Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA BERAT

Disusun oleh:
Yusuf Ramadhana
SN191185

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN
… DI RUANG … RUMAH
SAKIT …

I. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta
orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas (WHO, 2011). Menurut Korps Lalu Lintas Polisi RI (KORLANTAS POLRI, 2018)
dalam grafik kecelakaan yang dilaporkan ke polisi lalu lintas ditampilkan per triwulan
(kuartal). Grafik dihasilkan secara online dari database kecelakaan Automatic
Identification System (AIS). Dalam grafik tersebut didapatkan data kecelakaan pada
tahun 2018 sebanyak 28,784 orang dengan 6,262 korban meninggal. Kecelakaan ini
didominasi oleh pengendara sepeda motor.
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan seseorang mengalami kecacatan bahkan
kematian. Selain itu kecelakaan dapat menyebabkan seseorang mengalami trauma
atau cedera kepala.
Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam rentang 2010-2014 mengalami
kenaikan rata-rata 9,59% per tahun dengan diikuti kenaikan persentase korban
meninggal dengan ratarata 9,24% per tahun (Badan Pusat Statistik/BPS, 2016).
Proporsi pasien trauma yang dirawat di rumah sakit mayoritas akibat kecelakaan darat
(59,6%) dengan sebagian besar (47,5%) mengalami cedera kepala (Riyadina et al.,
2011).
Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena jatuh atau
juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala atau bahkan
sampai tidak sadarkan diri.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Ristanto 2016).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2010. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan Afisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2010).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya (Smeltzer & Bare 2011).

2. Etiologi
Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:

a. Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak

b. Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak membentur objek yang diam

c. Cedera akselerasi-deselerasi, sering dijumpai dalam kasus kecelakaan bermotor


dan kekerasan fisik

d. Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur dan menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak

e. Cedera Rotasional, yaitu benturan/pukulan yang menyebabkan otak berputar


dalam tengkorak, sehingga terjadi peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak.
Menurut Yasmara dkk (2012) Cidera kepala secara umum disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pukulan
pada kepala, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, luka tembak, atau cidera saat
lahir.
Arifin dkk (2013) menambahkan bahwa hipoksia dan hipoperfusi merupakan
faktor penyebab utama. Penyebab lainnya adalah eksititixisitas, kerusakan akibat
radikal bebas, gangguan regulasi ion, mediator inflamasi, tekanan tinggi intrakranial
dan hipertermia.

3. Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan klinis biasanya memakai pemeriksaan GCS yang
dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat.
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi yaitu:

a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna pingsan < 10 menit
atau amnesia pasca cedera kepala, namun tidak ada kerusakan jaringan otak.

b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak karna pingsan > 10
menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebri lebih sering terjadi
di lobus frontal dan lobus temporal dibandingkan bagian otak lain.

c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan durameter dan
fraktur terbuka pada kranium.

d. Epidural hematom, yaitu hematom antara durameter dan tulang. Sumber


perdarahan berasal dari robeknya arteri meningea media. Epidural hematom
biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis
sisi kiri dan kanan. Jika perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline shift > 5 mm akan
dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan. Gambaran CT scan didapatkan
area hiperdens dengan bentuk bikonvek atau letikuler antara 2 sutura.

e. Subdural Hematom (SDH), yaitu terkumpulnya darah antara durameter dan


jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. hematom dibawah lapisan
durameter dengan sumber perdarahan dari bridging vein, a/v cortical, sinus
venous. Gejalagejalanya antara lain nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir
lambat, kejang dan udem pupil. Secara klinis dapat dikenali dengan penurunan
kesadaran disertai dengan adanya laterasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi. Gambaran CT scan didapatkan hiperdens yang yang berupa
bulan sabit (cresent).
f. Subarachnoid Hematom (SAH), yaitu perdarahan fokal di daerah subarachnoid.
Gejala klinis hampir menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT scan
didapatkan lesi hiperdens yang mengikuti arah girus-girus serebri didaerah yang
berdekatan dengan hematom.

g. ICH (Intracerebral Hematom), yaitu perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
nyang terjadi akibat robekan pembuluh darah yang ada pada jaringan otak. Pada
pemeriksaan CT scan terdapat lesi perdarahan antara neuron otak yang relatif
normal.

h. Fraktur basis kranii (misulis KE, head TC), yaitu fraktur dari dasar tengkorak
(temporal, oksipital, sphenoid dan etmoid). Terbagi menjadi 2 yaitu fraktur
anterior (melibatkan tulang etmoid dan sphenoid) dan fraktur posterior
(melibatkan tulang temporal, oksipital dan beberapa bagian tulang sphenoid).
Tanda-tanda dari fraktur basis kranii yaitu:

a) Ekimosis periorbital (racoon’s eyes)


b) Ekimosis mastoid (battle’s sign)

c) Keluar darah berserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga


(rinore atau otore)

d) Kelumpuhan nervus cranial

4. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 2011) pada
cedera kepala meliputi :

a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki
vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu
tahun jarang sembuh.

b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsi

c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf
yang lain.

d. Hilangnya kemampuan kognitif


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.

e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson


Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer
tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung
frekuensi dan keparahan cedera.

5. Patofisiologi dan Pathway


Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat
memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat
dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).

b. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa
ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga
kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi
yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi
penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :

CPP = MAP – ICP


CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah
(irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi,
hipoksia, hipertermi, kejang, dll.

c. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat,
aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino
Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan
edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi
(klinis kejang-kejang).

d. Kerusakan Membran Sel


Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan
pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut).
Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat
yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.

e. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies
terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel
akan mengkerut (shrinkage).
Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Terjadi benturan benda


Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak asing

Teradapat luka
Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis di kepala

Aliran darah keotak  tahanan vaskuler Rusaknya bagian kulit


dan jaringannya
Sistemik & TD 
O2  gangguan Kerusakan integritas
metabolisme  tek. Pemb.darah jaringan kulit
Pulmonal

Asam laktat
 tek. Hidrostatik 
cardiac output
Oedem otak
kebocoran cairan Ketidak efektifan
kapiler perfusi jaringan
Ketidakefektifan
6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan) perifer
perfusi jaringan
cerebral oedema paru

Penumpukan Difusi O2 Ketidakefektif bersihan


Ketidakefektif pola cairan/secret terhambat jalan napas
napas
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing
dan miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.

a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.

b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak


beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera
dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi
untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahlianestesi.

c. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua


perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah
pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan
larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

d. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.

e. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera


kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral
dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh
keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :-
Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih
efektif mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini
tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn
dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural; 2.Darah dalam sub arachnoid dan
intraventrikel; 3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak; 4.Edema cerebri;
5.Pergeseran garis tengah; 6.Fraktur cranium 7.Pada pasien yg koma ( skor GCS
<8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala 30,
Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6
jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila
terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera
kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

II. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat penyakit (sekarang, dulu, keluarga)

1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat bila
sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang didapatkan meliputi
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, konvulsi, sakit kepala hebat, tingkat kesadaran menurun (GCS
<15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang mungkin
didapatkan meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada
saat pasien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti
mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar di samping gejala
kelumpuhan separuh badan.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit penyakit yang
dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan
masalah yang dialami klien sekarang seperti adakah riwayat penggunaan obat
obat, tekanan darah tinggi.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga diarahkan pada penyakit penyakit yang
terjadi pada keluarga pasien secara garis keturunan maupun yang tinggal
serumah yang dapat mempengaruhi kesehatan pada pasien. Buat genogram
untuk mengetahui alur keturunan jika terdapat faktor penyakit keturunan.

b. Pengkajian fokus (Bone, Bowel, Bladder, Brain, Blood, Breathing)


Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability Limitation, Exposure)
1). A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas
oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik
Jaw Thrust dapat digunakan.

2). B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus


menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru
yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien
dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow
oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag11, 12.

3). C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di


sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering
menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang
terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha
unit darah dan membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik
adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau
ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai
yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dameningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada
patah tulang terbuka,penggunaan balut tekan steril umumnya dapat
menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal
penting disamping usaha menghentikan pendarahan.

4). D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal

5). E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka,
penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.

c. Pemeriksaan fisik (head to toe)

1) Keadaan umum
2) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3) TTV
4) Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.

5) Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.

6) Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih

7) Sistem Gastrointestinal
8) Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
9) SistemMuskuloskeletal
10) Kelemahan otot, deformasi

2. .Diagnosa keperawatan (menggunakan SDKI)

a. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dispnea (D.0005)

b. Risiko syok b.d hipoksemia ditandai dengan trauma multiple (D.0039)

c. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai dengan cedera
kepala (D.0017)

3. Perencanaan keperawatan (menggunakan SIKI & SLKI)


No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
I Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen jalan napas (I.01011)
keperawatan selama 1 jam diharapkan − Berikan oksigen
masalah pola napas tidak efektif dapat − Pertahankan kepatenan jalan napas
teratasi dengan kriteria hasil : − Monitor pola napas
Pola napas (L.01004) − Monitor bunyi napas tambahan
− Dispnea dalam batas normal dari − Monitor sputum
cukup menurun 4 menjadi sedang 3

− Tekanan ekspirasi dalam batas normal


dari cukup menurun 2
menjadi sedang 3
II Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan syok (I.02048)
keperawatan selama 1 jam diharapkan − Monitor status kardiopulminal
masalah risiko perfusi serebral tidak − Monitor tingkat kesadaran
efektif dapat teratasi dengan kriteria − Berikan oksigen untuk
hasil : mempertahankan saturasi
Perfusi Serebral (L.02014) − Pasang jalur iv

− Tingkat kesadaran meningkat − Persiapkan intubasi dan


menjadi sedang 3 dari cukup ventilasi mekanis jika perlu
menurun 2. − Kolaborasi pemberian tranfusi darah
jika perlu
− Kognitif meningkat menjadi sedang 3
dari cukup menurun 2.
Tekanan intra kranial menurun menjadi
sedang 3 dari cukup meningkat 2.
III Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen syok (I.02048)
keperawatan selama 1 jam diharapkan − Monitor status oksigenasi
masalah risiko syok dapat teratasi − Monitor status kardiopulminal
dengan kriteria hasil : − Monitor status oksigenasi
ngkat syok (L.03032) − Monitor tingkat kesadaran
Ti Tingkat kesadaran meningkat
− Periksa seluruh
− menjadi sedang 3 dari cukup
permukaan tubuh terhadap
menurun 2. − adanya DOTS
Kekuatan nadi meningkat menjadi − Pasang jalur iv

sedang 3 dari cukup menurun 2. Kolaborasi pemberian cairan kristaloid
Akral dingin menurun menjadi
− sedang 3 dari cukup meningkat 2.
Tekanan darah membaik menjadi
sedang 3 dari cukup memburuk 2.

4. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :

a. Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment dan


perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.

b. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian diagnosis
keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan komponen utama dalam
catatan perkembangan yang terdiri atas:

S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tandatanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.

A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis/dikaji dari data
subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu berubah yang mengakibatkan
informasi/data perlu pembaharuan, proses analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh
karena itu sering memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan
diagnosis, rencana, dan tindakan.
P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana keperawatan)
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria
tujaun yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan atau
menghilangkan masalah klien. Karena status klien selalu berubah, intervensi harus
dimodifikasi atau diubah sesuai rencana yang telah ditetapkan.
E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis respons klien
terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria evaluasi tidak tercapai, harus dicari
alternatif intervensi yang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama diagnosis dan
tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau pengobatan klien. Revisi proses
asuhan keperawatan ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan.

III. DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Z. 2011. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan


Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.

Bajamal, A. 2009. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. Missouri : Elsevier Mosby
Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta

Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. 2013. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.

Iskandar. 204. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto

Umar, K. 2017. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya :
Airlangga Univ. Press.
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Disusun oleh:
Yusuf Ramadhana
SN191185

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019/2020

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


DI RUANG IGD

Tanggal masuk IGD : 16 April 2020 Jam: 10.00 WIB


Tanggal Pengkajian : 16 April 2020 Jam: 10.05 WIB
Metode Pengkajan : Aulloanamnesa

I. PENGKAJIAN

A. BIODATA

1. Identitas Pasien

a. Nama : Tn. S
b. Umur : 50 tahun

c. Agama : Islam

d. Pendidikan : SMA

e. Pekerjaan : Pedagang Sayur

f. Alamat : Surakarta

g. Tanggal Masuk RS : 16 April 2020

h. Diagnosa Medis : Trauma capitis

i. No. Registrasi : 1234xxx

j. Dokter : dr. B

2. Identitas Penanggung Jawab

a. Nama : Ny. M

b. Umur : 47 tahun

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

e. Alamat : Surakarta

f. Hubungan dengan Klien : Istri

B. HASIL TRIAGE: merah

C. PRIMARY SURVEY

1. Airway : tampak kesulitan bernafas

− Pasang Oksigen

2. Breathing : pernafasan 25 x/menit

3. Circulation : nadi teraba 120 x/menit

4. Disability : pasien tidak sadar diri

5. Exposure :

− Pemasangan infus

− Pasang Folley Cateter


D. SECONDARY SURVEY

1. Full Set of Vital Sign


Tanda – tanda vital :

a. Tekanan Darah: 90/ 50 mmHg

b. Nadi
- Frekuensi : 120 /menit
- Irama :-
- Kekuatan/isi : lemah

c. Respirasi
- Frekuensi : 25 /menit
- Irama :-

d. Suhu : 36,50C

2. Five Intervention:

a. Pemasangan EKG/Bed Side Monitor : (ya/tidak), hasil: belum terpasang

b. Pemasangan NGT : (ya/tidak), hasil: belum terpasang

c. Pemasangan Folley Chateter : (ya/tidak), hasil: terpasang

d. Pengambilan darah untuk cek lab/pemeriksaan radiologi bila curiga fraktur :


(ya/tidak), hasil:

e. Pemasangan pulse oximetry : (ya/tidak), hasil:

3. Give Comfort
P

:
-

S:-
T

4. History (SAMPLE)

a. Subjektif: -

b. Alergi : keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai alergi makanan maupun


obat

c. Medikasi : keluarga mengatakan pasien sebelumnya tidak mengkonsumsi


obat

d. Riwayat penyakit Sebelumnya : keluarga mengatakan pasien belum pernah


mengalami penyakit seperti ini

e. Last Meal : keluarga mengatakan pasien hanya makan roti dan minum air pada
siang hari.

f. Event Leading :-

5. Head to Toe (utamanya mengacu pada permasalahan yang dikeluhkan

pasien) a. Kepala :

▪ Bentuk kepala : mesocepal

▪ Kulit kepala : terdapat darah dikarenakan ada luka didahi

▪ Rambut : pendek, berwarna hitam

b. Muka :

1) Mata
Palbebra : tidak ada oedema
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterik
Pupil : isokor
Diameter ka/ki : 2mm/ 2mm
Reflek terhadap cahaya : -/ -
Penggunaan alat bantu penglihatan : keluarga mengatakan tidak menggunakan alat
bantu penglihatan
2) Hidung : terdapat darah pada lubang hidung
3) Mulut : terdapat lendir
4) Gigi : berwarna kekuningan
5) Telinga : terdapat darah pada lubang telinga
c. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP

d. Dada :
1. Paru-paru : 2. Jantung :
Inspeksi paru- paru tidak Inspeksi enruk dada simestris
mengembangdan
mengempis secara
normal
Palpasi dak ada nyeri tekan Palpasi dak ada nyeri tekan
Perkusi idak terdengar suara nafas Perkusi
tambahan
Auskultasi Auskultasi

e. Abdomen :

1) Inspeksi : ada luka/ lebam

2) Auskultasi : bising usus 15x/menit

3) Perkusi : timpani

4) Palpasi : teraba kembung/bengkak

f. Genetalia : bersih, terpasang kateter

g. Rektum : tidak ada hemoroid

h. Ekstremitas : akral teraba dingin

a. Atas : b. Bawah :
Kekuatan Otot ka/ki : 2/2 Kekuatan Otot ka/ki : 2/2
ROM ka/ki : pasif ROM ka/ki : pasif
Capilary Refill Time ka/ki : <2 detik Capilary Refill Time : <2 detik
ka/ki
Perubahan bentuk tulang : tidak ada Perubahan bentuk tulang : ada
perubahan
perubahan bentuk bentuk tulang tulang

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA:


Keluarga pasien mengatakan di anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit
seperti pasien.

Genogram

Keterangan :

: Laki- laki : Tinggal 1 rumah

: Perempuan

: Pasien
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DATA PENUNJANG

Pemeriksaan Haasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,5 14-18 g/dl
Eritrosit 3,97 4.7-6.1 Juta/𝜇l
Hematokrit 35,8 42-52 %
MCV 90,3 69-93 Fl
MCH 31,6 27-32 Pg
MCHC 35,0 32-36 g/dl
Leukosit 9640 4.1-10.9 /𝜇l
Trombosit 136 140-392 ribu/𝜇l
RDW-CV 13,2 11.5-14.5 %
MPV 8.8 0.1-14 fL
PDW 15.1 9.0-17.0
Lymfosit 14,1 22-40 %
Gran % 64.1 50-70 %
MID % 6,9 3-9 %
KIMIA
Cholesterol 238 <200 mg/dl
Ureum 46 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,96 0.9-1.3 mg/dl
SGOT 39 <35 u/l
SGPT 36 <41 u/l

G. TERAPI MEDIS
Hari/
Golongan & Fungsi &
Tanggal Jam Jenis Terapi Dosis
Kandungan Farmakodinamik

16 April − Inf. RL 20 tpm Cairan Untuk mengembalikan


2020 Kristaloid keseimbanagn
elektrolit

− Inj.
1mg Obat resep
I.ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis

Hari/Tanggal Data Fokus Problem Etiologi


Jam
Kamis, 16 DS : - Pola napas tidak gangguan
April 2020 DO : efektif neurologis

10.05
− Keadaan umum tidak
sadarkan diri

− RR: 25 x/menit N: 120


x/menit, S : 36,50 C

− Adanya darah keluar dari


hidung
Kamis, 16 DS :- Risiko perfusi cedera kepala
April 2020 DO : serebral tidak efekti

10.07 − Keadaan umum tidak


sadarkan diri

− Adanya darah keluar dari


hidung Tampak apneu

Kamis, 16 DS :- Risiko syok Hipoksemia


April 2020 DO :
10.10
− Adanya trauma pada kepala
dan abdomen

− Tampak dispnea
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dispnea
(D.0005)
2. Risiko syok b.d hipoksemia ditandai dengan trauma multiple (D.0039)
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai dengan cedera kepala
(D.0017)

II. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN


Nama : Tn. S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Dkiagnosa Medis : Trauma capitis
Hari/Tangga/ No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd
Jam Dx
Kamis, 16 I Setelah dilakukan tindakan anajemen jalan napas

April 2020 asuhan


ter keperawatan selama (I.01011) kepatena
n
10.15 ola1 njam diharapkan masalah − Berikan oksigen
pola
− napas tidak efektif − Pertahankan
dapat atasi dengan kriteria jalan napas
napas
hasil : apas (L.01004) − Monitor pola napas
Dispnea dalam batas − Monitor bunyi
− normal dari cukup tambahan
menurun 4 menjadi − Monitor sputum
sedang 3
Tekanan ekspirasi dalam
batas normal dari cukup
menurun 2 menjadi
sedang 3
Kamis, 16 II telah dilakukan tindakan encegahan syok (I.02048)
April 2020 asuhan keperawatan selama − Monitor status
10.17 1 jam diharapkan masalah kardiopulminal
risiko perfusi serebral tidak − Monitor tingkat kesadaran
efektif dapat teratasi dengan − Berikan oksigen
kriteria hasil : untuk
rfusi Serebral (L.02014) − mempertahankan saturasi

− Tingkat kesadaran −
Pasang jalur iv
meningkat menjadi Persiapkan intubasi dan
sedang 3 dari cukup −
ventilasi mekanis jika perlu
menurun 2. Kolaborasi pemberian
− Kognitif meningkat tranfusi darah jika perlu
menjadi sedang 3 dari
cukup menurun 2. Tekanan
intra kranial menurun
menjadi sedang 3 dari cukup
meningkat 2.
Kamis, 16 III Setelah dilakukan tindakan anajemen syok (I.02048)
April 2020 asuhan keperawatan selama
1 − Monitor status oksigenasi
10. 20 jam diharapkan masalah − Monitor status
risiko syok dapat kardiopulminal
teratasi dengan kriteria − Monitor status oksigenasi
hasil : at syok (L.03032) − Monitor tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran − Periksa seluruh permukaan


tubuh terhadap adanya
ngk meningkat menjadi
DOTS
− sedang 3 dari
− Pasang jalur iv
cukup menurun 2.
− Kolaborasi pemberian
Kekuatan nadi
cairan kristaloid
meningkat menjadi
− sedang 3 dari
cukup menurun 2.
Akral dingin menurun
menjadi sedang 3 dari

cukup meningkat 2.
Tekanan darah membaik
menjadi sedang 3 dari
− cukup memburuk 2.

IV. TINDAKAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Nama : Tn.S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis
Hari/Tanggal No.
Implementasi Respon Klien Ttd
Jam Dx
Kamis, 16 I − Pertahankan kepatenan DS : - DO :
April 2020 jalan napas
− Jaw thrust curiga cedera
10. 20 servikal

− Pasang neck collar

Kamis, 16 I − Berikan oksigen DS : - DO :


April 2020 − Pemasangan selang kanul untuk
10. 23 menyuplai kebutuhan

O2
Kamis, 16 II & − Monitor tingkat DS : - DO :
April 2020 III kesadaran − Keadaan umum tidak
10. 25 sadarkan diri

− GCS 8

Kamis, 16 I − Monitor pola napas DS : - DO :


April 2020 − Pola napas cepat
10. 27
Kamis, 16 I − Monitor bunyi napas DS : - DO :
April 2020 tambahan
− Tidak ada suara tambahan
10. 30
Kamis, 16 I − Pertahankan kepatenan DS : - DO :
April 2020 jalan napas
− Pemasangan neck collar
10.33
Kamis, 16 II − Pasang jalur iv DS : - DO :
April 2020 − Infus terpasang dengan cairan
10.35 kristaloid

Kamis, 16 II − Periksa seluruh DS : - DO :


April 2020 permukaan tubuh − Tutup dan balut luka
10.40 terhadap adanya DOTS

V. CATATAN PERKEMBANGAN/EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 1234xxx
Umur : 50 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis
Hari/Tanggal No.
Evaluasi Ttd
Jam Dx

Kamis, 16 I S:-
April 2020 O:
11.00 − KU: Meninggal
− Kesadaran: -

− GCS: -

− Terpasang Ventilator

− RR: -x/m,

N : -x/M
T : - 0C
TD: - mmHg
A:


P:

Kamis, 16 II S:-
April 2020 O:
11.00 − KU: Meninggal
− Kesadaran: -

− GCS: -

− Terpasang Ventilator

− RR: -x/m,

N : -x/M
T : - 0C
TD: - mmHg


A:−
P:

Kamis, 16 III S:-


April 2020 O:
11.00 −
A:

− KU: Meninggal

− Kesadaran: -
− GCS: -

− Terpasang Ventilator

− RR: -x/m,

N : -x/M
T : - 0C TD: - mmHg P :

Anda mungkin juga menyukai