Oleh :
Khanty Kurniawati
NIM S20129008
2. Etiologi
Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:
a. Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak
b. Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak membentur objek
yang diam
c. Cedera akselerasi-deselerasi, sering dijumpai dalam kasus kecelakaan
bermotor dan kekerasan fisik
d. Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur dan
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak
e. Cedera Rotasional, yaitu benturan/pukulan yang menyebabkan otak
berputar dalam tengkorak, sehingga terjadi peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
3. Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan klinis biasanya memakai pemeriksaan GCS yang
dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat. Kondisi cedera
kepala yang dapat terjadi yaitu:
a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna pingsan < 10
menit atau amnesia pasca cedera kepala, namun tidak ada kerusakan
jaringan otak.
b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak karna
pingsan > 10 menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio
serebri lebih sering terjadi di lobus frontal dan lobus temporal
dibandingkan bagian otak lain.
c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan
durameter dan fraktur terbuka pada kranium.
d. Epidural hematom, yaitu hematom antara durameter dan tulang. Sumber
perdarahan berasal dari robeknya arteri meningea media. Epidural
hematom biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan. Jika perdarahan > 20 cc
atau > 1 cm midline shift > 5 mm akan dilakukan operasi untuk
menghentikan perdarahan. Gambaran CT scan didapatkan area hiperdens
dengan bentuk bikonvek atau letikuler antara 2 sutura.
4. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut
(Markam, 2011) pada cedera kepala meliputi :
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma.
Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau
minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan
beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari
satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami
sekurang-kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama
setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang
menjadi epilepsi
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan
membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi
meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain
II. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit (sekarang, dulu, keluarga)
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan
terlihat bila Sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang didapatkan
meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, konvulsi, sakit kepala hebat, tingkat kesadaran menurun
(GCS <15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang
mungkin didapatkan. Meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan mendadak
lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada
gastrointestinal seperti mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar di
samping gejala kelumpuhan separuh badan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit
penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai
hubungan dengan masalah yang dialami klien sekarang seperti adakah
riwayat penggunaan obat obat, tekanan darah tinggi.
b. Pengkajian fokus
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan
adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABC (Airway,
Breathing, Circulation)
1). A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus
dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus
di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat
digunakan.
2). B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya
kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan
diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high Flow
Oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir
bag11, 12.
3). C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus
diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus
patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur
dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik
adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi
atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara
nyata dengan mengurangi gerakan dameningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang
terbuka,penggunaan balut tekan steril umumnya dapat
menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif
merupakan hal penting disamping usaha menghentikan
pendarahan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala)
ditandai dengan dispnea (D.0005)
b. Risiko syok b.d hipoksemia ditandai dengan trauma multiple
(D.0039)
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai
dengan cedera kepala (D.0017)
3. Perencanaan Keperawatan
4. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN