Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

EDH (EDPIDURAL HEMATOMA)

DISUSUN OLEH:
TRIMAS HARDIKA
ELVINA
P17420213034

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
EDH (EPIDURAL HEMATOM)

A. Pengertian
Epidural hematom merupakan keadaaan neurologis yang bersifat
emergency

dan

biasanya

berhubungan

dengan

linear

fraktur

yang

memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan


(Anderson, 2005)
Epidural hematom adalah perdarahan yang terletak antara durameter
dan tubula interna atau lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada
lobus temporal dan parektal (Smeltzer&bare, 2008)
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.

B. Etiologi
EDH sebagai akibat

perdarahan pada lapisan

otak yang terdapat

pada permukaan bagian dalam dari tengkorak.


Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa
saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah
misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural
terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur
tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

C. Manifestasi klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di

belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran
hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
1.

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

2.

Bingung

3.

Penglihatan kabur

4.

Susah bicara

5.

Nyeri kepala yang hebat

6.

Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

7.

Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

8.

Mual

9.

Pusing

10. Berkeringat
11. Pucat
12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

D. Patofisiologi
Pada

hematom

epidural,

perdarahan

terjadi

di

antara

tulang

tengkorak dan durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah


temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini
sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui

foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan


dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari
tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan
tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran
tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik
yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation
kesadaran.

retikularis
Di

di

tempat

medulla
ini

oblongata

terdapat

menyebabkan

nuclei

saraf

hilangnya

cranial

ketiga

(okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan


ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan
naik

pada

daerah

ini,

menyebabkan

kelemahan

respons

motorik

kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski


positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial
yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial
antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan
fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa

terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi
kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena
cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural
hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma
dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

E. Pathway

Luka, trauma/fraktur kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri


meningeal

Darah memenuhi epidural

hematoma

Syok hipovolemik

Darah keluar dari vaskuler

Naiknya volume intrakranial

iskemik

herniasi

Edema otak

Peningkatan TIK

Penekanan saraf batang otak

Hipoksia otak

Nyeri

Resiko kerusakan perfusi


jaringan serebral
Penurunan kesadaran dan motorik Gangguan pusat pernafasan

Hiperventilasi

Hambatan mobilitas fisik


Pola nafas tidak efektif
F.

Penatalaksanaan
1. Terapi operatif
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan
melakukan

kraniotomi.

Terapi

ini

dilakukan

jika

hasil

CT

Scan

menunjukkan volume perdarahan atau hematom sudah lebih dari 20cc

atau tebal lebih dari 1cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline
shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi
hematom untuk menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang
kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema
serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan.
2. Terapi medikamentosa
a.

Mengelevasikan kepala pasien 30


cedera

spinal

atau

posisikan

setelah memastikan tidak ada

trendelenburg

terbalik

untuk

mengurangi TIK.
b. Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg
kemudian dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap jam)
c.

Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri

d. Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.

G. Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan
Tanpa / dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. MRI
Memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih
jelas karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi
dalam pencitraan hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral

Menunjukkan

kelainan

sirkulasi

serebral,

seperti

pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.


4. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
5. Analisa Gas Darah
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
6. Elektrolit
Untuk

mengkoreksi

keseimbangan

elektrolit

sebagai

akibat

peningkatan tekanan intrakranial.


7. EEG
Memperlihatkan gelombang patologis
8. Pungsi lumbal
Menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas istirahat
Lemah, lelah, hilang keseimbangan, kaku, perubahan kesadaran,
letargi, hemiparesis, tetraplegi, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah


bervariasi.

Tekanan

transmisi rangsangan

pada

pusat

parasimpatik

vasomotor
ke

akan

meningkatkan

jantung

yang

mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan


peningkatan

tekanan

intrakranial.

Perubahan

frekuensi

akan
tanda

jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).


3. Integritas ego
Perubahan tingkah laku, cemas, delirium, bingung.
4. Eliminasi
Inkontinensia kemih
5. Neurosensori
Kehilangan

kesadaran,

amnesia,

vertigo,

sinkop,

hilang

pendengaran, perubahan pupil, refleks tendon lemah.

6. Nutrisi
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil).
7. Nyeri
Sakit kepala, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
8. Pernafasan
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,

frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia

breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana


karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
9. Muskuloskeletal
Pasien

cidera

kepala

sering

datang

dalam

keadaan

parese,

paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena


imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

B. Analisa data
Data fokus

Problem

Etiologi

Ds: penghentian aliran darah


Do:

Kehilangan

Resiko kerusakan perfusi


(hemoragi, hematoma);

kesadaran,

amnesia,

jaringan serebral
edema cerebral

sinkop, vertigo
Ds: sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

Kerusakan neurovaskuler

Do: Cheyne Stokes atau

(cedera pada pusat

Ataxia breathing, nafas

pernapasan otak)

berbunyi, stridor/ronkhi/
wheezing
Ds: sakit kepala
Nyeri akut

Peningkatan TIK

Do:gelisah, merintih,
Ds: lelah,
Do:

Lemah,

hilang

keseimbangan,

kaku,
Kelemahan

perubahan

kesadaran,

Hambatan mobilitas fisik


neuromuskular

letargi,

hemiparesis,

tetraplegi,

kehilangan

tonus otot

C. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kerusakan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral.
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak)
3. Nyeri akut b.d peningkatan TIK
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular

D. Intervensi
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral bd penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral
NOC: Circulation status

Tissue prefusion: cerebral


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
resiko

kerusakan perfusi jaringan serebral tidak terjadi

dengan kriteria hasil:


- tingkat kesadaran membaik
- tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
intervensi
NIC: Manajemen sensasi perifer
1) Tentukan

faktor-faktor

menyebabkan

rasional
yg Penurunan tanda/gejala neurologis

koma/penurunan

atau

kegagalan

perfusi jaringan otak dan potensial

pemulihannya

peningkatan TIK.

awal,

menunjukkan

pasien

dirawat

dalam

setelah

serangan
perlunya

di

perawatan

intensif.
2) Pantau dan catat status neurologis
secara

teratur

dan

bandingkan Mengkaji tingkat kesadaran dan

dengan nilai standar GCS.

3) Evaluasi keadaan pupil, ukuran,

potensial

TIK

bermanfaat

dalam

lokasi,

perluasan

dan

menentukan
dan

perkembangan kerusakan SSP.

kesamaan antara kiri dan kanan, Reaksi


reaksi terhadap cahaya.

peningkatan

pupil

diatur

oleh

saraf

cranial okulomotor (III) berguna


untuk menentukan apakah batang

4) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,

frekuensi nafas, suhu.

otak masih baik.


Peningkatan

TD

sistolik

yang

diikuti oleh penurunan TD diastolik


(nadi yang membesar) merupakan
5) Turunkan stimulasi eksternal dan
berikan

kenyamanan,

tanda terjadinya peningkatan TIK,

seperti

jika

lingkungan yang tenang.

diikuti

pasien

menghindari

penurunan

kesadaran.
Memberikan

6) Bantu

oleh

/membatasi

efek

ketenangan,

untuk

menurunkan reaksi fisiologis tubuh

batuk,

dan meningkatkan istirahat untuk

muntah, mengejan.

mempertahankan

atau

menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan
tekanan

intrathorak

intraabdomen

yang

dan
dapat

meningkatkan TIK.
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak)
NOC: Respiratory status: ventilation
Vital sign status
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat
kriteria hasil:

mempertahankan

pola

nafas

efektif

dengan

- bebas sianosis
- GDA dalam batas normal

intervensi
NIC: Airway management
1) Pantau

rasional

frekuensi,

kedalaman

irama,

pernapasan.

Catat

ketidakteraturan pernapasan.

posisi

miirng

dapat

menandakan

perlunya

ventilasi mekanis.

2) Angkat kepala tempat tidur sesuai


aturannya,

Pernapasan lambat, periode apnea

sesuai

indikasi

Untuk

memudahkan

paru/ventilasi

ekspansi

paru

dan

menurunkan adanya kemungkinan


lidah jatuh yang menyumbat jalan
nafas.

3) Anjurkan pasien untuk melakukan


napas

dalam

yang

efektif

bila

Mencegah/menurunkan
atelektasis.

pasien sadar.
4) Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya

Untuk

mengidentifikasi

adanya

suara tambahan yang tidak normal

masalah paru seperti atelektasis,

misal: ronkhi, wheezing, krekel.

kongesti,
napas

atau
yang

oksigenasi
5) Pantau analisa gas darah, tekanan
oksimetri.

menandakan

obstruksi

jalan

membahayakan

cerebral
terjadinya

dan/atau
infeksi

paru.
6) Berikan oksigen

Menentukan

kecukupan

pernapasan, keseimbangan asam


basa dan kebutuhan akan terapi.
Memaksimalkan

oksigen

pada

darah arteri dan membantu dalam


pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan

tertekan,

mungkin

diperlukan ventilasi mekanik.

3. Nyeri akut b.d peningkatan TIK


NOC: Pain level
Pain control
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
pasien dapat

mengontrol nyeri dengan kriteria hasil:

- frekuensi nyeri berkurang


- ttv normal
intervensi
NIC: Pain managemen
1) Kaji nyeri dengan format PQRST

rasional
Berguna dalam pengawasan
keefektifan terapi yang diberikan

2) Kontrol lingkungan yang dapat

Lingkungan yang tidak nyaman

berkontribusi terhadap nyeri

dapat meningkatkan nyeri

seperti suhu, suara dan cahaya

bertambah parah

3) Kolaborasi dengan tim medis


untuk pemberian analgetik

Untuk mengurangi nyeri

4) Monitor ttv
Peningkatan

TD

sistolik

yang

diikuti oleh penurunan TD diastolik


(nadi yang membesar) merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK,
jika

diikuti

oleh

penurunan

kesadaran.

4. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular


NOC: Mobility level
Self care: ADLs
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
pasien tidak

mengalami gangguan mobilitas fisik dengan

kriteria hasil:
- klien meningkat dalam aktifitas fisik
- dapat melakukan mobilisasi secara mandiri
intervensi
NIC: E xercise therapy
1) Ubah posisi klien secara 2 jam
sekali
2) Bantu klien melakukan rentang

rasonal
Meningkatkan sirkulasi
Mempertahankan fungsi sendi,
mobilisasi dan menurunkan vena

gerak

yang statis
Meningkatkan sirkulasi dan
elastisitas kulit.

3) Berikan masase

Identifikasi kemungkinan
kerusakan secara fungsional dan

4) Periksa kemampuan dan keadaan


secara fungsional pada kerusakan

mempengaruhi intervensi yang


akan dilakukan.

yang terjadi

E. Evaluasi
1. Resiko kerusakan perfusi jaringan serebral tidak terjadi dengan kriteria
hasil:

- tingkat kesadaran membaik


- tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
2. Pasien dapat mempertahankan pola nafas efektif dengan kriteria hasil:
- bebas sianosis
- GDA dalam batas normal
3. Pasien dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil
- frekuensi nyeri berkurang
- ttv normal
4. Pasien tidak mengalami gangguan mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
- klien meningkat dalam aktifitas fisik
- dapat melakukan mobilisasi secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi: 3. Jakarta: EGC


Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan

Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:

MediAction Publishing
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed:6.
Jakarta:EGC
Smeltzer&Bare. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol 2, Alih Bahasa
Kuncara,

dkk. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai