan benda
5. Kecelakaan kerja / industry
6. Cidera lahir 
7. luka tembak Mekanisme

cidera kepala :

1. Ekselerasi : Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang


diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi : Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak. Contoh
: kepala membentur aspal.
3. Deforinitas : Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan
integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

Berdasarkan berat ringannya :

1. Cidera kepala ringan → G C S : 13 – 15


2. Cidera kepala sedang → G C S : 9 – 12
3. Cidera kepala berat → G C S : 3 – 8

Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan


 bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama
adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek
ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan
dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol.
Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus
(diffuse axonal injury) atau cedera coup-contra.coup.

C. Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada
kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh
 benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselerasi-deselerasi gerakan kepala.

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan
 pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di
 bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan
tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi,
maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak
selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh
kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya
terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara
terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik
terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi
kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countercoup.

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara


mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan


dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya
merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa
 jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan
ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan
 berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini
adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium,
 produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan
dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.

 Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit
 pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan
sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera
mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume
darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah
tertentu dalam otak.

D. Tanda dan Gejala

a. Commotio Cerebri
1. Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit.
2. Mual dan muntah
3.  Nyeri kepala (pusing)
4.  Nadi, suhu, TD menurun atau normal
 b. Contosio Cerebri
1. Tidak sadar lebih dari 10 menit
2. Amnesia anterograde
3. Mual dan muntah
4. Penurunan tingkat kesadaran
5. Gejala neurologi, seperti parese
6. LP berdarah
c. Laserasio Serebri
1. Jaringan robek akibat fragmen taham
2. Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan
3. Kelumpuhan anggota gerak 
4. Kelumpuhan saraf otak 

E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

a.  X-ray Tengkorak
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar
tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai
terjadi fraktur karena CT scan  bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya
kontusio atau perdarahan.  X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan
tidak ada.
 b. CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam
memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal
 pada waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat
 berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan
fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan penderita-penderita
yang mempunyai CT scan abnormal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa
semua penderita dengan CT scan yang relatif normal akan menjadi lebih
 baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata TIK dan dapat berkembang
lesi baru pada 40% dari penderita. Di samping itu pemeriksaan CT scan
tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang
cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi
seperti ini sering berhubungan dengan outcome yang buruk.
c.  Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
 prognosa.  MRI mampu menunjukkan lesi di  substantia alba dan batang
otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa
 penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang
otak pada pemeriksaan  MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk
 pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal
dan tekanan intrakranial terkontrol baik. Pemeriksaan  Proton Magnetic
 Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada MRI dan
telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera
Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan
sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada
 pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan
 substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki
 prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya
sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit
neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan.

F. Komplikasi

1. Jangka pendek
a. Hematoma epidural
Letak epidural yaitu antara tulang tengkorak dan duramater. Terjadi
akibat pecahnya arteri meningea media atau cabang-cabangnya.
Gejalanya yaitu setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau
hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya
tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang bersifat
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data dasar tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan

Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese quadreplegia,


ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot dan otot spastik.

 b. Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)

Tanda : Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang


diselingi dengan bradikardia dan disritmia).

c. Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau


dramatis).

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,


depresi dan impulsif.

d. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.

f. Makanan/Cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk,


air liur keluar dan disfagia).

g.  Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar


kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal
 pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan
 pengecapan dan juga penciuman.

Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status


mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori), Perubahan pupil
(respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti perintah. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan,
 penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetri, genggaman lemah,
tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,
hemiparise, quedreplegia, postur (dekortikasi dan deserebrasi), kejang,
sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi
sebagian tubuh.

h.  Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,


 biasanya lama.

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan


nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih
i. Pernapasan

Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh


hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).

 j. Keamanan

Gejala :Trauma baru/trauma karena kecelakaan.

Tanda :Fraktur/dislokasi.

k. Gangguan penglihatan

Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda Batle
di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).

l. Gangguan kognitif.

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum


mengalami paralysis.

Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

Interaksi Sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara


 berulang-ulang, disartria, anomia.

m. Pemeriksaan Diagnostik

1) Scan CT tanpa/dengan kontras : Mengidentifikasi adanya SOL,


hemoragic, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24 – 72 jam pasca trauma.
Tujuan setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x… maka tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan

Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan kulit, decubitus

Intervensi :

1. Kaji keadaan kulit pasien.


R/: Menentukan askep yang tepat.
2. Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan
menimbulkan nekrose
3. Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
4. Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.

12. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x… maka tidak injuri
tidak terjadi dengan

Kriteri Hasil : Trauma fisik tidak terjadi , Terjaganya batas kesadaran fungsi
motorik

Intervensi :

1. Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang


R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan
keperawatan ·
2. Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma ·
3. Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas. ·
4. Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan ·
5. Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas. ·
6. Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
7. Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi
terhadap kenyataan.

Daftar Pustaka

Carpenito - Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Di agnosis K eper


awatan  .
Jakarta : EGC

Darwis, Aprisal. 2014. Konsep Dasar Trauma Kepala (Trauma


Kapitis)  . (http://www.abcmedika.com/2014/02/konsep-dasar-trauma-
kepala- trauma.html) di akses pada tangal 15 mei 2014

Dongues, Marilyn E, dkk. 2000. Rencana Asuah Keperawatan : Pedoman


Untukperencanaan Dan Pendokumentasian Perawtan
Pasie  . Jakarta : EGC

Ilyas, Kamal Kharrazi 2011 Gambaran Glasgow Coma Scale Pada Pasien
Trauma Kapitis Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun
2009 (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21501) diakses
 pada tanggal 15 mei 2014

Prince, Sylivia A & Wilson, Lorraine M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Pr oses Peyakit. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C& Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Eper awtan Medikal
Bedah  . Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M, & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan  . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai