DISUSUN OLEH :
Muntoyib
NIRA 33020110396
2017
A. Pengertian
Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur tulang tengkorak
dalam ruang antara tabula interna kranii dengan durameter. Hematoma epidural merupakan
gejala sisa yang serius akibat cedera kepela dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%.
Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah periototemporal akibat robekan arteria
meningea media(Sidharta, 2005)
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.(Wilson,2002)
B. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
C. Etiologi
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian
dalam dari tengkorak.
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Abdul Hafid
(2014),
D. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital (Anderson S.2015).
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus
temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis
di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf
cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis
kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,
dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan
nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut
interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak
sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
E. Pathway
benturan pada kepala karena kecelakaan
Edema
Resiko injuri
peningkatan TIK Kejang
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Hambatan mobilitas
fisik
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak).
3. Hambatan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
4. Resiko injuri b.d kejang
5. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
6. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
H. Rencana Tindakan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung).
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
- Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
- Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
- Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
- Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
- Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
- Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
- Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
- Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
- Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
2. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
- mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
- bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
- Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
- Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
- Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
- Lakukan ronsen thoraks ulang.
- Berikan oksigen
3. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Tujuan
- Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
- Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
- Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
- Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus
4. .Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu 4X24 jam pasien
diharapkan dapat melakukan mibilisasi fisik secara optimal.
Intervensi
- Observasi kondisi fisik klien
- Rencanakan proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi
untuk menambah proses latihan
- Atur posisi senyaman mungkin
- Mengajari pasien ROM pasif dan aktif
- Biarkan pasien mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan
perawat
- Observasi kembali peningkatan gerak fisik
I. DAFTAR PUSTAKA
Anderson S. McCarty L.,2015. Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.
EGC, Jakarta , 1014-1016
Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Nama : Tn “E”
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 08Januari 2017
Tanggal pengkajian : 9 Januari 2017 jam 10.00 WIB
NO reg medik :15060033
Diagnose medik :Post Craniotomy evakuasi a/i EDH
Alamat : Purbalingga
2) Identitas penanggung jawab
Nama : Ny “D”
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : SDA
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Pasien terpasang ETT dan ventilator mekanik mode SIMV
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang di RS ruang gawat darurat medical bedah dengan keluhan utama penurunan
kesadaran, klien mengalami kecelakaan motor dan kepala terbentur di aspal, muntah 1x
dan perdarahan ditelinga kiri, tidak ada kejang klien nampak penurunan kesadaran
dengan GCS E2M4V2. Kemudian px dilakukan operasi craniotomy a.i EDH pada
tanggal 8 jan 2015 jam 23.00
3) Riwayat kesehatan dahulu
Menurut pengakuan keluarga klien pernah kecelakaan 4 tahun yang lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak mempunyai penyakit turunan seperti hipertensi, DM dan penyakit
lainnya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lemah , E2M4Vt, gelisah
2) Tanda-tanda vital : TD :112/60, S :380, N : 88x/menit, RR : 22 x/ menit
3) Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Bentuk kepala mesoseval, keadaan kulit kepala klien kotor, terdapat luka
post Craniotomy
b. Mata ; Bentuk kedua mata simetris, konjungtiva merah mudah, sklera anikterik
c. Hidung : Bentuk hidung proporsional, tidak terdapat sekret, tidak ada tanda-tanda
peradangan terpasang ventilato, NGT.
d. Telinga : Bentuk telinga simetris kiri dan kanan , kedua telinga bersih, fungsi
pendengaran tidak terkaji karena klien mengalami penururan kesadaran
e. Mulut : Bentuk bibir simetris, warna bibir pucat, keadaan mulut kotor dan bau
terpasang ETT dan OPA
f. Leher : Bentuk leher simetris, keadaan bersih, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid
g. Dada : Bentuk dada simetris, perkembangan paru seimbang, terdapat bunyi nafas
tambahan, pernafasan 22 x/ menit, tidak terdapat kelainan bentuk dada, terpasang
elektroda kardiogram.
h. Abdomen : Bentuk datar, keadaan bersih, bising usus 8x/menit
i. Genetalia : Terpasang kateter
j. Ekstremitas : Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan , terpasang infus RL,
Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan, keadaan kulit bersih, dan terdapat
luka pada bagian betis kiri. Kekuatan otot 2 2
d. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Laboratorium Hasil Nilai Rujukan
Kamis, 8 Darah rutin:
januari 2017 Hb 14,1 gr/dl L : 13,5-17,5
Leukosit 12800 /mm3 H : 5.000-14.5000
Trombosit 215.000 /mm3 TR : 150.000-450.000
Hematokrit 31 % L : 40-52
GDS 171 70-100
Ur 24 10-50 mg/mol
Kr 0,28 0,6-1,1 mg/mol
Na 143 135-147 meq/l
K 3,6 3,6-5,4 mr/l
Ca 4,60 8,1-10,4 mg/100ml
Pco2 7,403
Po2 181,0
Hco3 16,3
Tco3 -5,9
Teraphy
Jenis Terapi Rute Terapi Dosis
Ceftriaxone IV 2 x 1 gr
Kalnex IV 3 x 500 mg
Vit k IV 3 x 10 amp
Ranitidine IV 2 x 50 mg
gentamicyn IV 2 x 80 mg
paracetamol infus IV 3 x 1 gr
manitol IV 4 x 100 cc
2. ANALISA DATA
No. Hari/ Tgl Data Etiologi Problem
1. Jumat 09 Ds: Perfusi jaringan
januari 2017 Do: klien tampak Perdarahan cerebral tdk
gelisah ,kesadaran efektif
stuppor
koma.E2M4Vt
1.
3. Jumat, 09 Ds : Terdapat luka Resiko infeksi
januari 2017 1. Terdapat luka kraniotomi
craniotomi.
2. Suhu tubuh teraba
panas 380C
3. Leukosit
12.800/mm3
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya secraet
b. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d trauma kepala
c. Resiko infeksi b/d adanya luka post op Craniotomy
4. INTERVENSI KEPERAWARAN
Tgl / No. Dx Tujuan & kriteria Intervensi Rasional
waktu hasil Keperawatan
9 1. Setelah dilakukan 1.monitoring TTV 1. untuk mengetahui
januari tindakan keperawatan klien perjam keadaan umum
2017 2x24 jam diharapkan klien.
Jam tidak ada gangguan 2. monitor status
10:00 neurologi
perfusi jaringan 2. mengetahui
dengan kriteria hasil: 3. posisikan kepala adanya resiko
1.kesadaran membaik klien head up 300 peningkatan TIK
2.luka membaik 4. kolaborasi 3. membantu dalam
pemberian manitol mengurangi TIK
sesuai therapi 4. manitol berfungsi
untuk mencegah
peningkatan TIK
9 2. Setelah dilakukan 1. monitor status 1. mengetahui
januari tindakan keperawatan respirasi kepastian bersihan
2017 selama 3x24 jam jalan nafas
Jam diharapkan jalan nafas 2. bebaskan jalan 2. membantu klien
11:00 efektif dengan kriteria nafas dalam bernafas
hasil : 3. untuk mengetahui
1.klien dapat bernafas 3. auskultasi suara adanya sekret
dengan baik tanpa nafas
dibantu denagan alat
2.peningkatan 4. agar kebutuhan
kesadaran 4. berikan oksigen oksigen terenuhi
sesuai program
9 3. Setelah dilakukan 1. monitir TTV 1.untuk mengetahui
januari tindakan keperawatan keadaan umum
2017 selama 3x24 klien pasien
Jam diharapkan tidak 2. lihat luka post op 2.untuk melihat
13:00 mengalami infeksi Crniotomi dan adanya tanda-
dengan kriteria hasil: balutan tanda terjadinya
1.tidak menunjukkan infeksi
adanya tanda infekssi 3.mencegah
2.tidak terjadi infeksi 3. lakukan cuci tangan terjadinya infeksi
yang baik dan
lakukan
perawatan luka 4. pemberian
4. kolaborasi antibiotk
pemberian antibiotik tujuannya untuk
sesuai indikasi menurunkan mikro
organisme dan
menurunkan
penyebaran dan
perkembangan
mikro organisme
pada luka
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
6. EVALUASI KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH :
Muntoyib
NIRA 33020110396
2. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone M.D
(2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus obstruktif adalah :
a. Mekanis
1) Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara
permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara
peritoneum viseral dengan parietal
2) Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3) Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor
diluar usus mendesak dinding usus.
4) Massa makanan yang tidak dicerna.
5) Sekumpulan cacing
6) Tinja yang keras.
7) Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8) Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.
3. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas (70 %
dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari,
karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah
dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang ekstra sel yang mengakibatkan
syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan perfusi jaringan dan asidosis metabolic.
Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium
dari sel, mengakibatkan alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan, dan gas
terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi
absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung. Dengan peningkatan
distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena
dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan
akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat terjadi akibat distensi abdomen.
4. Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long (1996)
menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan
mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi
dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta
menyebabkan syok.
5) Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6) Abdominal distention
7) Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4) Muntah fekal laten
5) Dehidrasi laten
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan
sebagian menyebabkan diare
Manifestasi Klinik Laparatomi:
1) Nyeri tekan
2) Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Kelemahan
4) Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5) Konstipasi
6) Mual dan muntah, anoreksia
5. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh karena
itu sekitar delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak ada
absorpsi mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan penyedotan
usus
b. Asidosis metabolic
c. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan kehilangan
cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.
6. Penatalaksanaan
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi.
c. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.
e. Analgetik
f. Therapy oksigen.
7. Pengkajian
a. Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa medik.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama, Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh
pertolongan.
2) Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika
dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik
PQRST. Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan
apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung beratnya
penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh nyeri pada
luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan akan berkurang
apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri
yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka
operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3) Riwayat kesehatan dahulu, Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah
dioperasi padabagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post
laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga, Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan
mempunyai ileus obstruktif karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada
kemungkinan pada keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai
riwayat penyakit kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
a. Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar serum
natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan sodium dan
potassium.
b. Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
c. Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus yang
melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa menunjukkan adanya
udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda adanya perforasi.
d. Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu memastikan
diagnosis.
e. Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam kolon klien
setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang
9. Diagnosa keperawatan Post Operasi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisIK
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
10. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pola napas pasien
efektif
Kriteria Hasil: Respiratory status: Ventilation
No . Indikator IR ER
1. Respiratory Rate
2. Respiratory Rhytm
3. Kedalaman inspirasi
4. Volume tidal
5. Kapasitas vital
Keterangan
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
Keterangan
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Indikator IR ER
No.
1. Peningkatan BB
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi
badan
3. Kebutuhan nutrisi
4. Tanda-tanda malnutrisi
Keterangan
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : TN. S
Umur : 69 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
No CM : 01020345
Umur : 34 tahun
Alamat : SDA
Hubungan : Anak
2. Pengkajian Primer
a. Airway :
Pada jalan napas tidak terdapat sumbatan jalan napas, terpasang ETT, tidak terdengar suara
gargling maupun stridor, wheezing -, ronkhi -
b. Breathing :
Pernapasan dengan ventilasi mekanik dengan bantuan ventilator mode SIMV, FiO2 80
%(Peep 5,RR 10)RR : 10 kali/menit, napas irreguler , suara dasar napas vesikuler,
pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak adanya jejas, tidak tampak icus
cordis, bunyi perkusi sonor, pengembangan dada simetris kanan dan kiri.
c. Circulation :
TD 130/86 mmHg, MAP 92mmHg, HR 72 x/menit, SaO2 98%, capillary refill 2 detik ,
turgor kulit cepat, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, deuresis 200 cc/ 3 jam, tidak
terdapat tanda tanda perdarahan.
d. Dissability
Kesadaran : CM, GCS : E4M6VT, reaksi pupil +/+, pupil isokor, 2 mm, kekuatan otot
ekstermitas 5 5
2 2
e. Exposure
Terdapat luka post laparatomy, balutan bersih, rembes (-), drain -, suhu 37,1 ⁰C, deformitas
(-), luka pada anggota tubuh lain (-), contusio (-), laserasi (-).
f. Five intervention
Irama jantung reguler dengan sinus Rhytm, terpasang DC no 16, NGT no 16, pemeriksaan
penunjang terlampir
g. Give comfort
Pasien dilakukan dengan pengkajian skala nyeri NVPS dengan skala nyeri 8.
3. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Pasien terpasang Ventilator mekanik mode SIMV (peep 5, FiO2 80 %), napas irregular,
RR 10 x/mnt, , tidak terdapat retraksi otot interkosta.
b. Keluhan tambahan
Pasien masih terliht lemah
4. Pengkajian 6 B
a. Breathing
Pola napas irregular dengan frekuensi 10 x/menit, suara dasar napas vesikuler, tidak
terdapat wheezing,tidak terdapat ronki pada saluran pernapasan, terpasang dan Ventilator
mekanik mode SIMV peep 5, fiO2 80 %.
b. Blood (circulation)
TD 130/89 mmHg, MAP 72mmHg, HR 82 x/menit, SaO2 98%, capillary refill 2 detik ,
turgor kulit cepat, deuresis 200cc/ 3 jam.
c. Brain
Kesadaran compos mentis, E4 M6 VT , reaksi pupil +/+, pupil isokor, 2 mm
d. Bladder
Terpasang kateter ukuran no 16 terpasang hari pertama, produksi urine 200 cc/2 jam,
distensi kandung kemih (-)
e. Bowel
Rongga mulut bersih, tidak terdapat lesi pada mulut.
Bising usus (-), terpasang NGT no 16 hari pertama pada saat dilakukan pengkajian
Distensi abdomen (-) nyeri perut (+),Mual dan muntah (+), NGT dialirkan produktif cairan
50 cc
f. Bone
capillary refill 2 detik , turgor kulit lambat, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik,,deuresis 200 cc/ 3 jam, membran mukosa basah, tidak terdapat lesi maupun
dekubitus.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 09/2/2017 jam 15.00 Post Operasi
1. Therapy
- Ceftriaxone 2 x 1 g
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Morphin pump 1 mg/jam
- Metronidazol 3 x 500 mg
- Kalnex 2 x 500 mg
B. ANALISA DATA
saturasi Oksigen 98 %
2. DS : Agen injury Nyeri akut
DO : fisik
TD 130/80 mmHg, MAP 92mmHg,
10 x /mnt, Suhu 37.2,Skala nyeri 8 dengan
NVPS, terdapat luka post Operasi laparatomy
H.0
3. DS :
DO : pasien puasa, NGT dialirkan, produktif Intake Ketidakseimbang
cairan, hasil lab albumin 2.48 g/dl berkurang an nutrisi kurang
terdapat luka post Operasi laparatomy H.0 dari kebutuhan
tubuh
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. Keluhan ringan
nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan
5. Tidak ada keluhan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal No Dx Implementasi Respon Tandata
, Jam ngan
9/2/2017
Jam 1 Memposisikan pasien S : -
16.00 semi fowler untuk O : RR 10x/mnt,napas
WIB memaksimalkan irreguler, terpasang
ventilasi Ventilator mekanik
Melakukan auskultasi mode SIMV,Fio2
suara napas 80 % saturasi Oksigen
96 %
S:-
O : Pasien terpasang
Jam
20.00 Melakukan weaning ventilator mekanik
10/2/17
Jam 2 Memonitor ku dan VS S : px mengatakan
10.00 Melakukan nyeri pada bagian post
WIB pengkajian nyeri operasi, seperti di
Memonitor tingkat tusuk tussuk, skala
kenyamanan pasien nyeri 5, bertambah
Mengajarkan teknik jikaa bergerak
relaksasi O : TD 120/75mmHg,
HR 88 x /mnt, Suhu
36.5, RR18 x mnt,
nyeri terkontrol
10/2/17
jam 3 Melakukan S : Px mengatakan
12.00 kolaborasi dengan masih merasa mual,
ahli gizi untuk muntah –
menentukan jumlah O : NGT dialirkan
kalori dan nutrisi produktif cairan
yang dibutuhkan sekitar 100 cc, warna
pasien. kuning, cairan TPN
Memberikan TPN masuk
Memonitor mual dan
muntah
F. EVALUASI KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnose Evaluasi Tanda
kep. tanga
n
1. 10/02/1 Pola S:-
7 napas O : pasien terpasangbinasal 3 lpm, pasien
Jam tidak tampak tenang , RR 18 x/mnt, SaO2 100 %
14.00 efektif
berhubun
gan
Indikator Skala Skala
dengan
Skala tujuan capaian
hipervent
awal
ilasi
Respiratory rate 2 4 4
Respiratory 2 4 4
rhytme 2 4 4
Kapasitas vital 2 4 4
Volume tidal
A : Masalah Pola napas tidak efektif teratasi
P ; Hentikan intervensi