Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan
pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel,
dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous.1
Lokasi klasik abses anorectal tercantum dalam urutan penurunan frekuensi adalah sebagai
berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intersphincteric 5%, supralevator 4%, dan submukosa
1%.1
Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan.
Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki-perempuan 3 : 1. Sekitar 30%
dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara
spontan atau intervensi bedah diperlukan. 2
Sebuah insiden yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya sesuai dengan
musim semi dan musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas dalam
terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas ada di
antara berbagai negara atau wilayah di dunia. Meskipun menyarankan, hubungan langsung
antara pembentukan abses anorektal dan kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan
pribadi yang buruk tetap tidak terbukti. 2
Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup umum. Mekanisme yang tepat adalah
kurang dipahami tetapi tidak tampaknya berkaitan dengan sembelit. Untungnya, kondisi ini
cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan intervensi operasi pada pasien ini selain drainase
sederhana.1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. EMBRIOLOGI
Embriologi traktus Gastrointestinal mulai berkembang pada minggu keempat kehamilan.
Usus primitif berasal dari endoderm dan dibagi menjadi tiga segmen: foregut, midgut, dan
hindgut. Kedua midgut dan hindgut berkontribusi pada perkembangan usus besar, rektum, dan
anus. 3
Midgut berkembang mejadi usus kecil, kolon asenden, dan kolon transversum, dan
menerima pasokan darah dari arteri mesenterika superior. Selama minggu keenam kehamilan,
midgut herniates keluar dari rongga abdomen, dan kemudian berputar 270 berlawanan sekitar
arteri mesenterika unggul kembali ke posisi akhir di dalam rongga abdomen pada minggu
kesepuluh kehamilan. 3
Hindgut berkembang menjadi kolon transversum distal, kolon desenden, rektum, dan
anus proksimal, kesemuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika inferior. Selama
minggu keenam kehamilan, ujung distal-sebagian besar hindgut, kloaka, dibagi oleh septum
urorectal ke dalam sinus urogenital dan rektum. Lubang anus distal berasal dari ektoderm dan
menerima suplai darah dari arteri pudenda interna. Garis gyrus membagi hindgut endodermal
dari kanal anus distal ectodermal. 3
2.2 ANATOMI
Rektum memiliki panjang sekitar 12 sampai 15 cm. Tiga lipatan submukosa yang berbeda,
katup Houston, memperpanjang ke dalam lumen rektum. Pada bagian posterior, fascia presacral
memisahkan rektum dari pleksus vena presacral dan saraf panggul. Pada S4, fascia rectosacral
(fasia Waldeyer s) memanjang ke atas dan ke bawah dan menempel pada fasia propria di
anorektal junction. Pada bagian anterior, fascia Denonvilliers memisahkan rektum dari prostat
dan vesikula seminalis pada pria dan dari vagina pada wanita. Ligamen lateral menyokong
bagian bawah rektum. Kanalis analis diukur dengan panjang 2 sampai 4 cm dan umunya pada
pria lebih panjang daripada pada wanita. Ini dimulai di anorektal junction dan berakhir di
ambang anal. 4,5

Linea dentata atau linea pectinata menandai titik transisi antara mukosa rektal kolumnar
dengan skuamosa anoderma. 1 sampai 2 cm mukosa bagian proksimal ke linea dentata memiliki
karakteristik histologis yaitu sel kolumnar, kuboid, dan epitel skuamosa dan disebut sebagai zona
transisi dubur. Linea dentata dikelilingi oleh lipatan mukosa membujur, yang dikenal sebagai
kolom Morgagni (column of Morgagni) , dimana terdapat kriptus analis yang kosong. Kriptus ini
merupakan sumber abses cryptoglandular.3

Schwartz edisi 9. 2010.


Pada rektum distal, otot polos bagian dalam mengalami penebalan dan terdiri dari sfingter
anal internal yang dikelilingi oleh subkutan, superfisial, dan sfingter anal eksterna bagian dalam.
Sfingter Anal eksterna bagian dalam merupakan perpanjangan dari muskulus puborectalis.
Muskulus puborectalis, m. iliococcygeus, dan m. pubococcygeus membentuk muskulus levator
ani pada dasar panggul.3

a. Perianorectal space
Ruang perianal mengelilingi anus dan ke arah lateral berlanjut dengan lemak pada daerah
gluteal. Ruang intersfingterik memisahkan sfingter analis interna dan eksterna. Ini berlanjut
dengan ruang perianal distal dan meluas ke dinding rektum. Ruang iskiorektalis (fossa

ischiorectalis) terletak pada lateral dan posterior dari anus dan dibatasi di sebelah medial oleh
sfingter eksternal, di sebelah lateral oleh ischium, di sebelah superior oleh muskulus levator ani,
dan di sebelah inferior oleh septum transversal. 3
Ruang iskiorektalis berisi pembuluh darah rektalis inferior dan limfonodus. Dua ruang
iskiorektalis menghubungkan di posterior di atas ligamentum anococcygeal tetapi di bawah
muskulus levator ani, membentuk ruang postanal interna. Ruang supralevator terletak di atas
muskulus levator ani di kedua sisi rektum dan berhubungan di bagian posterior. Anatomi ruangruang tersebut mempengaruhi lokasi dan penyebaran infeksi cryptoglandular.5

Anatomi dari perianorectal


spaces.
A :=tampak Anterior ;
B = tampak Lateral

Schwartz edisi 9. 2010.

5
b. Drainase arteri anorektal

Arteri rektalis superior muncul dari cabang terminal dari arteri mesenterika inferior dan
suplai dari rektum bagian atas. Arteri rektum medial muncul dari iliaka interna. Arteri rektalis
inferior muncul dari arteri pudenda interna, yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. 2

c.

Drainase vena anorektal

Drainase vena dari rektum, paralel terhadap suplai arteri. Vena rektalis superior mengalir
ke sistem portal melalui Vena mesenterika inferior. Vena rektalis medialis mengalir ke Vena
iliaka interna. Vena rektalis inferior mengalir ke vena pudenda interna, dan kemudian menuju
Vena iliaka interna. Pleksus submukosa yang menuju kolom Morgagni (Column of Morgagni)
membentuk pleksus hemoroid dan mengalir ke tiga vena tersebut. 6

d. Drainase limfatik anorektal


Drainase limfatik pada rektum paralel terhadap pasokan vaskularisasi. Saluran limfatik
pada rektum bagian atas dan tengah mengalir ke arah superior menuju limfonodus mesenterika
inferior. Saluran limfatik pada rektum bagian bawah

mengalir ke arah superior menuju

limfonodus mesenterika inferior dan ke arah lateral menuju limfonodus iliaka interna.Kanalis
analis memiliki pola yang lebih kompleks pada drainase limfatik. Dari proksimal ke linea

dentata, limfe mengalir ke limfonodus mesenterika inferior dan limfonodus iliaka internal. Dari
distal ke linea dentata, limfe terutama mengalir ke limfonodus inguinalis, tetapi juga dapat
mengalir ke limfonodus mesenterika inferior dan limfonodus iliaka interna. 6
e.

Persarafan

Saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi daerah anorektal. Serabut saraf simpatis
yang berasal dari L1-L3 bergabung dengan pleksus preaortik. Serabut saraf preaortik memanjang
ke bawah aorta untuk membentuk pleksus hipogastrikus, yang kemudian bergabung dengan
serabut saraf parasimpatis untuk membentuk pleksus pelvik. Serabut saraf parasimpatis dikenal
sebagai Nervi erigentes dan berasal dari S2-S4. Serbut saraf ini bergabung dengan serabut saraf
simpatis dan membentuk pleksus pelvik. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis kemudian
menyuplai daerah anorektal dan organ urogenital yang berdekatan. 8
Sfingter analis interna dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis, kedua jenis
serabut saraf tersebut menghambat kontraksi sfingter. Sfingter analis eksterna dan muskulus
puborectalis dipersarafi oleh cabang rektalis inferior dari nervus pudenda interna. M. levator ani
menerima persarafan dari nervus pudenda interna dan cabang langsung dari S3 untuk S5.
Persarafan sensorik ke kanalais analis disuplai oleh cabang rektalis inferior dari nervus
pudendus.3
2.3 FISIOLOGI
Rektum dan anus ikut berperan dalam proses defekasi. Defekasi adalah mekanisme yang
kompleks, terkoordinasi, yang melibatkan gerakan massa kolon, tekanan intra-abdomen dan
rektum yang meningkat, dan relaksasi dasar pelvis. Distensi rektum menyebabkan refleks
relaksasi sfingter ani interna (refleks penghambatan rektoanal) yang memungkinkan terjadinya
kontak dengan kanalis analis. Jika buang air besar tidak terjadi, rektum berelaksasi dan refleks
defekasi terlewati (respon akomodasi). Hasil defekasi merupakan koordinasi dari tekanan intraabdomen yang meningkat, peningkatan kontraksi rektal, relaksasi otot puborectalis, lalu terjadi
pembukaan pada kanalis analis. 7
2.4

DEFINISI

Abses perianal merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis analis, dengan
pembentukan rongga abses. Keparahan dan kedalaman abses cukup variabel, dan rongga abses
sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistula (fistulous tract).3
2.5 EPIDEMIOLOGI
Kejadian puncak dari abses anorektal pada usia dekade ketiga dan keempat dalam
kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki-laki berbanding
perempuan yaitu 2 : 1- 3 : 1. Sekitar 30% pasien dengan abses anorektal memiliki riwayat abses
serupa.3
2.6 ETIOLOGI
Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi
infeksi, terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis.
Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia coli, spesies
Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah diidentifikasi
sebagai penyebab khas dari abses.3
2.7

PATOFISIOLOGI
Abses perirectal merupakan gangguan anorektal yang muncul dan didominasi akibat dari

obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 glandula analis pada linea
dentata. Glandula analis berfungsi untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi pada kriptus analis
merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan
pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya terbentuk di ruang intersphincteric dan
dapat menyebar di sepanjang ruang.4 Setelah infeksi mendapat akses ke ruang intersphincteric,
memiliki akses mudah ke ruang perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat
melibatkan ruang intersfingterik (intersphingteric space), ruang iskiorektalis (ischiorectalis
space), ruang supralevator (supralevator space). Dalam beberapa kasus, abses tetap terkandung
dalam ruang intersphincterik. 3

A = Infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau


kelenjar analis lain. Proses primer ini terjadi pada linea
dentata ; B dan C = Infeks menyebar ke jaringan
perianal dan perirektal secara tidak langsung melalui
system limfatik atau secara langsung melalui struktur
kelenjar ; D = Terbentuk abses ; E = Abses pecah
spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit
perianal dan terbentuk fistula komplit ; F = Abses

Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah. Abses perianal
adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai pembengkakan yang nyeri di ambang
analis. Menyebar melalui sphincter eksternal di bawah tingkat puborectalis menghasilkan abses
iskiorektalis. Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin tidak terlihat di daerah perianal.
Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan pembengkakan yang nyeri di lateral fossa
iskiorektalis. Abses Intersfingterik terjadi di ruang intersfingterik dan sangat sulit untuk
didiagnosa, sering membutuhkan pemeriksaan di bawah anestesi. Abses pelivik dan supralevator
jarang terjadi dan mungkin hasil dari perpanjangan abses intersfingterik atau iskiorektalis ke
atas, atau perpanjangan abses intraperitoneal ke bawah.6

Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010

A dan B = Daerah
penyebaran infeksi pada
Perianal space

10

http://emedicine.medscape.com
Illustration of the major
types of anorectal
abscesses
2.8

DIAGNOSIS
Nyeri di daerah anal adalah keluhan yang paling umum presentasi. Berjalan, batuk, atau

mengedan dapat memperberat rasa nyeri.1 Nyeri di daerah anal yang tiba-tiba, yang disertai
demam, kadang menggigil, malaise, nyeri di perianal di daerah yang mengalami pembengkakan,
terlihat eritema.3
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan ketidaknyamanan di daerah perianal
dan pruritus. Nyeri perianal sering diperburuk oleh gerakan dan tekanan perineum yang
meningkat dari duduk atau saat buang air besar. Pasien dengan abses iskiorektalis sering
mengeluhkan dengan demam, menggigil, dan nyeri parah dan rasa penuh di daerah perirektal.3
Sebuah massa sering terdeteksi dengan inspeksi daerah perianal atau dengan pemeriksaan
rektal digital. Kadang-kadang, pasien dapat disertai dengan demam, retensi urin, atau sepsis yang
mengancam jiwa.3
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membanru dalam kasus-kasus tertentu,
karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian terhadap
pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap abses ischiorektal yang
optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan adanya
obat anestesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida untuk memfasilitasi visualisasi
pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaan visualisasi endoskopik
(transrektal dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses
perianal dan fistula. Dengan teknik endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula
dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah dilaporkan sama efektifnya seperti
fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik

11

adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasien dengan kelainan perirektal karena rendahnya
risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah
pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap terapi.1,5

2.9 PENUNJANG
2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi
pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien tertentu, seperti individu dengan
diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap
terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut,
evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.1
2.9.2 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses anorektal,
namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau supralevator mungkin
memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI, atau ultrasonografi dubur. Namun
pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir yang harus dilakukan karena terbatasnya
kegunaannya. USG juga dapat digunakan secara intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi
abses atau fistula dengan lokasi yang sulit.1

12

MRI abses

2.10 TATALAKSANA

Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi. Insisi kulit dan insisi
subkutan dibuat di bagian atas yang paling menonjol dari abses dan eksisi dog ear untuk
mencegah penutupan prematur.6,7

Schwartz edisi 9. 2010.

Teknik drainase pada Abses Perianal

13

Abses intersfingterik didrainase denga membagi sfingter intera pada tingkat abses. Abses
intermuskular dan abses supralevator, selama bukan perluasan dari abses iskiorektal, dapat
didrainase ke dalam rektum bagian bawah dan kanalis analis bagian atas.
Abses ischiorektal dapat dilakukan drainase lokal luas melalui insisi cruriform (bentuk
salib) melalui kulit dan jaringan subkutan yang melapisi ruang yang terinfeksi.2
2.11 KOMPLIKASI
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Fistula Anorectal
muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal dan atau kelenjar anal, yang teridentifikasi
dengan adanya drainase dari kanal anal atau dari kulit disekitar perianal. Penyebab lainnya dari
fistula perianal merupakan multi faktor, termasuk penyakit divertikular, inflammatory bowel
disease, keganasan dan infeksi, seperti tuberkulosis dan actinomikosis. 1,2

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus. Brunicardi F. Charles
9th et all. Schwartzs: Principles of Surgery 9 Edition. 2010.
2. Bailey & Love. Malignant Tumours. Mann, Russell and Williams 22nd ed. London 1995.
Halaman 278-279.
3. Andre Hebra and John Geibel. Perianal Abscess. http:// emedicine.medscape.com.
November 2010.
4. Bernini A, Spencer MP, Wong WD, et al: Computed tomography-guided percutaneous
abscess drainage in intestinal disease: Factors associated with outcome. Dis Colon
Rectum 40:1009, 1997
5. Madoff RD, Fleshman JW: AGA technical review on the diagnosis and care of patients
with anal fissure. Gastroenterology 124:235, 2003.
6. Nelson R: Non surgical therapy for anal fissure. Cochrane Database Syst Rev,
4:CD003431, 2006.
7. Keighley, M.R.B and Williams,N.S (1999) Surgery of the Anus, Rectum and Colon, 2nd ed.
W.B. Saunders, London

Anda mungkin juga menyukai