Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

Fraktur Digiti 5 Pedis

OLEH :
Lukman Hakim Zulfikar

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2016

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price and Wilson, 2006). Fraktur digiti adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang digiti pedis. Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart,
2000).
B. Jenis Fraktur
1. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
2.
3.
4.

pergeseran.
Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke

5.

patahan tulang.
Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya

6.
7.
8.
9.
10.

membengkak.
Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen.
Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam.
Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada

daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
1. Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang
terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. jika
kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada.
2. Gerakan pintir mendadak
Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang
kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.
3. Kontraksi otot ekstem
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4. Keadaan patologis
Suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang
akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.
D. Patofisiologi

Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum
tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan
keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan
sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang
hebat yang mengakibatkn syok neurogenik. (Mansjoer Arief, 2002)
Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan
sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi
keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa sisa sel mati di mulai. Di tempat
patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalmi
remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Mansjoer Arief, 2002)

E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang brrpindah dari tempatnya

3.

perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:


a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

4.
5.
6.
7.

jaringan yang berdekatan dengan fraktur.


Ekimosis dan perdarahan subkutaneus.
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
Tendernes atau keempuka
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.


8. Kehilangan sensasi (mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan).
9. Pergerakan abnormal
10. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
11. Krepitasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
b. Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah serta
selama proses penyembuhan secara periodik.
c. Artelogram bila ada kerusakan vaskuler.
2. Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah fraktur.
3. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
trauma hati.

4. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan


sinar rontgen (x-ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
5. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Rekognasi
Pergerakan

relatif

suplaineurovascular ekstremitas

sesudah
yang

cidera

terlibat.

Karena

dapat
itu

mengganggu
begitu

diketahui

kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang
bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih parah.
Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk
kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan
pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang
belakang bagian servikal, di mana contusio danlaserasio pada wajah dan kulit kepala
menunjukkan perlunya evaluasiradiografik, yang dapat memperlihatkan fraktur tulang
belakang bagian servikal dan/atau dislokasi, serta kemungkinan diperlukannya
pembedahan untuk menstabilkannya. (Smeltzer C dan B. G Bare, 2005)

2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk
meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan
spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka
pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang
untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam
tulang.
3. Reduksi
Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikanfragment tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk
menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika

diberikan

sesuai

ketentuan.

Mungkin

perlu

dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan


lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak
kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang
biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi pada
tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan
melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian
luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah
fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings.

Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi
yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial
batang.
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah

fraktur

di

reduksi, fragment tulang

harus

diimobilisasi,

atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

I.

Komplikasi
1. Dini
a. Compartement syndrome
Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odem atau
perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips, dan embebatan yang terlalu kuat.
b. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
c. Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia
d. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
2. Lanjut

a. Malunion:

biasanya

terjadi

pada

fraktur

yang

komminutiva

sedang

immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki


perlu dilakukan osteotomi.
b. Delayed union: terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi
atau

pada

frakter

yang communitiva.

Hal

ini

dapat

diatasi

dengan

operasi bonegraft alih tulang spongiosa.


c. Non union: Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia disertai
dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone grafting menurut
cara papineau.
d. Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama.
Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat
diatasi dengan fisiotherapi.
J.

Masalah yang lazim muncul


1. Nyeri Akut b.d agen injuru fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
2.
3.
4.
5.

jaringan lunak, pemasangan traksi.


Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan
Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri
Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasiv

(pemasangan traksi)
6. Resiko syok (hipovalemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma
K. Discharge Planing
1. Menigkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebihdahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Control sesuai jadwal
5. Minum obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma tulang
8. Aktivitas sedang dapat dilakukan.
Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita selekta kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, S. A. (2006). Patofisiologi konsep kllinis proses-prosespenyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2005). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai