Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

“E” DENGAN POST CRANIOTOMY EDH


DI RUANG ICU RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH :

Muntoyib

NIRA 33020110396

INTENSIVE CARE UNIT

RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

2017
A. Pengertian
Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur tulang tengkorak
dalam ruang antara tabula interna kranii dengan durameter. Hematoma epidural merupakan
gejala sisa yang serius akibat cedera kepela dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%.
Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah periototemporal akibat robekan arteria
meningea media(Sidharta, 2005)
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.(Wilson,2002)

B. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
 Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
 Bingung
 Penglihatan kabur
 Susah bicara
 Nyeri kepala yang hebat
 Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
 Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
 Mual
 Pusing
 Berkeringat
 Pucat
 Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

C. Etiologi
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian
dalam dari tengkorak.
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Abdul Hafid
(2014),

D. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital (Anderson S.2015).
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus
temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis
di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf
cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis
kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,
dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan
nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut
interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak
sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

E. Pathway
benturan pada kepala karena kecelakaan

robekan arteria meningea media Luka terbuka Resiko infeksi

perdarahan pada lapisan di antara tulang tengkorak dan dura meter

Epidural penghentian aliran darah Perubahan perfusi jaringan


Hematom Penurunan TD sistemik perifer

Edema

suplay darah ke otak menurun

desakan oleh hematoma

Resiko injuri
peningkatan TIK Kejang

penurunan kesadaran Reflek menelan lemah

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Hambatan mobilitas
fisik

F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak).
3. Hambatan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
4. Resiko injuri b.d kejang
5. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
6. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
H. Rencana Tindakan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung).
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
- Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
- Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
- Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
- Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
- Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
- Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
- Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
- Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
- Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
2. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
- mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
- bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
- Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
- Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
- Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
- Lakukan ronsen thoraks ulang.
- Berikan oksigen
3. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Tujuan
- Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
- Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
- Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
- Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus
4. .Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu 4X24 jam pasien
diharapkan dapat melakukan mibilisasi fisik secara optimal.
Intervensi
- Observasi kondisi fisik klien
- Rencanakan proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi
untuk menambah proses latihan
- Atur posisi senyaman mungkin
- Mengajari pasien ROM pasif dan aktif
- Biarkan pasien mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan
perawat
- Observasi kembali peningkatan gerak fisik
I. DAFTAR PUSTAKA

Sidharta P,Mardjono.2005. Neurologi Klinis Dasar.Jakarta. Dian Rakyat.


Abdul Hafid (2014), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.

Anderson S. McCarty L.,2015. Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.
EGC, Jakarta , 1014-1016

Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Nama : Tn “E”
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 08Januari 2017
Tanggal pengkajian : 9 Januari 2017 jam 10.00 WIB
NO reg medik :15060033
Diagnose medik :Post Craniotomy evakuasi a/i EDH
Alamat : Purbalingga
2) Identitas penanggung jawab
Nama : Ny “D”
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : SDA
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Pasien terpasang ETT dan ventilator mekanik mode SIMV
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang di RS ruang gawat darurat medical bedah dengan keluhan utama penurunan
kesadaran, klien mengalami kecelakaan motor dan kepala terbentur di aspal, muntah 1x
dan perdarahan ditelinga kiri, tidak ada kejang klien nampak penurunan kesadaran
dengan GCS E2M4V2. Kemudian px dilakukan operasi craniotomy a.i EDH pada
tanggal 8 jan 2015 jam 23.00
3) Riwayat kesehatan dahulu
Menurut pengakuan keluarga klien pernah kecelakaan 4 tahun yang lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak mempunyai penyakit turunan seperti hipertensi, DM dan penyakit
lainnya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lemah , E2M4Vt, gelisah
2) Tanda-tanda vital : TD :112/60, S :380, N : 88x/menit, RR : 22 x/ menit
3) Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Bentuk kepala mesoseval, keadaan kulit kepala klien kotor, terdapat luka
post Craniotomy
b. Mata ; Bentuk kedua mata simetris, konjungtiva merah mudah, sklera anikterik
c. Hidung : Bentuk hidung proporsional, tidak terdapat sekret, tidak ada tanda-tanda
peradangan terpasang ventilato, NGT.
d. Telinga : Bentuk telinga simetris kiri dan kanan , kedua telinga bersih, fungsi
pendengaran tidak terkaji karena klien mengalami penururan kesadaran
e. Mulut : Bentuk bibir simetris, warna bibir pucat, keadaan mulut kotor dan bau
terpasang ETT dan OPA
f. Leher : Bentuk leher simetris, keadaan bersih, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid
g. Dada : Bentuk dada simetris, perkembangan paru seimbang, terdapat bunyi nafas
tambahan, pernafasan 22 x/ menit, tidak terdapat kelainan bentuk dada, terpasang
elektroda kardiogram.
h. Abdomen : Bentuk datar, keadaan bersih, bising usus 8x/menit
i. Genetalia : Terpasang kateter
j. Ekstremitas : Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan , terpasang infus RL,
Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan, keadaan kulit bersih, dan terdapat
luka pada bagian betis kiri. Kekuatan otot 2 2

4) Kebutahan dasar ( 11 pola fungsi Gordon )


a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Tidak terkaji klien mengalami penurunan
kesadaran
b) Pola nitrisi : Makan klien pada saat di RS klien diet susu melalui selang NGT
dengan frekuensi 6 x perhari, dan sebelum dirawat di RS tidak dilakukan pengkajian
karena klien mengalami penurunan kesadaran.
c) Pola eliminasi : Selama klien di rawat di RS frekuensi BAKnya 150-200 cc/ jam,
warna kuning, sebelum sakit tidak dilakukan pengkajian karena klien mengalami
penurunan kesadran.
d) Pola tidur dan istrahat : Tidak dikaji karena klien mengalami penurunan kesadaran
e) Pola aktivitas dan latihan : Menurut keluarga klien sebelum sakit hari-harinya kerja
dihotel.
f) Pola persepsi kognotif : Tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadran
g) Pola persepsi dan konsep diri:Tidak terkaji karena klien mengalami penurunan
kesadran
h) Pola peran hubungan dengan sesam : Tidak terkaji karena klien mengalami
penurunan kesadaran
i) Pola koping toleransi terhadap stress : Tidak terkaji karena klien mengalami
penurunan kesadaran
j) Pola reproduksi dan seksualitas : Tidak terkaji karena klien mengalami penururan
kesadaran.
k) Pola nilai dan kepercayaan : Tidak terkaji karena klien mengalami penurunan
kesadaran

d. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Laboratorium Hasil Nilai Rujukan
Kamis, 8 Darah rutin:
januari 2017 Hb 14,1 gr/dl L : 13,5-17,5
Leukosit 12800 /mm3 H : 5.000-14.5000
Trombosit 215.000 /mm3 TR : 150.000-450.000
Hematokrit 31 % L : 40-52
GDS 171 70-100
Ur 24 10-50 mg/mol
Kr 0,28 0,6-1,1 mg/mol
Na 143 135-147 meq/l
K 3,6 3,6-5,4 mr/l
Ca 4,60 8,1-10,4 mg/100ml
Pco2 7,403
Po2 181,0
Hco3 16,3
Tco3 -5,9

Teraphy
Jenis Terapi Rute Terapi Dosis
Ceftriaxone IV 2 x 1 gr
Kalnex IV 3 x 500 mg
Vit k IV 3 x 10 amp
Ranitidine IV 2 x 50 mg
gentamicyn IV 2 x 80 mg
paracetamol infus IV 3 x 1 gr
manitol IV 4 x 100 cc

2. ANALISA DATA
No. Hari/ Tgl Data Etiologi Problem
1. Jumat 09 Ds: Perfusi jaringan
januari 2017 Do: klien tampak Perdarahan cerebral tdk
gelisah ,kesadaran efektif
stuppor
koma.E2M4Vt

2. Jumat, 09 Ds: Penumpukan Bersihan jalan


januari 2017 Do: secret nafas tidak
1.suara nafas efektif
terdengar ronchi.
2. terdapat akumulasi
sekret
3. pernafasan
20x/menit.
4. terpasang ETT
dan ventilator
mekanik mode
SIMV

1.
3. Jumat, 09 Ds : Terdapat luka Resiko infeksi
januari 2017 1. Terdapat luka kraniotomi
craniotomi.
2. Suhu tubuh teraba
panas 380C
3. Leukosit
12.800/mm3

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya secraet
b. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d trauma kepala
c. Resiko infeksi b/d adanya luka post op Craniotomy
4. INTERVENSI KEPERAWARAN
Tgl / No. Dx Tujuan & kriteria Intervensi Rasional
waktu hasil Keperawatan
9 1. Setelah dilakukan 1.monitoring TTV 1. untuk mengetahui
januari tindakan keperawatan klien perjam keadaan umum
2017 2x24 jam diharapkan klien.
Jam tidak ada gangguan 2. monitor status
10:00 neurologi
perfusi jaringan 2. mengetahui
dengan kriteria hasil: 3. posisikan kepala adanya resiko
1.kesadaran membaik klien head up 300 peningkatan TIK
2.luka membaik 4. kolaborasi 3. membantu dalam
pemberian manitol mengurangi TIK
sesuai therapi 4. manitol berfungsi
untuk mencegah
peningkatan TIK
9 2. Setelah dilakukan 1. monitor status 1. mengetahui
januari tindakan keperawatan respirasi kepastian bersihan
2017 selama 3x24 jam jalan nafas
Jam diharapkan jalan nafas 2. bebaskan jalan 2. membantu klien
11:00 efektif dengan kriteria nafas dalam bernafas
hasil : 3. untuk mengetahui
1.klien dapat bernafas 3. auskultasi suara adanya sekret
dengan baik tanpa nafas
dibantu denagan alat
2.peningkatan 4. agar kebutuhan
kesadaran 4. berikan oksigen oksigen terenuhi
sesuai program
9 3. Setelah dilakukan 1. monitir TTV 1.untuk mengetahui
januari tindakan keperawatan keadaan umum
2017 selama 3x24 klien pasien
Jam diharapkan tidak 2. lihat luka post op 2.untuk melihat
13:00 mengalami infeksi Crniotomi dan adanya tanda-
dengan kriteria hasil: balutan tanda terjadinya
1.tidak menunjukkan infeksi
adanya tanda infekssi 3.mencegah
2.tidak terjadi infeksi 3. lakukan cuci tangan terjadinya infeksi
yang baik dan
lakukan
perawatan luka 4. pemberian
4. kolaborasi antibiotk
pemberian antibiotik tujuannya untuk
sesuai indikasi menurunkan mikro
organisme dan
menurunkan
penyebaran dan
perkembangan
mikro organisme
pada luka

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tgl / No. Imlementasi Keperawatan Respon Klien


waktu Dx
9 1. 1.memonitor TTV klien perjam 1. TTV klien dalam batas
januari normal di tandai dengan N :
2017 88x/menit TD: 112/60
Jam mmHg RR: 22x/menit
10:00 2. memonitor status neurologi 2. tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
3.meposisikan kepala klien head up 3. tidak terjadi peningkatan
300 TIK
4. tidak terjadi peningkatan
4. mekolaborasi pemberian manitol TIK
sesuai therapi
9 2. 1. memonitor status respirasi 1. respirasi klien dalam batas
januari normal 22x/menit
2017 2.mebersihan jalan nafas dengan cara 2. tidak terdengar adanya
Jam melakukan suction suara ronchi atau secret
11:00 3. mengauskultasi suara nafas
3. tidak terdengar adanya suara
4. memberikan oksigen sesuai ronchi atau secret
program terpasang ventilator 4. saturasi oksigen 99%
9 3. 1. memonitor suhu tubuh klien 1. suhu tubuh klien 380C
Januari 2. melihat luka post op Crniotomi dan 2. keadaan balutan lembab
2017 balutan Basah.
Jam 3. melakukan cuci tangan yang baik 3. keadaan balutan bersih
13:00 dan lakukan perawatan luka.
4.mengkolaborasi pemberian 4. ceftiaxone 1gr IV
antibiotik sesuai indikasi

6. EVALUASI KEPERAWATAN

Tgl / waktu No. Dx Evaluasi keperawatan


9 januari 1. S:
2017 O : klien masih mengalami penurunan kesaranran
Jam 14:00 A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi keperawatan
10 januari 2. S:
2017 O : masih terdengar suara ronchi dipernafasan,
Jam 14:00 RR : 22 x / menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi keperawatan
10 januari 3. S:
2017 O : keadaan luka belum kering
Jam 13:00 A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

DENGAN POST LAPARATOMY EKSPLORASI (ILEUS OBSTRUKTIF)


DI RUANG ICU RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO

DISUSUN OLEH :

Muntoyib
NIRA 33020110396

INTENSIVE CARE UNIT


RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO
2017
1. Pengertian
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 : 202).
Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa
juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik atau karena
adanya blockage (Barbara C. Long, 1996 : 242).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan yang
terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa diusus halus
ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan makanan.

2. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone M.D
(2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus obstruktif adalah :
a. Mekanis
1) Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara
permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara
peritoneum viseral dengan parietal
2) Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3) Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor
diluar usus mendesak dinding usus.
4) Massa makanan yang tidak dicerna.
5) Sekumpulan cacing
6) Tinja yang keras.
7) Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8) Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.

3. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas (70 %
dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari,
karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah
dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang ekstra sel yang mengakibatkan
syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan perfusi jaringan dan asidosis metabolic.
Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium
dari sel, mengakibatkan alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan, dan gas
terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi
absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung. Dengan peningkatan
distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena
dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan
akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat terjadi akibat distensi abdomen.

4. Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long (1996)
menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan
mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi
dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta
menyebabkan syok.
5) Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6) Abdominal distention
7) Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4) Muntah fekal laten
5) Dehidrasi laten
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan
sebagian menyebabkan diare
Manifestasi Klinik Laparatomi:

1) Nyeri tekan
2) Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Kelemahan
4) Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5) Konstipasi
6) Mual dan muntah, anoreksia

5. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh karena
itu sekitar delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak ada
absorpsi mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan penyedotan
usus
b. Asidosis metabolic
c. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan kehilangan
cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.
6. Penatalaksanaan
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi.
c. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.
e. Analgetik
f. Therapy oksigen.

7. Pengkajian
a. Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa medik.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama, Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh
pertolongan.
2) Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika
dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik
PQRST. Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan
apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung beratnya
penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh nyeri pada
luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan akan berkurang
apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri
yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka
operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3) Riwayat kesehatan dahulu, Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah
dioperasi padabagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post
laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga, Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan
mempunyai ileus obstruktif karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada
kemungkinan pada keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai
riwayat penyakit kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
a. Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar serum
natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan sodium dan
potassium.
b. Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
c. Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus yang
melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa menunjukkan adanya
udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda adanya perforasi.
d. Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu memastikan
diagnosis.
e. Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam kolon klien
setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang
9. Diagnosa keperawatan Post Operasi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisIK
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
10. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pola napas pasien
efektif
Kriteria Hasil: Respiratory status: Ventilation

No . Indikator IR ER
1. Respiratory Rate

2. Respiratory Rhytm

3. Kedalaman inspirasi

4. Volume tidal

5. Kapasitas vital

Keterangan

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang

4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

NIC : Airway Management


a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri teratasi
Kriteria Hasil : Pain Level
No. Indikator IR ER
1. Melaporkan adanya nyeri
2. Luas bagian yang terpengaruh
3. Pernyataan nyeri
4. Ekspresi nyeri pada wajah
5. Posisi tubuh protektif
6. Kurangnya istirahat

Keterangan
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

NIC : Pain Management


a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


metabolisme, mual, dan muntah
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi pasien
terpenuhi
Kriteria Hasil : Nutritional Status : nutrient Intake

Indikator IR ER
No.
1. Peningkatan BB
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi
badan
3. Kebutuhan nutrisi
4. Tanda-tanda malnutrisi

Keterangan

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

NIC : Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan


2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
A. PENGKAJIAN
Sumber data : klien, rekam medis dan keluarga klien

Tanggal masuk RS : 08/2/2017 jam 09.30

Tanggal Masuk ICU : 09/2/2017 Jam 14.25

Tanggal pengkajian : 09/2/2017 Jam 14.50

1. Identitas

a. Identitas klien
Nama : TN. S

Umur : 69 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Karang lewas RT 9 RW 4, Purwokerto

No CM : 01020345

b. Identitias penanggung jawab


Nama : Ny ,T

Umur : 34 tahun

Alamat : SDA

Hubungan : Anak

2. Pengkajian Primer
a. Airway :
Pada jalan napas tidak terdapat sumbatan jalan napas, terpasang ETT, tidak terdengar suara
gargling maupun stridor, wheezing -, ronkhi -
b. Breathing :
Pernapasan dengan ventilasi mekanik dengan bantuan ventilator mode SIMV, FiO2 80
%(Peep 5,RR 10)RR : 10 kali/menit, napas irreguler , suara dasar napas vesikuler,
pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak adanya jejas, tidak tampak icus
cordis, bunyi perkusi sonor, pengembangan dada simetris kanan dan kiri.

c. Circulation :
TD 130/86 mmHg, MAP 92mmHg, HR 72 x/menit, SaO2 98%, capillary refill 2 detik ,
turgor kulit cepat, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, deuresis 200 cc/ 3 jam, tidak
terdapat tanda tanda perdarahan.

d. Dissability
Kesadaran : CM, GCS : E4M6VT, reaksi pupil +/+, pupil isokor, 2 mm, kekuatan otot
ekstermitas 5 5

2 2

e. Exposure
Terdapat luka post laparatomy, balutan bersih, rembes (-), drain -, suhu 37,1 ⁰C, deformitas
(-), luka pada anggota tubuh lain (-), contusio (-), laserasi (-).

f. Five intervention
Irama jantung reguler dengan sinus Rhytm, terpasang DC no 16, NGT no 16, pemeriksaan
penunjang terlampir

g. Give comfort
Pasien dilakukan dengan pengkajian skala nyeri NVPS dengan skala nyeri 8.

3. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Pasien terpasang Ventilator mekanik mode SIMV (peep 5, FiO2 80 %), napas irregular,
RR 10 x/mnt, , tidak terdapat retraksi otot interkosta.
b. Keluhan tambahan
Pasien masih terliht lemah

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluarga pasien mengatakan pasien datang ke IGD tanggal 8/12/2014 dengan keluhan
klien tidak bisa BAB, platus (+), BAK (+), perut kembung (+), mual (+), muntah (-). Saat
masuk rumah sakit klien tidak bisa BAB, platus (-), mual (-), muntah (-), kembung (+),
makan (+), minum (+), nyeri (+). Riwayat perubahan pola BAB sejak 6 bulan yang lalu.

d. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah sakit seperti pada saat ini, tidak
memiliki riwayat sakit hipertensi maupun DM.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga pasien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang
sama seperti pasien.

4. Pengkajian 6 B
a. Breathing
Pola napas irregular dengan frekuensi 10 x/menit, suara dasar napas vesikuler, tidak
terdapat wheezing,tidak terdapat ronki pada saluran pernapasan, terpasang dan Ventilator
mekanik mode SIMV peep 5, fiO2 80 %.

b. Blood (circulation)
TD 130/89 mmHg, MAP 72mmHg, HR 82 x/menit, SaO2 98%, capillary refill 2 detik ,
turgor kulit cepat, deuresis 200cc/ 3 jam.

c. Brain
Kesadaran compos mentis, E4 M6 VT , reaksi pupil +/+, pupil isokor, 2 mm

Pengkajian fungsi taktil :

Sensasi taktil (+)\

Sensasi superfisial (+)


Reflek Bisep (+)

Reflek Trisep (+)

Reflek patela (+)

Pengkajian reflek patologi

Reflek Babinski (-), kaku kuduk (-), kernig (-)

d. Bladder
Terpasang kateter ukuran no 16 terpasang hari pertama, produksi urine 200 cc/2 jam,
distensi kandung kemih (-)

e. Bowel
Rongga mulut bersih, tidak terdapat lesi pada mulut.

Bising usus (-), terpasang NGT no 16 hari pertama pada saat dilakukan pengkajian

Distensi abdomen (-) nyeri perut (+),Mual dan muntah (+), NGT dialirkan produktif cairan
50 cc

f. Bone
capillary refill 2 detik , turgor kulit lambat, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik,,deuresis 200 cc/ 3 jam, membran mukosa basah, tidak terdapat lesi maupun
dekubitus.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 09/2/2017 jam 15.00 Post Operasi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 10.7 g/dl 11.2-17.3


Leukosit 12670 U/ L 3800-10600
Hematokrit 43 % 40-52
Eritrosit 4.0 L 10^6/UL 4.4-5.9
Trombosit 182.000 /ul 150.000-440.000
MCV 105.7 H fl 80-100
MCH 34.2 H pg/cell 26-34
MCHC 31.3 % 32-36
RDW 22.7 H % 11.5-14.5
MPV 11.1 fl 9.4-12.4
Kimia Klinik
Glukosa darah 145 mg /dl mg/dl <=200
Natrium 130 mmol/L 134-146
Kalium 4.8 mmol/L 3.4-4.5
Klorida 94 mmol/L 96-108
Albumin 2.48 g/dl 3,5-5,5

1. Therapy
- Ceftriaxone 2 x 1 g
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Morphin pump 1 mg/jam
- Metronidazol 3 x 500 mg
- Kalnex 2 x 500 mg

B. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Problem

1. DS : Hiperventilasi Pola napas tidak


DO : efektif
Napas irregular , RR 10x/mnt , terpasang
Ventilator mekanik mode SIMV, FiO2 80 %

saturasi Oksigen 98 %
2. DS : Agen injury Nyeri akut
DO : fisik
TD 130/80 mmHg, MAP 92mmHg,
10 x /mnt, Suhu 37.2,Skala nyeri 8 dengan
NVPS, terdapat luka post Operasi laparatomy
H.0

3. DS :
DO : pasien puasa, NGT dialirkan, produktif Intake Ketidakseimbang
cairan, hasil lab albumin 2.48 g/dl berkurang an nutrisi kurang
terdapat luka post Operasi laparatomy H.0 dari kebutuhan
tubuh

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa NOC NIC


Keperaw
atan

1. Pola Setelah dilakukan tindakan NIC : Airway Management


napas keperawatan selama 2x24 jam,
a. Buka jalan nafas, guanakan
tidak diharapkan pola nafas kembali
teknik chin lift atau jaw thrust
efektifdengan kriteria hasil:
efektif
bila perlu
berhubun Respiratory status: Ventilation
b. Posisikan pasien untuk
gan
memaksimalkan ventilasi
dengan
c. Identifikasi pasien perlunya
Indikator IR ER
pemasangan alat jalan nafas
hiperventi Respiratory rate 2 4 buatan
lasi Respiratory 2 4 d. Pasang mayo bila perlu
rhytme e. Lakukan fisioterapi dada jika

Kapasitas vital 2 4 perlu


Volume tidal 2 4 f. Keluarkan sekret dengan

Keterangan batuk atau suction


g. Auskultasi suara nafas, catat
1. Keluhan ekstrim
adanya suara tambahan
2. Keluhan berat h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila
3. Keluhan sedang
perlu
4. Keluhan ringan j. Berikan pelembab udara

5. Tidak ada keluhan Kassa basah NaCl Lembab


k. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status
O2

2. Nyeri akut NIC : Pain Management


arteri atau
a. Lakukan pengkajian nyeri
vena
secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik,
No. Indikator IR ER durasi, frekuensi, kualitas dan
1. Melaporkan faktor presipitasi
adanya nyeri
b. Observasi reaksi nonverbal
2. Luas bagian
yang dari ketidaknyamanan
terpengaruh c. Gunakan teknik komunikasi
3. Pernyataan terapeutik untuk mengetahui
nyeri
pengalaman nyeri pasien
4. Ekspresi
nyeri pada d. Kaji kultur yang
wajah mempengaruhi respon nyeri
5. Posisi tubuh e. Evaluasi pengalaman nyeri
protektif masa lampau
6. Kurangnya
f. Evaluasi bersama pasien dan
istirahat
Setelah dilakukan tindakan tim kesehatan lain tentang
keperawatan selama 2x24 jam, ketidakefektifan kontrol nyeri
diharapkan nyeri teratasi kriteria masa lampau
hasil: level nyeri g. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
Keterangan
h. Kontrol lingkungan yang
1. Keluhan ekstrim dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
2. Keluhan berat
pencahayaan dan kebisingan
3. Keluhan sedang i. Kurangi faktor presipitasi

4. Keluhan ringan
nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan
5. Tidak ada keluhan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

3. Ketidakse Tujuan: Setelah dilakukan NIC : Nutrition Management


imbangan asuhan keperawatan selama 3 x
 Kaji adanya alergi makanan
nutrisi 24 jam diharapkan nutrisi pasien
terpenuhi  Kolaborasi dengan ahli gizi
kurang
untuk menentukan jumlah
dari Kriteria Hasil : Nutritional
kalori dan nutrisi yang
kebutuhan Status : nutrient Intake
dibutuhkan pasien.
tubuh
No. Indikator IR  Anjurkan pasien untuk
ER meningkatkan intake Fe
1. Intake 2 4
 Anjurkan pasien untuk
makanan
2. Intake 2 4 meningkatkan protein dan
cairan vitamin C
3. Mual 2 4  Berikan substansi gula
4. Muntah 2 4  Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang
Keterangan
terpilih ( sudah
1. Keluhan ekstrim dikonsultasikan dengan ahli

2. Keluhan berat gizi)


 Ajarkan pasien bagaimana
3. Keluhan sedang
membuat catatan makanan
4. Keluhan ringan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
5. Tidak ada keluhan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal No Dx Implementasi Respon Tandata
, Jam ngan

9/2/2017
Jam 1  Memposisikan pasien S : -
16.00 semi fowler untuk O : RR 10x/mnt,napas
WIB memaksimalkan irreguler, terpasang
ventilasi Ventilator mekanik
 Melakukan auskultasi mode SIMV,Fio2
suara napas 80 % saturasi Oksigen
96 %

S:-

O : Pasien terpasang
Jam
20.00  Melakukan weaning ventilator mekanik

WIB ventilator mekanik mode Spontan, PS : 6 ,


dengan mode PEEP 5, FiO2 50 %,
spontan, FiO2 50 % RR 14 x/mnt, saO2
100 %
 Memonitor respirasi
dan status O2
9/2/2017 2  Melakukan
Jam pengkajian S:

16.00 komprehensif O : skala nyeri

WIB terhadap nyeri berkurang , jadi 6


(NVPS)
 Memantau pemberian
Jam
therapy morphin
20.00
pump 1 mg per jam
WIB S :-
 Memotivasi istirahat O : TD 123/75, HR 78
x /mnt, RR 14 x/mnt,
px istirahat dengan
nyaman
10/02/17 1  Memonitor ku dan vS S : pasien mengatakan
Jam tidak sesak napas
 Melakukan ekstubasi
10.00 O : RR 18 x /mnt,

WIB  Memberikan oksigen terpasang binasal 3 lpm,


dengan binasal 3 lpm Sao2 100 %,TD
120/75mmHg, HR 88 x
 Memonitor TTV /mnt, Suhu 36.5

10/2/17
Jam 2  Memonitor ku dan VS S : px mengatakan
10.00  Melakukan nyeri pada bagian post
WIB pengkajian nyeri operasi, seperti di
 Memonitor tingkat tusuk tussuk, skala
kenyamanan pasien nyeri 5, bertambah
 Mengajarkan teknik jikaa bergerak
relaksasi O : TD 120/75mmHg,
HR 88 x /mnt, Suhu
36.5, RR18 x mnt,
nyeri terkontrol

10/2/17
jam 3  Melakukan S : Px mengatakan
12.00 kolaborasi dengan masih merasa mual,
ahli gizi untuk muntah –
menentukan jumlah O : NGT dialirkan
kalori dan nutrisi produktif cairan
yang dibutuhkan sekitar 100 cc, warna
pasien. kuning, cairan TPN
 Memberikan TPN masuk
 Memonitor mual dan
muntah

F. EVALUASI KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnose Evaluasi Tanda
kep. tanga
n
1. 10/02/1 Pola S:-
7 napas O : pasien terpasangbinasal 3 lpm, pasien
Jam tidak tampak tenang , RR 18 x/mnt, SaO2 100 %
14.00 efektif
berhubun
gan
Indikator Skala Skala
dengan
Skala tujuan capaian
hipervent
awal
ilasi
Respiratory rate 2 4 4
Respiratory 2 4 4
rhytme 2 4 4
Kapasitas vital 2 4 4
Volume tidal
A : Masalah Pola napas tidak efektif teratasi
P ; Hentikan intervensi

2. 10/02/1 Nyeri S : px mengatakan nyeri pada bagian post


7 akut operasi di perut, seperti di tusuk tussuk, skala
Jam nyeri 5, bertambah jikaa bergerak
14.00 O : TD 120/75mmHg, HR 88 x /mnt, Suhu
36.5, RR18 x mnt, nyeri terkontrol
Indikator Skala Skala Skala
awal tujuan capaia
n
Laporan nyeri 2 4 3
Luas nyeri 2 4 3
Skala nyeri 2 4 3
TTV 2 4 4

A Masalah nyeri akut teratasi sebagian


P : lanjutkan intervensi

3 10/02/1 Ketidaks S : px mengatakan masih teraa mual dan


7 eimbang muntah
Jam an nutrisi O : NGT dialirkan , produktif cairan 100 cc
14.00 kurang , warna kuning,
dari Indikator Skala Skala Skala
kebutuha awal tujuan capaia
n tubuh n
Intake 2 4 3
makanan
Intak cairan 2 4 3
Mual 2 4 3
Muntah 2 4 3
=

A Masalah nutrisi kurang dri kebutuhan


tubuh blm teratasi
P : lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai