Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOROID
DI RUANG BEDAH UMUM RSUD ULIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Raihana
11194692110117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : HEMOROID


NAMA MAHASISWA : RAIHANA
NIM : 11194692110117

Banjarmasin, Desember 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Asmadiannor, Ns., M.Kep M.Sobirin Mochtar, Ns., M.Kep


NIP. 197611161996031001 NIK. 1166052018124
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : HEMOROID


NAMA MAHASISWA : RAIHANA
NIM : 11194692110117

Banjarmasin, Desember 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Asmadiannor, Ns., M.Kep M.Sobirin Mochtar, Ns., M.Kep


NIP. 197611161996031001 NIK. 1166052018124

Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID

A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatmomi
Hemoroid adalah struktur anatomi normal yang terletak di saluran
anus (Dehdari. et al, 2018). Kondisi ini akan menjadi masalah jika terjadi
pembengkakan, menyebabkan gatal, sakit dan / atau pendarahan
(Ezberci, Unal, 2018). Hemoroid internal timbul dari pleksus hemoroid
internal, sedangkan hemoroid eksternal muncul dari pleksus hemoroid
eksternal. Batas anatomi yang membagi hemoroid internal dan eksternal
disebut linea dentata (Margetis, 2019). Pleksus hemoroid internal
disuplai oleh arteri hemoroid superior dan arteri hemoroid media,
sedangkan pleksus hemoroid eksterna disuplai oleh arteri hemoroid
inferior (Jeong, 2019). Pada pleksus hemoroid internal normal terdapat
penonjolan mukosa anal yang dikenal sebagai bantal anal (Margetis,
2019). Bantal anal ini terdiri dari otot dan serat elastis dengan pembuluh
darah yang membesar dan menggembung di sekitar jaringan
pendukung yang ada di saluran anus (Jamal, 2019).
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum
dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar
tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan
dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum
dan kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis
dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah
yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan
(sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum)
dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal
kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian proksimal
rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka
interna dan aorta abdominalis (Margetis, 2019).
Gambar 1.1
Keterangan :
a. Rektum
Rektum (rectum) adalah sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12
sampai 15 cm yang berada di antara ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid/turun) dan berakhir di anus. Fungsi rektum adalah
menyimpan feses untuk sementara waktu, memberitahu otak untuk
segera buang air besar, dan membantu mendorong feses sewaktu
buang air besar. Ketika rektum penuh dengan feses, maka rektum
akan mengembang dan sistem saraf akan mengirim impuls
(rangsangan) otak sehingga timbul keinginan untuk buang air besar.
b. Kolom Anal
Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah sejumlah
lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan jaringan otot
di bagian atas anus. Fungsi kolom anal adalah sebagai pembatas
dinding anus.
c. Anus
Anus adalah pembukaan yang dilewati oleh kotoran manusia saat
kotoran tersebut meninggalkan tubuh.
d. Kanalis Anal
Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang sekitar 4
cm yang dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh
mukosa glandular rektal. Fungsi kanalis anal adalah sebagai
penghubung antara rektum dan bagian luar tubuh sehingga feses
bisa dikeluarkan.
e. Sfingter Anal Internal
Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah cincin
otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan keliling 2,5 sampai 4
cm. Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal eksternal
meskipun letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi
sfingter anal internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat
buang air besar.
f. Sfingter Anal Eksternal
Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat otot
lurik berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus.
Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal
adalah untuk membuka dan menutup kanalis anal.
g. Pectinate Line
Pectinate line (terjemahan masih dipertanyakan) adalah garis yang
membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian sepertiga
(bawah) anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas
dan bawah pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika
wasir terjadi di atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut
disebut wasir internal yang tidak menyakitkan. Sedangkan jika di
bawah, disebut wasir eksternal dan menyakitkan. Asal embriologinya
juga berbeda, bagian atas dari endoderm, sedangkan bagian bawah
dari ectoderm (Jeong, 2019).
2. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui
vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena
hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke
hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena
iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior,
sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya
aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid (Jeong, 2019).
Gambar 1.2

Keterangan :
a. Internal hemorrhoid
Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut
dengan hemorrhoid internal.
b. External hemorrhoid
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka
disebut hemorrhoid eksterna. Letaknya distal dari linea pectinea dan
diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang
berupa benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis. Terdapat dua
jenis peristaltik propulsif :
1) Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal
dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra.
2) Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen
kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke
depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang
oleh reflek gastrokolik setelah makan, terutama setelah makan yang
pertama kali dimakan pada hari itu. Propulasi feses ke dalam rektum
menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan merangsang
refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf
voluntary.
Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen
sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum
melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum
yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter
interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas
melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan
intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada
dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara
terus-menerus (maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat
dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator
ani.
Dinding rektum secara bertahap menjadi rileks, dan keinginan
defekasi menghilang. Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian
penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum
konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi
peristaltik masa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks
dan keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari
massa feses, sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih
sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini
terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut
sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan
menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan
eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab hemoroid
(vena varikosa rektum) (Guttenplan, 2017).

B. DEFINISI

Gambar 1.3
Hemoroid merupakan pembesaran atau pelebaran vena Hemoroidialis
yang melalui kanal anus atau rectum yang disebabkan oleh peradangan
pada usus yang ditandai dengan nyeri dan rasa tidak nyaman yang
bermanifestasi perdarahan setelah buang air besar (Andriani, 2020).
Penyakit hemoroid adalah salah satu gangguan jinak yang paling umum
pada saluran pencernaan bagian bawah .Hemoroid terdiri dari pembuluh
darah, jaringan ikat, dan sejumlah kecil otot. Struktur vaskular dalam bantal
ini membantu mempertahankan kontinensia anus dengan mencegah
kerusakan pada otot sfingter (Dehdari. et al, 2018).

C. KLASIFIKASI
Secara umum hemoroid diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan lokasinya, yaitu tipe eksternal, internal, dan campuran
(Lohsiriwat, 2019).
1. Hemoroid internal

Gambar 1.4
Hemoroid internal terletak di atas linea dentata dan berasal dari
endoderm. Mereka ditutupi oleh epitel kolumnar, dipersarafi oleh serabut
saraf visceral dan dengan demikian tidak dapat menyebabkan rasa sakit
(Gan, 2017). Hemoroid 9 internal lebih lanjut dikelompokkan
berdasarkan ukuran dan gejala klinis (Beck, 2019).
Klasifikasi hemoroid internal:
1) Pada hemoroid internal derajat satu, bantalan anus berdarah, tetapi
tidak prolaps. Mukosa hampir tidak berkembang, namun dengan
mengejan yang parah, mereka mungkin terjebak oleh penutupan
sfingter anal. Selanjutnya, kongesti vena terjadi sesekali yang
mengakibatkan ketidaknyamanan dan/ atau perdarahan.
2) Pada hemoroid internal derajat dua, bantalan anus prolaps melalui
anus saat mengejan dan berkurang secara spontan. Lebih lanjut
menonjol di mukosa dan dengan demikian keluhan benjolan jelas,
tetapi ini menghilang secara spontan dan cepat setelah BAB kecuali
terjadi trombosis.
3) Pada hemoroid internal derajat tiga, bantalan anus prolaps hingga
melewati anus saat mengejan dan membutuhkan reduksi manual.
Terlihat pada 10 penyakit hemoroid kronis di mana prolaps yang
persisten menghasilkan dilatasi sfingter anal. Hemoroid menonjol
dengan provokasi minimal dan biasanya memerlukan penggantian
manual.
4) Pada hemoroid internal derajat empat, prolaps tetap keluar setiap
saat dan tidak dapat direduksi. Biasanya menonjol sepanjang waktu
kecuali jika berbaring atau mengangkat kaki dari tempat tidur. Pada
hemoroid derajat keempat ini, linea dentata juga membesar dan ada
komponen eksternal variabel yang terdiri dari kulit perianal
permanen yang berlebihan (Ravindranath & Rahul, 2018).
2. Hemoroid eksternal

Gambar 1.5
Hemoroid eksternal terletak di bawah linea dentata dan
berkembang dari ektoderm secara embrionik. Mereka ditutupi dengan
anoderm yang terdiri dari epitel skuamosa dan dipersarafi oleh saraf
somatik yang memasok kulit perianal yang demikian dapat
menghasilkan rasa sakit. Hemoroid eksternal berasal dari pleksus
hemoroidalis inferior dan dapat menjadi trombosis atau ulserasi,
biasanya dikenal sebagai skin tag perianal (Lord Shaw & Pucher, 2018).
3. Hemoroid Campuran
Hemoroid campuran adalah kombinasi dari lesi internal dan lesi
eksternal (Ezberci & Ünal, 2018). Hemoroid campuran timbul di atas
maupun di bawah linea dentata dan memiliki karakteristik dari hemoroid
internal maupun hemoroid eksternal (Badri. et al, 2020). Sementara itu,
tidak ada penggolongan hemoroid eksternal dan campuran yang
digunakan secara klinis (Lohsiriwat, 2019).

D. ETIOLOGI
Penyebab hemoroid juga belum diketahui secara pasti. Namun,
kehamilan, konstipasi, usia dan pekerjaan telah terlibat dalam etiologi
hemoroid. Pada wanita hamil, hemoroid dapat disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan intraabdomen. Selain itu, meningkatnya kadar hormon
progesteron selama kehamilan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
hemoroid. Peningkatan tekanan intraabdomen selama kehamilan akan
menyebabkan terjadinya pelebaran vena hemoroidalis dan dapat memicu
terjadinya hemoroid (Safyudin & Damayanti, 2017). Tingginya kadar hormon
progesteron selama kehamilan akan menyebabkan otot-otot berelaksasi
untuk memberi tempat janin berkembang. Relaksasi otot ini juga mengenai
otot usus sehingga akan menurunkan motilitas usus dan berkontribusi
terhadap kejadian hemoroid (Kestřánek, 2019).
Konstipasi adalah kelainan pada saluran pencernaan yang dapat
menyebabkan sulit BAB yang disertai rasa sakit dan kaku. Hal ini
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras yang menumpuk pada kolon
karena absorpsi cairan yang berlebihan. Diperlukan waktu mengejan yang
lebih lama saat terjadi konstipasi. Tekanan yang keras saat mengejan ini
yang dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada pleksus hemoroidalis
sehingga menyebabkan hemoroid. Pada populasi barat, konstipasi diyakini
sebagai penyebab utama perkembangan hemoroid atau faktor yang
memperburuk gejala akut hemoroid karena peningkatan tekanan
intraabdomen mengganggu drainase vena pelvis yang menyebabkan
kongesti pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat, 2019).
Suplementasi serat telah memungkinkan pasien untuk BAB tanpa
mengejan jika mereka relatif konsitpasi. Hal itu berfungsi untuk
meningkatkan curah tinja dan mengurangi frekuensi gerakan usus
(Guttenplan, 2017). Apabila konsumsi serat kurang, massa feses menjadi
terlalu sedikit untuk dapat didorong keluar oleh gerak peristaltik usus.
Akibatnya dapat menyebabkan sulit BAB sehingga perlu usaha mengejan
saat mengeluarkan feses. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di
pembuluh darah di daerah anus, yaitu pleksus hemoroidalis menjadi
merenggang sehingga terjadi hemoroid (Raena et al., 2018).
Jenis pekerjaan, seperti kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya hemoroid. Kurangnya aktivitas fisik, seperti duduk
terlalu lama dapat meningkatkan risiko pembekuan terhadap pembuluh vena
dalam hingga dua kali lipat. Biasanya pembekuan darah terjadi pada bagian
betis bahkan bisa terjadi dibagian saluran pencernaan bawah. Jika
pembekuan ini tidak dicairkan dengan obat pengencer darah, maka akan
terjadi hematoma yang dapat mengganggu aliran darah. Jika hal ini terjadi
pada anus, maka terjadilah hemoroid (Andriani, 2020).
Menurut Ezberci & Unal (2018), Hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh
faktor-faktor risiko/pencetus, seperti:
1. Mengedan pada buang air besar yang sulit
2. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban
duduk, lebih lama duduk dijamban sambil membaca,merokok)
3. Peningkatan penekanan intra abdomen karena tumor
4. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan
hormonal)
5. Usia tua
6. Konstipasi kronik
7. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
8. Hubungan seks peranal
9. Kurang minum air putih makan makanan berserat (sayur dan buah)
10. Kurang olahraga/imobisasi

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ezberci & Unal (2018), tanda dan gejala dari Hemoroid, antara lain:
1. Gangguan pada anus: nyeri, konstipasi, perdarahan.
2. Terjadi benjolan-benjolan di sekitar dubur setiap kali buang air besar.
3. Rasa sakit atau perih yang timbul karena prolaps Hemoroid (benjolan
tidak dapat kembali) dari anus terjepit karena adanya trombus.
4. Perdarahan segar di sekitar anus dikarenakan adanya rupture varises.
5. Perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat
lama).
6. Keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rectum belum keluar
semua.
7. Dapat terjadi anemia bila Hemoroid mengalami perdarahan kronis.
8. Benjolan pada anus yang menetap pada Hemoroid eksternal sedangkan
pada Hemoroid internal benjolan tanpa prolaps mukosa dan keduanya
sesuai gradasinya.
F. PATOFISIOLOGI
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi
yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis
yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik
(Jakubauskas & Poskus, 2020).
Patofisiologi yang tepat dari hemoroid masih belum diketahui. Namun,
saat ini dianggap bahwa hemoroid dihasilkan dari bantal anal yang tidak
normal dan padat. Konsep pembentukan hemoroid diperoleh dari pergeseran
bantal anal dan prolaps rektum (Lohsiriwat, 2018). Selain itu, kelainan
vaskular juga berkontribusi pada perkembangan perubahan patologis dan
kejadian hemoroid. Mekanisme patofisiologi hemoroid telah dideskripsikan
sebagai disintegrasi atau kerusakan jaringan pendukung perianal yang mana
kerusakan jaringan pendukung ini akan menyebabkan pergeseran bantal
anal. Struktur dasar dari jaringan pendukung perianal adalah serat elastis,
kolagen, dan ligamentum treitz. Serat elastis memberikan elastisitas pada
bantal anal, sementara kolagen dan otot polos sebagai kekuatan tariknya.
Pergeseran bantal anal dapat membahayakan drainase vena yang mengarah
ke venodilatasi pleksus hemoroidalis.
Prolaps rektum dapat mengganggu fiksasi jaringan pendukung bantal
anal ke dinding rektum. Prolaps rektum internal dengan derajat tinggi
biasanya menyebabkan beberapa gejala, seperti tegang dan terlalu sering
BAB. Hal tersebut yang dapat mengakibatkan terjadinya prolaps hemoroid.
Kelainan vaskular dan disregulasi vaskular di daerah bantal anal mungkin
berhubungan dengan pembentukan hemoroid. Beberapa mekanisme
bertanggungjawab atas aliran darah anorektal. Ketidakseimbangan antara zat
vasokonstriktor dan vasodilator menyebabkan disregulasi vaskular. Pada
orang dengan hemoroid, aliran darah arteri rektum superior yang memasok
bantal anal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Hipertensi vena pleksus hemoroidalis yang mungkin disebabkan oleh
drainase vena yang tidak mencukupi bisa menjadi penyebab lain
pembentukan hemoroid. Peningkatan tekanan yang lama pada pleksus
hemoroidalis dapat merusak dinding pembuluh darah dan mempengaruhi
pembentukan hemoroid (Lohsiriwat, 2018).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,
dan strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Jakubauskas & Poskus, 2020).
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut
mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin
memperberat luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
Rektum akan relaksasi dan harsat untuk defekasi hilang apabila defekasi
tidak sempurna. Air tetap terus di absorsi dari masa feses yang
menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih
sukar. Tekanan fases berlebihan menyebabkn kongesti vena hemoroidalis
interna dan eksterna, dan merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena
varikosa rektum). Daerah anorektal sering merupakan tempat abses dan
fistula, kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna yang
paling sering terjadi pada penderita konstipasi. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi fekal, fisura, serta mengakolon
(Jakubauskas & Poskus, 2020).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Lohsiriwat (2018), pada kasus penyakit Hemoroid terdapat
macam-macam pemeriksaan untuk menegakkan diagnose, antara lain:
1. Inspeksi Kemungkinan tidak ditemukan apa-apa, mungkin terlihat
benjolan Hemoroid internal / eksternal yang prolaps.
2. Pemeriksaan rektal secara langsung Mengetahui adanya bunyi pada
sfingter internal dan biasanya pada lakilaki muda terdapat bunyi yang
cepat.
3. Colok Dubur Tidak diketemukan benjolan kecuali sudah terjadi trombus,
pemeriksaan ini harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan /
penyakit lain.
4. Anoscopy Pemeriksaan untuk mengetahui apakah terjadi pergeseran
pada organ dalam di bagian bawah yang menyebabkan Hemoroid.
5. Sigmoidoscopy dan barium enema Pemeriksaan pada usus / kolon
sigmoid untuk mengetahui adakah kanker atau inflamasi. Pemeriksaan ini
penting terutama pada klien umur > 40 tahun.
6. Proktoscopy Pemeriksaan untuk melihat lokasi Hemoroid internal yang
ada pada tiga tempat utama.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Lohsiriwat (2018), penatalaksanaan pada penderita hemoroid:
1. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara
memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup,
perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi.
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang
terdiri atas diet, cairan, serta tambahan, pelicin feses, dan perubahan
perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok / squatting). Selain itu,
lakukan tindakan kebersihan local dengan cara merendam anus dalam air
selama 10 – 15 menit, 2 – 4 kali sehari. Dengan perendaman ini,
eksudat / sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat / sisa tinja
yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
2. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis Hemoroid dapat dibagi atas
empat macam, yaitu:
a. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan
pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang banyak
dipakai antara lain psyllium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang
dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara
membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek
samping antara lain kentut dan kembung. Obat kedua adalah laxant
atau pencahar (ex.: Laxadine, Dulcolax, dll).
b. Obat simpatomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya
Anusol, Boraginol dan Faktu. Sediaan yang mengandung
kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah Hemoroid
atau anus.
c. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau
pecahnya vena Hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan placebo 3x2 tablet selama 4 hari,
lalu 2x2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan
perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
e. Minimal invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan
penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu
invasive antara lain skleroterapi Hemoroid atau ligasi Hemoroid atau
terapi laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan
nonfarmakologis tidak berhasil.
3. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ditujukan untuk Hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua
derajat Hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.
a. Prosedur ligasi pita karet
b. Hemoroidektomi kriosirurgi (pembekuan jaringan Hemoroid)
c. Laser Nd: YAG (Neodymium-doped: Yttrium Aluminum Garnet)
d. Hemoroidektomi
4. Penatalaksanaan Tindakan Non-Operatif
a. Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik
terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang
mendasarinya.
b. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk Hemoroid berukuran kecil
dan berdarah. Membantu mencegah prolaps.
c. Nursing Assesment: Personal Hygiene yang baik terutama di daerah
anal. Menghindari mengejan selama defekasi.
d. Diet tinggi serat.
e. Bedrest / tirah baring untuk mengurangi pembesaran Hemoroid
K. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis
berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan individu atau kelompok, baik actual maupun potensial kemudian
merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah
terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan
orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi
keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan.
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas Pasien : Nama/Inisial, umur, jenis kelamin, status,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, no MR, ruang rawat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2) Identitas Penanggung Jawab : Nama/Inisial, umur, jenis
kelamin, hubungan keluarga, pekerjaan, alamat.
3) Alasan Masuk/Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal yang pertama kali dikeluhkan
klien kepada perawat / pemeriksa.
4) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan
dari keluhan utama yang mencakup PQRST. Adapun hal –
hal yang harus diperhatikan saat melakukan pengkajian
riwayat kesehatan sekarang klien, yaitu :
a) Apakah ada rasa gatal, panas / terbakar dan nyeri
pada saat defekasi.
b) Adakah nyeri abdomen.
c) Apakah ada perdarahan di rectum, seberapa banyak,
seberapa sering, dan apa warnanya (merah segar atau
warna merah tua).
d) Bagaimana pola eliminasi klien, apakah seing
menggunakan laktasif atau tidak.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada klien apakah dahulu pernah mengalami hal
yang sama, kapan terjadinya, bagaimana cara
pengobatannya. Apakah memiliki riwayat penyakit yang
dapat menyebabkan hemoroid atau yang dapat
menyebabkan kambuhnya hemoroid.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit
menular (seperti TBC, HIV/AIDS, hepatitis, dll) maupun
riwayat penyakit keturunan (seperti hipertensi, Diabetes,
asma, dll).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian
dan kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
b. Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi,
pernapasan dan tekanan darah. Pemeriksaan fisik pada pasien
hemoroid biasanya seperti pemeriksaan fisik pada umumnya,
tetapi pada saat pemeriksaan rectum dilakukan hal – hal
sebagai berikut :
Pasien dibaringkan dengan posisi menungging dengan kedua
kaki ditekuk dan dada menempel pada tempat tidur (posisi
genupectoral / kneechest).
1) Inspeksi
a) Pada inspeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
b) Apakah benjolan terlihat saat prolaps
c) Bagaimana warnanya, apakah kebiruan, kemerahan,
atau kehitaman.
d) Apakah benjolan tersebut terletak diluar atau didalam
(internal / eksternal)
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan
dan vaselin dengan melakukan rektal taucher, dengan
memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan,
apakah benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada
perdarahan.
3. Anamnesa
a. Data Biologis
Di kaji kegiatan/aktivitas sehari-hari pasien seperti : saat sehat
porsi makan selalu habis minumnya pun 7-8 L/hari atau saat
sakit porsi makannya tidak habis atau ½ porsi, dalam pengkajian
eliminasi saat sehat BAB rutin dalam sehari 2-3 kali dan tidak
ada kesulitan dan BAK juga rutin dalam sehari 9-10 kali dan tidak
ada kesulitan, dan saat sakit BAB dan BAK pasien mengalami
kesulitan seperti halnya BAB sulit mengedan atau konsistensi
cair dan BAK terganggu sehingga dipasang kateter, istirahat dan
tidur tidak ada kesulitan saat sehat dan saat sakit bisa saja
terganggu tidur karena penyakit yang diderita pasien, dan juga
personal hygiene pasien saat sehat bisa melakukan sendiri dan
saat sakit dibantu oleh keluarga dan kerabat pasien.
b. Riwayat Alergi
Di kaji melalui pasien atau keluarga pasien riwayat alergi pasien
baik makanan, minuman, maupun obat-obatannya.
c. Data Psikologis
Di kaji perilaku verbal pasien yaitu bagaimana pasien
memberikan jawaban kepada perawat dan non verbal pasien
yaitu bagaimana perawat melihat keadaan dan tingkat kesadaran
pasien, di kaji emosi pasien dalam menghadapi penyakitnya
apakah pasien sudah tenang atau stabil, di kaji persepsi penyakit
bagaimana pasien memandang penyakit yang dia derita, di kaji
konsep diri bagaimana sikap pasien apakah dia optimis atau
pesimis dalam menghadapi penyakit yang dia derita, di kaji
bagaimana pasien beradaptasi dengan lingkungan pasien
disekitarnya, dan juga di kaji mekanisme pertahanan diri pasien
terhadap penyakitnya yang di deritanya apakah dengan cara
bercerita dengan keluarga atau kerabatnya atau dengan cara
dipendam sendiri oleh pasien.
d. Data Sosial Ekonomi
Di kaji bagaimana pola komunikasi pasien saat sakit, orang yang
dapat memberi rasa nyaman, orang yang paling berharga bagi
pasien, dan hubungan keluarga dengan lingkungan sekitarnya.
e. Data Spiritual
Di kaji data spiritual pasien seperti keyakinan terhadap agama
yang dianut, ketaatan beribadah, dan keyakinan terhadap
penyembuhan penyakitnya.
f. Data Penunjang
Biasanya yang diperlukan dalam pengkajian data penunjang
yaitu data laboratorium dan hasil pemeriksaan colonoscopy yang
sangat menunjang.
g. Data Pengobatan
Di kaji data pengobatan seperti obat non parenteral, obat
parenteral, dan obat intra vena (jika ada) berapa dosis yang
diberikan oleh perawat dan kapan waktu pemberian obat.
h. Data Fokus
Di dalam data fokus ada data subjektif yaitu data yang
dikeluhkan oleh pasien dan keluarga pasien dan data objektif
data yang tampak oleh perawat pada pasien
4. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Pre Operasi
1) Nyeri Akut
2) Hipertemi
3) Konstipasi
4) Hipovolemia
5) Risiko Syok
b. Post Operasi
1) Nyeri Akut
2) Konstipasi
3) Gangguan Mobilitas Fisik
4) Ansietas
5) Integritas Kulit/Jaringan
6) Risiko Infeksi
5. Intervensi keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut (D.0078) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
1. Kemampuan menuntaskan Observasi
aktivitas meningkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2. Keluhan nyeri berkurang nyeri
3. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
4. Kesulitan tidur menurun 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyei
5. Gelisah menurun Terapeutik
6. Nafsu makan meningkat 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Kontrol Nyeri (l.08063) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Melaporkan nyeri terkontrol Edukasi
meningkat 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Kemampuan mengenali 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
onset nyeri meningkat 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Kemampuan mengenali 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
penyebab nyeri meningkat Kolaborasi
4. Kemampuan menggunakan 1. Kolaborasi pemberian analgetik
teknik non-farmakologis
meningkat
5. Keluhan nyeri menurun
Penggunaan analgesik
menurun
Hipertermi (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan 1 x 24 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
diharapkan termoregulasi dapat panas, penggunaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
1. Demam menurun 4. Monitor haluaran urine
2. Kulit merah menurun 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Kejang menurun Terapeutik:
4. Suhu tubuh membaik 1. Sediakan lingkungan yang dingin
5. Suhu kulit membaik 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Tekanan darah membaik 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Hindari pemberian antipiretik atau asprin
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Eliminasi Fekal ( I.04151)


1. Kontrol pengeluaran feses Observasi
meningkat 1. Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
2. Keluhan defekasi lama dan 2. Monitor buang air besar
sulit menurun 3. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi
3. Mengejan saat defekasi Terapeutik
menurun 1. Berikan air hangat setelah makan
4. Distensi abdomen menurun 2. Sediakan makanan tinggi serat
5. Teraba massa pada rektal Edukasi
menurun 1. Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
6. Nyeri abdomen menurun peristaltik usus
7. Konsistensi feses membaik 2. Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
8. Frekuensi defekasi 3. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
membaik 4. Anjurkan menigkatkan asupan cairan
Peristaltik usus membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria anal
Hipovolemia Status Cairan (L.03028) Manajemen Syok Hipovolemik (I.02050)
(D.0023) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 1. Monitor status kardiopulmonal
diharapkan status cairan klien 2. Monitor status oksigenasi
membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor status cairan
1. Turgor kulit meningkat 4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
2. Perasaan lemah menurun Terapeutik
3. Membran mukosa membaik 1. Pertahankan jalan napas paten
4. Frekuensi nadi membaik 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94 %
5. Tekanan darah membaik 3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis
6. Kadar HB membaik 4. Lakukan penekanan langsung pada perdarahan eksternal
5. Berikan posisi syok
6. Pasang jalur IV berukuran besar
7. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)


Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 1 x 24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
(D.0054)
diharapkan mobilitas fisik dapat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
meningkat dengan kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
1. Pergerakan ekstremitas mobilisasi
meningkat 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
2. Kekuatan otot meningkat Terapeutik
3. Rentang gerak (ROM) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu/fasilitasi melakukan
meningkat pergerakan
4. Nyeri menurun 2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pasien
5. Kecemasan menurun dalam meningkatkan pergerakan
6. Kaku sendi menurun Edukasi
7. Gerakan terbatas menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
8. Kelemahan fisik menurun 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Terapi Relaksasi (I.09326)
1. Verbalisasi khawatir akibat Observasi
kondisi yang dihadapi 1. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
menurun 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
2. Perilaku gelisah menurun sebelum dan sesudah latihan
3. Perilaku tegang menurun 3. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
4. Pucat menurun Terapeutik
5. Pola tidur membaik 1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman
2. Gunakan pakaian longgar
3. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia
2. Jekaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipillih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Integritas Kulit/ (L.14125) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Jaringan (D.0129)
keperawatan 1 x 24 jam Terapeutik
diharapkan integritas kulit dan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
jaringan dapat meningkat 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
dengan kriteria hasil : 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
1. Elastisitas meningkat 4. Gunakan produk berbahan ringan/ alami hipoalergik pada kulit sensitif
2. Hidrasi meningkat 5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
3. Kerusakan jaringan Edukasi
menurun 1. Anjurkan menggunakan pelembab
4. Kerusakan lapisan kulit 2. Anjurkan minum air yang cukup
menurun 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Kemerahan menurun 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
6. Nyeri menurun 5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
7. Suhu kulit membaik
8. Sensasi membaik
Tekstur membaik
Risiko Syok Tingkat Perdarahan (L.02017) Pencegahan Syok (I.02068)
(D.0039) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 1 x 24 jam 1. Monitor status kardiopulmonal
diharapkan tingkat perdarahan 2. Monitor status oksigenasi
klien menurun dengan kriteria 3. Monitor status cairan
hasil : 4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
1. Kelembaban membrane Terapeutik
mukosa meningkat 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94 %
2. Kelembabpan kulit 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis
meningkat 3. Lakukan penekanan langsung pada perdarahan eksternal
3. Perdarahan pasca operasi 4. Pasang jalur IV berukuran besar
menurun 5. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
4. Hemoglobin membaik Kolaborasi
5. Hematocrit membaik 1. Kolaborasi pemberian IV
6. Tekanan darah membaik Kolaborasi pemberian transfusi
Suhu tubuh membaik

Risiko Infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)


(D.01042) 1. Demam menurun Observasi
2. Kemerahan menurun 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
3. Nyeri menurun Terapeutik
4. Bengkak menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
5. Kadar sel darah putih 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
membaik 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan tekni aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Risiko Hipotermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipotermia (I.14507)
(D.0141) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 1 x 24 jam 1. Monitor suhu tubuh
diharapkan termoregulasi dapat 2. Identifikasi penyebab hipotermia
membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
1. Menggigil menurun Terapeutik
2. Kulit merah menurun 1. Sediakan lingkungan yang hangat
3. Kejang menurun 2. Ganti pakaian atau linen yang basah
4. Pucat menurun 3. Lakukan penghangatan pasif
5. Dasar kuku sianosis 4. Lakukan penghangatan aktif
menurun
6. Suhu tubuh membaik
7. Suhu kulit membaik
Tekanan darah membaik

(SDKI SIKI SLKI, 2018-2019)


DAFTAR PUSTAKA

Andriani F, 2020, Hubungan Lama Duduk dengan Tanda Gejala Hemoroid


pada Penjahit Konveksi di Dusun Beton Desa Tritunggal Kecamatan
Babat Kabupaten Lamongan, [online], (diunduh 18 Juni 2020), tersedia
dari: http://eprints.umm.ac.id/60115/67/PENDAHULUAN.pdf.

Beck D, 2019, Hemorrhoidal disease, 51–63, [online],tersedia dari:


https://doi.org/10.1007/978-3-319-65966-4_17

Beksac K, Aydin E, Uzelpasacı E, et al, 2018, Hemorrhoids and Related


Complications in Primigravid Pregnancy, 38(3), 179–182, [online],
tersedia dari: https://doi.org/10.1016/j.jcol. 2018.03.002.

Buckshee DK, Baxla DAP, 2018, Emerging Trends Of Diosmin Treatment In


Haemorrhoids During Pregnancy: A Review, 8(1), [online], tersedia dari:
https://iog.org.in/index.php/iog/article/view/ 348.

Brzezinski P, Martini L, 2019, Prolapsed And Inflamed Hemorrhoids In Women:


How To Solve The Problem In 8 Days By The Topical Administration Of
Quebracho Blanco And Rubia Tinctorium, 10(2), 131-137 , [online].

Cahya L, Giatno B, 2016, Perbedaan Asupan Serat pada Pasien Hemoroid dan
Tidak Hemoroid di Ruang Bersalin RSU Haji Surabaya, 2(2), 199-202,
[online], tersedia dari: http://journal.
poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/GZ/article/view/369.

Cengiz T, Gorgun, E, 2019, Hemorrhoids: A Range of Treatments, 86(9), 612-


620.

Dehdari S, Hajimehdipoor H, Esmaeili S, et al, 2017, Traditional and modern


aspects of hemorrhoid treatment in Iran: A review, 16(2), 90-98.

Ezberci F, Ünal E, 2018, Aesculus Hippocastanum (Aescin, Horse Chestnut) in


the Management of Hemorrhoidal Disease: Review, 28(2), 54–57,

Gallo G, Sacco R, Sammarco G, 2018, Epidemiology of hemorrhoidal disease,


3- 7.

Gomes S, Duarte Y, Santos J, 2019, Intestinal Constipation In The Elderly And


Associated Factors–SABE Study, 39(2), 102–106, [online].

Guttenplan M, 2017, The Evaluation and Office Management of Hemorrhoids


for the Gastroenterologist, 19(7), 1-8, [online],tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28567655.

Jakubauskas M, Poskus,T, 2020, Evaluation and Management of Hemorrhoids,


63(4), 420-424.
Jamal A, 2019, Assessment of 135 cases of Hemorrhoids reported to general
surgery department: A clinical study, 3(3), 125-127.

Jeong G, 2019, Hemorrhoids, 5(4), 31-44. tersedia dari:


https://doi.org/10.1007/978-981-13-1447-6_5.

Kestřánek J, 2019, Hemorrhoid Management in Women : The Role of


Tribenoside+ Lidocaine, 1–7.

Lohsiriwat V, 2018, Anatomy, Physiology, and Pathophysiology of Hemorrhoids,


9–17, tersedia dari: https://doi.org/ 10.1007/ 978-3-319-53357-5_2.

Lord A, Shaw A, Pucher P, 2018, Classification of Hemorrhoidal Disease and


Impact on the Choice of Treatment, 19-33.

Margetis, N, 2019, Pathophysiology of Internal Hemorrhoids, 32(3), 264-272,

Pusparani C, Purnomo S, 2019, Hemorrhoid Artery Ligation and Recto-Anal


Repair Treatment for Hemorrhoid : A Case Series, 8(3), 550-552,

Raena J, Pradanata K, Surialaga S, 2017, Konsumsi Makanan Berserat


Berhubungan dengan Kejadian Hemoroid, 38–43,

Safyudin, Damayanti L, 2017, Gambaran Pasien Hemoroid di Instalasi Rawat


Inap Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Periode Januari sampai Desember 2012. Januari,
4(2017), 18–24,).

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai