Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI CRANIOPLASTY a/i CIDERA


KEPALA

Disusun oleh:
Andi Yuliandika

PELATIHAN KAMAR BEDAH ANGKATAN XXVI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2020
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seiring dengan pertambahan
penduduk yang pesat, membuat manusia semakin lupa akan keadaaan kesehatannya.
Banyak timbul kecelakaan dan penyakit dimana-mana, salah satunya yaitu defek tulang
tengkorak. Defek tulang tengkorak dapat terjadi karena cacat bawaan maupun cedera
kepala. Cedera kepala menyebabkan kematian atau ketidakmampuan yang berat pada
semua tingkatan umur. Cedera kepala merupakan penyebab kedua defisit neurologis dan
penyebab kematian yang tinggi untuk umur 1 sampai 35 tahun. Kira-kira 77.000 orang
meningkat setiap tahun akibat cedera kepala dan jumlah 50.000 yang lain sembuh
dengan ketidakmampuan ringan sampai berat (Barbara C. Long).Untuk mempemperbaiki
struktur tulang tengkorak yang berubah di perlukan tindakan cranioplasty.
Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk memperbaiki atau
membentuk kembali penyimpangan /ketidakseimbangan dalam tengkorak. Untuk
memperbaiki kecacatan/celah dalam tengkorak dapat digunakan cangkok tulang dari
tempat lain dari dalam tubuh pasien, atau dengan bahan sintetis.
Dalam hal ini, pengetahuan mengenai cranioplasty sangat penting agar dapat
memberikan tindakan medis yang profesional dan komprehensif dalam mengatasi dan
mengobati pasien dengan defek tulang tengkorak, maka dari itu penulis tertarik untuk
menulis makalah dengan judul “Crranioplasty” sebagai tugas ilmu bedah.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari cranioplasty
2. Untuk mengetahui tujuan dari cranioplasty
3. Untuk mengetahui anatomi dari tulang tengkorak
4. Untuk mengetahui indikasi dari cranioplasty
5. Untuk mengetahui kontraindikasi dari cranioplasty
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sebelum dari cranioplasty
7. Untuk mengetahui teknik dan material untuk cranioplasty
8. Untuk mengetahui teknik operasi dari cranioplasty
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk memperbaiki atau
membentuk kembali penyimpangan / ketidakseimbangan dalam tengkorak. Untuk
memperbaiki kecacatan / celah dalam tengkorak dapat digunakan cangkok tulang dari
tempat lain dari dalam tubuh pasien, atau dengan bahan sintetis.
Cidera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat
atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang
keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri
didefinisikan dengan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang
terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG) sebagai berikut :
1. Ringan (SKG 13 – 15)
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak
ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang (SKG 9 – 12)
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat (SKG 3 – 8)
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi
kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan
cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan.
Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif
yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng.
Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit,
namun keadaannya reversibilitas.

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah
cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah,
amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila
tidak ada kelainan EEG.

Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka ragam,
bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan mengenai
cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak
menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit
syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak
lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D. Patofisioligi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga
tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi
kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.

E. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
7. Pembedahan. (Smelzer, 2001)

F. Anatomi Tulang Kepala


1. Gubah tengkorak yang terdiri atas tulang-tulang seperti :
a. Os frontal (tulang dahi)
b. Os parietal (tulang ubun-ubun)
c. Os Occipital (tulang kepala bagian belakang)
2. Dasar tengkorak, yang terdiri dari tulang-tulang seperti :
a. Os Sfenoidalis (tulang baji), tulang yang terdapat ditengah-tengah dasar tengkorak
dan berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga pasang sayap.
b. Os Ethimoidalis (tulang tapis), terletak disebelah depan dari os sfenoidal diantara
lekuk mata. Selain kedua tulang tersebut diatas dasar tengkorak dibentuk pula oleh
tulang-tulang lain seperti : tulang kepala belakang, tulang dahi dan tulang pelipis.
3. Samping tengkorak, dibentuk oleh tulang-tulang seperti :
a. Tulang pelipis ( os Temporal )
b. Sebagian tulang dahi
c. Tulang ubun-ubun
d. Tulang baji.

 Os. Cranium tersusun atas:


 1 tulang dahi (os.frontale)
 2 tulang ubun-ubun (os.parietale)
 1 tulang kepala belakang (os.occipitale)
 2 tulang baji (os.sphenoidale)
 2 tulang pelipis (os.temporale)
 2 tulang tapis (os.ethmoidale)
 Sutura
Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama lain oleh tulang
bergerigi yang disebut sutura. Sutura-sutura tersebut adalah :
 Sutura coronalis yang menghubungkan antara os frontal dan os parietal.
 Sutura sagitalis yang menghubungkan antara os parietal kiri dan kanan.
 Sutura lambdoidea/ lambdoidalis yang menghubungkan antara os parietal
dan os occipital.
 Bagian muka/wajah (os.splanchocranium)
 2 tulang rahang atas (os.maxilla)
 2 tulang rahang bawah (os.mandibula)
 2 tulang pipi (os.zygomaticum)
 2 tulang langit-langit (os.pallatum)
 2 tulang hidung (os.nasale)
 2 tulang mata (os.laximale)
 1 tulang lidah (os.hyoideum)
 2 tulang air mata (os.lacrimale)
 2 tulang rongga mata (os.orbitale)
4. Tengkorak wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak.
Didalam tengkorak wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut
(cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata (orbita). Tengkorak
wajah dibagi atas dua bagian:
a. Bagian hidung terdiri atas :
1) Os Lacrimal (tulang mata) letaknya disebelah kiri/kanan pangkal hidung di
sudut mata.
2) Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas
3) Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan
bentuknya berlipat-lipat.
4) Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang
tegak
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
1) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
2) Os Zigomaticum, tulangpipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan kanan.
3) Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua dua bua tulang kiri dan
kanan
4) Os Mandibularis atau tulang rahang bawah , terdiri dari dua bagian yaitu bagian
kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari
mandibula terdapat processus coracoid tempat melekatnya otot

G. Tujuan Cranioplasty
Tujuan Cranioplasty adalah beberapa macam, yaitu:
1. Kosmetik: akibat terdapat lubang di kepala yang mengganggu penampilan
2. Protection : untuk melindungi otak yang terekspose sehingga mengurangi kerusakan
berlanjut pada bagian otak tersebut
3. Mengurangi nyeri kepala: nyeri kepala dapat timbul jika tulang tengkorak yang telah
diangkat tidak digantikan dengan tulang yang baru
4. Fungsi neurologis otak membaik
H. Indikasi Cranioplasty
Beberapa indikasi dalam melakukan tindakan cranioplasty adalah:
1. Premature closing dari sutura / craniosynostosis
2. Tengkorak yang tidak berkembang
3. Faktor genetik yang mengakibatkan cacat dari lahir
4. Trauma kepala
5. Cacat tengkorak lain yang mengakibatkan lubang/ daerah sensitif pada otak
6. Kelainan tengkorak yang tidak diketahui penyebabnya yang dapat memengaruhi
penampilan (kosmetik)
Cranioplasty umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami cedera traumatis. Pada
semua kelompok umur, pengangkatan tumor atau craniectomies decompresif adalah
penyebab cacat tengkorak yang paling sering terjadi.

I. Kontraindikasi Cranioplasty
Terdapat beberapa kondisi yang tidak diperbolehkan melakukan cranioplasty pada
pasien, yaitu hidrosepalus, infeksi pada otak, dan pembengkakan pada otak.
1. Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi:
a. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,
ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
b. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di
potongan lain.
c. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
d. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan trauma
e. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
f. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak
g. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
h. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
i. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIK
j. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental
k. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran
l. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

2. Teknik dan Material pada Cranioplasty


Beberapa materian yang berbeda dapat digunakan pada tindakan cranioplasty.
Secara idealnya, material yang digunakan untuk cranioplasty harus meliputi:
a. Ukuran harus sesuai dengan kerusakan pada tengkorak sehingga dapat menutupi
kerusakan dengan sempurna
b. Radiolucency
c. Tahan terhadap infeksi
d. Tidak berdilatasi saat terkena panas
e. Mudah dibentuk dan menyesuaikan defek
f. Tidak mahal dan mudah digunakan
Secara umum graft pengganti tulang berdasarkan asalnya dikategorikan sebagai
berikut:
a. Autograft
Autograft adalah graft yang berasal dari donor tubuh sendiri yang hanya
dipindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Secara fisiologis autograft
memiliki keunggulan karena meminimalkan penolakan tubuh dengan sistem imun
karena tulang berasal dari tubuh pasien sendiri. Kekurangannya adalah jumlahnya
terbatas, sulit mengambil material graftnya, meningkatkan resiko infeksi karena
terdapat insisi untuk mengambil graft, dan meningkatkan resiko kehilangan
darah.
Beberapa bagian tubuh yang dapat digunakan sebagai pengganti tulang
tengkorak antara lain adalah cranium, tibia, tulang rusuk, fasia(hanya dapat
dilakukan untuk menutupi defek dan berukuran kecil), sternum, dan ileum.
b. Allograft
Allograft adalah jaringan yang ditransplantasi dari seseorang kepada orang
lain dalam spesies yang sama. Walaupun allograft memiliki kemampuan
menginduksi regenerasi tulang, bahan ini dapat merugikan serta mengaktifkan
respon penolakan hostpes, kecuali dengan cara di prosees secara khusus yaitu
dengan mengambil tulang dari cadaver dan disterilkan untuk mencegah penularan
penyakit.
Keuntungannya adalah pasien tidak perlu mengalami luka bedah tambahan
untuk pengambilan donor, sementara potensi perbaikan tulangnya hampir sama.
c. Xenograft
Xenograft merupakan bahan yang diambil dari spesies yang berbeda,
biasanya berasal dari lembu/babi.

J. Teknik Bedah Cranioplasty


1. Instrumen Steril
Beberapa insstrumen yang perlu dipersiapkan saat melakukan cranioplasty adalah:
a. Meja Mayo
 Duk klem :4
 Desinfeksi klem :1
 Pinset Cirugis tanggung :2
 Pinset anatomis tanggung :2
 Guntik metzenboum :1
 Gunting kasar :1
 Hanvatmess no.3/4 : 1/1
 Needle holder :2
 Gunting benang :1
 Pean manis :1
 Dendi klem :6
 Mosquito klem bengkok :3
 Koker bengkok tanggung :2
 Spring hack :1
 Knabel tang :1
 Hak gigi tajam :2
 Langen beck :2
 Desektor :1
 Raspatorium kecil :1
 Raspatorium besar :1
 Kanul suction :1
 Kikir tulang :1
b. Meja Instrument
 Duk besar :3
 Duk sedang :4
 Duk kecil :6
 Sarung meja mayo :1
 Handuk :5
 Schort :5
 Bengkok :1
 Kom :1
 Couter monopolar :1
 Couter bipolar :1
 Bor (mata bor+tangkai) : 1 set
 Plate +screw + screw driver : 1 set

2. Persiapan Bahan Habis Pakai


 Handscoon sesuai ukuran secukupnya
 Kassa kecil : 40
 Deppers : 10
 Under ped on steril/steril : 1/1
 Mess no.15 dan 20 : 1/1
 Cairan BS 0,9% : 1 lt
 Spuit 10 cc :2
 Larutan adrenalin dan lidocain HCl, pertama oplos 1 ampul adrenalin dengan
NS 9 cc dalam spuit 10 cc, kemudian sisakan hanya 1 cc saja, kemudian
tambahkan dengan 2 ampul lidocain HCl dan dioplos dengan NS menjadi 20 cc.
 Opsite besar :2
 Betadine 10% secukupnya
 Alcohol 70% secukupnya
 Redon drain :1
 Vicryl 2-0/3-0 : 1/1
 Premiline 2-0 :1
 Prolene 3-0 :4
 Bone semen/akrilik : 1 paket
 Sufratule :1
 Hipafix secukupnya

Teknik Operasi
1. Sign in,
Dilakukan di ruang premidikasi, dihadiri oleh semua tim operasi, yang meliputi:
a. Apakah pasien telah dikonfirmasikan identitas, area operasi, tindakan operasi dan
lembar persetujuan?
b. Apakah area operasi telah ditandai?
c. Apakah mesin anestesi dan obat-obatan telah diperiksa kesiapannya?
d. Apakah pulse oksimeter pada pasien telah berfungsi baik?
e. Apakah pasien mempunyai riwayat alergi?
f. Apakah ada penyulit airway atau resiko aspirasi?
g. Apakah ada resiko kehilangan darah >500 ml atau 7cc/kgBB (anak)?
2. Bantu memindahkan pasien ke ruang operasi dan langsung ke meja operasi,
kemudian memasangkan under pad on sterile di bawah kepala pasien.
3. Pasien dilakukan general anesthesia oleh petugas anesthesia, kemudian pasien
diposisikan supine dengan posisi kepala ekstensi, bahu diganjal dengan bantal,
kemudian kepala sedikit diposisikan miring ke kiri, lalu kepala difiksasi dengan
bantal cincin. Kemudian perawat sirkuler memasang folley catheter No. 16 (jika
belum terpasang).
4. Instrumentator melakukan surgical scrubing, gowning dan gloving serta membantu
memakaikan baju operasi dan handscoen kepada operator dan asisten.
5. Instrumentator memberikan desinfeksi klem dan cucing kepada operator untuk
desinfeksi area operasi dengan urutan sebagai berikut:
a. Desinfeksi pertama denga alcohol 70%.
b. Desinfeksi kedua dengan povidone iodine 10% kemudian dibersihkan dengan
kassa kering.
6. Melakukan drapping:
a. Berikan (2) doek kecil lapis dan underpad steril yang sudah disusun kepada
operator dan di drapping pada bawah kepala dan lapis pertama di tutupkan pada
atas kepala dan di fiksasi dengan doek klem.
b. Berikan (2) doek kecil kepada operator untuk drapping bagian samping kiri dan
samping kanan.
c. Berikan (1) doek kecil kepada operator untuk drapping bagian bawah kepala.
d. Berikan (1) doek sedang kepada operator untuk drapping bagian ekstremitas
bawah yang belum tertutupi.
e. Berikan (1) doek besar untuk drapping melingkar.
f. Berikan (1) doek besar untuk drapping sampiran.
7. Dekatkan meja instrument dan meja mayo, kemudian pasang selang suction dan
couter bipolar dan monopolar lalu difiksasi dnegan doek klem.
8. Pasang opsite pada daerah operasi.
9. Time out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi:
a. Konfirmasi bahwa semua tim operasi telah memperkenalkan nama dan tugas
masing-masing.
b. Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan dan area yang akan dioperasi.
c. Apakah antibiotic propilaksis telah diberikan paling tidak 60 menit sebelum
operasi.
d. Antisipasi kejadian kritis bagi operator, anestesi dan instrument.
e. Apakah diperlukan instrumentasi radiologi?
f. Operator untuk memimpin doa sebelum insisi dimulai.
10. Injeksi dengan 10 cc yang berisi oplosan adrenalin dan lidocain HCl pada operator
untuk infiltrasi pada daerah operasi dan ditunggu ± 2 menit, asisten beri mosquito
dan kassa kering untuk rawat perdarahan.
11. Gunakan Mess 1 No.22 untuk insisi sampai fasia.
12. Gunakan Mess 2 No. 15 untuk insisi fasia sampai tulang, rawat perdarahan dengan
kassa dan suction darah yang menggenang.
13. Gunakan 6 dendi klem untuk memegang pinggir dari kulit kepala yang diinsisi.
14. Asisten menggunakan hak tajam untuk melebarkan daerah operasi.
15. Insisi diperlebar dengan mess 2 dan rawat perdarahan dengan couter bipolar sambil
spolling dengan NS.
16. Operator menggunakan kassa basah pada untuk membungkus kulit kepala yang
sudah diinsisi kemudian gantung dengan proing hack dan ujungnya di klem dengan
doek klem.
17. Tulang cranium sudah terbuka, lalu tutup dengan kassa basah.
18. Apabila di lakukan rekontrukasi bone graft, Instrument menyiapkan bone semen
dengan mengaduk semen dicampur dengan cairan khusus untuk bone semen
secukupnya sebagai pengganti tulang cranium yang lepas. Aduk sampai benar-benar
tercampur merata lalu dengan cepat tempelkan ke cranium yang lepas untuk
rekontruksi bentuk cranium.
19. Sebelum bone semen mengeras buat 2 lubang di tengah-tengah bone semen
menggunakan mosquito dengan jarang ±2 sm diantara kedua lubang tersebut untuk
fiksasi dengan benang vicryl 3-0.
20. Setelah bentuk bone semen terbentuk sesuai dengan yang diinginkan, lalu rapikan
dengan knable tang dan kikir tulang.
21. Kemudian bone semen dipasangkan plate beserta screwnya pada 4 posisi.
22. Pasangkan kembali bone semen di area yang akan dilakukan cranioplasty lalu
operator memfiksasi dengan vicryl 3-0.
23. Setelah selesai difiksasi lalu pasangkan screw pada lubang plate yang sebelahnya
untuk direkatkan pada tulang cranial.
24. Setelah semua terpasang, cek kembali ada nya perdarahan, jika ada rawat perdarahan
dengan cuter bipolar atau monopolar.
25. Cuci dengan NS sampai bersih.
26. Pasang redon drain, lubangi daerah yang akan dipasang drain dengan mosquito,
kemudian fiksasi drain dengan premiline 2-0.
27. Jahit lapis demi lapis dan lepaskan spring haak.
28. Jahit ascia dengan benang vicryl 2-0.
29. Jahit kulit dengan benang prolene 3-0.
30. Sign out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi:
a. Jenis tindakan.
b. Kecocokan jumlah instrument, kassa jarum sebelum dan sesudah operasi.
c. Label pada spesimen (membacakan identitas pasien, jenis spesimen, register,
ruangan yang tertera pada label).
d. Apakah ada permasalahan pada alat-alat yang digunakan.
e. Instrument, anestesi dan operator : apa yang menjadi perhatian khusus pada masa
pemulihan (recovery).
31. Bersihkan luka dengan kassa basah kemudian kassa kering.
32. Lepaskan opsite yang melekat di kepala pasien.
33. Tutup luka dengan sufratule dan kassa, kemudian diplester dengan hipafix.
34. Rapikan pasien, alat dihitung kelengkapannya.
35. Mencuci alat dan packing kembali.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk memperbaiki atau
membentuk kembali penyimpangan /ketidakseimbangan dalam tengkorak. Untuk
memperbaiki kecacatan/celah dalam tengkorak dapat digunakan cangkok tulang dari tempat
lain dari dalam tubuh pasien, atau dengan bahan sintetis. Dalam melakukan cranioplasty, tim
operasi perlu memahami mengenai anatomi tulang tengkorak.
Cranioplasty berfungsi sebagai kosmetik, peningkatan fungsi neurologis, dan untuk
menurunkan nyeri kepala. Cranioplasty dilakukan pada pasien dengan kondisi premature
closing dari sutura / craniosynostosis, tengkorak yang tidak berkembang, faktor genetik yang
mengakibatkan cacat dari lahir, trauma kepala, cacat tengkorak lain yang mengakibatkan
lubang/ daerah sensitif pada otak, dan kelainan tengkorak yang tidak diketahui penyebabnya
yang dapat memengaruhi penampilan (kosmetik). Bone graft untuk cranioplasty ada 3
macam, yaitu autograft, allograft, dan xenograft. Cranioplasty dilakukan sesuai dengan
teknik operasi yang benar, sampai bone graft dapat diletakkan sesuai dengan defek pada
tulang tengkorak.
Daftar Pustaka

Aatman, M. S., Jung, H., Skirboll, S. 2014. "Materials Used in Cranioplasty: A


History and Analysis." Neurosurgery Vol. 36 /No. 4 E19.
Abuzayed, dkk. 2009. "Reconstruction of Growing Skull Fracture with In Situ
Galeal Graft.
Bowers, dkk. 2013. "Risk Factors and Rates of Bone Flap Resorption in Pediatric
Patients After Decompressive Craniectomy for Traumatic Brain Injury.
Clinical Article." J Neurosurg Pediatr. 11:526–532.
Gasser, B. 2000. "About Composite Materials and Their Use in Bone Surgery."
Injury Vol.31 Suppl. No. 4 S48-S53.
Gladstone, dkk. 2009. "Implants for
Cranioplasty." Otolaryngol Clin North Am 28:381-400.

Anda mungkin juga menyukai