Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ CIDERA KEPALA ”

Disusun Oleh :
SILVIE AYU DARMIANTI
071201015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2021
A. Pengertian
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri,
serta mengakibatkan gangguan neurologis. (Ayu, 2010)
Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan
menyebabkan penyakit neurologhik yag cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan di
jalan raya. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
memnyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Cedera kulit kepala menyebabkan infeksi intrakranial. Trauma di bagian ini
dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi. Suntikan prokain melalui
subkutan dapat membuat luka menjadi mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka
diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalisir masuknya
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang
disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur
tengkorak terbuka dipastikan lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur
tengkorak tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak. ((Smeltzer dan Bare, 2002).
Jenis cedera kepala berdasarkan lokasi terjadinya yang terakhir adalah cedera
otak. Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh kita dan kejadian
minor dapat membuat otak mengalami kerusakan yang bermakna. Otak menjadi tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa jika mengalami kerusakan yang cukup
bermakna. Sel-sel serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk
memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati diakibatkan
karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000), antara lain :
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientatif, atentif)
- Tidak kehilangan kesadaran
- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala
- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala
- Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat
b. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
- Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Konkusi
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium
- Kejang
c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
- Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
B. Etiologi
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak.
Misalnya tertembak peluru atau benda tajam
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
yang bukan pukulan.
4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu
obyek.
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan kerja
8. Serangan yang disebabkan karena olahraga
9. Perkelahian
10. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak.
Misalnya tertembak peluru atau benda tajam
11. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
12. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
yang bukan pukulan.
13. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu
obyek.
14. Kecelakaan lalu lintas
15. Jatuh
16. Kecelakaan kerja
17. Serangan yang disebabkan karena olahraga
18. Perkelahian
(Smeltzer, Bare, 2002 & Long, 1996)
C. Patofisilogis
Fungsi otak dapat ssegera terganggu oleh kerusakan langsung (Misalnya laserasi)
jaringan otak. Kerusakan lebih lanjut dapat terjadi segera sesudah kaskade kejadian
yang dipicu oleh cedera awal. TBI apapun dapat menyebabkan edema serebral dan
menurunkan aliran darah otak. Kubah tengkorak tetap dalam ukuran (dibatasi oleh
tengkorak) dan diisi oleh CSF nonkompresi dan jaringan otak minimal kompresibel :
akibatnya, pembengkakan dari edema atau hematoma intrakranial tidak memiliki
tempat untuk berkembang dan dengan demikian meningkatkan TIK
Aliran darah serebral sebanding dengantekanan perfusi serebral (CCP),
yangmerupakan perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (MAP) dan rata-rata ICP.
Dengan demikian, ketika ICP meningkat (atau MAP menurun), CPP menurun, ketika
CPP turun dibawah 50 mmHg, otak bisa mengalami iskemik, iskemik dan edema dapat
memicu berbagai mekanisme sekunder cedera (misalnya, pelepasan rangsangan
neurotrasmiter, kalsium intraseluler,radikal bebas, dan sitokin) menyebabkan
kerusakan sel lebih lanjut, edema lanjut, dan peningkatan lebih lanjut pada ICP,
komplikasi sistemik dari trauma (misalnya hipotensi, hipoksia) juga dapat
berkonstribusi untuk iskemia serebral dan sering disebut penghinaan otak sekunder.
ICP yang berlebihan pada awalnya menyebabkan difungsiserebral global. ICP yang
berlebihan dapat mendorong jaringan otak di tentorium atau mengalami
foramenmagnum, menyebabkan herniasi (dan peningkatakanmobriditas dan
mortalitas). Jika ICP meningkat menjadi MAP yang sama, CPP menjadi nol, yang
mengakibkan iskemia otak lengkap dan kematiaan otak, aliran darah kranial yang tidak
ada adalah bukti objektif kematiaan otak.
D. Manifestasi Klinis
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar
pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari
b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya
berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan bahkan
koma
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
(Smeltzer & Bare, 2002)
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur
gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat
digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh
darah.
c. Angiografi serebral
Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.=
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur
gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat
digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh
darah.
c. Angiografi serebral
Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.
d. Angiografi Substraksi Digital
Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik
komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang
dan jaringan lunak di sekitarnya.
e. ENG (Elektronistagmogram)
Pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.
f. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6
jam dari saat terjadinya trauma
g. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
yang berkaitan dengan adanya lesi di kepala.
h. BAEK ( Brain Audition Euoked Tomografi)
Untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak
i. Rontgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
j. GDA (Gas Darah Arteri)
Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang meningkatkan TI

G. Pengkajian Primer
o Pertanyaan mengenai riwayat terjadinya cedera, meliputi :
- Kapan cedera terjadi
- Apa penyebab cedera? Apakah obyek membentur kepala? Apakah pasien
sampai terjatuh?
- Dari mana arah dan kekuatan pukulan?
- Apakah sempat kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Apakah
pasien dapat dibangunkan? Adakah amnesia setelah cedera?
o Fokus Pengkajian
a. Tingkat kesadaran dan responsivitas. Tingkat kesadaran dan responsivitas
dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran mendahului
semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma Glasgow
digunakan untuk mengkaji tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria
pembukaan mata, respons verbal, dan respon motorik terhadap perintah verbal
atau stimulus nyeri.
b. Pemantauan tanda vital. Meskipun penyimpangan tingkat kesehatan pasien
adalah indikasi neurologik paling sensitif tentang ancaman bahaya, tanda vital
dipantau dalam interval sering untnuk mengkaji status intrakranial.
- Tanda peningkatan TIK meliputi pelambatan nadi, peningkatan tekanan
darah sistolik, dan pelebaran tekanan nadi.
- Pada saat kompresi otak meningkat, tanda vital cenderung sebaliknya.
Nadi dan pernafasan semakin cepat dan tekanan darah menurun.
- Peningkatan suhu drastis dianggap hal yang tidak menguntungkan,
karena hipertermia meningkatkan kebutuhan metabolisme otak dan
merupakan indikasi kerusakan batang otak. Suhu harus dipertahankan
dibawah 38 derajat Celcius.
- Takikardia dan hipotensi arteri dapat mengindikasikan perdarahan
sedang terjadi di tempat lain di tubuh.
c. Fungsi motorik. Fungsi motorik sering dikaji melalui observasi gerakan-
gerakan spontan, memerintahkan pasien meninggikan dan menurunkan
ekstremitas, dan membandingkan kekuatan dan kualitas genggaman tangan
dalam periodik waktu yang teratur.
- Jika pasien tidak menunjukkan gerakan spontan, maka respons stimulus
nyeri dikaji. Respons abnormal (respon motorik berkurang) mengarah
pada prognosis buruk.
- Kemampuan pasien untuk bicara dan kualitas bicara juga dikaji. Kapasitas
untuk bicara merupakan indikasi tingkat fungsi otak yang tinggi.
- Pembukaan mata secara spontan pada pasien dievaluasi.
Ukuran dan kualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Dilatasi
unilateral dan respons pupil yang buruk merupakan indikasi adanya
pembentukan hematoma dengan tekanan lanjut pada syaraf kranial ketiga
karena pergeseran otak. Jika kedua pupil kaku dan berdilatasi, maka
diindikasikan ada cedera berlebihan dan kerusakan intrinsik pada batang
otak atas, yang merupakan tanda prognostik buruk.

o Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan
pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
Kaji :
1) Bersihkan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing dan ventilasi
Kaji :
1. Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
2. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon
verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/unresponsive (U)
4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
e. Exposure control
Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada
o Pengkajian Sekunder
1. Fahrenheit (suhu tubuh)
Kaji :
1. Suhu tubuh
2. Suhu lingkungan
2. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny
Kaji :
1. Tekanan darah
2. Irama dan kekuatan nadi
3. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4. Saturasi oksigen
3. Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)
Pengkajian Head to toe
a. Riwayat Penyakit
o Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
o Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
o Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
o Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ
tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R),
severity (S) dan time (T)
o Kapan makan terakhir
o Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
o Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
o Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien
c. Pengkajian kepala, leher dan wajah
o Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan
jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

o Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan,


benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran
o Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,
kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
o Kaji adanya kaku leher
o Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena
leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan
krepitas pada tulang.
d. Pengkajian dada
1. Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
2. Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
3. Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
4. Amati penggunaan otot bantu nafas
5. Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi.

e. Abdomen dan pelvis


Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,
distensi abdomen, jejas.
3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
4) Nadi femoralis
5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
6) Bising usus
7) Distensi abdomen
8) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus,
ekimosis, tonus spinkter ani
f. Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer
g. Tulang belakang
Pengkajian tulang belakang meliputi :
1. Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien
dimiringkan untuk mengamati :
- Deformitas tulang belakang
- Tanda-tanda perdarahan
- Laserasi
- Jejas
- Luka
2. Palpasi deformitas tulang belakang
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.
(Doenges, 1999)
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral
dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan
tanda-tanda vital.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai
dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik,
gelisah, dan perubahan tanda vital.

I. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.
Kriteria hasil :
 Pernafasan reguler, dalam dan kecepatannya teratur
 Pengembangan dada kiri dan kanan simetris
 Tanda dan gejala obstruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas
(-), wheezing (-)
 Suara nafas : vaskuler kiri dan kanan
 Trakhea midline
 Analisa gas darah dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, Saturasi O2
> 95 %, PaCO2 35-45 mmHg, pH 7,35-7,45
Intervensi :
Mandiri
o Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama pernafasan.
o Observasi penggunaan otot bantu pernafasan
o Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi
o Ajarkan dan anjurkan nafas dalam serta batuk efektif
o Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak
o Kaji fokal fremitus dengan meletakkan tangan di punggung pasien
sambil pasien menyebutkan angka 99 atau 77
o Bantu pasien menekan area yang sakit saat batuk
o Lakukan fisiotherapi dada jika tidak ada kontra indikasi
o Auskultasi bunyi nafas, perhatikan bila tidak ada ronkhi, wheezing dan
erackles.
o Lakukan suction bila perlu
o Lakukan pendidikan kesehatan.
Kolaborasi
o Pemberian O2 sesuai kebutuhan pasien
o Pemeriksaan laboratorium / analisa gas darah
o Pemeriksaan rontgen thorax
o Intubasi bila pernafasan makin memburuk
o Pemasangan oro paringeal
o Pemasangan water seal drainage / WSD
o Pemberian obat-obatan sesuai indikasi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral
dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan
tanda-tanda vital.
Kriteria hasil :
o Menurunnya derajat nyeri baik daripada respon verbal maupun pengukuran
skala nyeri.
o Hilangnya indikator fisiologi nyeri : takhikardia (-), takipnoe (-), diaporesis
(-), tekanan darah normal
o Hilangnya tanda-tanda non verbal karena nyeri : tidak meringis, tidak
menangis, mampu menunjukkan posisi yang nyaman
o Mampu melakukan pemerintah yang tepat.
Intervensi :
Mandiri
o Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST
o Bantu melakukan teknik relaksasi
o Batasi aktivitas
Kolaborasi
o Pemberian O2
o Perekaman EKG
o Pemberian therapi sesuai indikasi
o IVFD sesuai indikasi

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai


dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik,
gelisah, dan perubahan tanda vital.
Kriteria Hasil :
o Mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesadaran
o Tanda-tanda vital kembali normal
o Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
Intervensi :
Mandiri
o Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK
o Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar menggunakan GCS
o Pantau TTV
o Pertahankan kepala agara posisinya tetap netral atau di tengah
o Perhatikan adanya peningkatan kegelisahan pada klien
Kolaborasi :
o Berikan cairan sesuai indikasi
a. Berikan obat sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

 Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
 Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011. Jakarta : EGC
 Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses
Penyakit II Edisi 4. Jakarta : EGC
 Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.
 Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika.
 Anonim. 2011.
http://www.ahliwasir.com/image-upload/detail_brain_layers.jpg. Diakses pada 7
Oktober 2012 pukul 10.00 WIB.
 Anonim. 2010. http://brain-age-3.brainfunctionz.com/brain-anatomy/. Diakses pada 7
Oktober 2012 pukul 10.07 WIB
 Askar, M. 2011. http://askarnh.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-
gawat- darurat.html. Diakses pada 7 Oktober pukul 14.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai