Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIK KLINIK

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


TAHUN AKADEMIK 2020 – 2021

Nama : Ulfah Ufy Junestri .E.I

NPM : 2017720116

Kelas : 7B

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD

Kasus: ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN


DENGAN CEDERA KEPALA
A. Definisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007:3)
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang
terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan setiap komponen
yang ada, mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau
kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Price dan Wilson, 2012).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan
fungsi otak normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh
masa karena hemoragi, serta edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-
jenis cedera otak meliputi komosio, kontusio serebri, kontusio batang otak,
hematoma epidural, hematoma subdural, dan fraktur tengkorak.
1. Klasifikasi Cedera kepala
a. Berdasarkan Mekanisme Cedera kepala
- Cedera kepala tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul.
- Cedera kepala tembus
Disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
b. Berdasarkan Beratnya Cidera
1) Cedera Kepala Ringan (CKR) : GCS 13– 15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusio cerebral maupun hematoma
2) Cedera Kepala Sedang (CKS) : GCS 9 –12, kehilangan kesadaran
atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Cedera Kepala Berat (CKB) : GCS lebih kecil atau sama dengan 8,
kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.

2. 12 Syaraf kranial
a. Saraf Olfaktorius: Berperan dalam penciuman dan penghidu, mengirim
informasi dari hidung ke otak terkait bau yang dicium.
b. Saraf Optikus: Berperan dalam penglihatan, menerima cahaya dari luar
dan menyampaikan informasi ke otak untuk diolah sehingga dapat
mengenali objek yang dilihat
c. Okulamotoris, Troklear, dan Abduscen: Okulamotoris berperan
mengontrol fungsi otot dan respon pupil mata, Troklear berperan
menggerakkan bola mata ke bawah, dan Abduscen berperan mengatur
pergerakan otot saat melotot atau melirik.
d. Trigeminus: Berperan dalam fungsi motoric atau sensorik pada wajah,
membuka dan menutupnya rahang.
e. Saraf Fascialis: Berperan dalam fungsi motoric dan sensorik
f. Reflex Vestibulokoklear: Berperan dalam pendengaran, dan
keseimbangan manusia
g. Saraf Glosofaringeal dan Vagus: Glosofaringeal berperan dalam
sensasi pada faring, 1/3 lidah posterori, motoric faring, dan Vagus
berperan dalam menelan, berbicara, otonom paru, jantung, sal cerna.
h. Saraf Assesorius: Berperan mengontrol otot sternokleiodeus, trapezius,
dan leher
i. Saraf Hipoglosal: Berperan mengatur pergerakan lidah

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
a. Cedera kepala ringan
- Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
- Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
- Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
b. Cedera kepala sedang
- Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebingungan atau bahkan koma.
- Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo
dan gangguan pergerakan.
c. Cedera kepala berat
- Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
- Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
- Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
- Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada
area tersebut.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan. Mengidentifikasi adanya hemoragic, ukuran ventrikuler,
infark pada jaringan mati
b. Foto tengkorak/kranium. Untuk mengetahui adanya fraktur pada
tengkorak
c. MRI (Magnetic Resonan Imaging). Untuk menginderaan yang
mempergunakan gelombang elektromagnetik
d. Pemeriksaan darah dan urin
e. Laboratorium kimia darah. Untuk mengetahui ketidakseimbangan
elektrolit
f. Angiografi cerebral. Untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu
pertumbuhan intrakranial hematoma
g. Pemeriksaan fungsi pernapasan. Mengukur volume maksimal dari
inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan
cedera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata)
h. Analisa gas darah. Menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan
usaha pernapasan. Adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).

5. Penatalaksanaan Farmakologi dana Non Farmakologi


a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway,
Breathing, Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis
yang buruk.
b. Semua cedera kepala memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan
bersama
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan dibagian tubuh lainnya.
d. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik , verbal ,
pemeriksaan pupil , reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.
e. Penanganan cedera dibagian lainnya
f. Pemberian pengobatan : antiedemaserebri , anti kejang , dan natrium
bikarbonat
g. Pemeriksaan diagnostic : sken tomografi computer otak , angiografi
serebral dan lainnya.

B. Etiologi
1. Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu
jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan
rendah), jatuh, pukulan benda tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan
dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
2. Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh,
10% kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5%
akibat diserang atau di pukul.
3. Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara
sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar.
Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala
menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah
atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
C. Patofisiologi (Web Of Caution)

D. Pengkajian Gawat Darurat


1. Pengkajian primer
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau
“jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik
yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan
2. Gangguan Pola Napas
3. Intake nutrisi tidak adekuat

F. Perencanaan
Diagnosis Hasil Yang Dicapai Intervensi
Keperawatan
Risiko Perfusi Jaringan : Pemantauan Neurologis :
ketidakefektifan Serebral Independen
perfusi jaringan - Mempertahankan atau - Tentukan factor yang berhubungan
otak meningkatkan tingkat dengan situasi individual, penyebab
kesadaran, kognisi, da koma atau penurunan perfusi serebral
Factor resiko : fungsi motoric atau dan potensial peningkatan tekanan
Trauma kepala sensorik. intracranial.
- Mendemonstrasikan - Pantau dan dokumentasikan status
Defines : tanda vital stabil dan neurologis dengan sering dan
Rentan mengalami tidak ada tanda membandingkan dengan nilai dasar :
penurunan sirkulasi peningkatan tekanan - GCS selama 48 jam pertama.
jaringan otak yang intrakranal. Evaluasi pembukaan mata – spontan
dapat menganggu (terjaga), hanya terbuka terhadap pada
kesehatan stimulus nyari, mata tetap tertutup
(koma).
Kaji respons verbal; catat apakah klien
sadar, terorientasi pada orang, temapt,
dan waktu, atau apakah mengalami
konfus, megungakan kata atau fres
yang tidak tepat yang kurang masuk
akal.
Kaji motoric terhadap perintah
sederhana, perhatikan gerakan yang
bertujuan (mematuhi perintah,
berupaya mendorong menjauhkan
stimulus) dan geakan yang tidak
bertujuan (postur tubuh). Perhatikan/
catat gerakan ekstremitas dan
dokumentasikan sisi kanan dan kiri
secara terpisah.
- Pantau tanda vital :
TD, perhatiakan dan berkelanjutan
hipertensi sitolikserta pelebaran nadi;
pantau hipotensi pada klien yang
mengalami trauma multiple.
Frekuensi dan irama jantung, catat
bradikardia, pergantian antara
bradikardia dan takikardia, dan
distritia lain.
Pernapasan, vatat pola dan irama
pernapasan, termaksud priode apnea
setelah hipervenilasi dan pernapasan
Cheyne- Stokes.
- Evalusi pupil, catat ukuran, bentuk,
kemasan, dan reaktifitas terhadap
cahaya.
- Kaji posisi dan gerakan mata, catta
apakah berada diposisi tengha atau
menyimpang kesalah satu sisi atau
turun (kea rah bawah). Catat
terjadinya kehilangan reflex mata
boneka atau reflex okulosefalik.
- Catta ada atau tidaknya refleks-
berkedip, batuk, muntah, dan
Babinski.

Peningkatan Perfusi Otak :


Independen
- Pantau suhu dan atur suhuh
lingkungan, sesuai indikasi. Batasi
penggunaan selimut; beri mandi air
hangat jika terjad demam. Balut
ekstremitas menggunakan selimut jika
dgunakan selimut hipotermia.
- Patau asupan dan haluaran. Timbang,
sesuai indikasi. Catat turgor kulit dan
status membrane mukosa.
- Pertahankan kepala dan leher
dalamposisi ditengah atau dalam
posisi netral. Topang dengan
gulungan handuk kecil dan bantal.
Hindari meletakan kepala diatas
bantal besar. Secara periodik, periksa
posisi dan ketepatan kolar servikal
atau tali trakeostomi jika digunakan.
- Beri periode istirahat anatara aktivitas
asuhan dan batasi durasi prosedur.
- Kurangi stimulus ekstra dan beri
tindakan yang membuat nyaman,
seperti pijat punggung, lingkungan
tenang, suara halus, sentuhan lembut.
- Banu klien menghindari ata
membatasi batuk, muntah dan
mengejan saat devekasi atau
mengedan, jika memungkinkan.
Posisikan kembali klien secara
perlahan; cegah klien menekuk lutut
dan menekan tumit ke kasur untuk
menaikan tubuh ke bagian kepala
tempat tidur.
- Hindari atau batasi penggunaan
restrain.
- Batasi jumlah dan durasi pelaksanaan
dan pengisapan (suctioning), mis., dua
kali pelaksanaan pengisapan dengan
waktu masing-masing kurang dari 10
detik. Lakuan hiperventilasi hanya
jika di indikasikan.
- Dorong orang dekat untuk berbicara
dengan klien.
- Investigasi peningkatan gelisah,
mengerang, dan perilaku melimdungi
bagian tubuh yang sakit.
- Palpasi distensi kandung kemih;
pertahankan kepatenan drainase kemih
jika digunakan. Pantau konstipasi.
- Observasi aktivitas kejang dan
lindungi klien dari cedera.
- Kaji rigiditas nukal, kdutan,
peningkatan kegelisahan, iritabilitas,
dan awitan aktifitas kejang.

Kolaboratif

- Tinggikan kepala tempat tidur secara


bertahap ke-0 sampai 30 derajat,
sesuai toleransi atau sesuai indikasi.
Hindari fleksi pinggul lebih dari 90
derajat.
- Beri cairan intravena (IV) isotonic,
seperti 0,9% natrium klorida, dengan
alat control.
- Beri oksigen tambahan melalui rute
yang tepat, seperti ventilator mekanis
dan masker, untuk mempertahankan
satu rasi O2 yang tepat, sesuai
indikais.
- Pantau gas darah atrteri atau oksimetri
nadi.
- Beri medikasi, sesuai indikasi mis., :
Deuretik, seperti menittol da
furosemide
Barbiturat, seperti pentobarbitat
Steroid, seperti deksametason dan
metilprednisolon
Antikonvulsan, seperti fenitoin
Antipiretik, seperti asetaminofen
- Mulai tindakan pendinginan, sesuai
indikasi.
- Persiapan untuk intervensi bedah,
seperti kraniotomi atau insersi drain
ventrikal atau monitor tekanan TIK,
jika diindikasikan, dan pindahkan ke
level asuhan yang lebih tinggi.
Ketidakefektifan Status Pernapasan : Pemantauan Pernapasan :
pola napas Ventilasi Independen
Yang berhubungan Mempertahankan pola - Pemantauan frekuensi, irama, dan
dnegan : pernapasan yang normal kedalaman pernapasan. Catat
Kerusakan atau efektif, terbebas dari ketidakteraturan pernapasan, mis.,
neumoskular sianosis, dengan gas pernapasan upneutik, ataksik, atau
Defines : darah arteri atau cluster.
Inspirasi dan/ atau oksimetri nasi berada - Catat kompentensi refleks muntah dan
ekspirasi yang tidak dalam kisaran normal menelan serta kemampuan klien untuk
memberi ventilasi klien. melindungi jlan napasnya sendiri.
adekuat Masukan jalan napas tambahan jika
diindikasikan.
- Tinggikan kepala tempat tidur jika
diperbolehkan dan posisikan lien
dnegan posisi miring sesuai indikasi.
- Dorong napas dalam jika klien sadar.
- Lakukan pengisapan dengan sangat
hati-hati, tidsk lebih dsri 10-15 detik.
- Catat karakter, warna, dan bau sekresi.
- Auskultasi suara napas tambahan –
crakles, ronkhi dan mengi.
- Pantau penggunaan obat depresan
pernapasan, seperti sedaktif.

Kolaboratif
- Pantau gas darah arteri serial dan
oksimetri nadi.
- Pantau foto ronsen dada.
- Beri oksigen tambahan melalui cara
yang tepat.
- Bantu dengan fisioterapi dada jika
diindikasikan.
Konfus Kronis Kognisi : Stimulasi Kognitif :
Yang berhubngan Mempertahankan atau Indipenden
dengan: mendapatkan kembali - Kaji rentang perhatian dan
Cedera Kepala. mentasu normal dan distraktibilitas. Catat tingkat ansietas.
orientasi realita. - Diskusikan bersama orang dekta
Definisi : untuk membandingkan prilaku di
Perburukan Distors Kontrol Diri masa lalu dan kepribadian sebelm
kecerdasan dan Terhadap Pikiran : cedera dengan respon saat ini.
kepribadian yang - Mengenali - Pertahankan konsistensi dengan
ireversibel, jangka perubahan dalam semaksimal mungkin dalam hal staf
panjang, dan/ atau berpikir dan yang ditugaskan untuk merawat klien.
progresif serta berprilaku. - Hasirkan realita secara ringkas dan
ditandai dengan - Berpatisipasi dalam singkat; hindari menantang cara
penurunan regimen terapeutik berpikir logis.
kemampuan dan pelatiham - Beri informasi mengenasi proses
menginterprestasika kembali kkognitif. cederavyang berhubungan dengan
n stimulus gejala. Jelaskan prosedur dan kuatkan
lingkungan; penjelasan yang diberikan oleh orang
penurunan kapasitas lain.
proses piker - Tinjau kebutuhan evaluasi neurologis
intelektual; dan secara berulang.
dimanifestasikan - Kurangi stimulus provokatif,
dengan gangguan kritisisme negative, arumen, dan
memori, orientasi, konfrontasi.
dan perilaku. - Dengarkan dengan memperhatikan
verbalisasi klien daripada pola atau isi
bicara.
- Tingkatkan sosialisa dalam batasan
individual.
- Dorong orang dekat untuk memberi
berita terbaru dan peristwa yang
terjadi dalam keluarga.
- Instruksikan teknik relaksasi,. Beri
aktivitas pengalihan.
- Pertahankan harapan reatistis tenang
kemampuan klien untuk
mengendalikan prilaku sendiri,
memahami, dan mengingat informasi.
- Hindari meninggalkan klien seorang
diri ketika sedang mengalami agitasi
atau ketakutan.
- Implementasikan tindakan untuk
mengendalikan ledakan emosional
atau perilaku agresif jika perlu –
bicara dalam suara yang tenang,
beritahu klien untuk “berhenti”,
keluarkan klien dari situasi, beri
distraksi, dan restrain klien dalam
periode waktu singkat, secara tepat.
- Informasikan klien dengan orang
dekat bahwa fungsi intelektual,
perilaku, dan fungsi emosional akan
meningkat secara bertahap, tetapi
beberapa efek tersebut dapat menetap
selama beberapa bulan atau bahkan
permanen.

Kolaboratif
- Rujuk untuk evaluasi neuropsikologid
sesuai indikasi.
- Koordinasikan partisipasi dalam
pelatihan ulang kognitif atau program
rehabilitas, sesuai indikasi.
- Rujuk kekelompok pendukung dan
layanan social, dan konseling atau
terapi, sesuai kebutuhan.

G. Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

PPNI .2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Indikator Diagnostik, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI


PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan

Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Priscilla LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:

Gangguan Neurologi, Ed 5. Jakarta: EGC

Purwanto, Hadi.2016.Keperawatan Medikal Bedah II.Jakarta : Kemenkes RI

Smeltzer & Bare.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai