Disusun oleh:
Yusuf Ramadhana
SN191185
LAPORAN PENDAHULUAN
… DI RUANG … RUMAH
SAKIT …
I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta
orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas (WHO, 2011). Menurut Korps Lalu Lintas Polisi RI (KORLANTAS POLRI, 2018)
dalam grafik kecelakaan yang dilaporkan ke polisi lalu lintas ditampilkan per triwulan
(kuartal). Grafik dihasilkan secara online dari database kecelakaan Automatic
Identification System (AIS). Dalam grafik tersebut didapatkan data kecelakaan pada
tahun 2018 sebanyak 28,784 orang dengan 6,262 korban meninggal. Kecelakaan ini
didominasi oleh pengendara sepeda motor.
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan seseorang mengalami kecacatan bahkan
kematian. Selain itu kecelakaan dapat menyebabkan seseorang mengalami trauma
atau cedera kepala.
Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam rentang 2010-2014 mengalami
kenaikan rata-rata 9,59% per tahun dengan diikuti kenaikan persentase korban
meninggal dengan ratarata 9,24% per tahun (Badan Pusat Statistik/BPS, 2016).
Proporsi pasien trauma yang dirawat di rumah sakit mayoritas akibat kecelakaan darat
(59,6%) dengan sebagian besar (47,5%) mengalami cedera kepala (Riyadina et al.,
2011).
Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena jatuh atau
juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala atau bahkan
sampai tidak sadarkan diri.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Ristanto 2016).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2010. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan Afisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2010).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya (Smeltzer & Bare 2011).
2. Etiologi
Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:
a. Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak
b. Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak membentur objek yang diam
d. Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur dan menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
3. Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan klinis biasanya memakai pemeriksaan GCS yang
dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat.
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi yaitu:
a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna pingsan < 10 menit
atau amnesia pasca cedera kepala, namun tidak ada kerusakan jaringan otak.
b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak karna pingsan > 10
menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebri lebih sering terjadi
di lobus frontal dan lobus temporal dibandingkan bagian otak lain.
c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan durameter dan
fraktur terbuka pada kranium.
g. ICH (Intracerebral Hematom), yaitu perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
nyang terjadi akibat robekan pembuluh darah yang ada pada jaringan otak. Pada
pemeriksaan CT scan terdapat lesi perdarahan antara neuron otak yang relatif
normal.
h. Fraktur basis kranii (misulis KE, head TC), yaitu fraktur dari dasar tengkorak
(temporal, oksipital, sphenoid dan etmoid). Terbagi menjadi 2 yaitu fraktur
anterior (melibatkan tulang etmoid dan sphenoid) dan fraktur posterior
(melibatkan tulang temporal, oksipital dan beberapa bagian tulang sphenoid).
Tanda-tanda dari fraktur basis kranii yaitu:
4. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 2011) pada
cedera kepala meliputi :
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki
vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu
tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsi
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf
yang lain.
a. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).
b. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa
ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga
kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi
yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi
penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
c. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat,
aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino
Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan
edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi
(klinis kejang-kejang).
e. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies
terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel
akan mengkerut (shrinkage).
Kecelakaan lalu lintas
Cidera kepala
Teradapat luka
Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis di kepala
Asam laktat
tek. Hidrostatik
cardiac output
Oedem otak
kebocoran cairan Ketidak efektifan
kapiler perfusi jaringan
Ketidakefektifan
6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan) perifer
perfusi jaringan
cerebral oedema paru
a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
d. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
1. Pengkajian
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat bila
sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang didapatkan meliputi
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, konvulsi, sakit kepala hebat, tingkat kesadaran menurun (GCS
<15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.
4). D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal
5). E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka,
penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
1) Keadaan umum
2) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3) TTV
4) Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.
5) Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
6) Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7) Sistem Gastrointestinal
8) Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
9) SistemMuskuloskeletal
10) Kelemahan otot, deformasi
a. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dispnea (D.0005)
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai dengan cedera
kepala (D.0017)
4. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
b. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian diagnosis
keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan komponen utama dalam
catatan perkembangan yang terdiri atas:
S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tandatanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis/dikaji dari data
subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu berubah yang mengakibatkan
informasi/data perlu pembaharuan, proses analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh
karena itu sering memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan
diagnosis, rencana, dan tindakan.
P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana keperawatan)
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria
tujaun yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan atau
menghilangkan masalah klien. Karena status klien selalu berubah, intervensi harus
dimodifikasi atau diubah sesuai rencana yang telah ditetapkan.
E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis respons klien
terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria evaluasi tidak tercapai, harus dicari
alternatif intervensi yang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama diagnosis dan
tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau pengobatan klien. Revisi proses
asuhan keperawatan ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan.
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. Missouri : Elsevier Mosby
Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. 2013. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.
Iskandar. 204. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto
Umar, K. 2017. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya :
Airlangga Univ. Press.
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS
Disusun oleh:
Yusuf Ramadhana
SN191185
I. PENGKAJIAN
A. BIODATA
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Umur : 50 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
f. Alamat : Surakarta
j. Dokter : dr. B
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 47 tahun
c. Pendidikan : SMA
e. Alamat : Surakarta
C. PRIMARY SURVEY
− Pasang Oksigen
5. Exposure :
− Pemasangan infus
b. Nadi
- Frekuensi : 120 /menit
- Irama :-
- Kekuatan/isi : lemah
c. Respirasi
- Frekuensi : 25 /menit
- Irama :-
d. Suhu : 36,50C
2. Five Intervention:
3. Give Comfort
P
:
-
S:-
T
4. History (SAMPLE)
a. Subjektif: -
e. Last Meal : keluarga mengatakan pasien hanya makan roti dan minum air pada
siang hari.
f. Event Leading :-
pasien) a. Kepala :
b. Muka :
1) Mata
Palbebra : tidak ada oedema
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterik
Pupil : isokor
Diameter ka/ki : 2mm/ 2mm
Reflek terhadap cahaya : -/ -
Penggunaan alat bantu penglihatan : keluarga mengatakan tidak menggunakan alat
bantu penglihatan
2) Hidung : terdapat darah pada lubang hidung
3) Mulut : terdapat lendir
4) Gigi : berwarna kekuningan
5) Telinga : terdapat darah pada lubang telinga
c. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP
d. Dada :
1. Paru-paru : 2. Jantung :
Inspeksi paru- paru tidak Inspeksi enruk dada simestris
mengembangdan
mengempis secara
normal
Palpasi dak ada nyeri tekan Palpasi dak ada nyeri tekan
Perkusi idak terdengar suara nafas Perkusi
tambahan
Auskultasi Auskultasi
e. Abdomen :
3) Perkusi : timpani
a. Atas : b. Bawah :
Kekuatan Otot ka/ki : 2/2 Kekuatan Otot ka/ki : 2/2
ROM ka/ki : pasif ROM ka/ki : pasif
Capilary Refill Time ka/ki : <2 detik Capilary Refill Time : <2 detik
ka/ki
Perubahan bentuk tulang : tidak ada Perubahan bentuk tulang : ada
perubahan
perubahan bentuk bentuk tulang tulang
Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Pasien
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DATA PENUNJANG
G. TERAPI MEDIS
Hari/
Golongan & Fungsi &
Tanggal Jam Jenis Terapi Dosis
Kandungan Farmakodinamik
− Inj.
1mg Obat resep
I.ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis
10.05
− Keadaan umum tidak
sadarkan diri
− Tampak dispnea
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dispnea
(D.0005)
2. Risiko syok b.d hipoksemia ditandai dengan trauma multiple (D.0039)
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai dengan cedera kepala
(D.0017)
− Tingkat kesadaran −
Pasang jalur iv
meningkat menjadi Persiapkan intubasi dan
sedang 3 dari cukup −
ventilasi mekanis jika perlu
menurun 2. Kolaborasi pemberian
− Kognitif meningkat tranfusi darah jika perlu
menjadi sedang 3 dari
cukup menurun 2. Tekanan
intra kranial menurun
menjadi sedang 3 dari cukup
meningkat 2.
Kamis, 16 III Setelah dilakukan tindakan anajemen syok (I.02048)
April 2020 asuhan keperawatan selama
1 − Monitor status oksigenasi
10. 20 jam diharapkan masalah − Monitor status
risiko syok dapat kardiopulminal
teratasi dengan kriteria − Monitor status oksigenasi
hasil : at syok (L.03032) − Monitor tingkat kesadaran
O2
Kamis, 16 II & − Monitor tingkat DS : - DO :
April 2020 III kesadaran − Keadaan umum tidak
10. 25 sadarkan diri
− GCS 8
V. CATATAN PERKEMBANGAN/EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis
Hari/Tanggal No.
Evaluasi Ttd
Jam Dx
Kamis, 16 I S:-
April 2020 O:
11.00 − KU: Meninggal
− Kesadaran: -
− GCS: -
− Terpasang Ventilator
− RR: -x/m,
N : -x/M
T : - 0C
TD: - mmHg
A:
−
P:
Kamis, 16 II S:-
April 2020 O:
11.00 − KU: Meninggal
− Kesadaran: -
− GCS: -
− Terpasang Ventilator
− RR: -x/m,
N : -x/M
T : - 0C
TD: - mmHg
−
A:−
P:
− KU: Meninggal
− Kesadaran: -
− GCS: -
− Terpasang Ventilator
− RR: -x/m,
N : -x/M
T : - 0C TD: - mmHg P :