Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN POST OP REPAIR MENISCUS TEAR


GENU SINISTRA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIAL
COLLATERAL LIGAMEN (MCL) TEAR GENU SINISTRA

TUGAS AKHIR KARYAWAN ORIENTASI

DISUSUN OLEH :
RACHEL WIDYA DWILARASATI., S.Tr. Kep., Ners

RUMAH SAKIT ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI SURABAYA


BAGIAN INSTALASI RAWAT JALAN
TAHUN 2022
PERSETUJUAN

Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan karyawan orientasi
Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya

Oleh :

RACHEL WIDYA DWILARASATI., S.Tr. Kep., Ners

Menyetujui,
Surabaya,

Pembimbing 1 Pembimbing 2
Kepala Pelayanan Rawat Jalan Kepala Instalasi Rawat Jalan

Ns. Dona Natalia Patmawati., S.Kep dr. Ristiya Galih Paramita A.I.
Mengetahui,
Kepala Bidang Keperawatan
RS Orthopedi & Traumatologi

Ns. Wahyu Tama Andhi P., S.Kep

i
ABSTRAKS

ASUHAN KEPERAWATAN POST OP REPAIR MENISCUS TEAR GENU


SINISTRA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIAL COLLATERAL
LIGAMEN (MCL) TEAR GENU SINISTRA

Oleh :
Rachel Widya Dwilarasati

Lutut merupakan persendian terbesar pada tubuh menusia dengan struktur kompleks..
Cedera yang terjadi di lutut (knee) sebagian besar dikarenakan oleh olahraga kontak,
seperti sepak bola, hoki, ski, dan bola basket. Cedera pada lutut juga dapat terjadi akibat
aktivitas yang berat dan biasanya terjadi akibat terpeleset dan mengenai lulut sehingga
dapat terjadinya cedera pada ligamen dapat berupa robekan yang membentang, sebagian
atau seluruhnya
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memperoleh gambaran dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Asuhan Keperawatan Post Op Repair
Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen
(MCL) Tear Genu Sinistra di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Orthopedi dan
Traumatologi Surabaya.
Dalam penulisan makalah ini menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan
data dalam penulisan makalah ini dilakukan dengan wawancara, observasi, studi
dokumentasi, serta menganalisa dalam proses keperawatan mencakup keseluruhan
kesimpulan dari hasil penulisan.
Hasil penulisan sampai evaluasi keperawatan menunjukkan dari 3 diagnosa keperawatan
yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang penulis temukan dalam melakukan studi
kasus dan melakukan asuhan keperawatan kurang lebih sudah mencapai perkembangan
yang lebih baik. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pemberian asuhan
keperawatan memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan pasien, perawat lain,
dokter, dan tim kesehatan lainnya.
Berdasarkan dari hasil penulisan yang sudah dilakukan, maka diharapkan hasil dari
penulisan makalah tentang asuhan keperawatan ini dapat sebagai bahan tambahan dalam
pengembangan manajemen asuhan keperawatan dengan Post Op Repair Meniscus Tear
Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu
Sinistra

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa
Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir orientasi
karyawan baru Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya. Dalam penyusunan
makalah ini tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu
melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Sindrawati, Sp. PA selaku Direktur PT. Surabaya Orthopedi & Traumatologi
Hospital
2. dr. Gwendolin Mustika Dewi, MARS selaku Direktur Rumah Sakit Orthopedi &
Traumatologi Surabaya
3. dr. Elizabeth Aryani Jiwanto, M.Kes selaku Wakil Direktur pelayanan dan
Keperawatan Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya
4. Ns. Wahyu Tama Andhi P., S.Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit
Orthopedi & Traumatologi Surabaya
5. dr. Ristiya Galih selaku Kepala Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Orthopedi &
Traumatologi Surabaya
6. Ns. Dona Natalia Patmawati., S.Kep selaku Kepala Pelayanan Rawat Jalan Rumah
Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya
7. Ns. Nyoman Santi Savitri, S.Kep selaku Ketua Komite Keperawatan Rumah Sakit
Orthopedi & Traumatologi Surabaya
8. Vanda Yustiarani,S.Psi selaku Kepala Bagian Kepegawaian dan Diklat Rumah Sakit
Orthopedi & Traumatologi Surabaya
9. Elissa Febrianti, S.Psi selaku Kepala Sub Bagian Kepegawaian Rumah Sakit Orthopedi
& Traumatologi Surabaya
10. Faiza Dina Sari, SKM. selaku Pelaksana Diklat Rumah Sakit Orthopedi &
Traumatologi Surabaya
11. Rekan-rekan perawat yang telah memberikan semangat dan motivasi

iii
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
mengingatkan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan referensi yang penulis miliki.
Akan tetapi dengan segala ketulusan hati, penulis mempersembahkannya sebagai wujud
kemampuan yang penulis miliki. Oleh sebab itu penulis senantiasa mengharapkan kritik
maupun saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Surabaya, Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium.............................................................................................. 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Sendi Lutut (Pratama, 2019) .............................................................. 5


Gambar 2. 2 Tulang Sendi Lutut (Muscolino, 2012) ............................................................ 6
Gambar 2. 3 Ligamen pada sendi lutut (Muscolino, 2012) ................................................... 7
Gambar 2. 4 Meniscus sendi lutut (Pratama, 2019). ............................................................. 8
Gambar 2. 5 Bursa lutut atau genu ........................................................................................ 9
Gambar 3. 1 rongten genu sinistra ...................................................................................... 35
Gambar 3. 2 Hasil MRI ....................................................................................................... 35
Gambar 3. 3 Hasil EKG....................................................................................................... 36

vi
DAFTAR SINGKATAN

A : Assesment
ACL : Anterior Cruciate Ligamen
BB : Berat Badan
E : Eye
EKG : ElektroKardio Gram
GCS : Glasgow Coma Scale
IMT : Indeks Masa Tubuh
LCL : Lateral Collateral Ligamen
M : Motorik
MCL : Medial Collateral Ligamen
MRI : Magnetic Resonance Imaging
N : Nadi
NRS : Numeric Rating Scale
O : Objektif
P(SOAP) : Planing (Evaluasi Asuhan Keperawatan)
P(PQRST) : Provoke (Pengkajian Nyeri)
PCL : Posterior Cruciate Ligamen
Q : Quality
R : Regio
S (PQRST) : Severity (Pengkajian Nyeri)
S (TTV) : Suhu
S (SOAP) : Subjektif (Evaluasi Asuhan Keperawatan)
SC : Sectio Caesarea
SAB : Spinal Anestesi Blok
T : Time
TB : Tinggi Badan
TD Tekanan Darah
ROM : Range Of Motion
RR : Respiratory Rate

vii
SpO2 : Saturasi Oksigen
V : Verbal
WOC : Web Of Caution

viii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN..................................................................................................................... i
ABSTRAKS ..........................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ vi
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ................................................................................................................... 4
1.4.1 Bagi Rumah Sakit ............................................................................................ 4
1.4.2 Bagi Penulis ..................................................................................................... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................................ 5
1.1 Konsep Medis ......................................................................................................... 5
1.1.1 Anatomi Sendi Lutut ....................................................................................... 5
1.1.2 Medial Collateral Ligamen (MCL) ............................................................... 10
1.1.3 Meniscus Tear ............................................................................................... 16
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................... 19
1.2.1 Pengkajian ..................................................................................................... 19
1.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 21
1.2.3 Intervensi ....................................................................................................... 22
Ansietas (D.0080) ................................................................................................................ 25
1.2.4 Implementasi ................................................................................................. 29
1.2.5 Evaluasi ......................................................................................................... 29
BAB 3 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 30
3.1 Hasil Pengamatan ................................................................................................. 30

ix
3.1.1 Pengkajian ..................................................................................................... 30
3.1.2 Analisa Data .................................................................................................. 37
3.1.3 Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 40
3.1.4 Intervensi Keperawatan ................................................................................. 41
3.1.5 Implementasi Keperawatan ........................................................................... 44
3.1.6 Evaluasi Keperawatan ................................................................................... 46
3.2 Pembahasan .......................................................................................................... 50
3.2.1 Pengkajian ..................................................................................................... 50
3.2.2 Diagnosa ........................................................................................................ 50
3.2.3 Intervensi ....................................................................................................... 51
3.2.4 Implementasi ................................................................................................. 53
3.2.5 Evaluasi ......................................................................................................... 53
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................................... 55
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 55
4.2 Saran ..................................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 57

x
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lutut merupakan salah satu sendi yang cukup kompleks pada tubuh manusia. Lutut
berperan aktif dalam sistem gerak estremitas bawah yang memberikan stabilitas pada
penumpuan beban serta mobilisasi dalam pergerakan bersama dengan panggul dan
pergelangan kaki, lulut memiliki bagian menopang saat berdiri, berjalan, memanjat,
serta duduk. Oleh karena itu lutut sering mengalami cedera akibat kecenderungan lutut
berkontak dengan lingkungan luar yang diakibatkan oleh peningkatan aktivitas dan
pergerakan. Cedera yang terjadi di lutut sebagian besar dikarenakan oleh olahraga
kontak, seperti sepak bola, hoki, ski, dan bola basket. Cedera pada lutut juga dapat
terjadi akibat aktivitas yang berat dan biasanya terjadi akibat terpeleset dan mengenai
lulut sehingga dapat terjadinya cedera pada ligamen dapat berupa robekan yang
membentang, sebagian atau seluruhnya. Cedera yang biasa terjadi pada lutut
diantaranya cedera meniscus, cedera ligamen ruptur tendon, patah tulang, osteoarthritis
dan lain-lain. Cedera pada ligamen salah satunya yaitu Medial Collateral Ligamen
(MCL) yaitu cedera pada lutut yang mengenai tali pengikat sendi bagian medial
dikarenakan adanya trauma langsung pada bagian medial sendi lutut, adanya
penekanan yang berlebihan , atau salah gerak pada posisi eksorotasi lutut. (Ifan, 2021).
Hasil penelitian dari Sheffield (Tranaeus, 2016) mengkonfirmasi 1833 cedera pada
tubuh dengan bagian tersering yang mengalami cedera ialah sendi lutut dengan
komponen cedera yaitu 40 % cedera ligamentum mayor lutut, 24 % cedera patella, 11 %
cedera meniscus dan 25 % kombinasi antar semua.
Dalam penelitian Jannelli, 2019 di Italia mencatat angka kejadian cedera ligamentum
mayor lutut memiliki pola yang khas yaitu cedera ACL menduduki peringkat tertinggi
dengan 49 % kasus, 20 % cedera MCL, 4,2 % cedera LCL dan cedera hanya PCL 1 %
serta sisanya kombinasi dari keempat ligamentum terutama cedera kombinasi antara
ACL dan MCL akibat biomekanika dan fungsi penjagaan yang sama yaitu menjaga
lutut dari valgus stress, rotasi eksternal dan translasi ke arah depan.
Dari data hasil penelitian Rahayu, 2020 di RSUP Sanglah Bali pada tahun 2018-2019
melaporkan jumlah pasien terdiagnosis cedera ligamentum mayor sendi lutut sering
terjadi pada 78 % laki-laki terutama pada usia muda dan 22 % perempuan. Mekanisme

1
2

cedera yang menyebabkan cedera ligamentum mayor sering bersifat non kontak (low
energy) (56,3%) seperti eselerasi mendadak dengan kombinasi pergerakan mengganti
arah dengan cepat atau mendadak, gerakan mendarat dengan keadaan lutut sedang
ekstensi atau trauma yang menyebabkan tibia mengalami translasi ke depan atau rotasi
pada persendian yang bertekanan tinggi sedangkan mekanisme kontak (high energy)
terjadi apabila terdapat kontak langsung seperti cedera akibat kecelakaan lalu lintas,
tertekel pemain lawan, berbenturan dengan objek. Oleh karena itu cedera pada lutut
lebih banyak di alami laki-laki dikarenakan para atlit sepak bola, basket lebih banyak
di dominasi oleh laki-laki.
Dari kasus di PON Jawa Timur 100% pemain mengalami cedera, 28 % pemain cedera
pada hamstring, 43 % cedera pada ankle, 21 % cedera pada quadratus lumborum dan
50 % mengalami cedera pada lutut. Hal ini dikarenakan karena para pemain
membutuhkan aktifitas fisik seperti pendaratan dari lompatan dan perubahan arah
gerak yang cepat sehingga seringkali keseimbangannya berkurang yang berakibat
terjadinya cedera. (Ervan, 2020).
Dari data unit rawat jalan Rumah Sakit Orthopedi dan Traumatologi Surabaya tahun
2022 bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2022 dari 102 kunjungan terdapat 66
kunjungan dengan cedera ACL, 18 kunjungan dengan cedera MCL, 16 kunjungan
dengan cedera PCL, dan 1 kunjungan dengan cedera LCL.
Salah satu cedera yang terjadi pada lutut adalah cedera pada Medial Collateral
Ligamen (MCL). Mekanisme terjadinya cedera Medial Collateral Ligamen (MCL)
umumnya terjadi akibat benturan yang keras pada lutut, terjatuh dan tergelincir,
kondisi otot dan sendi yang tidak sempurna, ukuran tungkai yang tidak sama. Akibat
tekanan yang berlebihan mengakibatkan ketidakmampuan ligamen menerima beban
sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur ligamen dari grade 1 sampai grade 3.
Sehingga masalah yang dapat muncul adalah nyeri, gangguan mobilitas fisik, ansietas
dan lain-lain. (Nndaydna, 2016).
Prinsip penatalaksanaan terapi yang diberikan pada kasus cedera Medial Collateral
Ligamen (MCL) pada tahap awal atau pertolongan pertama yang dapat diberikan yaitu
dengan prinsip PRICE Protection yaitu melindungi lutut yang cedera, Rest segera
istirahatkan bagian yang cedera, Ice lakukan kompres dingin pada daerah sekitar
cedera, Compression dengan balut atau perban elastis daerah yang cedera, dan
Elevation lakukan peninggian pada bagian yang cedera. (Nahum,2020). Selain itu ada
3

juga penanganan non bedah dan bedah. Penanganan non bedah dapat dipilih untuk
orang dengan tingkat aktivitas fisik rendah, hasil pemeriksaan stabilitas lutut secara
keseluruhan baik, dokter dapat merekomendasikan penanganan non bedah dengan cara
pemakaian Knee Brace (penyangga lutut) dan terapi fisik yang dapat dilakukan setelah
bengkak dan nyeri berkurang. Sementara untuk penanganan bedah diindikasikan
karena adanya kerusakan lutut lebih lanjut, seperti adanya kerusakan pada kartilago
dan bantalan sendi lutut (meniscus). Tindakan operasi yang biasa dilakukan yaitu
arthroscopy dengan minimal invansif dengan membuat sayatan kecil tanpa harus
dilakukan open surgery.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada
pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan Post Op
Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial
Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep penyakit Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien
dengan dignosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
2. Menjelaskan tentang pengkajian Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra
pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu
Sinistra.
3. Menjelaskan tentang merumuskan diagnosa keperawatan Post Op Repair
Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral
Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
4. Menjelaskan tentang rencana tindakan asuhan keperawatan Post Op Repair
Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral
Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
5. Menjelaskan tentang implementasi tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien
dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
4

6. Menjelaskan tentang evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada


pasien dengan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien
dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
1. Dapat digunakan sebagai tambahan referensi tentang pemberian asuhan
keperawatan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan
diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
1.4.2 Bagi Penulis
1. Dapat meningkatkan pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial
Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
BAB 2

LANDASAN TEORI

1.1 Konsep Medis


1.1.1 Anatomi Sendi Lutut
1. Definisi Sendi Lutut
Sendi lutut atau genu atau knee joint merupakan salah satu sendi terbesar dalam
tubuh, sendi ini merupakan sendi yang kompleks. Gerakan pada sendi lutut ini
yaitu menekuk dan meluruskan serta membantu setiap pergerakan seperti
berjalan, berlari, dan berjongkok (Anggoro & Wulandari, 2019).

Gambar 2. 1 Anatomi Sendi Lutut

2. Tulang pembentuk Sendi Lutut


Tulang pembentuk sendi lutut terdiri dari sendi tibiofemoral, sendi
patellofemoral, dan sendi proksimal tibiofibular. Sendi tersebut di bentuk dari
beberapa tulang yaitu tulang femur, tulang tibia, tulang patella, dan tulang
fibula. (Pratama, 2019)
a. Tulang femur
Tulang femur adalah tulang terpanjang dan berbesar di tulang kerangka,
pada bagian pangkal terdapat caput femoris. Pada tulang femur terdapat 2
tonjolan yaitu condylus medial dan condylus lateralis, di antara kedua
condylus terdapat lekukkan tulang tempurung patella yaitu fosa condylus.
b. Tulang tibia
Tulang tibia berbentuk lebih kecil, bagian pangkal melekat pada tulang
fibula dan bagian ujungnya membentuk persendian tulang pangkal kaki.

5
6

c. Tulang petella
Tulang patella berfungsi sebagai perekat otot-otot dan tendon yang
berfungsi sebagai penggerak sendi lutut atau genu.
d. Tulang fibula
Tulang fibula adalah tulang pipa terbesar setelah tulang femur, pada tulang
ini membentuk persendian genu dan tulang femur pada bagian ujungnya.

Gambar 2. 2 Tulang Sendi Lutut

3. Ligamen Sendi Lutut


Penghubung antara tulang dengan tulang disebut ligamen dan otot. Ligamen
yang bertugas di sendi atau genu disebut ligamen collateral dan ligamen
cruciatum. Legament cruciatum terletak saling menyilang di dalam kapsul
sendi dan ligamen ini disebut ligamen intracapsular yang terletak antara
condilus medial dan lateral (Pratama, 2019).
a. Anterior Cruciatum Ligamen (ACL)
Anterior Cruciatum Ligamen (ACL) merupakan ligamen yang berfungsi
untuk mencegah dan menahan agar tibia tidak bergeser ke anterior atau
mencegah dan menahan agar femur tidak bergeser ke posterior, dan
mencegah hiperekstensi lutut (Pratama, 2019).
b. Posterior Cruciatum Ligamen (PCL)
Posterior Cruciatum Ligamen (PCL) merupakan ligamen terkuat daripada
ligamen Anterior Cruciatum Ligamen (ACL) pada sendi lutut yang
berfungsi untuk mencegah dan menahan agar femur tidak geser ke anterior
atau mencegah dan menahan agar tibia tidak bergeser ke posterior (Pratama,
2019).
7

c. Lateral Collateral Ligamen (LCL)


Lateral Collateral Ligamen (LCL) merupakan ligamen yang berfungsi
untuk menahan agar tidak terjadi gerakan varus atau samping luar (Pratama,
2019).
d. Medial Collateral Ligamen (MCL)
Medial Collateral Ligamen (MCL) merupakan ligamen yang berfungsi
untuk menahan agar tidak terjadi gerakan valgus atau samping dalam
(Pratama, 2019).

Gambar 2. 3 Ligamen pada sendi lutut

4. Kapsul Sendi Lutut


Kapsul pada sendi lutut terdiri dari 2 lapisan (Pratama, 2019) yaitu :
a. Lapisan Luar
Lapisan luar yang biasa disebut dengan fibrosus kapsul yang terdiri dari
jaringan connective yang tidak teratur dan kuat, dan berlanjut menjadi
lapisan fibrosus dari periosteum yang menutupi bagian tulang.
b. Lapisan Dalam
Lapisan dalam yang biasa disebut juga dengan synovial membran, pada
membran ini terdiri dari jaringan ikat dan tipis dan juga membran ini
menghasilkan cairan synovial yaitu serum darah dan cairan sekresi. Cairan
synovial ini merupakan campuran dari polisakarida protein, lemak, dan sel.
Polisakarida mengandung hyluroinic acid yang berfungsi sebagai pelumas
pada sendi agar mudah begerak.
8

5. Jaringan Lunak Sendi Lutut


a. Meniscus
Meniscus adalah lempeng berbentuk sabit fibrocartilago pada permukaan
artikular tibia. Pinggirannya tebal dan cembung dan melekat pada bursa.
Permukaan atasnya cekung, dan berhubungan langsung dengan condylus
femoris. Meniscus berfungsi sebagai shock absorber dan bantalan sendi
lutut. Meniscus dapat menahan beban 40-70 % dari beban yang diberikan
pada sendi lutut, mempermudah gerakan rotasi, sebagai stabilisator dengan
menyerap setiap penekanan dan merusaknya sendi. Membantu ligamen
dengan stabilitas lutut, melindungi kartilago artikular. Ketika meniscus
rusak dapat menyebabkan sendi lutut menjadi longgar atau tidak stabil,
maka lutut dapat mengarah ke kondisi yang disebut osteoarthritis (Pratama,
2019).
1) Meniscus mediali
Berbentuk huruf C, lebih lebar di posterior daripada anterior, kurang
mobile daripada meniscus lateralis.
2) Meniscus lateralis
Hampir berbentuk sirkuler atau U, lebih kecil, lebih dapat digerakan
secara bebas.

Gambar 2. 4 Meniscus sendi lutut


b. Bursa
Merupakan kantong yang berisi cairan agar dapat mempermudah gerakan.
Bursa berdinding tipis dan di batasi oleh membrane synovial. Pada sendi
lutut terdapat lima bursa terdiri dari bursa popliteus, bursa supra
9

patellaris, bursa infra patellaris, bursa subcutan prapatelaris dan bursa


sub patellaris (Thompson, 2010).

Gambar 2. 5 Bursa lutut atau genu

6. Otot-Otot Sendi Lutut


Pada sendi lutut terdapat 2 grup otot yaitu otot quadriceps femoris dan otot
hamstring. Otot quadriceps femoris yaitu otot yang digunakan sebagai
mobilisasi penggerak pada ekstremitas bawah. Otot quadriceps femoris ini
terdiri dari m. rectus femoris, m. vastus intermedianus, m. vastus lateralis, m.
vastus medialis. Pada grup otot ini berfungsi sebagai ekstensor lutut pada saat
kaki tidak menyentuh pada lantai dan menahan lutut saat menyentuh lantai.
Pada grup otot tersebut tendon menyatu dan berinsersio pada anterior patella.
Otot-otot hamstring berorigo di tuberositas iscihiadika, otot hamstring ini
terdiri dari m. semitendinosus yang berinsersio di medial tibia, m.
semimembranosus berinsersio di condilus medial tibia, dan m. biceps femoris
berinsersio di lateral caput fibula. Grup otot ini berfungsi sebagai gerakan
fleksi pada sendi lutut (Sukamti, 2016).

Gambar 2. 1 Otot-Otot pada sendi lutut


10

7. Biomekanika Sendi Lutut


Pada sendi terjadi dua macam gerakan yaitu gerak osteokinematik dan
arthrokinematik
a. Osteokinematik
Merupakan analisa gerak yang dilihat dari tulang pembentuk sendi.
Gerakan yang dapat diukur dengan menggunakan goneometer. Gerakan
pada osteokinematik terdiri gerak fleksi ekstensi, gerak eksorotasi
endorotasi disebut gerak angulasi. Osteokinematik merupakan menganalisa
gerak yang dimana gerak tersebut di pandang di permukaan sendinya, dan
juga disebut gerak intra articular terdiri dari gerakan traksi, kompresi,
translasi roll slade dan spin (Anwar, 2012).
b. Arthrokinematik
Merupakan sendi lutut pada femur (cembung atau convex) maka gerakan
yang terjadi adalah rolling (memutar) dan slidding (geser) dengan arah
yang berlawanan. Saat fleksi, femur rolling ke arah belakang dan slidding
ke arah depan. Untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan slidding ke
belakang. Jika tibia (cekung atau concave) bergerak fleksi maupun ekstensi
maka rolling maupun slidding menjadi searah. Gerakan sendi lutut meliputi
gerakan fleksi, ekstensi, dan sedikit rotasi (Pratama, 2019).
1.1.2 Medial Collateral Ligamen (MCL)
1. Definisi Medial Collateral Ligamen (MCL)
Adalah jaringan ikat yang menghubungkan tulang paha dengan tulang paha
dengan tulang kering di sisi dalam. Fungsi utama ligamen ini adalah menahan
gaya yang diberikan dari sisi luar lutut ke dalam secara berlebihan.
Ketidakmampuan MCL dalam menaham gaya tersebut menyebabkan terjadinya
cedera MCL. (Nahum, 2020).
2. Tingkatan Cedera Medial Collateral Ligamen (MCL) (Nahum, 2020)
a. Grade 0 : normal, tidak didapatkan pembukaan sendi
b. Grade 1 : terdapat pembukaan sendi 1-4 mm, ditemukan tahanan saat
valgus stress test atau terjadi robek sebagian pada
ligamen dengan gejala ringan.
11

c. Grade 2 : terdapat pembukaan sendi 5-10 mm, masih ditemukan


tahanan saat valgus stress test atau terjadi robek sebagian
dengan gejala yang tidak stabil dan moderat.
d. Grade 3 : terdapat pembukaan sendi 10-15 mm, tidak ditemukan
tahanan saat valgus stress test atau robek seluruhnya
dengan gejala tidak stabil dan parah dan ligamen lainnya
dalam lutut kemungkinan juga robek.

Gambar 2.2 Tingkatan Cedera Medial Collateral Ligamen (MCL)

3. Etiologi
Medial Collateral Ligamen (MCL) merupakan cedera akibat tekanan atau stress
pada bagian luar lutut. Desakan ini menyebabkan bagian luar lutut tertekuk dan
bagian dalam terenggang terlalu jauh, maka lutut akan mudah robek dan cedera.
Cedera ini dapat disebabkan oleh karena adanya “gerakan cepat” (Nahum,
2020).

Gambar 2.3 etiologi MCL


12

4. Patofisiologi Medial Collateral Ligamen (MCL)


Cedera pada sendi lutut merupakan kondisi yang banyak ditemukan. Hal ini
sangat wajar karena sendi lutut merupakan sendi penumpu berat badan. pada
hasil penelitian yang dilakukan di Skotlandia dijumpai sekitar 30-40 % kasus
cedera lutut. Mayoritas cedera pada ligamen khususnya ligamen collateral
medial. Cedera ligamen ini memiliki tiga derajat yaitu derajat 1 yaitu tidak
terjadi laxity ketika diberikan tekanan, derajat dua terjadi laxity ringan dan
robekan sebagian pada ligamen, derajat tiga dimana semua serabut ligamen
mengalami kerobekan. Pada derajat ringan pembengkakkan akan terjadi dalam
24 jam setelah cedera yang juga akan di ikuti dengan haemarthrosis atau
perdarahan dalam sendi yang terjadi hampir 75 %. Pada atlet dalam posisi
berdiri untuk mempertahankan stabilitas akan mempengaruhi peningkatan
tekanan pada ligamen collateral medial. Selain itu pada posisi tersebut otot
quadriceps akan bekerja maksimal menjaga posisi lutut tetap ekstensi sehingga
keseimbangan tetap terjaga. Cedera sprain ligamen collateral medial terjadi 20-
25 % dari semua kasus. pada pemeriksaan ditemukan tenderness pada ligamen
tersebut dan nyeri saat penumpuan berat badan. haemarthosis terjadi pada
derajat tiga. Pada fase akut nyeri terjadi pada pemeriksaan stabilitas ligamen.
Untuk pemeriksaan dilakukan pemeriksaan valgus stress pada posisi fleksi lutut
30 ° dan kaki dalam posisi ekstensi rotasi. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya cedera ligamen collateral medial sendi lutut antara lain karena faktor
mekanik yaitu adanya penekanan yang kuat, penarikan yang kuat atau
kombinasi keduanya. Akibat penumpuan posisi lutut yang salah disertai
gerakan yang kuat pada posisi ekstensi eksorotasi yang berlebihan lebih mudah
diterima sebagai penyebab cedera ligamen collateral medial sehingga dapat
disimpulkan penyebab terjadinya ligamen collateral medilal adalah benturan
langsung pada sisi medial sendi lutut dan akibat adanya eksorotasi mendadak
tulang tibia terhadap femur pada penumpuan berat badan yang salah atau posisi
jatuh disertai pemutaran tulang tibia terhadap femur kearah eksorotasi. (Indra
Lesmana, 2006).
13

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala cedera MCL mirip dengan gejala dari masalah lutut lainnya
yaitu :
a. Terdengar suara tulang patah saat cedera terjadi
b. Ketidakstabilan akibatnya lutut menjadi lemas atau merasa seperti akan
lumpuh
c. Pembengkakkan sendi lutut
d. Gerakan lutut terkunci ketika sendi digerakan
e. Terasa nyeri dan ngilu di sepanjang bagian dalam persendian (Nahum,
2020)
Masalah dengan stabilisasi lutut biasanya mengindikasikan terjadinya cedera
grade 2 atau grade 3
6. Pemeriksaan Penunjang
Dokter spesialis akan melakukan pemeriksaan lutut dengan melakukan tes stres
valgus, yang diilakukan dengan menekuk lutut dan memberi tekanan pada
bagian luarnya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah lutut
bagian dalam longgar atau tidak. Lutut bagian dalam yang longgar akan
mengindikasikan terjadinya cedera MCL. Selanjutnya dokter spesialis akan
menyarankan untuk menjalani pemeriksaan penunjang X-Ray untuk
memastikan ada tidaknya fraktur (patah tulang) pada area lutut dan jaringan
sekitar atau melakukan MRI untuk melihat lokasi cedera MCL, termasuk
ligamen lain (ACL, PCL, LCL) dan meniscus. (Nahum,2020)
7. Penatalaksanaan
Pilihan perawatan bervariasi tergantung pada tingkat keparahan cedera MCL
a. Penanganan awal
Penanganan awal diperlukan untuk meringankan rasa sakit dan membantu
menstabilkan lutut. Penanganan awal yang dilakukan yaitu dengan prinsip
PRICE:
1. Protection, melindungi lutut yang cedera
2. Rest, mengistirahatkan bagian yang cedera dilakukan selama 24-36
jam pertama setelah terjadi injury untuk mencegah dan mengurangi
atau mengantisipasi keluhan lebih lanjut yang memperberat kondisi
sprain. Pada saat istirahat termasuk mengurangi aktifitas provokasi
14

seperti : naik turun tangga, duduk pada bangku yang rendah,


penggunaan peralatan yang melibatkan kontraksi maksimal pada lutut.
3. Ice, meletakkan kompres es untuk mengurangi pembengkakkan
dilakukan selama 2 kali 24 jam dalam durasi pendek dan singkat (short
time periode) dan perhatikan sensasi kulit pasien.
4. Compression, mengompresi lutut menggunakan pembalut atau perban
elastis kurang lebih 10 cm pada bagian proksimal dan distal lutut.
5. Elevation, memposisikan lutut pada posisi yang lebih tinggi dari
jantung untuk meredakan pembengkakkan (Nahum,2020)
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan kekuatan lutut dan mencegah
terjadinya cedera lebih lanjut. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu
dengan :
1. Terapi fisik untuk memperkuat otot dan meningkatkan jangkauan
gerak lutut (latihan mobilisasi, latihan penguatan otot)
2. Terapi dengan menggunakan modalitas terapi (ultrasound, laser)
untuk mempercepat kesembuhan
3. Mengenakan pelindung lutut (knee brace) selama menjalani aktivitas
fisik
4. Membatasi kegiatan yang dapat menyebabkan cedera lebih lanjut,
seperti olahraga berat. (Nahum, 2020)
c. Terapi pembedahan atau operasi
Cedera pada MCL biasanya tidak membutuhkan operasi. Pembedahan
diperlukan ketika ligamen robek dengan derajat MCL yang tergolong
Grade 3 yang tidak dapat sembuh dengan sendirinya sehingga
membutuhkan tindakan operasi. Operasi juga dilakukan ketika cedera
MCL terjadi bersamaan dengan cedera ligamen lainnya. (Nahum, 2020)
15

8. WOC (Web of Caution) Medial Collateral Ligamen (MCL)

Penyebab : benturan yang keras pada lutut, jatuh dan terkilir, kondisi otot dan sendi
yang tidak sempurna, ukuran tungkai yang tidak sama.

Tekanan yang berlebihan dan


mendadak pada sendi

Ketidakmampuan ligamen menerima


beban

Ruptur ligamen

GRADE 1 GRADE 2 GRADE 3

Pembuluh darah pecah Fungsi ligamen terganggu Lutut terlepas (buckle)

Perdarahan di bawah kulit Inflamasi sendi Tindakan operasi


arthroscopy
Kemerahan dan bengkak Nyeri
Kurang Luka
informasi insisi
Penekanan pada ujung Gerakan lutut
saraf terbatas
Ansietas Immobilisasi
Pelepasan mediator nyeri Kelemahan otot
(histamin, bradikinin)
Kerusakan Integritas
Hambatan Mobilitas Jaringan
Nyeri Akut
Fisik

Pre Operasi : Resiko Post Operasi :


Infeksi Menggunakan alat Resiko Infeksi
bantu jalan

Resiko Jatuh

WOC. Nndaydna, 2016


16

1.1.3 Meniscus Tear


1. Pengertian
Meniscus adalah bangunan fibrocartilago yang memisahkan antara tulang paha
(femur) dan tulang kering (tibia). Berdasarkan anatomi letaknya meniscus pada
sendi lutut dibagi menjadi dua yaitu medial meniscus (letaknya berada di dalam)
dan lateral meniscus (letaknya diluar). Bentuk dari meniscus ini sangat unik yaitu
berbentuk C atau seperti ginjal dengan posisi terjepit. Fungsi utama dari meniscus
adalah peredam getaran atau shock absorber dimana tekanan yang dihasilkan disaat
kita berjalan, berlari, dan melompat sangat berbeda. Jadi meniscus membantu
meredam tekanan yang dihasilkan saat aktivitas tersebut dan dampak kerusakan
pada permukaan sendi diminimalisir. Jumlah tekanan yang dihasilkan saat
beraktivitas meningkat tajam dari kita berjalan, dan melompat, disini meniscus
berusaha meredam tekanan dan menyebarkannya sehingga tekanan yang dihasilkan
pada sendi tidak terjadi pada satu poin saja, sehingga permukaan sendi lutut tidak
rusak dengan mudah.
Meniscus tear adalah merupakan robekan satu atau lebih yang terjadi pada
meniscus. (Bhagia,2018).
2. Faktor Resiko dan Etiologi
Etiologi dari adanya meniscus tear adalah dari adanya trauma dan faktor
degeneratif.
a. Trauma : Sering terpadi pada usia muda, lutut tampak bengkak dan adanya
nyeri akut
b. Degeneratif : Terjadi pada usia tua, nyeri kronik dan akut

Siapa saja yang melakukan kegiatan yang melibatkan memutar lutut secara
berlebihan beresiko untuk mengalami meniscus tear, resiko yang sangat tinggi
terjadi pada atlet, terutama atlet yang berpartisipasi dalam olahraga kontak seperti
sepak bola atau kegiatan yang melibatkan gerakan memutar, seperti tenis atau
basket. Resiko meniscus tear juga meningkatkan karena adanya proses degeneratif.
(Bhagia,2018).
17

3. Manifestasi Klinik
Meniscus yang sudah robek akan mengalami tanda dan gejala berikut :
a. Munculnya rasa nyeri
b. Adanya pembengkakkan atau kekakuan
c. Rasa sakit terutama ketika memutar atau memutar lutut
d. Kesulitan meluruskan lutut sepenuhnya
e. Terasa ada yang menghambat lutut untuk digerakan, seolah-olah lutut terkunci.
4. Patofisiologi
Meniscus medial jauh lebih sering terkena daripada lateral, sebagian karena
perlekatannya pada kapsul yang membuatnya tidak begitu mobile. Robeknya kedua
meniscus dapat terjadi bersama-sama bila terjadi ruptur ligamen. Sebagian besar
struktur meniscus merupakan avaskular, dan tidak akan terjadi penyembuhan
spontan terkecuali bila robekan terjadi pada 1/3 bagian luar yang mendapat
vaskularisasi dari synovium dan kapsul yang melekat. Bagian yang terlepas akan
menimbulkan iritasi mekanik yang menyebabkan terjadinya efusi sinovium
berulang dan pada kasus tertentu osteoarthritis sekunder. (Bhagia,2018).
5. Pemeriksaan Fisik
a. McMurray’s test
Pemeriksaan didasarkan bahwa loose body dari meniscus kadang-kadang
terperangkap di permukaan sendi dan menimbulkan suara “Klik” pada
pemeriksaan. Fleksi lutut dan taruh tangan di lutut, internal dan eksternal rotasi
tungkai bawah dan posisikan lutut dalam posisi ektensi. Teraba “pop” atau
“klik” merupakan tes positif dan berhubungan dengan robekan meniscus.
b. Apley’s grinding test
Meniscus ditekan dan kruris dirotasikan. Nyeri mengindikasikan adanya
robekan pada meniscus.
c. Thessaly test
Lutut yang sakit difleksikan 20 ° dan kaki berada pada posisi yang rata dilantai.
Pasien diminta untuk menaruh seluruh berat badannya ditungkai yang sakit dan
pemeriksa memegang tangan pasien untuk menjaga keseimbangan. Pasien
diminta untuk memutar badanya ke kiri dan kanan 3 kali. Pasien dengan cedera
meniscus akan merasakan nyeri di sendi bagian medial atau lateral dan akan
merasakan sensasi terkunci.
18

6. Pemeriksaan Penunjang
a. X-Ray
b. MRI
c. Artroscopy yang memberikan keuntungan indentifikasi dan terapi dapat
dilakukan pada saat yang bersamaan
7. Klasifikasi
Dari hasil MRI meniscus yang abnormal dapat diklasifikasikan dalam tipe berikut :
a. Grade I : Area kecil dari peningkatan sinyal dalam meniscus.
b. Grade II : Area linear dari sinyal yang meningkat dan tidak meluas ke
permukaan artiklatio.
c. Grade III : Abnormal peningkatan sinyal yang mencapai permukaan atau
meniscus (indikasi meniscus tear) tear meniscus ekstruasi minimal 3 mm pada
bidang mid-coronal (Bradley, 2017).
8. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Apabila sendi tidak terkunci, diharapkan terjadi robekan pada bagian perifer,
dan diharapkan dapat sembuh secara spontan. Setelah fase akut, sendi
diposisikan lurus dengan pemasangan backslab selama 3-4 minggu, pasien
diminta untuk memakai kruk dan latihan penguatan otot quadriceps. Tidak
diperlukan operasi selama nyeri jarang terjadi dan pasien bersedia untuk
meninggalkan aktivitas yang menyebabkan nyeri.
b. Operatif
1) Partial meniscectomy
Indikasi apabila tidak dapat di repair
2) Meniscus repair
Indikasi adanya cedera perifer pada daerah red-red/ white.
3) Meniscus trasplantation
Indikasi pada pasien muda dengan hampir total meniscetomy terutama
lateral. Kontraindikasi pada chondrosis grade IV.
4) Total meniscetomy
Sering dikerjakan pada zaman dahulu
19

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Indentitas yang terdiri dari nama lengkap pasien, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua atau suami atau istri atau penanggungjawab, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama
2. Keluhan utama yaitu keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
untuk pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Hal yang perlu ditanyakan
meliputi nyeri, kekakuan, pembengkakkan, deformitas, disabilitas, dan penyakit
sistemik. Pada umumnya keluhan utama pada kasus adalah nyeri. untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap terkait nyeri pada pasien perawat
menggunakan pengkajian PQRST (Muttaqin, 2008:113) yaitu diantaranya :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah adanya
trauma pada lutut
Quality of pain : pasien merasakan nyeri yang bersifat menusuk
Region : nyeri terjadi di bagian lutut yang mengalami cedera
Saverity (Scala) of pain : secara subjektif nyeri yang dirasakan pasien antara
skala 3-6 pada rentang skala pengukuran 0-10 (NRS) Numeric Rating Scale
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
pagi hari, siang hari, atau malam hari
3. Riwayat penyakit sekarang yaitu riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita
yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
4. Riwayat penyakit dahulu dimana tujuannya untuk mengetahui kemungkinan-
kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakit sekarang.
5. Riwayat penyakit dalam keluarga untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, familial atau penyakit infeksi atau penyakit osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang lebih cenderung
diturunkan secara genetik (Muttaqin, 2008:213).
6. Riwayat pengobatan dimana apakah yang sudah dilakukan atau diberikan
ketika cedera terjadi.
7. Psikososial Spiritual dimana kecemasan karena adanya ancaman potensial dan
integritas, kurang pengetahuan tentang sakitnya karena kurangnya informasi,
20

hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat, respon pasien terhadap


kegiatan rohaninya (Lukman Ningsih, 2017).
8. Pola pemenuhan kebutuhan dasar
a. Nutrisi, Cairan, dan Elektrolit
Pasien dengan cedera pada lutut harus mengonsumsi nutrisi lebih dari
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, vitamin C, dan lainya untuk
membantu proses penyembuhan. (Muttaqin, 2008,216).
b. Personal hygien
Penurunan kemampuan melakukan perawatan diri (mandi, keramas, berias)
dengan bantuan sebagian atau sepenuhnya (Lukman Ningsih, 2009).
c. Aktivitas, Istirahat dan Tidur
Karena timbulnya rasa nyeri yang dirasakan membuat pergerakan menjadi
terbatas. Semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan pasien
memerlukan bantuan sebagian atau sepenuhnya dari orang lain. Rasa nyeri
yang dirasakan juga sering kali mengganggu pola istirahat tidur pasien
sehingga kadang kala apabila pasien kesulitan tidur dokter memberikan
obat tidur (Muttaqin, 2008:217).
d. Pemeriksaan Fisik
a) B1 Breathing pada saat sebelum operasi pada sistem pernafasan pasien
didapatkan frekuensi pernafasan yang meningkat akibat rasa nyeri yang
dirasakan sementara pada saat pasca operasi seringkali dampak dari
penggunaan ETT saat operasi yaitu mengiritasi jalan nafas sehingga
terjadi peningkatan produksi mucus.
b) B2 Blood pada saat sebelum operasi frekuensi nadi pada pasien
meningkat, tekanan darah meningkat, CRT > 3 detik, akral dingin
sementara pasca operasi adanya peningkatan tekanan darah, nadi
meningkat karena ada rasa nyeri yang dirasakan
c) B3 Brain pada saat sebelum operasi wajah tampak menahan kesakitan
sementara pasca operasi wajah tampak kesakitan efek dari SAB TISA
dimana efek anestesi yang menyebabkan kelemahan pada anggota gerak
bawah.
21

d) B4 Bledder pada miksi pasien tidak mengalami gangguan, warna urin


jernih, BAK 3-4 kali/ hari tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
(Wijaya dan Putri,2013).
e) B5 Bowel dimana keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadan
abdomen normal, dengan dilakukan palpasi tidak ada nyeri tekan pada
massa abdomen, perkusi normal suara tympani, auskultasi adanya bunyi
peristaltik normal (Wijaya dan Putri, 2013).
f) B6 Bone aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan dari
post operasi yang dilakukan sehingga kebutuhan aktifitas harian perlu
dibantu baik oleh perawat aatau keluarga. Pada daerah luka operasi
beresiko tinggi terhadap infeksi sehingga tampak luka diperban atau
dibalut. Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen
seperti warna kulit, adanya jaringan parut atau lesi, adanya perdarahan,
adanya pembengkakkan, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta
kulit kotor. Pada saat palpasi adanya nyeri, kekuatan otot pada area post
operasi akan mengalami perubahan akibat kerusakan rangka
neuromuscular serta mengalami deformitas pada daerah trauma (Wijaya
dan Putri, 2013).
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan : agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologi),
kerusakan jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, kehilangan integritas
struktur tulang, kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler, intoleransi
aktivitas atau penurunan kekuatan dan stamina
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu jalan efek nyeri pasca
operasi
1.2.3 Intervensi

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri


Penyebab : diharapkan nyeri pada pasien berkurang Observasi
1. Agen pencedera fisiologis (mis. dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Inflamasi iskemik, neoplasma) Tingkat nyeri : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis. 1. nyeri berkurang dengan skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
Terbakar, bahan kimia iritan) 2. pasien tidak mengeluh nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 3. pasien tampak tenang 4. Identifikasi faktor yang memperingan dan
amputasi, prosedur operasi, trauma, dll) 4. pasien dapat tidur dengan tenang memperberat nyeri
Gejala dan tanda mayor 5. frekuensi nadi dalam batas normal (60 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Subjektif : mengeluh nyeri – 100 x/menit) tentang nyeri
Objektif : 6. tekanan darah dalam batas normal (90 / 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
1. Tampak meringis 60 mmHg – 120/80 mmHg) 7. Monitor efek samping penggunaan
2. Bersikap proaktif (mis. waspada, 7. RR dalam batas normal (16-20 x / analgetik
posisi menghindari nyeri) menit) 8. Monitor keberhasilan terapi
3. Gelisah Kontrol nyeri komplementer yang sudah diberikan
4. Frekuensi nadi meningkat 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang Terapeutik
5. Sulit tidur dengan menggunakan manajemen 9. Fasilitasi istirahat tidur
Gejala dan tanda minor nyeri 10. Kontrol lingkungan yang memperberat
Subjektif : - 2. Mampu mengenali nyeri (skala, nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
Objektif : intensitas , frekuensi dan tanda nyeri) dan kebisingan)
1. Tekanan darah meningkat Status kenyamanan 11. Beri teknik non farmakologi untuk
2. Pola nafas berubah Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri meredakan nyeri (aromaterapi, terapi
3. Nafsu makan berubah berkurang pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
4. Proses berpikir terganggu imajinasi terbimbing, teknik tarik napas
5. Menarik diri dalam dan kompres hangat/ dingin)
6. Berfokus pada diri sendiri

22
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
13. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
14. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik (D.0054) Mobilitas Fisik (L. 05042) Dukungan Mobilisasi (1.05173)
Penyebab Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
1. Kerusakan integritas struktur tulang masalah mobilitas fisik teratasi dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
2. Ketidakbugaran fisik kriteria hasil : fisik lainnya
3. Penurunan kendali otot 1. Pergerakan ekstremitas meningkat (5) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
4. Penurunan massa otot 2. Kekuatan otot meningkat (5) pergerakan
5. Penurunan kekuatan otot 3. Rentang gerak (ROM) meningkat (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
6. Keterlambatan perkembangan 4. Kaku sendi menurun (5) darah sebelum memulai mobilisasi
7. Kekakuan sendi 5. Gerakan tidak berkoordinasi menurun 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
8. Gangguan musculoskeletal (5) mobilisasi
9. Efek agen farmakologis 6. Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik
10. Nyeri 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
11. Kecemasan bantu (mis. pagar tempat tidur)
12. Keengganana melakuakan pergerakan 6. Fasilitasi melakukan pergerakan
Gejala dan Tanda Mayor : 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
Subjektif : dalam meningkatkan pergerakan
1. Mengeluh sulit menggerakan Edukasi
ekstremitas 8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Objekif : 9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
1. Kekuatan otot Menurun 10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
2. Rentang gerak (ROM) menurun dilakukan (mis. duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

23
Gejalan dan tanda Minor : Edukasi Latihan Fisik (1. 12389)
Subjektif : Observasi
1. Nyeri saat bergerak 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
2. Enggan melakukan pergerakan menerima informasi
3. Merasa cemas saat bergerak Terapeutik
Objekif : 2. Sediakan materi dan media pendidikan
1. Sendi kaku kesehatan
2. Gerakan tidak terkooordinasi 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
3. Gerakan terbatas kesepakatan
4. Fisik lemah 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
Kondisi Klinis terkait : Edukasi
1. Stroke 5. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan
2. Cedera Medula spinalis kondisi kesehatan
3. Trauma 6. Ajarkan teknik pernapasan yang tepat
4. Fraktur untuk memaksimalkan penyerapan
5. Osteoartritis oksigen selama latihan fisik
6. Ostemalasia Manajemen Program Latihan (1.05179)
7. Keganasan Observasi
7. Identifikasi pengetahuan dan pengalaman
akivitas fisik sebelumnya
8. Identifikasi jenis aktivitas fisik
9. Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
10. Monitor tanda vital sebelm dan setelah
latihan
Terapeutik
11. Motivasi untuk memulai atau melanjutkan
aktivitas fisik
12. Motivasi menjadwalkan program aktivitas
fisik dari reguler menjadi rutin
13. Berikan reinforcement jika aktivitas

24
sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan bersama
14. Libatkan keluarga dalam merencanakan
dan memelihara program aktivitas fisik
Edukasi
15. Jelaskan manfaat aktivitas fisik
16. Anjurkan teknik pernapasan yang tepat
selama aktivitas fisik
17. Ajarkan teknik latihan sesuai kemampuan
18. Ajarkan menghindari cedera saat aktivitas
fisik
19. Ajarkan latihan pemanasan dan
pendinginan yang tepat

3 Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)


Penyebab : Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.09314)
1. Krisis situasional pada pasien tingkat ansietas menurun Observasi :
2. Kebutuhan tidak terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi sangat singkat ansietas
3. Krisis maturasional 1. Verbalisasi kebingungan menunurun berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)
4. Ancaman terhadap konsep diri 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
5. Ancaman terhadap kematian yang dihadapi menurun. nonverbal)
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan 3. Perilaku gelisah menurun Terapeutik :
7. Disfungsi sistem keluarga 4. Perilaku tegang menurun 3. Ciptakan suasana terapeutik utuk
8. Hubungan orang tua-anak tidak 5. Konsentrasi membaik menumbuhkan kepercayaan
memuaskan 6. Pola tidur membaik 4. Pahami situasi yang membuat ansietas
9. Faktor keturunan (temperamen mudah Edukasi :
teragitasi sejal lahir) 5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
10. Penyalahgunaan zat mungkin dialami
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. 6. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
toksin,volutan, dan lain-lain) persepsi
12. Kurang terpapar informasi 7. Latih teknik relaksasi

25
Gejala dan Tanda Mayor Kolaborasi :
Subjektif : 8. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
1. Merasa bingung jika perlu
2. Merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Objektif
1. Tampak gelisah
Objektif :
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
Objektif :
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu

26
4 Resiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
Faktor Resiko: pasien tidak mengalami infeksi dengan 1. Pertahankan teknik aseptik
1. Penyakit kronis kriteria hasil : 2. Batasi pengunjung, bila perlu
2. Efek prosedur invasif Tingkat infeksi (L.14137) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Malnutrisi 1. Demam menurun melakukan tindakan keperawatan
4. Peningkatan paparan organisme 2. Kemerahan menurun 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
patogen lingkungan 3. Nyeri menurun pelindung diri
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh 4. Bengkak menurun 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
perifer dengan petunjuk umum
6. Ketidakadekuatan pertahanan 6. Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung kemih
7. Tingkatkan intake cairan
8. Berikan terapi antibiotik dengan
kolaborasi dengan dokter
9. Monitor tanda gejala infeksi
10. Dorong untuk istirahat
11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
12. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam

5 Resiko jatuh (D. 0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh
Faktor Resiko: pasien tidak mengalami jatuh dengan Observasi
1. Usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ kriteria hasil : 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
2 tahun (pada anak) Tingkat Jatuh (L.14138) 2. Identifikasi faktor lingkungan yang
2. Riwayat jatuh 1. Jatuh dari tempat tidur menurun meningkatkan resiko jatuh
3. Anggota gerak bawah prostesis 2. Jatuh saat berdiri menurun 3. Hitung resiko jatuh dengan skala Fall
(buatan) 3. Jatuh saat duduk menurun Morse Scale
4. Penggunan alat bantu jalan 4. Jatuh saat berjalan menurun Edukasi
5. Penurunan tingkat kesadaran 5. Jatuh saat naik tangga menurun 4. Anjurkan menggunakan alas kaki yang
6. Perubahan fungsi kognitif tidak licin

27
7. Lingkungan tidak aman (licin, gelap) Ambulasi (L.05038) 5. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
8. Kondisi pasca operasi 1. Menopang berat badan meningkat keseimbangan tubuh
9. Anemia 2. Berjalan dengan langkah yang efektif
10. Gangguan penglihatan meningkat
11. Efek agen farmakologis 3. Berjalan jarak pendek meningkat
4. Berjalan jarak jauh meningkat
Koordinasi Gerak (L.05041)
1. Kekuatan otot meningkat
2. Keseimbangan gerakan meningkat
3. Kontrol gerakan meningkat

28
29

1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
disusun pada tahap perencanaan atau intervensi. Ukuran intervensi keperawatan
yang diberikan kepada pasien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan
untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk pasien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
1.2.5 Evaluasi
1. Pasien tidak mengalami nyeri
2. Gangguan mobilitas fiksik teratasi
3. Pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit
4. Keluhan kecemasan teratasi
5. Resiko infeksi tidak terjadi
BAB 3

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan


3.1.1 Pengkajian
Tanggal pengkajian : Jumat, 17 Juni 2022 jam 16.30 WIB
Nomer registrasi : 00-05-XX-XX
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjungbalai Kota, 28 Februari 1982
Umur : 40 Tahun 2 Bulan 30 Hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Katolik
Pendidikan : Lain-Lain
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Woodland WL. 15 /08 Citraland
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Alamat : Woodland WL. 15/08 Citraland
Hubungan : Suami
2. Status Psikologi : √ Tenang Marah Gelisah Menangis
3. Keluhan Utama : pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri dengan skala 4.
Nyeri dirasakan hilang timbul, dan dirasakan pada saat kaki digerakan. Pasien
post operasi repair meniscus tear genu sinistra pada tanggal 10 Juni 2022
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 17 Juni 2022 pasien kontrol ke
poli RS Orthopedi dan Traumatologi Surabaya. Pasien kontrol 7 hari post
operasi Repair Meniscus Tear Genu Sinistra. Keluhan pasien saat ini adalah
masih merasakan nyeri pada lutut dengan skala 4 saat kaki digerakan dan
skala 0 saat kaki di istirahatkan.

30
31

b. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien mengatakan tidak ada riwayat


penyakit tekanan darah tinggi, diabetes,
jantung, asam lambung, kolestrol dan asam
urat. Pasien mengatakan pernah terjatuh dari
tangga terpeleset sampai melukai lutut
kirinya dan harus di operasi.
c. Riwayat Alergi : pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi
obat maupun makanan
d. Riwayat Operasi : pasien mengatakan pernah operasi SC tahun
2013 di RS Lombok 22, pasien mengatakan
post operasi lutut kiri 10 Juni 2022
e. Apakah pernah mendapatkan pengobatan aspirin/ obat pengencer darah :
pasien mengatakan tidak
f. Obat yang di minum : pasien mengatakan minum obat vitamin,
etrovel 2 x 90 mg, Artrovas 2x1
5. Pengkajian Nyeri
a. Skala nyeri (NRS) : Skala 4 saat kaki kiri digerakan, skala 0 saat
kaki kiri diistirahatkan
b. Frekuensi Nyeri : Hilang Timbul
c. Menjalar : Tidak
d. Kualitas nyeri : Nyeri tumpul
e. Faktor-faktor pemicu yang memperberat : saat digerakan
f. Faktor-faktor yang mengurangi nyeri : saat istirahat
6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. Nutrisi, Cairan dan Elektrolit
Tidak dikaji
b. Hygiene Perseorangan
Pasien tampak bersih dan rapi
c. Eliminasi
Tidak dikaji
d. Aktivitas, Istirahat, dan Tidur
Tidak dikaji
32

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 V5 M6
Akral : Hangat
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 123/74 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Suhu : 36,3 ° C
Respirasi : 20 x/ menit
c. Antropometri
TB : 145 cm
BB : 57 kg
IMT : 27,1
Status Gizi : Obesitas ( ≥ 25)
d. B1 (Breathing)
Tidak ada keluhan sesak nafas, pola nafas teratur dan Spo2 : 97 %, respirasi
20 x/menit
e. B2 (Blood)
Akral teraba hangat, tekanan darah 123/74 mmHg, nadi 72 x / menit, suhu
36,3 °C
f. B3 (Brain)
Kesadaran Composmentis, GCS E4 V5M6. Pasien mengatakan masih
merasakan nyeri dan terlihat bengkak di lutut kirinya setelah operasi, lutut
masih sulit digerakkan, terasa nyut-nyutan di area lutut kirinya, skala nyeri
(NRS) 4 saat kaki kiri digerakan dan skala 0 saat kaki kiri diistirahatkan.
pasien cenderung memposisikan kakinya untuk tetap lurus dan tidak banyak
digerakan.
g. B4 (Bladder)
Tidak dikaji
h. B5 (Bowel)
Tidak dikaji
33

i. B6 (Bone)
Saat dilakukan pengkajian pasien tidak ada tremor saat melakukan
pergerakan. Pasien bisa menggerakan kedua ekstermitas atas dengan baik,
pasien bisa menggerakan ekstremitas bawah sebelah kanan dengan baik
seperti menekuk, meluruskan, menyampingkan kaki kanan sementara untuk
kaki kiri pasien mengalami kesulitan dalam menekuk, menyampingkan, dan
saat meluruskan pasien tampak hati-hati karena pasien masih merasakan
nyeri di lutut kirinya.
Skala kekuatan otot :
5 5
Kanan Kiri
5 4
Keterangan :
Skala kekuatan otot 5 : dapat melawan tahanan pemeriksa dan kekuatan
maksimal (normal).
Skala kekuatan otot 4 :dapat bergerak melawan tahanan, tetapi
kekuatannya kurang
Skala kekuatan otot 3 : dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan
atau menahan tahanan pemeriksa
Skala kekuatan 2 : adanya gerakan pada sendi tetapi tidak dapat
melawan gravitasi (hanya bergerak)
Skala kekuatan 1 : tidak ada gerakan, terlihat adanya kontraksi otot
minimal
Skala 0 : lumpuh
34

8. Pemeriksan Penunjang Medis


a. Laboratorium 10 Juni 2022
Parameter Hasil Nilai Normal

Faal Hemostatis
PT 12, 1 s 11,5 – 15,5
APTT 31,2 s 21 – 35
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 92,5 mg/dL < 200
Albumin 4,34 g/dL 3,8 – 5,1
Elektrolite
Kalium 4,85 mmol/L 3,5 – 5,2
Natrium 139 mmol/L 136 – 145
Klorida 110 mmol/L 96 – 106
Imunologi
HBs Ag Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

PCR Covid 19 Negatif (W : 2)


CT Velue Tidak Terdeteksi
Interpretasi Hasil
Positif : Positif SARS Cov – 2
CT Velue < = 36

Negatif : Negatif SARS Cov – 2


CT Velue > 36

Interpretasi CT Velue :
30 – 60 : Terdapat gen virus dalam jumlah sedikit dan daya tular rendah
< 30 : Terdapat gen virus dalam jumlah banyak dan daya tular tinggi

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium


35

b. X-Ray 28 Mei 2022 (Pre Operasi)

Gambar 3. 1 rongten genu sinistra

c. MRI 04 Juni 2022

Gambar 3. 2 Hasil MRI


36

Impression :
1) High Grade Partial Tear Of MCL
2) Mucoid Degeneration Of ACL
3) Focal Near Full Thickness Articular Cartilage Defect with Associated
Subchondral Bone Cyst at Lateral Patellar Facet – In Keeping with
Osteoarthritic Changes of Patellafemoral Joint.
4) There Is No Meniscal Tear on The Left Knee

d. EKG 10 Juni 2022


Hasil Normal Sinus Rhythm (Normal EKG)

Gambar 3. 3 Hasil EKG


3.1.2 Analisa Data
Nama : Ny. G Umur : 40 tahun No. RM: 05-XX-XX
Diagnosa pre operasi : Medial Collateral Ligamen Tear Genus Sinistra
Diagnosa post operasi : Repair Meniscus Tear Genu Sinistra
No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi Masalah Keperawatan

1 17 Juni S : Pasien mengatakan masih nyeri pada Nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan Nyeri akut
2022 lutut kirinya Akut tulang dan kulit akibat dari berhubungan dengan
O: prosedur operasi agen pencedera fisik
1. Pengkajian nyeri (prosedur operasi)
P : Nyeri luka post operasi Kerusakan sel/ jaringan
Q : Tumpul
R : Lutut Kiri Pelepasan mediator nyeri seperti
S : Skala 4 histamin , serotonin, bradikinin,
T : hilang timbul, nyeri sangat terasa dan prostaglandin
apabila digerakan
2. Pasien tampak meringis kesakitan Merangsang nesiseptor (reseptor
bila menggerakan lutut kirinya nyeri)
3. Pasien tampak bersikap protektif
(cenderung mempertahankan posisi Medulla spinal
untuk menghindari nyeri dan
gerakan berlebih dengan cara tetap Sistem aktivitas reticular
meluruskan kakinya)
Hipotalamus dan sitem limbik

Persepsi nyeri

37
2 17 Juni S : pasien mengatakan masih sulit dan Gangguan Tindakan operasi Arthroscopy Gangguan mobilitas
2022 belum bebas menggerakan lutut Mobilitas fisik berhubungan
kirinya Fisik dengan nyeri
O: Luka insisi
Pada lutut kiri pasien mengalami
penurunan gerak ROM seperti
menekuk, meluruskan, menyampingkan Nyeri
kaki kiri
Kekuatan otot 5 5
5 4 Pasien masih sulit menggerakan
lutut kirinya atau menghindari
nyeri

Hambatan mobilitas fisik

3 17 Juni S:- Risiko Tindakan operasi Arthroscopy Resiko infeksi (Infeksi


2022 O: Infeksi Luka Operasi)
Terdapat luka post operasi di lutut kiri berhubungan dengan
minimal, kondisi luka bersih Luka insisi efek prosedur invasif

bengkak (+), nyeri (+), kemerahan (-),


demam (-), pus (-). Kerusakan integritas jaringan

Port of entry kuman

Resiko infeksi

38
4 17 Juni S : Pasian mengatakan post operasi lutut Resiko Pasien post operasi lutut Resiko Jatuh
2022 kirinya pada 10 Juni 2022 Jatuh berhubungan dengan
O: Adanya nyeri penggunaan alat bantu
1. Pada saat kunjungan pasien jalan (kursi roda)
menggunakan kursi roda Pasien kesulitan dalam
2. Terpasang stiker resiko jatuh di menggerakan lututnya, masih
tangan pasien sulit berjalan
3. Terdapat balutan perban di lutut kiri
pasien Hambatan mobilitas fisik

Menggunakan alat bantu jalan


(kursi roda)

Resiko Jatuh

39
40

3.1.3 Diagnosa Keperawatan


No Tanggal Diagnosa Keperawatan
1 17 Juni 2022 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi) ditandai dengan :
S : Pasien mengatakan masih nyeri pada lutut kirinya
O:
1. Pengkajian nyeri
P : Nyeri luka post operasi
Q : Tumpul
R : Lutut Kiri
S : Skala 4
T : hilang timbul, nyeri sangat terasa apabila
digerakan
2. Pasien tampak meringis kesakitan bila
menggerakan lutut kirinya
3. Pasien tampak bersikap protektif (cenderung
mempertahankan posisi untuk menghindari nyeri
dan gerakan berlebih dengan cara tetap meluruskan
kakinya)
2 17 Juni 2022 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
ditandai dengan :
S : pasien mengatakan masih sulit dan belum bebas
menggerakan lutut kirinya
O:
Pada lutut kiri pasien mengalami penurunan gerak
ROM seperti menekuk, meluruskan, menyampingkan
kaki kiri
Kekuatan otot 5 5
5 4
3 17 Juni 2022 Resiko infeksi (Infeksi Luka Operasi) berhubungan
dengan efek prosedur invasif ditandai dengan :
S:-
O:
Terdapat luka post operasi di lutut kiri minimal,
kondisi luka bersih

bengkak (+), nyeri (+), kemerahan (-), demam (-), pus


(-).
4. 17 Juni 2022 Resiko Jatuh berhubungan dengan penggunaan alat
bantu jalan (kursi roda) ditandai dengan :
S :Pasian mengatakan post operasi lutut
kirinya pada 10 Juni 2022
O:
1. Pada saat kunjungan pasien menggunakan kursi
roda
2. Terpasang stiker resiko jatuh di tangan pasien
3. Terdapat balutan perban di lutut kiri pasien
3.1.4 Intervensi Keperawatan
Nama : Ny. G Umur : 40 tahun No. RM: 05-XX-XX
Diagnosa pre operasi : Medial Collateral Ligamen Tear Genus Sinistra
Diagnosa post op : Repair Meniscus Tear Genu Sinistra
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 17 Juni (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (1.08238)
2022 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan di rawat Observasi :
agen pencedera fisik (prosedur jalan diharapkan nyeri pada pasien 1. Identifikasi PQRST nyeri
operasi) ditandai dengan : menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik
S : Pasien mengatakan masih Tingkat nyeri : 2. Posisikan pasien dengan
nyeri pada lutut kirinya 1. Nyeri berkurang dengan skala 3-2 nyaman (duduk fowler atau semi
O: 2. Keluhan nyeri menurun fowler)
1. Pengkajian nyeri 3. Pasien tampak tenang 3. Memotivasi pasien untuk latihan
P : Nyeri luka post operasi 4. Frekuensi nadi dalam batas normal tarik nafas dalam saat nyeri
Q : Tumpul (60-100 x/menit) dirasakan
R : Lutut Kiri Kontrol nyeri : Edukasi
S : Skala 4 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Edukasi pasien menggunakan
T : hilang timbul, nyeri sangat dengan menggunakan manajemen kompres dingin untuk mengatasi
terasa apabila digerakan nyeri nyeri
2. Pasien tampak meringis 2. Mampu mengenali nyeri (skala, Kolaborasi
kesakitan bila menggerakan intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri). 5. Kolaborasi pemberian analgetik
lutut kirinya Status kenyamanan : dengan dokter
3. Pasien tampak bersikap 1. Menyatakan rasa nyaman setelah
protektif (cenderung nyeri berkurang
mempertahankan posisi untuk
menghindari nyeri dan
gerakan berlebih dengan cara
tetap meluruskan kakinya)

41
2 17 Juni (D. 0054) Mobilitas Fisik (L. 05042) Dukungan Mobilisasi (1.05173)
2022 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan perawatan di rawat
Observasi
berhubungan dengan nyeri jalan diharapkan masalah mobilitas fisik
1. Identifikasi keluhan nyeri pada
ditandai dengan : meningkat, dengan kriteria hasil : pasien
S : pasien mengatakan masih sulit 1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Monitor keadaan umum pasien
dan belum bebas 2. Kekuatan otot meningkat saat mobilisasi
menggerakan lutut kirinya 3. Rentang gerak (ROM) meningkat Terapeutik
O: 3. Libatkan keluarga untuk
Pada lutut kiri pasien mengalami membantu pasien dalam
penurunan gerak ROM seperti meningkatkan mobilisasi dengan
menekuk, meluruskan, alat bantu jalan (kruk)
menyampingkan kaki kiri 4. Memotivasi pasien untuk terus
Kekuatan otot 5 5 latihan mobilisasi untuk proses
5 4 penyembuhan
3 17 Juni (D.0142) Tingkat infeksi (L.14539) Pencegahan infeksi
2022 Resiko infeksi (Infeksi Luka Setelah dilakukan perawatan di rawat Observasi
Operasi) berhubungan dengan jalan diharapkan resiko infeksi tidak 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
efek prosedur invasif ditandai terjadi dengan kriteria hasil : pada pasien dengan melihat
dengan : 1. Pasien tidak ada keluhan nyeri tanda infeksi pada luka pasien
S:- 2. Tidak ada kemerahan Terapeutik
O: 3. Tidak ada bengkak 2. Berikan perawatan kulit pada
Terdapat luka post operasi di lutut
4. Tidak ada demam area edema atau area lutut kiri
kiri minimal, kondisi luka bersih 5. Tidak ada pus yang terluka
3. Cuci tangan sebelum dan
bengkak (+), nyeri (+), kemerahan sesudah kontak dengan pasien
(-), demam (-), pus (-). dan lingkungan sekitar pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada
pasien saat melakukan
perawatan luka dengan
menggunakan APD dan
instrumen steril

42
Edukasi
5. Edukasi pasien tantang tanda
dan gejala infeksi
6. Edukasi pasien apabila muncul
tanda dan gejala infeksi segera
pergi ke RS atau FASYANKES
terdekat.
4 17 Juni (D.0143) Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
2022 Resiko Jatuh berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan di rawat Observasi
penggunaan alat bantu jalan (kursi jalan diharapkan resiko jatuh tidak terjadi 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
roda) ditandai dengan : dengan kriteria hasil : (gangguan keseimbangan,
S :Pasian mengatakan post Tingkat jatuh penurunan kesadaran)
operasi lutut kirinya pada 10 Juni 1. Jatuh saat berdiri menurun 2. Identifikasi faktor lingkungan
2022 2. Jatuh saat duduk menurun yang meningkatkan resiko jatuh
O: 3. Jatuh saat berjalan menurun (lantai licin, penerangan yang
1. Pada saat kunjungan pasien Koordinasi gerak (L.05041) kurang)
menggunakan kursi roda 1. Kekuatan otot meningkat Terapeutik
2. Terpasang stiker resiko jatuh 2. Keseimbangan gerak meningkat 1. Pastikan kursi roda selalu dalam
di tangan pasien 3. Kontrol gerakan meningkat keadaan terkunci saat pasien
3. Terdapat balutan perban di mobilisasi atau berpindah
lutut kiri pasien Edukasi
1. Anjurkan pasien untuk meminta
bantuan saat ingin menggapai
sesuatu yang sulit
2. Ajarkan mengidentifikasi
perilaku dan faktor yang
berkontribusi terhadap resiko
jatuh

43
3.1.5 Implementasi Keperawatan
Nama : Ny. G Umur : 40 tahun No. RM: 05-XX-XX
Diagnosa pre operasi : Medial Collateral Ligamen Tear Genus Sinistra
Diagnosa post op : Repair Meniscus Tear Genu Sinistra
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi
1 17 Juni Nyeri akut berhubungan 16.30 1. Mengidentifikasi PQRST nyeri
2022 dengan agen pencedera P : Nyeri luka post operasi
fisik (prosedur operasi) Q : Tumpul
R : Lutut Kiri
S : Skala 4
T : hilang timbul, nyeri sangat terasa apabila digerakan
16.32 2. Memposisikan pasien dengan nyaman dengan duduk di kursi dengan
posisi fowler
16.37 3. Memotivasi pasien untuk latihan tarik nafas dalam saat nyeri dirasakan
16.39 4. Mengedukasi pasien untuk mengatasi nyeri dengan kompres dingin di area
lutut yang nyeri yaitu bisa menggunakan es batu atau menggunakan coold
pack yang dilapisi kain agar balutan tidak basah kemudian lakukan
pengompresan sekitar 2-5 menit setiap 1 jam atau saat nyeri itu muncul
16.50 5. Mengedukasi pasien untuk meminum obat pereda nyeri jika nyeri dirasa
dan tetap menjaga balutan tetap bersih dan kering
2 17 Juni Gangguan mobilitas fisik 16.30 1. Mengidentifikasi keluhan nyeri pada pasien.
2022 berhubungan dengan Pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada lutut kirinya setiap
nyeri digerakan dan dipakai untuk latihan berjalan
16.34 2. Memonitor keadaan umum pasien saat mobilisasi
Keadaan umumnya pasien bersikap tenang tidak gelisah
16.55 3. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
mobilisasi dengan alat bantu jalan (kruk)
17.00 4. Mengedukasi pasien tentang pentingnya latihan mobilisasi untuk proses
penyembuhan

44
3 17 Juni Resiko infeksi (Infeksi 16.40 1. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan
2022 Luka Operasi) handrub atau sabun dan air mengalir
berhubungan dengan efek 16.45 2. Mempertahankan teknik aseptik saat perawatan luka dengan menggunakan
prosedur invasif peralatan steril (handscoon, pinset dan gunting steril)
16.45 3. Melakukan kolaborasi asistensi rawat luka dengan menggunakan betadin,
alkohol, salab Fucycom 5 mg, opsite 6,5, flexifix dan memeriksa lokasi
insisi dan memperhatikan apakah ada tanda-tanda infeksi. Bengkak (+),
nyeri (+), kemerahan (-), demam (-), pus (-).
17.05 4. Mengedukasi tanda dan gejala adanya infeksi pada luka seperti adanya
bengkak, luka terasa hangat atau panas, nampak kemerahan, terdapat
nanah atau pus, bau tidak sedap).
17.08 5. Mengedukasi pasien apabila muncul tanda dan gejala infeksi segera pergi
ke RS atau FASYANKES terdekat.
4 17 Juni Resiko Jatuh 16.30 1 Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
2022 berhubungan dengan 16.34 2. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
penggunaan alat bantu seperti lantai licin, pencahayaan
jalan (kursi roda) 16.35 3. Memastikan kursi roda selalu dalam keadaan terkunci saat pasien
mobilisasi atau berpindah
17.00 4. Menganjurkan pasien untuk meminta bantuan saat ingin menggapai
sesuatu yang sulit
17.03 5. Mengajarkan mengidentifikasi perilaku dan faktor yang berkontribusi
terhadap resiko jatuh

45
3.1.6 Evaluasi Keperawatan
Nama : Ny. G Umur : 40 tahun No. RM: 05-XX-XX
Diagnosa pre operasi : Medial Collateral Ligamen Tear Genus Sinistra
Diagnosa post op : Repair Meniscus Tear Genu Sinistra
No Tanggal Diagnosa Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan dan Jam
1 17 Juni Nyeri akut 17 Juni 1. Mengidentifikasi PQRST nyeri S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
2022 berhubungan 2022 2. Memposisikan pasien dengan O : PQRST nyeri
dengan agen nyaman dengan duduk di kursi P : Nyeri luka post operasi
pencedera fisik 16.50 dengan posisi fowler Q : Tumpul
(prosedur operasi) WIB 3. Memotivasi pasien untuk latihan R : Lutut Kiri
tarik nafas dalam saat nyeri S : Skala 4 menjadi 3
dirasakan T : hilang timbul, nyeri sangat terasa
4. Mengedukasi pasien untuk apabila digerakan
mengatasi nyeri dengan kompres Tidak ada ekspresi kesakitan atau
dingin di area lutut yang nyeri mengerutkan dahi
dengan menggunakan es batu atau A : Masih terdapat masalah nyeri
menggunakan coold pack yang P:
dilapisi kain agar balutan tidak Intervensi 1,2,3 dihentikan
basah kemudian lakukan Intervensi 4,5 dilanjutkan di rumah selama
pengompresan sekitar 2-5 menit perawatan mandiri dengan mengedukasi:
setiap 1 jam atau saat nyeri itu 1. Minum obat teratur sebagai lanjutan
muncul terapi
5. Mengedukasi pasien untuk 2. Kontrol 2 minggu lagi
meminum obat pereda nyeri jika 3. Mempertahankan luka tetap bersih dan
nyeri dirasa dan tetap menjaga kering
balutan tetap bersih dan kering 4. Kompres dingin jika nyeri dirasa

46
2 17 Juni Gangguan 17 Juni 1. Mengidentifikasi keluhan nyeri S : Pasien mengatakan masih ada rasa takut
2022 mobilitas fisik 2022 pada pasien. untuk menggerakan kaki kirinya karena
berhubungan 2. Memonitor keadaan umum pasien lutut kirinya masih terasa nyeri bila
dengan nyeri 17.00 saat mobilisasi digerakan
WIB 3. Melibatkan keluarga untuk O:
membantu pasien dalam 1. Pasien masih tetap menggunakan kursi
meningkatkan mobilisasi dengan roda untuk alat bantu jalan
alat bantu jalan (kruk) 2. Pasien masih berhati-hati saat
4. Mengedukasi pasien tentang menggerakan kaki kirinya
pentingnya latihan mobilisasi 3. Pasien masih mengalami kelemahan
untuk proses penyembuhan gerak ROM seperti menekuk,
meyampingkan, dan meluruskan kaki
kirinya
A : Masih terdapat masalah
P:
Intervensi 1,2 dihentikan
Intervensi 3 , 2 dilanjutkan di rumah selama
perawatan mandiri dengan mengedukasi :
1. Perlunya pendampingan bagi pasien
dalam mobilisasi
2. Memotivasi pasien untuk ROM di
rumah
3. Mengurangi naik turun tangga terlebih
dahulu
4. Memotivasi pasien untuk rutin
fisioterapi sesuai jadwal

47
3 17 Juni Resiko infeksi 17 Juni 1. Melakukan cuci tangan sebelum S: Pasien mengatakan ada bengkak di
2022 (Infeksi Luka 2022 dan sesudah tindakan sekitaran lutut kirinya
Operasi) menggunakan handrub atau sabun O:
berhubungan 17.08 dan air mengalir 1. Saat dilakukan perawatan luka kondisi
dengan efek WIB 2. Mempertahankan teknik aseptik luka: bengkak (+), nyeri (+), kemerahan
prosedur invasif saat perawatan luka dengan (-), demam (-), pus (-)
menggunakan peralatan steril 2. Setelah dilakukan tindakan rawat luka
(handscoon, pinset dan gunting lutut kiri pasien sudah tidak di balut
steril) dengan perban hanya menggunakan
3. Melakukan kolaborasi asistensi opsite dan diberi fleksifix
rawat luka dengan menggunakan A :Masih terdapat resiko terjadinya infeksi
betadin, alkohol, salab Fucycom 5 P:
mg, opsite 6,5, flexifix dan Intervensi 1,2,3 dihentikan
memeriksa lokasi insisi dan Intervensi 4,5 dilanjutkan di rumah selama
memperhatikan apakah ada tanda- perawatan mandiri dengan
tanda infeksi. Bengkak (+), nyeri 1. Menyarankan pasien untuk tetap
(+), kemerahan (-), demam (-), pus menjaga balutan plater atau opsite dan
(-). flexsifix tetap bersih dan kering,
4. Mengedukasi tanda dan gejala 2. Menganjurkan pasien dan keluarga
adanya infeksi pada luka seperti untuk memperhatikan adanya tanda-
adanya bengkak, luka terasa tanda infeksi seperti kemerahan, pus
hangat atau panas, nampak atau nanah, bengkak, bau, demam, rasa
kemerahan, terdapat nanah atau panas di area luka
pus, bau tidak sedap). 3. Menganjurkan untuk pergi ke
5. Mengedukasi pasien apabila FASYANKES terdekat atau bisa datang
muncul tanda dan gejala infeksi ke poli rawat jalan atau IGD RSOT
segera pergi ke RS atau apabila muncul tanda dan gejala infeksi
FASYANKES terdekat. pada luka

48
4 17 Juni Resiko Jatuh 17 Juni 1. Mengidentifikasi faktor resiko S: Pasien mengatakan pasca operasi tanggal
2022 berhubungan 2022 jatuh 10 Juni 2022
dengan 2. Mengidentifikasi faktor O:
penggunaan alat 17.03 lingkungan yang meningkatkan 1. Pasien masih menggunakan kursi roda
bantu jalan (kursi WIB resiko jatuh saat datang sampai pulang
roda) 3. Memastikan kursi roda selalu 2. Pasien terpasang stiker resiko jatuh
dalam keadaan terkunci saat 3. Kunci dari kursi roda pasien dalam
pasien mobilisasi atau berpindah posisi terkunci saat tidak melakukan
4. Menganjurkan pasien untuk mobilisasi
meminta bantuan saat ingin A : Masih terdapat resiko jatuh
menggapai sesuatu yang sulit P:
5. Mengajarkan mengidentifikasi Intervensi 1,2,3 dihentikan
perilaku dan faktor yang Intervensi 4, 5 dilanjutkan di rumah selama
berkontribusi terhadap resiko perawatan mandiri dengan mengedukasi :
jatuh 1. Menganjurkan pasien untuk meminta
bantuan saat ingin mengambil barang
yang sulit
2. Menghindari faktor-faktor yang
meningkatkan resiko jatuh seperti lantai
yang licin
3. Menganjurkan pasien untuk
berpegangan saat ingin latihan berjalan

49
50

3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada 17 Juni 2022 pada pasien dengan nomer RM 05-XX-
XX, usia 40 tahun dengan Post Op Repair Meniscus Tear Genu Sinistra pada
pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra.
Pada tahapan pengkajian, penulis mengumpulkan informasi yang sistematis sesuai
dengan format dari rekam medis pengkajian awal pasien di rawat jalan Rumah
Sakit Orthopedi dan Traumatologi Surabaya dengan menggunakan metode
wawancara. Penulis memperoleh data pengkajian berdasarkan hasil wawancara dan
pemeriksaan fisik pada pasien. Pemeriksaan fisik yang dapat penulis lakukan
kepada pasien dari pemeriksaan B1-B6 yang penulis bisa kaji hanya pemeriksaan
B1-B3 dan B6 sementara untuk B4 (Bladder) dan B5 (Bowel) penulis tidak kaji
karena keterbatasan waktu dalam melakukan pengkajian sitem urologi (perkemihan)
dan sistem pencernaan. Keterbatasan waktu yang dimaksudkan yaitu tidak semua
pasien di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya
dapat dikaji secara mendetail seperti pada tinjauan teori yang ada di bab 2.
Mobilitas yang tinggi yang ada di instalasi rawat jalan sehingga mengharuskan
setiap perawat melakukan pengkajian tidak lebih dari 3 menit sehingga hal tersebut
mempengaruhi penulis dalam memperoleh data secara lengkap dan mendetail.
3.2.2 Diagnosa
Data yang telah diperoleh dari hasil pengkajian kemudian diidentifikasi, diolah,
dianalisa dan dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan Post Op Repair Meniscus Tear
Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL)
Tear Genu Sinistra adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, resiko
infeksi berhubungan dengan efek prosedur invansif, resiko jatuh berhubungan
dengan penggunaan alat bantu jalan. Diagnosa yang diangkat berdasarkan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI, PPNI 2018). Berdasarkan landaran teori
yang terdapat didalam bab 2 masih ada beberapa diagnosa lagi yaitu gangguan
integritas kulit atau jaringan dimana diagnosa ke lima ini tidak penulis terapkan
karena berdasarkan analisa data tidak ada data yang mengarah ke diagnosa tersebut
dan juga berdasarkan jenis tindakan operasi yang dilakukan yaitu dengan
51

arthroscopy dimana mengggunakan teknik minimaly Invasive Surgery


(pembedahan dengan meminimalkan terjadinya perdarahan) dengan luka sayatan
yang sangat kecil sekitar 1 cm, sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan
integritas kulit atau jaringan itu kecil , sehingga diagnosa tersebut tidak penulis
angkat. Pada diagnosa keenam tentang ansietas penulis juga tidak mengangkatnya
kerena dari data tidak muncul tanda-tanda ansietas seperti kontak mata kurang,
mengungkapkan ketakutan, adanya keluhan gangguan tidur, adanya peningkatan
atau penurunan tekanan darah dan nadi, menunjukkan sikap bingung sehingga
diagnosa tersebut tidak penulis angkat.
3.2.3 Intervensi
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan kepada pasien berdasarkan
prioritas masalah yang ditemukan, tidak semua rencana tindakan pada teori di bab
2 dapat ditegakkan pada tinjauan kasus, karena rencana tindakan pada tinjauan
kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan pasien serta kondisi keadaan rawat
jalan yang tingkat mobilisasinya cepat dan jumlah pengunjung yang banyak.
1. Untuk diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi). Penulis mengangkat intervensi yang disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan pasien yaitu mengidentifikasi PQRST nyeri yang terdiri
dari skala nyeri, frekuensi nyeri, menjalar atau tidak, kualitas nyeri, faktor-
faktor pemicu yang memperberat, dan faktor-faktor yang mengurangi atau
menghilangkan nyeri kemudian memotivasi pasien untuk nafas dalam saat
nyeri dirasakan dan mengedukasi kompres dingin untuk meredakan nyeri.
Penulis tidak mengangkat intervensi memfasilitasi istirahat tidur, mengontrol
lingkungan yang memperberat nyeri, pemberian terapi komplementer
dikarenakan ketiga intervensi tersebut lebih cocok diterapkan di rawat inap
dengan durasi waktu bertemu pasien lebih lama.
2. Untuk diagnosa kedua gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
penulis mengangkat intervensi yang disesuaikan dengan kondisi dan keadaan
pasien yaitu mengidentifikasi keluhan nyeri, memonitoring keadaan umum
pasien saat mobilisasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan mobilisasi dengan alat bantu (kruk), mengedukasi pasien tentang
pentingnya latihan mobilisasi untuk proses penyembuhan. Penulis tidak
menerapakan intervensi dengan mengajarkan mobilisasi sederhana seperti
52

duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi karena hal ini pasien sudah dapatkan pasca post operasi di rawat inap.
Melakukan monitoring tanda-tanda vital setelah latihan mobilisasi tidak
dilakukan di rawat jalan pasien hanya sekali saja dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital yaitu saat pengkajian awal. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang latihan fisik dengan menggunakan leaflet atau brosur karena hal ini
membutuhkan waktu yang cukup lama sementara kondisi pasien dan keadaan
rawat jalan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pendidikan kesehatan
kepada pasien.
3. Untuk diagnosa ketiga resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur
invansif penulis mengangkat intervensi yang disesuaikan dengan kondisi dan
keadaan pasien yaitu melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
menggunakan handrub atau sabun dan air mengalir, Mempertahankan teknik
aseptik saat perawatan luka melakukan kolaborasi asistensi rawat luka dan
memeriksa lokasi insisi dan memperhatikan apakah ada tanda-tanda infeksi
(adanya pus, kemerahan, bengkak, panas), mengedukasi tanda dan gejala
adanya infeksi pada luka seperti adanya bengkak, luka terasa hangat atau panas,
nampak kemerahan, terdapat nanah atau pus, bau tidak sedap) dan mengedukasi
pasien apabila muncul tanda dan gejala infeksi segera pergi ke RS atau
FASYANKES terdekat. Penulis tidak menerapkan intervensi mengkaji suhu
badan pasien setiap 4 jam dikarenakan intervensi ini lebih tepat dilakukan saat
pasien di rawat inap. Memonitor pemasangan atau pemakaian infus dan kateter
hal ini tidak diterapkan karena saat di rawat jalan pasien tidak sedang terpasang
infus dan kateter. Tidak dilakukan pembatasan pengunjung karena pasien tidak
sedang dirawat inap melainkan di rawat jalan.
4. Untuk diagnosa keempat resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat
bantu jalan(kursi roda) penulis mengangkat intervensi yang disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan pasien yaitu mengidentifikasi faktor resiko jatuh,
mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh,
memastikan kursi roda selalu dalam keadaan terkunci saat mobilisasi,
menganjurkan pasien untuk meminta bantuan saat ingin menggapai sesuatu
yang sulit, mengajarkan mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
berkontribusi terhadap resiko jatuh. Penulis tidak menerapkan intervensi
53

memonitor dan menghitung resiko jatuh dengan skala morse atau Fall Morse
Scale karena intervensi ini lebih tepat dilakukan saat pasien rawat inap
sehingga setiap harinya dapat terpantau nilainya.
3.2.4 Implementasi
Dalam tahap implementasi atau pelaksanaan rencana keperawatan penulis dapat
melakukan setiap rencana keperawatan yang telah disusun dengan baik meskipun
tidak semua poin dalam intervensi yang ada di tinjauan teori di bab 2 diterapkan
oleh penulis karena penulis mempertimbangkan masalah waktu, kondisi pasien dan
kondisi lingkungan dimana waktu berkunjung pasien di instalasi rawat jalan
Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya tidak lama ≥ 60 – 120 menit dari
awal waktu pasien menunggu sampai selesai, sehingga penulis menyesuaikan
kriteria hasil dan intervensi yang diberikan yang sekiranya dapat diterapkan kepada
pasien di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya.
Sehingga untuk capaian kriteria hasil belum semuanya tercapai untuk itu penulis
mengedukasi kembali pasien untuk melakukan beberapa intervensi yang sekiranya
dapat dilakukan secara mandiri dirumah seperti latihan tarik nafas dalam atau
pemberian kompres dingin untuk mengatasi nyeri, latihan ROM di rumah, rutin
minum obat, kenali tanda dan gejala infeksi pada luka, menjaga balutan luka untuk
tetap kering dan bersih, ingat akan jadwal kontrol kembali ke dokter.
3.2.5 Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan merupakan alat ukur dalam
mengevaluasi dari keberhasilan pemberian asuhan keperawatan. Dalam
pelaksanaan evaluasi yang penulis lakukan sesuai dengan teori yang menggunakan
metode SOAP(Subjektif, Objektif,Assasment, Planning) dengan metode tersebut
ditarik kesimpulan berhasil atau tidaknya asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan pengkajian baik dari data subjektif maupun data objektif. Faktor
pendukung keberhasilan dari asuhan keperawatan adalah adanya kerja sama baik
dari penulis dengan pasien. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tidak semua kriteria hasil dapat dicapai sesuai dengan waktu yang
ditentukan kerena proses penyembuhan pasien membutuhkan waktu yang cukup
lama dan tergantung dengan kondisi klinis pasien. Penulis merencanakan intervensi
lanjutan kepada pasien dan dilaksanakan secara mandiri oleh pasien selama
menjalani perawatan di rumah seperti untuk diagnosa nyeri akut penulis
54

mengedukasi pasien untuk melakukan kompres dingin dengan es batu atau cold
pack yang dialasi kain untuk mengompres bagian lutut yang nyeri dan
menganjurkan pasien untuk rutin meminum obat sesuai anjuran dokter.
Mempertahankan luka tetap bersih dan kering. Kontrol kembali 2 minggu lagi.
Untuk diagnosa gangguan mobilitas fisik penulis mengedukasi pasien untuk tetap
latihan ROM latihan berjalan dengan menggunakan kruk dengan posisi kaki kiri
lurus tidak menekuk dan pasien dianjurkan untuk tidak rutin naik turun tangga dulu
apabila pasien ingin naik tangga dianjurkan menggunakan bokong sebagai
tumpuannya saat menaiki anak tangga dengan posisi kaki kiri lurus kedepan.
Memotivasi dan mengingatkan pasien untuk rutin fisioterapi sesuai jadwal.
Untuk diagnosa resiko infeksi penulis mengedukasi pasien dan keluarga untuk
tetap menjaga kebersihan daerah luka operasi dan memperhatikan adanya tanda
dan gejala infeksi luka operasi dan apabila muncul tanda-tanda infeksi penulis
menyarankan pasien untuk memeriksakan kondisinya ke RS atau FASYANKES
terdekat. Untuk diagnosa resiko jatuh penulis mengedukasi pasien untuk meminta
bantuan saat ingin mengambil barang yang sulit di capai. Mengingatkan kembali
untuk menghindari faktor-faktor yang meningkatkan resiko jatuh seperti lantai licin,
penerangan lampu rumah yang kurang, jalan yang berbatu atau tidak rata.
Menganjurkan pasien untuk tetap berpegangan saat sedang latihan berjalan
Dari semua intervensi lanjutan yang penulis sampaikan kepada pasien dan keluarga
harapannya untuk kunjungan berikutnya kondisi pasien lebih baik lagi dan pasien
mengalami perubahan terhadap tingkatan nyeri lebih ringan atau tidak ada nyeri,
tingkatan mobilisasi meningkat, dan tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi,
resiko jatuh tidak terjadi.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil penulisan makalah tentang asuhan keperawatan Post Op Repair
Meniscus Tear Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral
Ligamen (MCL) Tear Genu Sinistra yang dilakukan di instalasi rawat jalan RS
Orthopedi dan Traumatologi Surabaya sudah berjalan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang ada sesuai format yang ada dari rekam medis. Format
pengkajian awal yang ada di rawat jalan menggunakan data fokus keluhan pasien.
Di dalam pengkajian yang dilakukan pada 17 Juni 2022 ditemukan empat masalah
keperawatan pada pasien diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur operasi), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, dan resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invansif, resiko jatuh
berhubungan dengan penggunaan alat bantu jalan (kursi roda). Pada saat menyusun
intervensi keperawatan, penulis menerapkan implementasi kepada pasien yang
sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelumnya dengan mempertimbangan
atau menyesuaikan dengan kondisi klinis pasien, kondisi lingkungan, dan kodisi
sarana dan prasarana instalasi rawat jalan. Evaluasi dari masing-masing diagnosa
keperawatan berbeda-beda. Kriteria hasil dari masing-masing diagnosa tidak dapat
tercapai dengan maksimal karena proses pemulihan dan penyembuhan yang ada
membutuhkan waktu yang lama untuk itu dalam pelaksanaan intervensi yang ada
sekalipun di rumah sakit di hentikan tetapi pasien dianjurkan untuk melanjutkannya
saat pasien di rumah seperti melakukan teknik relaksasi nafas dalam saat muncul
nyeri, melakukan kompres dingin saat daerah sekitar luka membengkak dan nyeri,
pasien dan keluarga juga dianjurkan untuk segera memeriksakan kondisinya
apabila muncul tanda dan gejala dari infeksi, dan menganjurkan untuk pasien rutin
minum obat dan kontrol tepat waktu, menghindari faktor-faktor yang menyebabkan
jatuh. Secara keseluruhan penulis telah menyusun pengkajian hingga evaluasi
sesuai dengan standar operasional prosedur rumah sakit hanya saja perlu
ditingkatkan kembali untuk hasil asuhan keperawatan yang lebih baik lagi.

55
56

4.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
a. Hasil penulisan makalah tentang asuhan keperawatan ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan tambahan dalam pengembangan manajemen
asuhan keperawatan pada pasien.
b. Penulis berharap agar ruangan nurse station di rawat jalan dapat diperluas
agar saat dilakukan pengkajian lebih efektif dan tidak terburu-buru dalam
mengkaji karena mengingat antrian yang panjang tetapi tempat untuk
mengkaji belum cukup memadai.
2. Bagi Perawat Rumah Sakit
Diharapkan perawat mampu mempertahankan penerapan atau pemberian
asuhan keperawatan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
berlaku sehingga memunculkan nilai tambah terhadap tingkat kepuasan pasien
selama dilakukan perawatan di rumah sakit karena perawat memberikan
pelayanan yang terbaik.
3. Pasien dan Keluarga
Diharapkan bagi pasien dan keluarga memiliki sikap kepatuhan dalam
menjalankan program pengobatan yang ada dengan rutin kontrol sesuai jadwal,
rutin minum obat sesuai resep dokter, melakukan aktifitas atau gerakan sesuai
anjuran dan saran dari dokter spesialis orthopedi maupun dokter fisioterapinya
sehingga waktu proses penyembuhan yang diharapkan dapat tercapai dengan
baik dan maksimal.
4. Bagi Penulis
Hasil penulisan makalah tentang asuhan keperawatan ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis dalam
memberikan dan menyusun asuhan keperawatan Post Op Repair Meniscus Tear
Genu Sinistra pada pasien dengan diagnosa Medial Collateral Ligamen (MCL)
Tear Genu Sinistra.
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, D. A., & Wulandari, I. D. (2019). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada


Osteoarthtritis Knee Billateral Dengan Modalitas Tens, Laser Dan Terapi Latihan Di
Rsud Bendan Kota Pekalongan. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 33(2),
1-9.

Apley AG., et al. (2018). System of Orthopaedic and Trauma. 10 th ed. CRC Press Taylor
& Francis Group.

Anwar. (2012). Efek Penambahan Roll-Slide Fleksi Ekstensi terhadap Penurunan Nyeri
pada Osteoarthritis Sendi Lutut. Journal Fisioterapi Volume 12 Nomer 1. (online),
(https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Fisio/article/view/637 diakses 7 Juli 2022).

Baker, S. Brandley. (2017). Meniscus Injuries. Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/308054-overview (diakses 7 Juni 2022.)

Bhagia, M., Sarjoo. (2018). Meniscal Injury. Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/308054-clinical. (diakses 7 Juni 2022).

Elkim JL, Zamora, dan Gallo RA. (2019). Combined Anterior Cruciate Ligament and
Medial Collateral Ligament Knee Injuries: Anatomy, Diagnosis, Management
Recommendation, and Return to Sport. Curr Rev Musculoskeletal Med.

Ervan Ramadhan S. (2020) Analisis Landing Error pada Atlet Sepak Takraw. Universitas
Pendidikan Indonesia. Repository.upi.edu

Finnoff, J. T., Thompson, J. M., Collins, M., & Dahm, D. (2010). Subcoracoid bursitis as
an unusual cause of painful anterior shoulder snapping in a weight lifter. The
American Journal of Sports Medicine, 38(8), 1687-1692.

Ifan, I. (2021). Profil Cedera Ligamentum Mayor Sendi Lutut Pada Pasien di RSUP DR.
M. DJAMIL Padang Tahun 2018–2020 (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Indra Lesmana. (2006). Manfaat Penambahan Knee Support pada Pelaksanaan Terapi
MWD, US, Latihan Isometrik terhadap Pengurangan Nyeri Akibat Cidera Ligamen
Collateral Medial Lutut Stadium Lanjut. Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol 6 No 1

57
58

Lukman dan Ningsih, N. (2017). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuluskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Nahum. (2020). Cedera Ligament MCL pada Lutut dan Rehabilitasinya. Artikel Medifit
Active Rehabilitation Center. (Onliene). (https://www.medifit.id/cedera-ligamen-mcl-
pada-lutut-dan-rehabilitasinya/ diakses 7 Juli 2022).

Nndaydna. (2019). Pathway Ruptur ACL. (online). (https://www.medifit.id/cedera-


ligamen-mcl-pada-lutut-dan-rehabilitasinya/ diakses 7 Juli 2022).

Pratama, A. D. (2019). Intervensi Fisioterapi pada Kasus Osteoarthritis Genu di RSPAD


Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 1(2), 21-34. (online).
(http://journal.vokasi.ui.ac.id/index.php/jsht/article/view/55 diakses 7 Juli 2022).

Sukamti, Endang Rini. (2016). Perkembangan Motorik. Yogyakarta :UNY

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tranaeus U., et al. (2016). Injury Profile in Swedish Elite Floorball: A Prospective Cohort
Study of 12 Teams. Sport Health.

Wijaya, dan A. Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai