Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Rohandi Yusuf, S. Kep
11194692110120

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Thalasemia


NAMA MAHASISWA : Rohandi Yusuf, S. Kep
NIM : 11194692110120

Banjarmasin, Oktober 2022

Menyetujui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Cynthia Eka F. Tjomiadi, S. Kep., Ns., MNS Helda Iriani, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK. NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Thalasemia


NAMA MAHASISWA : Rohandi Yusuf, S. Kep
NIM : 11194692110120

Banjarmasin, Oktober 2022

Mengesahkan,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Cynthia Eka F. Tjomiadi, S. Kep., Ns., MNS Helda Iriani, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK. NIP.

Mengetahui,

Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM

NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA
A. Anatomi dan Fisiologi Thalasemia

1. Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat
dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam 13 pengangkutan
oksigen dari paru- paru ke semua sel jaringan tubuh. (Pearce, 2019).
a. Tahap Pembentukan Hb
Tahap pembentukan Hb dimulai dalam eritroblast dan terus
berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan
dengan isotop diketahui bahwa bagian hem dari hemoglobin terutama
disintesis dari asam asetat dan glisin. Sebagian besar sintesis ini terjadi
didalam mitokondria. Langkah awal sintesis adalah pembentukan senyawa
pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol bersatu membentuk senyawa protoporfirin
yang kemudian berikatan dengan besi membentuk molekul hem, akhirnya
keempat molekul hem berikatan dengan satu molekul globin. Satu globin
yang disintesis dalam ribosom retikulom endoplasma membentuk Hb
( Azhar, 2019).
Sintesis Hb dimulai dari suksinil koA yang dibentuk dalam siklus krebs
berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam aminolevolinat
(ALA) molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut yaitu piridoksal fosfat
(vitamin B6) yang dirangsang oleh eritropoetin, kemudian empat pirol
bergabung untuk membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung
dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin yang disintesis di
ribosom membentuk sub unit yang disebut rantai Hb (Azhar, 2019).
Pembentukan Hb dalam sitoplasma terjadi bersamaan dengan proses
pembentukan DNA dalam inti sel. Hb merupakan unsur 14 terpenting dalam
plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari globin, protoporfirin dan besi. Globin
dibentuk disekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk disekitar
mitokondria, besi didapat dari transferin. Pada permulaan sel, eritrosit
berinti terhadap reseptor transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk
membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan
sitoplasma yang kecil dan kurang mengandung Hb. Tidak berhasilnya
sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat fe untuk pembentukan Hb dapat
disebabkan oleh rendahnya kadar fe untuk pembentukan Hb dapat
disebabkan oleh rendahnya kadar fe dalam darah ( Azhar, 2019).
b. Metabolisme zat besi
Zat besi merupakan unsur yang penting dalam tubuh dan hampir
selalu berikatan dengan protein tertetu seperti hemoglobin, mioglobin.
Kompartemen zat besi yag terbesar dalam tubuh adalah hemogolbin yang
dalam keadaan normal mengandung kira-kira 2 gram zat besi.
Hemoglobin mengandung 0,34% berat zat besi, dimana 1 mL eritrosit
setara 1 mg zat besi. Feritin merupakan tempat peyimpana terbesar zat
besi dalam tubuh. Fungsi ferritin adalah sebagai peyimpana zat besi
terutama dalam hati, limpa, da sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan
akan disimpan dan bila diperlukan dapat dimobilisasi kembali. Hati
merupakan tempat peyimpanan ferritin terbesar di dalam tubuh dan
berperan dalam mobilisasi ferriti serum. Pada penyakit hati akut 15 maupu
kronis, kadar ferritin meningkat, ini disebabkan pengambilan ferritin dalam
sel hati terganggu dan terdapat pelepasan ferittin dari sel hati yang rusak.
Pada penyakit keganasan, sel darah kadar ferritin serum meningkat
disebabkan meningkatnya sintesis ferritin oleh sel leukemia pada keadaan
infeksi dan inflamasi, terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel
retikuloedotelial yang mekaismenya belum jelas, akibatya kadar ferritin
intrasel dan serum meningkat. Ferritin disintesis dalam sel retikuloedotelial
dan di sekresikan ke dalam plasma. Sintesis ferritin di pengaruhi kosentrasi
cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan besi intra sel
(hemosiderin). Zat besi dalam plasma sebagian diberikan dengan
transferrin, yang berfunsi sebagai transport zat besi. Tranferrin merupakan
suatu glikoprotein, setiap molekul transferrin mengandung 2 atom fe. Zat
besi yang berikatan dengan transferrin akan terukur sebagai kadar besi
serum yang dalam keadaan normal hanya 20-45% transferrin yang jenuh
dengan zat besi, sedangkan kapasitas daya ikut transferrin seluruhnya
disebut daya ikat besi total (total iron binding capacity, TIBC) (Kiswari,
2014)
B. Konsep Dasar Thalasemia
1. Definisi
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan
(inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan
yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan
menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah
merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis, Indriati, &
Nauli, 2018).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2016). Penyakit
thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik tersering di dunia. Penyakit
genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein
yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts & Mandleco, 2017).
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah
merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian
tubuh (McPhee & Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit thalasemia menurut Sogiyono (2016) yaitu :
1. Thalassemia alfa
Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan
sintesis dalam rantai alfa.
2. Thalassemia beta
Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan
pada rantai beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami
gangguan,
3. Thalasemia Minor
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat
namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya.
Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup
penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.
4. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua
orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan
Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan
darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan
transfusi darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia
hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita
Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun. Thalasemia mayor
biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif
selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan
oleh anemia.
5. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor.
Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala,
dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.
3. Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah
gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-
beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan
gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang
tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan,
anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari
ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia
maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah
maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya. (Sugiyono, 2016).

4. Patofisiologi
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara
terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,
peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif,
anemia kronis serta proses hemolysis.
5. Pathway

Penyebab primer: Penyebab sekunder:

- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Hemodelusi
- Eritropoisis tidak efektif
- Destruksi eritrosit oleh s.
- Destruksi eritrosit intramedular
retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Peningkatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis Anemia Transfusi darah


Imunitas
berat berulang

Risiko
Infeksi
Suplay O2 << Eritrosit tidak
stabil

Ketidakseimbangan Suplay O2 ke Hemosiderisis


suplay 02 dan jaringan perifer <<
kebutuhan
Penumpukan
besi
Perfusi Perifer
Hipoksia Tidak Efektif

Dyspnea

Penggunaan otot Endokrin Jantung Hepar Limpa pigmentasi


bantu napas kulit

Tumbang Gagal Hepato Spleno


Keletihan terganggu jantung megali megali Risiko
Kerusakan
Integritas
Gangguan Penurunan Kulit/Jaringan
Intoleransi
Tumbuh Curah Nyeri Akut
Aktivitas
Kembang Jantung
Gangguan
citra tubuh

Frekuensi nafas Pola Nafas Tidak Efektif

Pathway Thalasemia

(Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2016) (PPNI, 2016).


6. Manifestasi Klinis
Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala
seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah,
denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan
terhambat serta permukaan perut yang membuncit dengan pembesaran hati
dan limpa
Pasien Thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala-gejala fisik
berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos
(rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini
terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel
darah merah, pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak akan
mengalami pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia kronis dan
transfusi berulang, maka pasien akan mengalami kelebihan zat besi yang
kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar
pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari
akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering terlihat
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala pasien Thalassemia
mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran
diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar dari
orang normal.
7. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung, Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi
dapat menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung,
aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan
di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus
dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam
bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali
pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat
enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang Sumsum tulang akan berkembang dan
memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang
sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
a. Nyeri persendian dan tulang
b. Osteoporosis
c. Kelainan bentuk tulang
d. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali), Pembesaran limpa terjadi karena
limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak
normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di
dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang
bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif
jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi
masalah ini.Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti
flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah
melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa
berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda
memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa
berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati, Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran
hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati
normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis.
Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa
fungsi hati tiap tiga bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan
dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan
hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon, Sistem hormon diatur oleh kelenjar
pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para penderita
thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat
mengalami gangguan sistem hormon. Perawatan dengan terapi
pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan
dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak.
Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai
pubertas seperti berikut ini:
a. Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
b. Pankreas – diabetes.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi:
1) Hb, gambaran morfologi eritrosit
2) Retikulosit meningkat
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
c. Pemeriksaan khusus:
1) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total
2) Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3) Pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb
total).
d. Pemeriksaan lain:
1) Foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas
(Nurarif, A. & Kusuma, 2015)

9. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan
dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta
Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan
sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk
Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi
dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat
perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital & Research
Center Oakland, 2015).
1. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi
ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia
sedang atau berat. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia,
transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan untuk beta Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus
dilakukan secara teratur (Children's Hospital & Research Center Oakland,
2005). Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb
di atas 10 g/dl (Arnis, 2016).
Dosis yang digunakan untuk transfusi PRC pada anak adalah 10-15
mL/kgBB/hari apabila Hb >6,0 g/dL, sedangkan pada Hb <5,0 g/dL,
transfusi PRC dapat dilakukan dengan dosis 5 mL/kgBB dalam 1 jam
pertama. (Wahidiyat,2016)
2. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya
protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat
merusak hati jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan
zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam
terapi khelasi besi menurut National Hearth Lung and Blood Institute
(2018) yaitu:
a. Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah
kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa
kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini
memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek
samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dan pendengaran.
b. Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek
sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan
kelelahan.
3. Suplemen Asam Folat Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu
pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap
diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi
besi.
a. Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow Transplantation
(BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum
transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk yang
rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam sumsum tulang yang
membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-
satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia.
Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang
dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya
(Okam, 2014).
b. Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood) Cord
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan
plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk,
bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif,
tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2014).
4. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat
pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel
kita sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan didasarkan pada
protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi
sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh
serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk
mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik
berhubungan dengan penerima (Okam, 2014).
10. Penatalaksanaan Keperawatan
Pada dasarnya perawatan thalasemia sama dengan pasien anemia
lainnya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadi komplikasi akibat tranfusi
yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit dan cemas orang tua terhadap
kondisi anak (Ngastiyah, 2015).
Menurut Suriadi (2016) tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
terhadap pasien dengan thalassemia di antaranya membuat perfusi jaringan
pasien menjadi adekuat kembali, mendukung anak tetap toleran terhadap
aktivitasnya, memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat dan membuat
keluarga dapat mengatasi masalah atau stress yang terjadi pada keluarga.
Selain tindakan keperawatan yang di atas tadi, perawat juga perlu
menyiapkan klien untuk perencanaan pulang seperti memberikan informasi
tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kondisi fisik anak, jelaskan terapi yang diberikan mengenai dosis dan
efek samping, jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah, tekankan untuk
melakukan control ulang sesuai waktu yang di tentukan (Suriadi, 2016).

11. Pengkajian Fokus Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
b. Umur, pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
d. Pertumbuhan dan perkembangan, sering didapatkan data mengenai
adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak
anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
f. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
g. Pola makan, karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah
makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai
dengan usianya.
h. Pola aktivitas, anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya.
Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak
normal mudah merasa lelah.
2. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum = Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka.Anak yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
e. Dada, pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.
i. Kulit, warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis) (Wiayaningsih, 2013)
12. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif
3. Intoleransi Aktivitas
4. Risiko Gangguan Integritas Kulit / Jaringan
5. Resiko Infeksi
6. Nyeri Akut
7. Gangguan Tumbuh Kembang
8. Penurunan Curah jantung
9. Keletihan
10. Gangguan Citra Tubuh
No Masalah
Luaran Intervensi
keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Setelah diberikan tindakan I.01011 Managemen jalan
Efektif (D.0005) keperawatan selama 1 x 8 jam nafas
diharapkan keluhan pasien Observasi :
dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor pola nafas.
hasil : 2. Monitor bunyi nafas
L.01004 Pola Nafas Terapeutik :
1. Dipsnea pasien dari cukup 1. Posisikan semi fowler atau
meningkat (2) menjadi fowler.
cukup menurun (4) 2. Lakukan fisioterapi dada,
2. Pernafasan cuping hidung jika perlu.
dari cukup meningkat (2) 3. Berikan oksigen
menjadi cukup menurun (4) Kolaborasi :
3. Frekuensi pola nafas dari 1. Kolaborasi pemberian
cukup memburuk (2) bronkodilator,
menjadi cukup membaik (4). ekspetoran,mukolitik.
4. Kedalaman nafas dari
cukup memburuk (2)
menjadi cukup membaik (4)

2. Perfusi Perifer Setelah diberikan tindakan I.02079 Perawatan Sirkulasi


Tidak Efektif keperawatan selama 1 x 8 jam Observasi :
diharapkan keluhan pasien 1. Periksa sirkulasi perifer.
(D.0009)
dapat teratasi dengan kriteria 2. Identifikasi faktor resiko
hasil : gangguan sirkulasi.
L.02011 Perfusi Perifer Terapeutik :
1. Denyut nadi perifer dari 2. Hindari pengukuran tekanan
menurun (1) menjadi darah pada ekstremitas
meningkat (5). dengan keterbatasan
2. Warna kulit pucat dari perfusi.
meningkat (1) menjadi 3. Lakukan hidrasi.
menurun (5). Edukasi :
3. Pengisian kapiler dari 1. Anjurkan berolahraga rutin
memburuk (1) menjadi 2. Anjurkan program diet untuk
membaik (5). memperbaiki sirkulasi
3. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan I.05178 Manajemen Energi
(D.0056) keperawatan selama 2 x 24jam Observasi :
diharapkan keluhan klien dapat 1. Monitor kelelahan fisik dan
diatasi, dengan kriteria hasil : emosional
L.05047 Toleransi Aktifitas 2. Monitor lokasi dan
1. Kemudahan dalam ketidaknyamanan selama
melakukan aktifitas sehari- melakuka aktifitas.
hari dari menurun (1) 3. Monitor respon
menjadi cukup meningkat kardiopulmonal
(4). Terapeutik :
2. Dispnea setelah aktifitas 1. Lakukan latihan rentang
dari meningkat (1) menjadi gerak pasif/aktif
cukup menurun (4). 2. Berikan aktivitas distraksi
3. Frekuensi nafas dari yang menenangkan
memburuk (1) menjadi 3. Melibatkan kelurga pasien
membaik (5). dalam pemenuhan ADL
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
2. Jelaskan aktifitas yang
boleh dan tidak boleh
dilakukan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan nutrisi.
4. Risiko Gangguan Setelah dilakukan Tindakan I.11353 Perawatan Integritas
Integritas Kulit / keperawatan selama 1x24 jam Kulit
diharapkan Gangguan Integritas Observasi:
Jaringan (D.0139)
Kulit dan Jaringan teratasi 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : gangguan integritas kulit
L.14125 Integritas Kulit dan (misalya perubahan
Jaringan sirkulasi, perubahan status
1. Hidrasi dari menurun (1) nutrisi, penurunan
menjadi meningkat (5). kelembaban, suhu
2. Kerusakan lapisan kulit dari lingkungan ekstrem,
meningkat (1) menjadi penurunan mobilitas.
menurun (5). Terapeutik:
3. Kerusakan jaringan dari 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
meningkat (1) menjadi tirah baring.
menurun (5). Edukasi :
4. Pertumbuhan rambut dari 1. Anjurkan minum air yang
memburuk (1) menjadi cukup.
membaik (5). 2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
3. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur.
5. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Tindakan I.14539 Pencegahan Infeksi
(D.0142) keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
diharapkan risiko infeksi teratasi 1. Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: infeksi local dan sistemik
L.14137 Tingkat Infeksi Terapeutik :
1. Demam, dari sedang (3) ke 1. Batasi jumlah pengunjung.
menurun (5). 2. Berikan perawatan kulit
2. Kemerahan, dari sedang (3) pada area edema.
ke menurun (5). 3. Cuci tangan sebelum dan
3. Nyeri, dari cukup meningkat sesudah kontak dengan
(2) ke menurun (5). pasien dan lingkungan
4. Bengkak, dari sedang (3) pasien.
ke menurun (5) 4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
2. Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar.
3. Ajarkan etika batuk.
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi.
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.
6. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan I.08238 Manajemen nyeri
keperawatan, diharapkan Nyeri Observasi
Akut menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik, durasi,
L.08066 Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas dan
1. Keluhan nyeri, dari sedang intensitas nyeri
(3) ke menurun (5) 2. Identifikasi respon non
2. Meringis, dari sedang (3) verbal
ke menurun (5) 3. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah, dari sedang (3) ke memperberat dan
menurun (5) memperingan nyeri
4. Pola tidur, dari cukup 4. Monitor keberhasilan
buruk (2) ke cukup terapi yang sudah
membaik (4) dilakukan
Terapeutik
1. Berikan tehnik non
farmakologis dalam
melakukan penanganan
nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
priode dan pemicu nyeri
2. Ajarkan strategi
meredakan nyeri
3. Mengajarkan dan
menganjurkan untuk
memonitor nyeri secara
mandiri
4. Mengajarkan tehnik non
farmakologis yang tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik jika
perlu
7. Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan tindakan I.10339 Perawatan
Kembang (D.0106) keperawatan 3 x 24 jam Perkembangan
diharapkan citra tubuh klien Observasi :
meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi pencapaian
hasil : tugas perkembangan
L.10101 Status anak
Perkembangan Terapeutik :
1. Keterampilan / perilaku 1. Minimalkan kebisingan
sesuai usia, dari menurun ruangan.
(1) menjadi meningkat (5) 2. Pertahankan lingkungan
2. Kemampuan melakukan yang mendukung
perawatan diri, dari perkembangan optimal.
menurun (1) menjadi 3. Motivasi anak berinteraksi
meningkat (5) dengan anak lain.
3. Respon sosial, dari 4. Dukung anak
menurun (1) menjadi mengekspresikan diri
meningkat (5) melalui penghargaan
positif atau umpan balik
atas usahanya.
5. Mempertahankan
kenyamanan anak.
6. Bernyanyi bersama anak
lagu-lagu yang disukai
Edukasi :
1. Jelaskan orang
tua/pengasuh tentang
milestone perkembangan
anak dan perilaku anak
2. Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan anak.
8. Penurunan Curah Setelah dilakukan Tindakan I.02075 Perawatan Jantung :
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
Jantung (D.0011)
diharapkan ketidakadekuatan 1. Identifikasi tanda/gejala
primer Penurunan curah
jantung memompa darah
jantung (meliputi dispenea,
teratasi dengan kriteria hasil: kelelahan, adema ortopnea
L.02008 Curah Jantung paroxysmal nocturnal
1. Tekanan darah, dari dyspenea, peningkatan
sedang (3) ke menurun (5). CPV) nder penurunan
2. CRT, dari sedang (3) ke 2. Identifikasi tanda /gejala
meningkat (1). seku curah jantung
(meliputi peningkatan berat
3. Palpitasi, dari cukup
badan, hepatomegali
meningkat (2) ke menurun ditensi vena jugularis,
(5). palpitasi, ronkhi basah,
4. Gambaran EKG Aritmia, oliguria, batuk, kulit pucat)
dari sedang (3) ke 3. Monitor tekanan darah
menurun (5) (termasuk tekanan darah
5. Lelah, dari sedang (3) ke ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output
menurun (5)
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang
sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik :
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
9. Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan tindakan I.12362 Edukasi Aktivitas/
keperawatan selama 1 x 24 jam Istirahat
diharapkan tingkat keletihan Observasi :
dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi kesiapan dan
hasil: kemampuan menerima
L.05046 Tingkat Keletihan informasi
1. Verbalisasi kepulihan Terapeutik :
energi, dari sedang (3) ke 1. Sediakan materi dan media
meningkat (5) pengaturan aktivitas dan
2. Tenaga, dari sedang (3) ke istirahat
meningkat (5) 2. Jadwalkan pemberian
3. Melakukan aktivitas, dari pendidikan kesehatan sesuai
sedang (3) ke meningkat kesepakatan
(5) 3. Berikan kesempatan kepada
4. Lesu, dari sedang (3) ke pasien dan keluarga untuk
menurun (5) bertanya
5. Gangguan konsentasi, dari Edukasi :
sedang (3) ke menurun (5) 1. Jelaskan pentingnya
6. Gelisah, dari sedang (3) ke melakukan aktivitas
menurun (5). fisik/olahraga secara rutin
2. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas
lainnya
3. Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
4. Ajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis. kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas)
5. Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
kemampuan.
I.05178 Manajemen Energi
Observasi :
1. Identifkasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
10. Gangguan Citra Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
Tubuh (D.0083)
keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi harapan citra
diharapkan citra tubuh tubuh berdasarkan tahap
meningkat dengan kriteria perkembangan
hasil : 2. Identifikasi budaya, agama,
1. Melihat bagian tubuh, dari jenis kelami, dan umur
memburuk (1) menjadi terkait citra tubuh
membaik (5). 3. Identifikasi perubahan citra
2. Menyentuh bagian tubuh, tubuh yang mengakibatkan
dari memburuk (1) menjadi isolasi sosial
membaik (5). 4. Monitor frekuensi
3. Verbalisasi perasaan negatif pernyataan kritik tehadap
tentang perubahan tubuh, diri sendiri
dari sedang (3) ke menurun 5. Monitor apakah pasien
(5). bisa melihat bagian tubuh
4. Verbalisasi kekhawatiran yang berubah
pada reaksi orang lain, dari Terapeutik
sedang (3) ke menurun (5). 1. Diskusikan perubahn tubuh
dan fungsinya
2. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
3. Diskusikan akibat
perubahan pubertas,
kehamilan dan penuwaan
4. Diskusikan kondisi stres
yang mempengaruhi citra
tubuh (mis.luka, penyakit,
pembedahan)
5. Diskusikan cara
mengembangkan harapan
citra tubuh secara realistis
6. Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
1. Jelaskan kepad keluarga
tentang perawatan
perubahan citra tubuh
2. Anjurka mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
3. Anjurkan menggunakan
alat bantu( mis. Pakaian ,
wig, kosmetik)
4. Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung( mis.
Kelompok sebaya).
5. Latih fungsi tubuh yang
dimiliki
6. Latih peningkatan
penampilan diri (mis.
berdandan)
7. Latih pengungkapan
kemampuan diri kepad
orang lain maupun
kelompok
13. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Arnis, Yuliastati. & Amelia. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2018). Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana
thalasemia.
Kemenkes RI. (2019). Hari thalasemia sedunia 2019:putuskan mata rantai
thalasemia Mayor.
Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi & Transfusi. Jakarta: ERLANGGA.
Nurarif, Amin Huda, & Hardi Kusuma. (2016). NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
Percetakan Medication Publishing Jogjakarta.
Putri, Mega septiana. (2015). Hubungan Pengetahuan Ibu..., Danang
Wisanggeni, S1 Keperawatan UMP.
Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, Darwin. Karim. (2015). Hubungan Kepatuhan
Tranfusi dan Konsumsi Kelasi Besi Terhadap Pertumbuhan Anak.
Sugiono. (2016). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai